Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang digunakan di laman ini adalah versi draf final 812 halaman, yang pertama kali beredar pada 12 Oktober 2020. Untuk menampilkan seluruh batang tubuh dalam satu laman, lihat /Batang Tubuh.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
BAB V KEMUDAHAN, PELINDUNGAN, DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 85
Untuk memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan Koperasi dan UMK-M, Undang-Undang ini
mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); dan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).
Bagian Kedua Koperasi
Pasal 86
Beberapa ketentuan dalam Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
Koperasi Primer dibentuk paling sedikit oleh 9 (sembilan) orang.
Koperasi Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi.
Penjelasan Pasal 17 diubah sebagaimana tercantum dalam
penjelasan.
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
Perangkat organisasi Koperasi terdiri atas:
Rapat Anggota;
Pengurus; dan
Pengawas.
Selain memiliki perangkat organisasi Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah.
Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Ketiga Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Pasal 87
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 12
Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e ditujukan untuk:
menyederhanakan tata cara dan jenis Perizinan Berusaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan
membebaskan biaya Perizinan Berusaha bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya Perizinan Berusaha bagi Usaha Kecil.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara Perizinan Berusaha diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 21
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan
pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil;
Badan Usaha Milik Negara menyediakan pembiayaan
dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
Usaha Besar nasional dan asing menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dunia
Usaha memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar
negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan sistem informasi dan pendataan UMK-M yang terintegrasi.
Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai basis data tunggal UMK-M.
Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan kebijakan mengenai UMK-M.
Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan secara tepat waktu, akurat, dan tepat guna serta dapat diakses oleh masyarakat.
Pemerintah Pusat melakukan pembaharuan sistem informasi dan basis data tunggal paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Basis data tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Ketentuan lebih lanjut mengenai basis data tunggal UMK-M diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima Pengelolaan Terpadu Usaha Mikro dan Kecil
Pasal 89
Pemerintah Pusat mendorong implementasi pengelolaan
terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster
melalui sinergi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan terkait.
Pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kumpulan kelompok Usaha Mikro dan Kecil yang terkait dalam:
suatu rantai produk umum;
ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang
serupa; atau
penggunaan teknologi yang serupa dan saling melengkapi secara terintegrasi.
Saling melengkapi secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan di lokasi klaster dengan tahap pendirian/legalisasi, pembiayaan, penyediaan bahan baku, proses produksi, kurasi, dan pemasaran produk Usaha Mikro dan Kecil melalui perdagangan elektronik/non elektronik.
Penentuan lokasi Klaster Usaha Mikro dan Kecil disusun dalam program Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan pemetaan potensi, keunggulan daerah, dan strategi penentuan lokasi usaha.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan pendampingan sebagai upaya pengembangan Usaha Mikro dan Kecil untuk memberi dukungan manejemen, sumber daya manusia, anggaran, serta sarana dan prasarana.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyediakan dukungan sumber daya manusia, anggaran, dan prasarana sebagaimana dimaksud pada serta sarana
ayat (5) wajib memberikan fasilitas yang meliputi:
lahan lokasi klaster;
aspek produksi;
infrastruktur;
rantai nilai;
pendirian badan hukum;
sertifikasi dan standardisasi;
promosi;
pemasaran;
digitalisasi; dan
penelitian dan pengembangan.
Pemerintah Pusat mengoordinasikan pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster.
Pemerintah Pusat melakukan evaluasi pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Kemitraan
Pasal 90
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan level usaha.
Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan
insentif dan kemudahan berusaha dalam rangka kemitraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kemitraan antara Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil.
Pemerintah Pusat mengatur pemberian insentif kepada Usaha Menengah dan Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat
guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemitraan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh Kemudahan Perizinan Berusaha
Pasal 91
Dalam rangka kemudahan Perizinan Berusaha, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pembinaan dan pendaftaran bagi Usaha Mikro dan Kecil berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara daring atau luring dengan melampirkan:
Kartu Tanda Penduduk (KTP); dan
Surat keterangan berusaha dari pemerintah setingkat
rukun tetangga.
Pendaftaran secara daring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberi nomor induk berusaha melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik.
Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perizinan tunggal yang berlaku untuk semua kegiatan usaha.
Perizinan tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi Perizinan Berusaha, Standar Nasional Indonesia, dan sertifikasi jaminan produk halal.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat wajib melakukan pembinaan terhadap Perizinan Berusaha, pemenuhan standar, Standar Nasional Indonesia, dan sertifikasi jaminan produk halal.
Dalam hal kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki risiko menengah atau tinggi terhadap kesehatan, keamanan, dan keselamatan
serta lingkungan selain melakukan registrasi untuk mendapatkan nomor induk berusaha, Usaha Mikro dan Kecil wajib memiliki sertifikat sertifikasi standar dan/atau izin.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat memfasilitasi sertifikasi standar dan/atau izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan tunggal
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan fasilitasi sertifikasi standar dan/atau izin sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan Kemudahan Fasilitasi Pembiayaan dan Insentif Fiskal
Pasal 92
Usaha Mikro dan Kecil diberi kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Usaha Mikro dan Kecil yang mengajukan Perizinan Berusaha dapat diberi insentif berupa tidak dikenai biaya atau diberi keringanan biaya.
Usaha Mikro dan Kecil yang berorientasi ekspor dapat diberi insentif kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Usaha Mikro dan Kecil tertentu dapat diberi insentif Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Pasal 93
Kegiatan Usaha Mikro dan Kecil dapat dijadikan jaminan kredit program.
Pasal 94
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mempermudah dan menyederhanakan proses untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam hal pendaftaran dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku dan bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan penyederhanaan pendaftaran dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku dan bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan Dana Alokasi Khusus, Bantuan dan Pendampingan Hukum, Pengadaan Barang dan Jasa, dan Sistem/Aplikasi Pembukuan/Pencatatan keuangan dan Inkubasi
Pasal 95
Pemerintah Pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus untuk mendukung pendanaan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
Pengalokasian Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 96
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib menyediakan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Pasal 97
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan pelatihan dan pendampingan pemanfaataan sistem/aplikasi pembukuan/pencatatan keuangan yang memberi kemudahan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Pasal 99
Penyelenggaraan inkubasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, Dunia Usaha, dan/atau masyarakat.
Pasal 100
Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 bertujuan untuk:
menciptakan usaha baru;
menguatkan dan mengembangkan kualitas Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; dan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 101
Sasaran pengembangan inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 meliputi:
penciptaan dan penumbuhan usaha baru serta penguatan kapasitas pelaku usaha pemula yang berdaya saing tinggi;
penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai
nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; dan
peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 102
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha melakukan pedampingan untuk meningkatkan kapasitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu mengakses:
pembiayaan alternatif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemula;
pembiayaan dari dana kemitraan;
bantuan hibah pemerintah;
dana bergulir; dan
tanggung jawab sosial perusahaan.
Bagian Kesepuluh Partisipasi UMK dan Koperasi pada Infrastruktur Publik
Pasal 103
Di antara Pasal 53 dan Pasal 54 dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444) disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 53A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53A
Jalan Tol antarkota harus dilengkapi dengan Tempat
Istirahat, Pelayanan untuk kepentingan pengguna Jalan Tol, serta menyediakan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
Pengusahaan tempat promosi dan pengembangan Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, Tempat Istirahat dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan lahan pada Jalan Tol paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total luas lahan area komersial untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, baik untuk Jalan Tol yang telah beroprasi maupun untuk Jalan Tol yang masih dalam tahap perencanaan dan konstruksi.
Penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan partisipasi Usaha Mikro dan Kecil melalui pola kemitraan.
Penanaman dan pemeliharaan tanaman di Tempat Istirahat dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
Pasal 104
Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha swasta wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi, tempat usaha, dan/atau pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik yang mencakup:
terminal;
bandar udara;
pelabuhan;
stasiun kereta api;
tempat istirahat dan pelayanan jalan tol; dan
infrastruktur publik lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya.
Alokasi penyediaan tempat promosi dan pengembangan
Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas tempat perbelanjaan dan/atau promosi yang strategis pada infrastruktur publik yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro dan Kecil pada infrastruktur publik pada ayat (1) dimaksud pada ayat (2) dan besaran alokasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah.