Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 005/PUU-IV/2006

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 005/PUU-IV/2006  (2006) 
PEMOHON

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 










P U T U S A N

Nomor 005/PUU-IV/2006

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, telah menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan Pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (selanjutnya disebut UU KY) dan Pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU KK) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang diajukan oleh:

1. Nama : PROF. DR. PAULUS EFFENDI LOTULUNG, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

2. Nama : DRS.H. ANDI SYAMSU ALAM, SH.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

3. Nama : DRS.H. AHMAD KAMIL, SH.M.HUM.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

4. Nama : H. ABDUL KADIR MAPPONG, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

5. Nama : ISKANDAR KAMIL, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

6. Nama : HARIFIN A. TUMPA, SH. MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;


� 7. Nama : PROF. DR. H. MUCHSIN, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

8. Nama : PROF. DR. VALERINE J.L.K., SH.MA.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

9. Nama : H. DIRWOTO, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

10. Nama : DR. H. ABDURRAHMAN, SH.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

11. Nama : PROF. DR. H. KAIMUDDIN SALLE, SH.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

12. Nama : MANSUR KARTAYASA, SH.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

13. Nama : PROF. REHNGENA PURBA, SH.MS.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

14. Nama : PROF. DR. H.M. HAKIM NYAK PHA, SH.DEA.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

15. Nama : DRS. H. HAMDAN, SH.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

16. Nama : H.M. IMRON ANWARI, SH.SpN.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;



� 17. Nama : TITI NURMALA SIAHAAN SIAGIAN, SH.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

18. Nama : WIDAYATNO SASTRO HARDJONO, SH.MSc.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

19. Nama : MOEGIHARDJO, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

20. Nama : H. MUHAMMAD TAUFIQ, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

21. Nama : H. R. IMAM HARJADI, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

22. Nama : ABBAS SAID, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

23. Nama : ANDAR PURBA, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

24. Nama : DJOKO SARWOKO, SH.MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

25. Nama : I MADE TARA, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

26. Nama : ATJA SONDJAJA, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;



� 27. Nama : H. IMAM SOEBECHI, SH. MH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

28. Nama : MARINA SIDABUTAR, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

29. Nama : H. USMAN KARIM, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

30. Nama : DRS. H. HABIBURRAHMAN, M.HUM.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

31. Nama : M. BAHAUDIN QUADRY, SH.


Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Utara Kav.9-13, Jakarta Pusat;

Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------- para Pemohon;

Dalam hal ini memberi kuasa kepada 1. Prof. Dr. Indrianto Senoadji, SH., 2. Wimboyono Senoadji, SH., MH., 3. Denny Kailimang, SH., MH., 4. O.C. Kaligis, SH., MH., 5. Juan Felix Tampubolon, SH., MH., beralamat di Kompleks Majapahit Permai Blok B-122, Jakarta Pusat Telp. (021) 3853250, HP. 0818935555, berdasarkan Surat Kuasa bertanggal 8 Maret 2006;

Telah membaca permohonan para Pemohon;

Telah mendengar keterangan para Pemohon;

Telah mendengar keterangan Pemerintah;

Telah mendengar keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

Telah membaca keterangan tertulis Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

Telah mendengar keterangan Pihak Terkait Langsung Komisi Yudisial;

Telah membaca keterangan tertulis Pihak Terkait Langsung Komisi Yudisial;

Telah membaca keterangan tertulis dan mendengar keterangan Pihak Terkait Tidak Langsung;

� Telah mendengar keterangan Ahli dari para Pemohon dan Saksi serta Ahli dari Pihak Terkait Langsung Komisi Yudisial;

Telah memeriksa bukti-bukti;

DUDUK PERKARA

Menimbang bahwa para Pemohon, telah mengajukan permohonan dengan surat permohonannya bertanggal 10 Maret 2006 yang diterima dan terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 14 Oktober 2005, dengan registrasi Nomor 005/PUU-IV/2006, yang telah diperbaiki secara berturut-turut dengan perbaikan permohonan bertanggal 17 Maret 2006, 27 Maret 2006 dan 29 Maret 2006, yang mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

I. Dasar Hukum Permohonan.

a. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan :

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum;

b. Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia sebagai Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang mempunyai kepentingan hukum dalam permohonan ini karena Pemohon menganggap hak dan kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan oleh berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004, khususnya yang berkaitan dengan �pengawasan hakim� yang diatur dalam Bab. III Pasal 20 dan Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5) serta yang berkaitan dengan �usul penjatuhan sanksi� yang diatur dalam Pasal 21, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) dihubungkan dengan Bab. I Pasal 1 butir 5 Undang- undang tersebut. Dengan berlakunya Pasal-pasal tersebut menimbulkan kerugian pada para Pemohon sebagai Hakim Agung termasuk juga Hakim Mahkamah Konstitusi menjadi atau sebagai objek pengawasan serta dapat diusulkan sebagai objek penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial;

� c. Bahwa ketentuan yang diuraikan pada huruf b di atas sangat berkaitan dengan Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa �dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim Agung dan Hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam Undang-undang�;

II. Alasan-alasan permohonan pengujian terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman :

1). - bahwa di dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 disebutkan sebagai berikut : �Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim�;

- bahwa apabila kalimat tersebut dibaca dalam satu nafas dan konteknya satu sama lain maka bermakna bahwa Komisi Yudisial mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim adalah dalam rangka melaksanakan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung;

2). bahwa di dalam Pasal 25 UUD 1945 mengatur bahwa syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai Hakim ditetapkan dengan Undang- undang;

Undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut diatur oleh Undang- undang yang berbeda untuk Hakim Tingkat I dan Tingkat Banding (Undang- undang No. 8 Tahun 2004 untuk Peradilan Umum, Undang-undang No. 9 Tahun 2004 untuk Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-undang No. 7 Tahun 1989 untuk Peradilan Agama, Undang-undang No. 31 Tahun 1997 untuk Peradilan Militer) serta Hakim Agung (Undang-undang No. 5 Tahun 2004) dan Mahkamah Konstitusi (Undang-undang No. 24 Tahun 2003);

Dalam hal ini jelas bahwa kewenangan Komisi Yudisial tidak menjangkau Hakim Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi, karena untuk menjadi Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi tidak seluruhnya berasal dari Hakim Tingkat I dan Hakim Banding;

� Lebih jelas lagi bahwa Komisi Yudisial tidak berwenang untuk mengadakan pengawasan terhadap Hakim Ad Hoc;

Dari sini jelas terlihat bahwa yang dimaksud dengan kata �Hakim� di dalam Pasal 24B UUD 1945 bukan terhadap seluruh Hakim;

Berdasarkan hal tersebut, maka yang dimaksudkan oleh Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 tentang kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim adalah Hakim yang akan menjadi Hakim Agung pada Mahkamah Agung;

3). bahwa akan tetapi ternyata di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 yaitu:

a. Pasal 20 disebutkan bahwa:

�Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku Hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku Hakim�;

b. Pasal 1 butir 5 menentukan bahwa yang dimaksud dengan:

�Hakim adalah Hakim Agung dan Hakim pada badan peradilan disemua lingkungan peradilan yang barada dibawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945�;

Dengan demikian Pasal 1 butir 5 tersebut telah memperluas pengertian Hakim yang diatur dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 karena hanya dimaksudkan terhadap Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung saja, tidak meliputi Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;

c. Di samping kedua Pasal yang disebut di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tersebut, hal yang sama juga disebut di dalam Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang memberi kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan Hakim Agung adalah bertentangan dengan Pasal 24B UUD 1945;

� 4). bahwa dalam rumusan pasal-pasal yang di sebut dalam angka 3 di atas membawa makna bahwa pengawasan Komisi Yudisial terhadap para Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan termasuk di dalamnya Hakim Agung pada Mahkamah Agung dan Hakim pada Mahkamah Konstitusi jelas bertentangan dengan Pasal 24B UUD 1945, karena yang dimaksud �Hakim� dalam Pasal 24B tersebut tidak meliputi Hakim Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;

5). bahwa secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak menjangkau Hakim Agung pada Mahkamah Agung, karena Komisi Yudisial adalah merupakan mitra dari Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap para hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang ada dibawah Mahkamah Agung;

Pasal 32 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman; (2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan pada Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya;


Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim menurut Pasal 21 jo Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diserahkan kepada Mahkamah Agung dan kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi pemberhentian diberi kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim;

6). bahwa di samping itu khusus mengenai usul pemberhentian terhadap Hakim Agung dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan kepada Hakim Agung yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu dihadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, sedang bagi Hakim Mahkamah Konstitusi usul pemberhentiannya dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi dan kepada Hakim Konstitusi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu dihadapan Majelis Kohormatan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur

� dalam Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, tanpa campur tangan dari Komisi Yudisial. Hal ini berbeda dengan Hakim pada badan peradilan dibawah Mahkamah Agung selain mensyaratkan usul penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial, juga Hakim yang bersangkutan diberi kesempatan lebih dahulu untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim;

Atas dasar tersebut maka Pasal 21, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) yang mengatur tentang usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Yudisial bertentangan dengan Pasal 24B dan Pasal 25 UUD 1945 yang memberi kewenangan kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Agung dan/atau Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi;

7). bahwa oleh karena pengawasan terhadap Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi serta usul penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial tidak termasuk Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi, maka sepanjang mengenai �pengawasan dan usul penjatuhan sanksi� terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal:

- 1 butir 5

- 20, 21, 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial serta Pasal 34 ayat (3) Undang- undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman harus dinyatakan bertentangan dengan Pasal 24B dan Pasal 25 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan selanjutnya menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;

Pengawasan Komisi Yudisial selama ini yang telah memanggil beberapa Hakim Agung, dalam hubungan dengan perkara yang telah diadilinya. Pemanggilan oleh Komisi Yudisial terhadap Hakim Agung Bagir Manan, Marianna Sutadi, Paulus Effendi Lotulung, Parman Suparman, Usman Karim, Harifin A. Tumpa telah mengakibatkan terganggunya hak konstitusional Hakim Agung, yang dijamin

� kemerdekaannya oleh UUD 1945. Pemanggilan Komisi Yudisial kepada para Hakim Agung tersebut, berpotensi dan akan membawa makna bahwa semua Hakim Agung dapat dipanggil sewaktu-waktu karena memutus suatu perkara. Hal ini akan menghancurkan independensi Hakim Agung yang dijamin UUD 1945;

Bahwa pengawasan oleh Komisi Yudisial dengan cara memanggil Hakim Agung karena memutus suatu perkara merupakan sebab-akibat (causal verband), hilangnya atau terganggunya kebebasan Hakim yang dijamin oleh UUD 1945;

Bahwa memperluas makna �Hakim� pada Pasal 24B UUD 1945 sebagaimana berdasarkan pada Pasal 1 butir 5 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial adalah bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku secara universal yakni prinsip Lex Certa, suatu materi dalam peraturan perundang-undangan tidak dapat diperluas atau ditafsirkan lain selain yang tertulis dalam peraturan perundangan (Lex Stricta), atau dengan kata lain prinsip suatu ketentuan atau perundang-undangan tidak dapat diberikan perluasan selain ditentukan secara tegas dan jelas menurut peraturan perundang-undangan. Selain itu, perluasan makna tersebut tidak berdasarkan prinsip Lex Superior Derogate Legi Inferiori, suatu perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Begitu pula dalam kaitan �penjatuhan sanksi� pada Pasal 20, 21, 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), 24 ayat (1) dan 25 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, adalah bertentangan dengan asas Lex Certa dan Lex Superior Derogate Legi Inferiori;

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka mohon kiranya Mahkamah Konstitusi memutuskan:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon ; 2. Menyatakan: - Pasal 1 angka 5 - Pasal 20; - Pasal 21; - Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5); - Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5); - Pasal 24 ayat (1) dan;



� - Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004, serta Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, sepanjang yang menyangkut Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan Pasal 24B dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


3. Menyatakan Pasal-pasal tersebut pada angka 2 di atas tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi Hakim Agung pada Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;


Atau mohon putusan yang seadil-adilnya;

Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya, para Pemohon telah mengajukan bukti-bukti, yang diberi tanda P-1 sampai dengan Bukti P-28, sebagai berikut:

Bukti P-1 : Fotokopi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial;

Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Bukti P-3 : Fotokopi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;

Bukti P-4 : Fotokopi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;

Bukti P-5 : Fotokopi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;

Bukti P-6 : Fotokopi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 241/M Tahun 2000, tanggal 2 September 2000;

Bukti P-7 : Fotokopi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 273/M Tahun 1998, tanggal 28 September 1998;

Bukti P-8 : Fotokopi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83/M Tahun 2003, tanggal 28 Mei 2003;

Bukti P-9 : Fotokopi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/M Tahun 2004, tanggal 5 Agustus 2004;

� Bukti P-10 : Fotokopi Surat Panggilan Komisi Yudisial No. 06/Pangg.KY/ 06/2006, tanggal 11 Januari 2006;

Bukti P-11 : Fotokopi Surat Panggilan Komisi Yudisial No. 19/Pangg.KY/ 06/2006, tanggal 25 Januari 2006;

Bukti P-12 : Fotokopi Draft Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Republik Indonesia Nomor ��� Tahun �� Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial;

Bukti P-13 : Asli Buku Keempat Jilid 2A terbitan Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

Bukti P-14 : Fotokopi Karya Tulis Zein Badjeber tentang Komisi Yudisial dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;

Bukti P-15 : Fotokopi Karya Tulis Hobes Sinaga, SH., MH., mengenai Eksistensi Komisi Yudisial menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

Bukti P-16 : Fotokopi Karya Tulis Hobes Sinaga, SH., MH., mengenai Komisi Yudisial;

Bukti P-17 : Fotokopi Kode Etik, AD dan ART Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI);

Bukti P-18 : Fotokopi Keputusan Mahkamah Republik Indonesia Nomor: KMA/057/SK/VI/2006 tentang TATA KERJA MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH AGUNG tanggal 6 Juni 2006;

Bukti P-19 : Fotokopi Keputusan Mahkamah Republik Indonesia Nomor: KMA/058/SK/VI/2006 tentang TATA KERJA MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH AGUNG tanggal 6 Juni 2006;

Bukti P-20 : Fotokopi Pedoman Perilaku Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 30 Mei 2006;

Bukti P-21 : Fotokopi Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor KMA/041/SKB/XI/1992 Nomor M.05-PW.07.10 Tahun 1992, tanggal 18 Nopember 1992;

Bukti P-22 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1991 tanggal 5 Juli 1991;

� Bukti P-23 : Fotokopi surat dari Komisi Yudisial Republik Indonesia kepada Ketua Mahkamah Agung Nomor 1284/P.KY/V/2006, tanggal 8 Mei 2006;

Bukti P-24 : Fotokopi surat dari Komisi Yudisial Republik Indonesia kepada Ketua Mahkamah Agung Nomor 143/P.KY/V/2006, tanggal 17 Mei 2006;

Bukti P-25 : Fotokopi surat dari Komisi Yudisial Republik Indonesia kepada Ketua Mahkamah Agung Nomor 147/P.KY/V/2006, tanggal 18 Mei 2006;

Bukti P-26 : Fotokopi surat dari Mahkamah Agung Republik Indonesia kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 27/WKMA-NJ/VI/2006, tanggal 21 Juni 2006;

Bukti P-27 : 1 lembar dokumen yang berisi �Beberapa Kasus Campur Tangan Komisi Yudisial Di Dalam Pengadilan�, tanggal 27 Juni 2006;

Bukti P-28 : Kliping-kliping berita internet mengenai pertentangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan KomisiYudisial Republik Indonesia;