Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang digunakan di laman ini adalah versi draf final 812 halaman, yang pertama kali beredar pada 12 Oktober 2020. Untuk menampilkan seluruh batang tubuh dalam satu laman, lihat /Batang Tubuh.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
BAB IV KETENAGAKERJAAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 80
Dalam rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja/buruh dalam mendukung ekosistem investasi, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 4279);
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4456);
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5256); dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6141).
Bagian Kedua Ketenagakerjaan
Pasal 81
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4279) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
Pelatihan kerja diselenggarakan oleh:
lembaga pelatihan kerja pemerintah;
lembaga pelatihan kerja swasta; atau
lembaga pelatihan kerja perusahaan.
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat
pelatihan atau tempat kerja.
Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam
menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama
dengan swasta.
Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan lembaga pelatihan
kerja perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
kabupaten/kota.
Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 14
Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
Bagi lembaga pelatihan kerja swasta yang terdapat penyertaan modal asing, Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37
Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri atas:
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan
lembaga penempatan tenaga kerja swasta.
Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang
mengurusi personalia.
Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 43 dihapus.
Pasal 44 dihapus.
Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 45
Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia
sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang
dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian
dari tenaga kerja asing;
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi
tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada
huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang
diduduki oleh tenaga kerja asing; dan
memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya
setelah hubungan kerjanya berakhir.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan tertentu.
Pasal 46 dihapus.
Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap
tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.
Kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
Ketentuan mengenai besaran dan penggunaan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48 dihapus.
Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan tenaga kerja asing diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 56
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas:
jangka waktu; atau
selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 57
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut:
pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
pekerjaan yang bersifat musiman;
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
22. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 78
(1)
Pengusaha
yang
mempekerjakan
pekerja/buruh
melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a.
ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;
dan
b.
waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18
(delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(2)
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib membayar upah kerja lembur.
(3)
Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha
atau pekerjaan tertentu.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja lembur
dan upah kerja lembur diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
23. Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 79
(1)
(2)
Pengusaha wajib memberi:
a.
waktu istirahat; dan
b.
cuti.
Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling
sedikit meliputi:
a.
istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah
jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus
menerus, dan waktu istirahat tersebut
tidak
termasuk jam kerja; dan
b.
istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3)
Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang
wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti
tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12
(dua belas) bulan secara terus menerus.
(4)
Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5)
Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu
dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
348
pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan
sebelumnya telah diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut
masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam)
bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama;
pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan
selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang
berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan
atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas
12 (dua belas) bulan;
pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
pekerja/buruh meninggal dunia.
Selain alasan pemutusan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan
pemutusan hubungan kerja lainnya dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat
(1).
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutusan
hubungan kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 155 dihapus.
Ketentuan Pasal 156 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 156
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,
pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak yang seharusnya diterima.
Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan
upah;
masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau Pasal 144 dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 188
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, atau Pasal 148 dikenai sanksi pidana denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tindak pidana pelanggaran.
Ketentuan Pasal 190 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 190
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), atau Pasal 160 ayat (1) atau ayat (2) undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Di antara Pasal 191 dan Pasal 192 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 191A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 191A
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini:
untuk pertama kali upah minimum yang berlaku, yaitu upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan.
bagi perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum yang ditetapkan sebelum Undang-Undang ini, pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah.
Pasal 46D
Manfaat jaminan kehilangan pekerjaan berupa uang
tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Jaminan kehilangan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan paling banyak 6 (enam) bulan
upah.
Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima
oleh peserta setelah mempunyai masa kepesertaan
tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai manfaat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan masa kepesertaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 46E
(1) Sumber pendanaan
berasal dari:
jaminan
kehilangan
pekerjaan
a. modal awal pemerintah;
b. rekomposisi iuran program jaminan sosial; dan/atau
c.
dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan jaminan
kehilangan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Pasal 83
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 5256) diubah sebagai
berikut:
1.
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan
kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program:
2.
a.
jaminan kecelakaan kerja;
b.
jaminan hari tua;
c.
jaminan pensiun;
d.
jaminan kematian; dan
e.
jaminan kehilangan pekerjaan.
Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan.
361
BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, program jaminan hari tua, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk program jaminan kehilangan pekerjaan ditetapkan paling sedikit Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Bagian Kelima Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
Pasal 84
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6141) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 1 angka 9 dan angka 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Calon Pekerja Migran Indonesia adalah setiap tenaga kerja Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pekerja Migran Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.
Keluarga Pekerja Migran Indonesia adalah suami, istri, anak, atau orang tua termasuk hubungan karena putusan dan/atau penetapan pengadilan, baik yang berada di Indonesia maupun yang tinggal bersama Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.
Pekerja Migran Indonesia Perseorangan adalah Pekerja Migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri tanpa melalui pelaksana penempatan.
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan Calon Pekerja
Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 53
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia dapat membentuk kantor cabang di luar wilayah domisili kantor pusatnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia menjadi tanggung jawab kantor pusat Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Kantor cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah provinsi.
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 57
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus menyerahkan pembaruan data paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.
Dalam hal Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia tidak menyerahkan pembaruan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia diizinkan untuk memperbarui izin paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja dengan membayar denda keterlambatan.
Ketentuan mengenai denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di antara Pasal 89 dan Pasal 90 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 89A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89A
Pada saat berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja, pengertian atau makna SIP3MI dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai Perizinan Berusaha.