Pancasila Bung Karno

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Pancasila

Bung Karno

HIMPUNAN PIDATO, CERAMAH,

KURSUS DAN KULIAH

THE SOEKARNO FOUNDATION

DAFTAR ISI[sunting]

  1. Lahirnya Pancasila (1 Juni 1945) (Pidato di depan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai)
  2. Anjuranku Kepada Segenap Bangsa Indonesia (17 Juni 1954) (Ceramah Presiden Pada Pertemuan Gerakan Pembela Pancasila di Istana)
  3. Apa Sebab Revolusi Kita Berdasar Pancasila (24 September 1955) (Amanat PJM Presiden Soekarno di Surabaya)
  4. Tidak Ada Kontra Revolusi Bisa Bertahan (16 Maret 1958) (Amanat Presiden Soekarno Pada Rapat Pancasila di Bandung)
  5. Pancasila Membuktikan Dapat Mempersatukan Bangsa Indonesia (5 Juni 1958) (Pidato Presiden Soekarno Pada Peringatan Lahirnya Pancasila di Istana Negara)
  6. Kuliah Umum Presiden Soekarno di Depan Mahasiswa dan Peserta Seminar Pancasila (lihat catatan)
    1. Pancasila Dasar Negara 1 (26 Mei 1958) (Pendahuluan) (Kursus Presiden Soekarno Tentang Pancasila di Istana Negara)
    2. Pancasila Dasar Negara 2 (16 Juni 1958) (Sila ke-1)
    3. Pancasila Dasar Negara 3 (5 Juli 1958) (Sila ke-2)
    4. Pancasila Dasar Negara 4 (22 Juli 1958) (Sila ke-3)
    5. Pancasila Dasar Negara 5 (3 September 1958) (Sila ke-4)
    6. Pancasila Dasar Negara 6 (21 Februari 1959) (Sila ke-5) (Kuliah Umum Tentang Pancasila di Depan Para Peserta Seminar Pancasila dan Para Mahasiswa di Yogyakarta)
  7. Revolusi Kita Berdasarkan Pancasila (20 Februari 1959) (Amanat Presiden Soekarno Pada Penutupan Seminar Pancasila di Gedung Negara Yogyakarta)
  8. Membangun Dunia Kembali (To Build The World Anew) (30 September 1960) (Teks Pidato Presiden Soekarno di Muka Sidang Umum PBB ke-15)
  9. Di Atas Dasar Pancasila Rakyat Indonesia Tetap Bersatu (1 Juni 1964) (Amanat Presiden Soekarno Pada Peringatan Hari Lahirnya Pancasila di Gedung Departemen Luar Negeri)

Keterangan:

Topik-topik kami susun berdasar urutan waktu, sebab dalam memberikan uraian dan penjelasannya, Bung Karno hampir selalu mengkaitkannya dengan konteks atau situasi dan kondisi tanah air dan dunia pada saat itu.

PENGANTAR BUKU PANCASILA BUNG KARNO[sunting]

Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasific, penjajah Jepang berusaha menarik simpati dan dukungan rakyat Indonesia dengan janji akan memberikan kemerdekaan di kelak kemudian hari. Dan untuk itu dibentuk dan kemudian disyahkan berdirinya BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 28 Mei 1945.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) itu mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan ketua badan tersebut – Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat –:

” Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, dasarnya apa? ”.

Menjawab pertanyaan itu hampir separo dari anggota BPUPKI – sekitar 30 orang – , menyampaikan pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun belum ada satu pun yang mengutarakan pandangan yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun Indonesia Merdeka.

Jam 10.00 pagi tanggal 1 Juni 1945, barulah Bung Karno mendapatkan gilirannya. Disampaikannya gagasannya dalam suatu pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka, yang dinamakannya Pancasila.

Pidato Pancasila Bung Karno yang ditawarkannya sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dengan tepuk tangan riuh-rendah yang panjang di akhir pidato itu.

Dan selanjutnya BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno itu. Dari Panitia Kecil yang semula terdiri dari 8 orang, dengan beberapa perubahan dan penambahan, akhirnya menjadi Panitia Sembilan yang terdiri dari:

Ir. Soekarno,

Drs. Mohammad Hatta,

Mr. A. A. Maramis,

Abikusno Tjokrosujoso,

Abdulkahar Muzakir.

H. A. Salim,

Mr. Achmad Subardjo,

Wachid Hasjim,

Mr. Muhammad Yamin.

Panitia Sembilan ini bertugas: Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 , dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Hasilnya adalah ” Piagam Jakarta ” atau ” Jakarta Charter ” yang ditandatangani di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Dengan membuang tujuh kata dalam Mukadimah yang berbunyi ” dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ”, dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin Bung Karno pada tanggal 18 Agustus 1945, dokumen itu dijadikan Preambule atau Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang sekaligus berlaku sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.

Pada pokoknya, akhirnya Pancasila hasil galian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan secara padat dan indah dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan yang pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan dan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka

Bangsa Indonesia patut bersyukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa pidato Bung Karno itu ada catatan stenografisnya secara lengkap, dan bahwa catatan itu bisa tetap selamat dan aman, meskipun keadaan di akhir pendudukan Jepang dan permulaan perang kemerdekaan menghadapi usaha kembalinya kolonialis Belanda itu sangatlah sulit dan berat.

Catatan stenografis pidato Lahirnya Pancasila tersebut, pada tahun 1947 diterbitkan oleh Oesaha Penerbitan Goentoer, Jogyakarta, dengan kata pengantar dari orang yang mengikuti dan mendengar sendiri diucapkannya pidato itu, yaitu Ketua Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai: Dr. K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat.

Setelah Proklamasi dan dicapai kemerdekaan, Bung Karno terpilih menjadi Presiden Repulik Indonesia, dan Pancasila yang dicetuskannya itu ditetapkan sebagai Falsafah Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia dengan mengabadikannya dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945.

Sebagai presiden dari suatu negara baru yang lahir ditengah-tengah kancahnya api peperangan yang dahsyat kala itu, Bung karno masih harus terus memimpin perjuangan untuk mewujudkan dan menyempurnakan kemerdekaan bangsanya yang telah lama dicita-citakannya.

Dalam kedudukan sebagai pemimpin perjuangan bangsanya, baik dalam perjuangan tahap phisik tahun 1945 s/d 1949, sebagai presiden negara federal Republik Indonesia Serikat dari bulan Januari s/d Agustus tahun 1950, maupun sebagai presiden ”stempel” Negara Kesatuan Republik Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar Sementara dari tanggal 17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959, Bung Karno tidak pernah melepaskan kesempatan untuk tetap memperjuangkan Dasar Negara dan Filsafat Bangsa Pancasila itu.

Lewat sambutan – sambutan, pidato – pidato, ceramah - ceramah, kursus – kursus, dan kuliah – kuliah, selalu dijelas-jelaskannya asal-usul dan perkembangan historis masyarakat dan bangsanya, situasi dan kondisi yang melingkupinya, serta pemikiran-pemikiran dan filosofi yang menjadi dasar dan latar belakang ”lahirnya” Pancasila itu; selalu diyakin-yakinkannya tentang benarnya Pancasila itu sebagai satu-satunya dasar yang bisa dijadikan landasan membangun Indonesia Raya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke, yang merdeka dan berdaulat penuh, demokratis, adil-makmur, rukun bersatu, aman dan damai untuk selama-lamanya; selalu ditekan-tekankannya pentingnya ”de Mensch” (manusia Indonesia) yang harus terus memperjuangkannya agar menjadi kenyataan.

Meskipun telah menjadi Dasar Negara dan Filsafat Bangsa, pada sidang-sidang badan pembentuk Undang-Undang Dasar (Konstituante) yang berlangsung antara tahun 1957 s/d 1959, Pancasila itu mendapat ”ujian” yang cukup berat. Dalam pembahasan-pembahasan pada sidang-sidang Konstituante itu, Dasar Negara dan Falsafah Bangsa itu mendapat tantangan Dasar Negara Islam, yang mengakibatkan macetnya lembaga penting tersebut. Dan berkat kuatnya dukungan sebagian besar rakyat Indonesia, lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Pancasila tetap tegak sebagai Dasar Negara dan Falsafah Bangsa Indonesia.

Namun kemudian ”ujian” dan ”tantangan” terhadap dasar negara dan falsafah bangsa Pancasila bagi Indonesia itu masih muncul lagi dalam bentuk yang lebih dahsyat dan lebih canggih lagi dengan bangkit dan berkuasanya Orde Baru.

Sebagai rangkaian usaha neo-kolonisasi Indonesia, bukan hanya Soekarno harus diselesaikan dan dipendhem jero (dikubur dalam-dalam), bukan hanya Republik Proklamasi harus diberi ”warna dan kualitas lain” dan ”diperlemah”, tetapi juga roch bangsa” itu sendiri yang namanya Pancasila itu harus secara halus dan pelan-pelan ditiadakan dari bumi Indonesia.

Dimulai dengan adanya tuduhan penyelewengan terhadap Pancasila oleh penguasa sebelumnya yang dicapnya Orde Lama, penguasa Orde Baru menyatakan tekadnya untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Dan berpangkal dari posisi strategis itu serangkaian langkah dan serangan gencar segera dilancarkannya.

Ofensif ideologis itu diawali dengan ”otak-atik” tentang naskah proklamasi yang autentik dan yang hanya konsep atau klad saja. Dinyatakannya, bahwa naskah proklamasi yang autentik yaitu yang diketik oleh Sayuti Melik dan ditandatangani oleh Soekarno – Hatta, serta kemudian dibaca oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Sedang yang tulisan tangan Bung Karno, sebagaimana yang terdokumentasi dan banyak dikenal masyarakat selama itu hanyalah konsep atau klad belaka.

Dari situ meningkat ke analisa tentang Pancasila yang autentik, dan yang hanya konsep belaka. Menurut penelitian dan kesimpulan penguasa Orde Baru, .....................................

” Pancasila yang autentik adalah yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di luar itu hanya konsep-konsep belaka. Dan kalau berbicara masalah konsep, maka yang utama adalah yang berasal dari Mr. Muh. Yamin, sebab yang paling dekat atau mirip dengan rumusan yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sedang Pancasila itu sendiri telah ribuan tahun berada dalam kandungan Ibu Pertiwi. Oleh karena itu adalah tidak benar kalau dinyatakan bahwa hari lahir Pancasila adalah tanggal 1 Juni. Kalau ada yang perlu dianggap hari lahir Pancasila, maka itu adalah tanggal 18 Agustus, yaitu hari ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945, yang dalam Pembukaannya termaktub rumusan Pancasila. Dan sekiranya ada hari yang perlu dirayakan atau diperingati dalam kaitannya dengan Pancasila, maka itu adalah tanggal 1 Oktober yaitu: Hari Kesaktian Pancasila ”.

Setelah berhasil dikacaukan sejarah kelahiran dan perkembangannya semacam itu, dan kemudian dilanjutkan dengan dikaburkan pengertian-pengertiannya, serta dilepaskan keterkaitannya dengan penggalinya, maka sebagai bentuk kulminasinya ditariklah kesimpulan-kesimpulan yang bersifat menghabisi Bung Karno, tetapi yang pada hakekatnya adalah menamatkan Pancasila itu sendiri.

Pada pokoknya serangkaian serangan terhadap Pancasila dan penggalinya itu adalah sebagai berikut:

1. Ir Soekarno bukan orang pertama dan satu – satunya yang menyampaikan konsep Dasar Negara Indonesia Merdeka, sebab:

a. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muh. Yamin telah berpidato di depan sidang BPUPKI, yang disusul dengan bahan tertulis yang dilengkapi dengan Rancangan Undang-Undang Dasar yang disampaikannya pada tanggal 31 Mei 1945 yang berisi lima prinsip dasar negara.
b. Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Soepomo telah berpidato menyampaikan 5 prinsip dasar negara di depan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
c. Sedang Soekarno baru pidato di depan sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, menyampaikan 5 prinsip dasar negara, yang diberinya nama Pancasila, yang itupun kata ”sila” nya berasal dari seorang temannya seorang ahli bahasa.
d. Yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 hanyalah istilah Pancasila, bersama denagn istilah Trisila dan Ekasila

2. Kalau dibandingkan 5 prinsip yang disampaikan masing-masing pembicara yang 3 orang itu, maka yang paling dekat atau mirip dengan Pancasila dasar negara yang autentik sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah rumusan Mr. Muh. Yamin. Sedang kosepsi Soekarno yang paling memberi peluang penunggangan oleh komunis, karena ada istilah internasionalisme dalam rumusannya.

3. Panitia Sembilan dalam merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan seluruh bahan yang disampaikan semua pembicara dalam persidangan yang dihimpun oleh Sekretariat BPUPKI, dan bukan hanya mengacu pada pidato Bung Karno saja ”.

Bersamaan dengan kampanye ”menghabisi” Bung Karno dan ”menamatkan” Pancasila itu, penguasa Orde Baru juga tetap terus dengan gencar dan tiada henti-hentinya mempropagandakan tekadnya untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun di balik itu kebijaksanaan dan praktek-praktek yang dilaksanakannya justru penuh dengan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekejaman, penindasan dan penginjak-injakan hak asasi manusia; penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); penuh dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang anti – demokrasi dan a – nasional.

Dan kesemuanya itu akhirnya membawa bangsa ini serba terpuruk dan mengalami krisis di segala bidang (krisis multidimensional) yang menyengsarakan rakyat dan mengancam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek semacam itu berserta segala akibat buruk yang dihasilkannya, telah menimbulkan gambaran dan citra yang sangat jelek, bahwa yang salah selama ini adalah dasar negara dan falsafah bangsa Pancasila, dan bukannya kesalahan pelaksana atau pelaksanaannya.

Sebagai akibat akumulatif dari semua itu, akhirnya rakyat menjadi skeptis terhadap Pancasila, kabur pemahaman dan pengertian-pengertiannya, dan menjadi tidak yakin lagi akan kebenarannya. Dan sekarang ini Pancasila semakin hari semakin redup, semakin sayup, tak terdengar lagi gaung dan geloranya.

Seiring dengan ditinggalkan dan disisihkannya Pancasila secara halus dan pelan-pelan itu, bukan hanya sebagian rakyat Indonesia menjadi jatuh miskin, kekayaan berlimpah bangsa ini menjadi terkuras habis, tanggungan hutang dalam dan luar negeri menjadi bertimbun, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara ini menjadi meredup, tetapi juga terjadi disintegrasi sosial dan disintegrasi teritorial serta politik yang mengancam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menyadari akan semua itu, maka dirasa sangat perlu untuk segera menyebarluaskan kembali Pancasila Ajaran Bung Karno ke segenap lapisan masyarakat dan terutama generasi muda Indonesia, agar kita semua bisa memahaminya secara utuh, meyakini akan kebenarannya, dan siap untuk memperjuangkan dan melaksanakannya.

Kami yakin, bahwa kehadiran sebuah buku yang berisi himpunan pidato-pidato, sambutan-sambutan, ceramah-ceramah, kursus-kursus, dan kuliah-kuliah tentang Pancasila, yang berasal langsung dari Bung Karno ini akan merupakan sumber primer yang sangat penting bagi segenap putera tanah air yang terus berusaha menjaga dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Semoga bermanfaat.

Jakarta, 10 Januari 2005

Penghimpun,

( Drs. Soewarno )

CATATAN TENTANG KURSUS PANCASILA BUNG KARNO[sunting]

Sejak Pidato Lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945, dan seterusnya Bung Karno tidak pernah berhenti-henti menjelaskan, menguraikan dan memperjuangkannya menjadi dasar negara dan filsafat hidup bagi bangsanya.

Waktu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, sudah dikenal adanya Rangkaian Kursus tentang Pancasila dari Bung Karno yang diselenggarakan di Istana Negara – Jakarta, yang kemudian dibukukan dengan judul Pancasila sebagai Dasar Negara. Dijelaskannya secara komprehensif dan mendalam masing-masing sila itu satu demi satu langsung dari sumber primernya – penggali Pancasila itu sendiri, yaitu Bung Karno.

Karena menyangkut Pancasila yang terdiri dari 5 sila, maka kemudian timbul pemahaman dalam masyarakat, bahwa kursus Pancasila Bung Karno itu hanya diadakan 5 kali, dan semuanya diselenggarakan di Istana Negara – Jakarta.

Akibatnya, buku-buku yang terbit tentang rangkaian Kursus Pancasila Presiden Soekarno itu, khususnya yang terbit pasca Orde Baru, ya hanya memuat 5 kali kursus yang diadakan di Istana Negara saja tanpa melengkapkannya dengan uraian ke-6 yang diselenggarakan di Universitas Gajah Mada Jogyakarta yang mengupas Keadilan Sosial, atau yang 4 kali diambil dari kursus di istana, dan yang 1 kali dari kuliah umum di depan mahasiswa Universitas Gajah Mada Jogyakarta.

Sebenarnya rangkaian kursus Pancasila Presiden Soekarno yang dikenal dengan judul Pancasila sebagai Dasar Negara itu diadakan 6 kali, 5 kali di Istana Negara, dan 1 kali diadakan di depan mahasiswa Universitas Gajah Mada – Jogyakarta.

Rinciannya adalah sebagai berikut:

  1. Kursus ke – 1, tanggal 26 Mei 1958, berupa Pendahuluan, bertempat di Istana Negara Jakarta
  2. Kursus ke – 2, tanggal 16 Juni 1958, membahas sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bertempat di Istana Negara Jakarta
  3. Kursus ke – 3, tanggal 05 Juli 1958, membahas sila Kebangsaan, bertempat di Istana Negara Jakarta
  4. Kursus ke – 4, tanggal 22 Juli 1958, membahas sila Perikemanusiaan, bertempat di Istana Negara Jakarta
  5. Kursus ke – 5, tanggal 03 September 1958, membahas sila Kedaulatan Rakyat, bertempat di Istana Negara Jakarta
  6. Kursus ke – 6, tanggal 21 Februari 1959, membahas sila Keadilan Sosial, berupa kuliah umum di depan mahasiswa Universitas Gajah Mada – Jogyakarta

Mudah-mudahan di antara sesama pendukung Pancasila Ajaran Bung Karno, bisa saling koreksi dan melengkapi, demi benar dan sempurnanya dokumentasi.

Jakarta, 31 Mei 2012