Lompat ke isi

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Cipta Kerja/Bab III

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang digunakan di laman ini adalah versi draf final 812 halaman, yang pertama kali beredar pada 12 Oktober 2020.
Untuk menampilkan seluruh batang tubuh dalam satu laman, lihat /Batang Tubuh.

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 
BAB III - Daftar Isi Halaman
Pasal 17 (mengubah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang)
9
Pasal 18 (mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)
26
Pasal 19 (mengubah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan)
39
Pasal 20 (mengubah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial)
44
Pasal 22 (mengubah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
48
Pasal 24 (mengubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung)
65
Pasal 25 (mengubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek)
76
81
Pasal 27 (mengubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan)
81
Paragraf 3 – Pertanian (Pasal 28–34)
Pasal 29 (mengubah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan)
97
Pasal 30 (mengubah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman)
105
Pasal 31 (mengubah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan)
107
Pasal 32 (mengubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani)
111
Pasal 33 (mengubah Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura)
111
Pasal 34 (mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan)
117
Paragraf 4 – Kehutanan (Pasal 35–37)
Pasal 36 (mengubah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
125
Pasal 37 (mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan)
132
Pasal 39 (mengubah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara)
147
Pasal 40 (mengubah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi)
148
Pasal 41 (mengubah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi)
152
Pasal 42 (mengubah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan)
162
Pasal 43 (mengubah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran)
177
Pasal 44 (mengubah Undang-Undang 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian)
180
Pasal 46 (mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan)
186
Pasal 47 (mengubah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal)
198
Pasal 48 (mengubah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal)
199
Pasal 50 (mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman)
205
Pasal 51 (mengubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun)
212
Pasal 52 (mengubah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi)
219
Pasal 53 (mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air)
231
Pasal 55 (mengubah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan)
239
Pasal 56 (mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian)
247
Pasal 57 (mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran)
254
Pasal 58 (mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan)
274
Pasal 60 (mengubah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
293
Pasal 61 (mengubah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit)
296
Pasal 62 (mengubah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika)
299
Pasal 63 (mengubah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika)
301
Pasal 64 (mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan)
304
Pasal 66 (mengubah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman)
313
Pasal 67 (mengubah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan)
314
Pasal 68 (mengubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah)
317
Pasal 70 (mengubah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos)
325
Pasal 71 (mengubah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi)
326
Pasal 72 (mengubah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran)
330
Pasal 74 (mengubah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan)
332
Pasal 75 (mengubah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian)
336
Pasal 77 (mengubah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal)
338
Pasal 78 (mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan)
340
Pasal 79 (mengubah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah)
341


BAB III
PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 6
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
  1. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
  2. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
  3. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
  4. penyederhanaan persyaratan investasi.


Bagian Kedua
Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko


Paragraf 1
Umum

Pasal 7
  1. Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.
  2. Penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya.
  3. Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap aspek:
    1. kesehatan;
    2. keselamatan;
    3. lingkungan; dan/atau
    4. pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya.
  4. Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup aspek lainnya sesuai dengan sifat kegiatan usaha.
  5. Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dengan memperhitungkan:
    1. jenis kegiatan usaha;
    2. kriteria kegiatan usaha;
    3. lokasi kegiatan usaha;
    4. keterbatasan sumber daya; dan/atau
    5. risiko volatilitas.
  6. Penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. hampir tidak mungkin terjadi;
    2. kemungkinan kecil terjadi;
    3. kemungkinan terjadi; atau
    4. hampir pasti terjadi.
  7. Berdasarkan penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat

(6), tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi:

  1. kegiatan usaha berisiko rendah;
  2. kegiatan usaha berisiko menengah; atau
  3. kegiatan usaha berisiko tinggi.

Paragraf 2
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Rendah

Pasal 8
  1. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf a berupa pemberian nomor induk berusaha yang merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan berusaha.
  2. Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.

Paragraf 3
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Menengah

Pasal 9
  1. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf b meliputi:
    1. kegiatan usaha berisiko menengah rendah; dan
    2. kegiatan usaha berisiko menengah tinggi.
  2. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pemberian:
    1. nomor induk berusaha; dan
    2. sertifikat standar.
  3. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pemberian:
    1. nomor induk berusaha; dan
    2. sertifikat standar.
  4. Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha.
  5. Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan sertifikat standar usaha yang diterbitkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh Pelaku Usaha.
  6. Dalam hal kegiatan usaha berisiko menengah memerlukan standardisasi produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b, Pemerintah Pusat menerbitkan
sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melakukan kegiatan komersialisasi produk.

Paragraf 4
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Tinggi

Pasal 10
  1. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf c berupa pemberian:
    1. nomor induk berusaha; dan
    2. izin.
  2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.
  3. Dalam hal kegiatan usaha berisiko tinggi memerlukan pemenuhan standar usaha dan standar produk, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan sertifikat standar usaha dan sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar.

Paragraf 5
Pengawasan

Pasal 11
Pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan dengan pengaturan frekuensi pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) dan mempertimbangkan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha.

Paragraf 6
Peraturan Pelaksanaan

Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10, serta tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah.