Lompat ke isi

Revolusi Kita Berdasarkan Pancasila

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Revolusi Kita Berdasarkan Pancasila
oleh Soekarno

REVOLUSI KITA

BERDASARKAN PANCASILA

Amanat Presiden Soekarno
Pada Penutupan Seminar Pancasila
di Gedung Negara Yogyakarta
Tanggal 20 Februari 1959

Saudara-saudara hadirin dan hadirat sekalian,

Salut kehormatan saya berikan kepada penyelenggara seminar Pancasila pertama. Salut kehormatan saya berikan kepada seminar itu seluruhnya. Salut kehormatan saya berikan kepada kota Yogyakarta, yang telah memberi tempat sebaik-baiknya, dukungan sebaik-baiknya, sumbangan sebaik-baiknya kepada berhasilnya seminar yang pertama ini.

Tadinya saya menyetujui benar, dan sekarangpun tetap menyetujui benar akan adanya seminar ini, oleh karena pihak penyelenggara, pihak pengambil inisiatif telah menekankan kepada saya bahwa di dalam sesuatu seminar tidak diperdebat-kan lagi apa yang diseminarkan. Memang demikianlah, sesuatu seminar tidak memperdebatkan lagi apa yang diseminarkan, melainkan sekadar memperdalarn dan memperkaya apa yang diseminarkan itu.

Maka ternyata di dalam seminar Pancasila yang telah terjadi di kota Yogyakarta ini, sebagai tadi telah dibacakan rumusan-nya: Pancasila tidak diperdebatkan lagi. Itu membuat hati saya amat gembira oleh karena saya sendiri telah berulang-ulang berkata bahwa revolusi kita dapat berjalan dengan sebaik-baiknya terutama sekali ialah oleh karena revolusi kita ini berdasarkan atas Pancasila. Dan bahwa Pancasila itu memang mutiara lima buah yang telah lama terpendam di dalam kalbu bangsa Indonesia sendiri.

Tidak saya sangka-sangka, bahwa dalam seminar ini bukan saja secara terbatas Pancasila diperdalam dan diperkaya, tetapi dibawa-bawa pula serta sebagai satu bagian inhaerent daripada Pancasila: persoalan demokrasi terpimpin. Bahkan seminar ini memberi dukungan yang kuat kepada ide demokrasi terpimpin, memberi petunjuk-petunjuk pula yang berharga kepada pelaksanaan daripada demokrasi terpimpin itu. Oleh karena itu baiklah saya di samping saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada seminar ini, pada ini malam hendak menceritakan sedikit akan beberapa hal mengenai pelaksanaan demokrasi terpimpin itu. Kebetulan sekali tadi tengah hari Perdana Menteri Juanda telah mengumumkan bahwa Presiden/ Panglima Tertinggi di Yogyakarta nanti, yaitu sekarang, akan mengumumkan beberapa keputusan beliau yang penting. Inilah tempat yang baik untuk saya mengumumkan beberapa keputus-an saya yang menurut anggapan saya memang keputusan-keputusan yang amat penting.

Marilah saya mendongeng lebih dahulu asal mulanya kita sampai kepada persoalan penyelenggaraan demokrasi terpimpin. Saudara-saudara mengetahui bahwa saya di dalam pidato-pidato saya selalu mengemukakan bahwa revolusi kita ini bermuka dua, – bukan bermuka dua secara palsu, tetapi bermuka dua laksana sebuah uang-: muka sini dan muka sini, yang dua muka itu tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Muka dua yaitu muka politik dan muka sosial. Muka politik ialah untuk mencapai satu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah kekuasaan dari Sabang sampai ke Merauke, berdaulat penuh seratus persen. Muka sosial untuk di dalam Republik itu mengadakan satu masyarakat adil dan makmur.

Malahan pernah saya katakan bahwa justeru oleh karena revolusi kita ini bermuka dua, maka saya sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu telah ikut-ikut dengan pemimpin-pemimpin lain pertama memberikan pimpinan politik kepada rakyat, politieke leiderschap, kedua memberi pimpinan ekonomi kepada rakyat, vaitu economisch leiderschap. Politieke leiderschap yang saya ikut-ikut sumbangkan mulai hampir 40 tahun yang lalu, kemudian menegas kira-kira 30 tahun yang lalu – lebih daripada 30 tahun yang lalu, – tatkala kami pemimpin-pemimpin muda pada waktu itu dengan tegas mengatakan bahwa syarat mutlak untuk memperbaiki keadaan kita, keadaan yang telah dirusak oleh imperialisme dan kolonialisme, tak lain tak bukan ialah Indonesia merdeka penuh. Satu pendirian yang pada waktu itu amat menggoncangkan kepada khalayak yang belum mengerti, oleh karena sebagian daripada pemimpin-pemimpin kita pada waktu itu berpendapat lebih dahulu mengangkat kecerdasan rakyat, dan kalau kecerdasan rakyat sudah terangkat, dengan sendirinya akan datang Indonesia merdeka. Kami sebaliknya berkata: Indonesia merdeka sebagai syarat mutlak untuk memperbaiki keadaan rakyat di segala bidang.

Politieke leiderschap ini, demikianlah saya katakan di dalam beberapa pidato, diterima dengan gembira oleh rakyat, bahkan membakar hatinya rakyat, membakar hati rakyat untuk berjuang secara masal dan revolusioner. Sehingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 kita dapat memproklamirkan kemerdekaan kita. Maka politieke leiderschap ini diteruskan, diteruskan sehingga pada waktu yang belakangan-belakangan ini, menjelmalah ide demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin yang kami anggap perlu mutlak untuk melaksanakan masyarakat adil dan makmur. Masyarakat adil dan makmur, cita-cita asli dan murni daripada rakyat Indonesia yang telah berjuang dan berkorban berpuluh-puluh tahun. Masyarakat adil dan makmur tujuan yang terakhir daripada revolusi kita. Masyarakat adil dan makmur yang untuk itu, sebagai yang telah saya katakan berulang-ulang, berpuluh-puluh ribu pemimpin-pemimpin kita menderita. Berpuluh-puluh ribu pemimpin-pemimpin kita meringkuk di dalam penjara. Berpuluhpuluh ribu pemimpin-pemimpin kita meninggalkan kebahagiaan hidupnya. Beratus-ratus ribu, mungkin jutaan rakyat kita menderita. tak lain tak bukan ialah mengejar cita-cita terselenggaranya satu masyarakat adil dan makmur yang di situ segenap manusia Indonesia dari Sabang sampai Merauke mengecap kebahagiaan. Satu masyarakat adil dan makmur karena segala syarat-syarat badaniyah dan syarat-syarat rokhaniyah, syarat-syarat materiil dan spirituil mental ada di dalam bumi Indonesia, di dalam kalbu rakyat Indonesia. Masyarakat adil dan makmur yang telah berkobar-kobar sebenarnya di dalam dada keyakinan bangsa Indonesia sejak beratus-ratus tahun. Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Demikian saya katakan berulang-ulang, sehingga tiap anak kecil di desa-desa mengatakan cita-citanya adalah itu, satu masyarakat oleh karena gemah ripah loh jinawi, masyarakat tata tentrern kerta raharja, yang sebagai dikatakan oleh Pak Dalang: "para kawula iyeg rumagang ing gawe, tebih saking cecengilan, adoh saking laku juti: wong kang lumaku dagang rinten dalu tan wonten pedote, labet saking tan wonten sangsajaning margi; bebek ayam rajakaya, enjang medal ing pangonan surup bali ing kandange dewe-dewe."

Masyarakat yang demikian ini yang kita cita-citakan. Dan untuk mencapai masyarakat yang demikian ini, tegas, sebagai salah satu bagian daripada politieke leiderschap, karni pemimpin-pemimpin berkata: harus diselenggarakan demokrasi stijl baru, yaitu demokrasi terpimpin. Dan saya bergembira sekali bahwa seminar Pancasila di Yogyakarta ini ternyata mendukung bulat kepada demokrasi terpimpin itu.

Di dalam pidato-pidato saya di waktu yang akhir-akhir ini ditekankan perlunya satu Dewan Perancang Nasional dan persoalan Dewan Perancang Nasional inipun dibicarakan masakmasak di dalam Dewan Nasional sehingga Dewan Nasionalpun telah dapat memberi usul kepada Dewan Menteri untuk membangunkan Dewan Perancang Nasional. Bahkan memberi usul tentang hal penyelenggaraan demokrasi terpimpin itu.

Maka oleh karena usul Dewan Nasional ini masuk ke dalam sidang Kabinet, pada akhirnya Kabinet mengadakan apa yang dinamakan "open talk", pembicaraan blak-blakan antara Kabinet dengan saya sebagai Presiden/Ketua Dewan Nasional dibantu oleh wakil Ketua Dewan Nasional Saudara Roeslan Abdulgani. "Open talk" yang pertama dijalankan di Bogor. Di dalam "open talk" yang pertama ini syukur alhamdulillah Kabinet dengan seiasekata menyetujui masuknya golongan fungsionil di dalam DPR. Prinsip masuknya golongan fungsionil sebagai salah satu bagian mutlak dari demokrasi terpimpin diterima bulat oleh Kabinet. Bahkan Kabinet menyatakan pula dengan sebulat-bulatnya mendukung ide demokrasi terpimpin. Tetapi di dalam "open talk" di Bogor – open talk yang pertama itu, – masih harus disesuaikan lagi pikiran mengenai caranya memasukkan golongan fungsionil di dalam DPR, dus di dalam membicarakan caranya memasukkan golongan fungsionil di dalam DPR, prinsip demokrasi terpimpin telah diterima; prinsip memasuk-kan golongan fungsionil di dalam Parlemen telah diterima. Caranya masih menjadi pembicaraan, perlu dibahas lebih dalam.

Maka diadakanlah "open talk" yang kedua. "Open talk" yang kedua ini diadakan di Jakarta, di Istana Negara. Di dalarn "open talk" kedua ini segala pikiran dan pandangan-pandangan dengan cara yang mendalam dan dengan cara yang sesuai dengan geweten Menteri masing-masing dikemukakan. Tetapi dalam "open talk" yang kedua ini belum sampai kami, yaitu Dewan Menteri di satu pihak, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Nasional sebagai utusan daripada Dewan Nasional di lain pihak, kepada sesuatu persesuaian yang mutlak.

Maka diadakanlah "open talk" yang ketiga dan open talk yang ketiga ini diadakan lagi di Istana Bogor. Di dalam "open talk" yang ketiga inilah dicapai persesuaian paham antara para menteri yang hadir di situ dengan Presiden/Panglima Tertinggi/ Ketua Dewan Nasional dan Wakil Ketua Dewan Nasional. Dan persesuaian ini garis besarnya telah "dibocorkan" oleh Saudara Roeslan Abdulgani di dalam prasarannya di hadapan Seminar. Sehingga tidak perlu saya katakan lagi apa isi perumusan Bogor itu. Perumusan Bogor ialah persesuaian paham antara Menteri-Menteri yang duduk di dalam Dewan Menteri dan saya sebagai Presiden/Panglima tertinggi/Ketua Dewan Nasional dan Saudara Roeslan Abdulgani, Wakil Ketua Dewan Nasional. Perumusan Bogor ini meskipun telah disetuj ui oleh hadirin yang ada di situ, para Menteri dan saya dan Saudara Roeslan Abdulgani, – sayang belum ada hadirat-nya -, masih harus dibicarakan lagi, dibahas lagi, dibawa ke muka sidang partai-partai pendukung daripada Kabinet Karya sekarang. Tetapi di dalam perumusan Bogor atau di dalam rapat "open talk" yang ketiga itu, telah kami putuskan sesudah "open talk" yang ketiga ini tidak ada lagi diadakan talk-talk-an lagi.

"Open talk" ketiga adalah talk yang terakhir. Tinggal sekarang ini perumusan Bogor itu dibawa ke sidangnya Dewan Pimpinan Partai-partai pendukung Kabinet, incasu dibawa kehadapan pemimpin-pemimpin tertinggi daripada Partai Nasional Indonesia, dan Partai Nahdlatul Ulama sebagai pendukung utama daripada Kabinet Karya sekarang ini. Tidak perlu diadakan talk-talk-an lagi. Kami mempersilahkan kepada Kabinet mengambil putusan sekarang ini.

Usul Dewan Nasional tegas: ini rupanya! Perumusan Bogor, tegas: ini rupanya! Sekarang up to the Cabinet, terserah kepada Kabinet membicarakan rumusan Bogor ini dengan pimpinan Partai Nasional Indonesia dan Nahdlatul Ulama, dan terserah kepada Kabinet untuk mengambil sesuatu keputusan. Dalam pada itu, kami yang telah berkata tidak akan mengadakan talk-talk-an lagi, tidak duduk diam. Saudara-saudara telah menge-tahui bahwa dewan Menteri di dalam pekan ini, hari Rabu dan hari Kamis, akan mengadakan sidang lagi untuk mengambil keputusan yang terakhir.. mengambil satu final decision. mengenai persoalan penyelenggaraan demokrasi terpimpin. Berhubung Dewan Menteri pada hari Rabu dan Kamis akan mengadakan sidang untuk mengambil final decision, maka berhubung dengan itu, pada satu hari, beberapa hari sebelumnya, saya mengadakan pertemuan dengan pucuknya pucuk daripada Partai Nasional Indonesia yaitu Saudara Suwiryo, dan dengan pucuknya pucuk daripada Partai Nahdlatul Ulama yaitu Saudara Rois Aam. KH. Abdul Wahab. Pucuknya pucuk saya aturi rawuh di Istana Merdeka dan di dalam salah satu interpiu atau pertanyaan yang diajukan oleh wartawan, – wartawan-wartawan tanya kepada pihak Nahdlatul Ulama: "Tadi itu Presiden atau Saudara-saudara dengan Presiden bicarakan apa?" -, Saudara Zainul Arifin yang menyertai Rois Aam, KH. Abdul Wahab berkata: "Kami tidak bicara apa-apa, kami cuma omong-omong". Sehingga di dalam pers dijadikan artikel yang penting. Sekarang ini kami menunggu keputusan, menunggu decision, bukan sekadar omong-omong saja tetapi harus lekas kita sampai kepada sesuatu keputusan yang tegas. Memang sebenarnya tidak omong-omong, tetapi betul-betul pembicaraan yang mendalam, di satu pihak dengan pucuknya pucuk pimpinan Partai Nahdlatul Ulama, di lain pihak dengan pucuknya pucuk pimpinan Partai Nasional Indonesia. Sesudah pembicaraan dengan pucuknya pucuk daripada kedua partai ini, maka barangkali pucuknya pucuk partai ini lantas membicarakan pembicaraan di Istana Merdeka itu dengan kalangan Dewan Pimpinan Partainya masing-masing sehingga masuk ke dalam kalangan Menteri-Menteri daripada Partai-partai itu.

Bagaimanapun juga, dengan gembira saya tadi pagi mendapat kunjungan daripada Perdana Menteri Juanda yang melaporkan kepada saya bahwa sidang Dewan Menteri hari Rabu dan hari Kamis telah sampai kepada satu keputusan. Dan bahwa keputusan itu rupanya begini: manakala saya sesudah perumusan Bogor berkata "I1p to the Cabinet untuk mengambil sesuatu final decision", sekarang Pak Juanda berkata: "Up to the Presiden untuk mengambil final decision".

Sementara itu Pak Juanda telah membocorkan sedikit, – membocorkan dalam arti yang baik -, kepada khalayak ramai, rupa-rupanya Presiden nanti akan menyetujuinya, katanya. Dan sekarang akan saya beritahu garis besar daripada putusan yang telah diambil oleh Presiden/Panglima Tertinggi pada ini hari mengenai penyelenggaraan demokrasi terpimpin itu. Sebagai tadi telah dikatakan oleh Pak Juanda kepada Pers: pasang telinga, nanti malam Presiden akan mengumumkan beberapa keputusan yang telah diambil oleh beliau: beberapa putusan yang penting.

Apa keputusan itu? Keputusan itu ialah sebagai berikut: pertama: Mengingat bahwa revolusi kita ini berjalan baik karena revolusi kita ini membawa dengannya 1945, maka saya telah mengambil keputusan Insya Allah swt., sebelum saya nanti pergi ke luar negeri, – saudara-saudara mengetahui bahwa saya jikalau diijinkan oleh Allah swt., nanti akan melawat ke luar negeri -, maka sebelum saya melawat ke luar negeri, Insya Allah swt saya akan masuk ke gedung Konstituante. Lebih dahulu saya akan minta kepada Ketua Konstituante untuk mengadakan sidang Konstituante pleno. Insya Allah saya akan masuk melalui pintu muka, tidak masuk melalui pintu belakang. Dan di dalam Sidang Pleno Konstituante itu akan saya anjurkan kepada ketua Konstituante bahkan akan saya minta kepada Ketua Konstituante dan akan saya peringatkan kepada Konstituante akan pidato yang saya ucapkan pada waktu saya membuka resmi Konstituante bahwa kewajiban Konstituante ialah membuat UUD bagi Republik Indonesia yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukan buat sesuatu negara baru, bukan buat sesuatu negara lain. Saya akan minta nanti kepada Sidang Konstituante, oleh karena tokh Republik yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu sudah membawa dengannya satu Ui1D yaitu UUD '45, agar supaya Konstituante kembali saja kepada UUD '45 itu.

Jikalau Konstituante suka menerima anjuran saya ini yaitu mengembalikan kita kepada UUD '45 atau di dalam istilah yang lebih tegas menetapkan UUD '45, jikalau Konstituante menyetujui hal ini maka hendaknya Insya Allah swt. sesudah kembali daripada perjalanan saya keluar negeri diadakanlah satu hari luhur di mana Presiden dengan segenap para Menteri dan segenap anggota Konstituante menandatangani satu piagam yang boleh dinamakan Piagam Bandung, dan Piagam Bandung ini berbunyi bahwa Republik Indonesia sekarang berundang-undang dasarkan UUD '45. Piagam Bandung sedapat mungkin telah ditandatangani oleh Presiden, para Menteri, Anggota-anggota Konstituante sebelum 17 Agustus 1959. Supaya hendaknya pada tanggal 17 Agustus 1959 saya atas nama segenap rakyat Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke dapat berkata: sejak tanggal 17 Agustus 1959 ini Republik kita kembali utuh kepada Republik yang kita proklamirkan pada 17 Agustus '45.

Ini mengenai UUD '45

UUD '45 itu, sebagai tadi juga diutarakan di dalam beberapa perumusan adalah satu tempat yang sebaik-baiknya untuk menyelenggarakan demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin yang oleh Seminar telah diakui mutlak perlunya untuk menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur. Demokrasi terpimpin yang oleh Dewan Menteripun telah diterima dengan bulat bahwa demokrasi terpimpin itu perlu. UUD '45 adalah tempat yang sebaikbaiknya untuk menyelenggarakan demokrasi terpimpin itu. Pertama di dalam DPR, kedua di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketiga di dalam Dewan Pertimbangan Agung. Para wartawan dengan ingatannya yang cemerlang tentu masih ingat dan mengetahui bahwa di dalam UUD '45 disebutkan 3 hal: pertama, harus ada Dewan Perwakilan Rakyat, nomor dua, harus ada Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang anggota-anggotanya terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan wakil-wakil dari daerah ditambah dengan wakil-wakil dari golongan-golongan yaitu golongan-golongan yang sekarang di namakan golongan fungsionil. Dus DPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat ini adalah kekuasaan yang tertinggi yang bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Di samping itu ada lagi badan nomor tiga yang dinamakan Dewan Pertimbang-an Agung. Dewan Pertimbangan Agung yang selalu bisa diminta oleh Presiden akan pertimbangan-pertimbangan.

Di dalam 3 badan yang disebutkan di dalam UUD ‘ 45, golongan fungsionil bisa mendapat tempat sebaik-baiknya. Baik di dalam DPR-nya dimasukkan golongan fungsionil, maupun di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyatnya dimasukkan golongan fungsionil maupun di dalam Dewan Pertimbangan Agungnya masuk golongan fungsionil, sehingga UUD '45 akan menjadi saran yang sebaik-baiknya bagi Perwakilan fungsionil, yang arti Perwakilan fungsionil itu telah saudara mengerti bahkan telah Saudara kupas di dalam Seminar yang lalu.

Saudara-saudara barangkali bertanya: "Ya akur, DPR masuk fungsionilnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat masuk fungsionilnya, Dewan Pertimbangan Agung masuk fungsionilnya. Tetapi yang masuk dalam DPR itu berapa?" Sebab ini yang menjadi pertikaian, bukan pertikaian, tetapi pembicaraan pembahasan mendalam di dalam open talk yang kesatu dan yang kedua. Berapa daripada anggota DPR itu akan berupa wakil-wakil daripada golongan-golongan fungsionil?

Saudara Roeslan Abdulgani telah "membocorkan" bahwa Angkatan Bersenjata akan mendapat 35 kursi, 35 kursi DPR. Dan 35 kursi itu diberikan kepada Angkatan Bersenjata: yaitu Angkatan Darat. Angkatan Laut, Angkatan Udara. Polisi. OKD. OPR; 35 tanpa pemilihan. Diangkat oleh Presiden/Panglima Tertinggi 35 orang dari kalangan Angkatan Bersenjata untuk mewakili Angkatan Bersenjata itu di dalam DPR yang dari fungsionil-fungsionil lain berapa? Saudara Roeslan Abdulgani telah membocorkan jumlah Perwakilan fungsionil yaitu Angkat-an Bersenjata maupun golongan-golongan fungsionil yang lain maupun golongan fungsionil yang lain lagi, jumlahnya 50%.

Bagaimana putusan Presiden/Panglima tertinggi hari ini sesudah tadi pagi mendapat laporan daripada sidang Dewan Menteri hari Rabu dan kamis, kernarin dulu dan kemarin? Pada garis besarnya saya katakan begini, ada sedikit perbedaan. Perbedaan cara memasukkan golongan fungsionil di dalam DPR. Manakala menurut perumusan Bogor akan dilakukan sistem dwita-pilih dalam ai ti dwita-toj os, sebagai tadi atau kemarin atau kernarin dulu dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani manakala rumusan Bogor menghendaki dwita-tojos dengan hasil seluruhnya golongan fungsionil 50%, maka di dalam laporan yang dikemukakan kepada saya oleh Perdana Menteri tadi pagi dan yang sekarang saya ambil keputusan tidak dijalankan dwita-tojos tetapi eka-tojos, satu kali tusuk. Tetapi hasilnya, malahan lebih daripada 50% yang tadinya di dalam perumusan Bogor dengan sistem dwita-tojos itu total jenderal golongan fungsionil akan mendapat 50% kursi. Tetapi dengan sistem yang saya ambil keputusan sekarang ini yaitu operan daripada usul Dewan Menteri malahan meskipun sistemnya bukan dwita-tojos tetapi eka-tojos, DPR yang baru ini akan mempunyai anggota golongan fungsionil lebih dari 5O%. Ini adalah satu kabar yang menggembirakan.

Bagaimana caranya menyelenggarakan hal ini?

Saya tadi berkata Insya Allah swt saya akan melawat ke luar negeri, dan sebelum melawat ke luar negeri Insya Allah swt saya masuk ke sidang pleno Konstituante dan menganjurkan kepada sidang pleno Konstituante untuk kembali saja kepada UUD '45.

Demikian pula, sebelum saya pergi ke luar negeri Insya Allah akan saya minta kepada Kabinet menyelesaikan rancangan UU dua hal: pertama rancangan UU penyederhanaan kepartaian. Saudara-saudara mengetahui bahwa ini sudah lama menjadi unekunek saya. Begitu saya munek-munek karena banyaknya partai yang saya namakan multi partai sistem sehingga beberapa kali saya bongkar, beberapa kali saya tunjukkan kepada masyarakat tidak baiknya multi partai sistem, saya bongkar habis-habisan di dalam pidato saya 17 Agustus tahun yang lalu, bahkan pernah saking munek-muneknya saya menganjurkan: sudah, bubarkan saja semua partai-partai ini. Tetapi kenyataan tidak memungkinkan.

Di dalam segala keadaan adalah persoalan yang saya di dalanl Dewan Nasional selalu menamakan persoalan das Sein dan das Sollen. Apa yang namanya das Sollen? Das Sollen itu: bagaimana harusnya, bagaimana kita cita-citakan, bagaimana yang kita angan-angankan. Itu das sollen. Yang dinamakan das Sein yaitu kenyataannya. Jadi kadang-kadang tidak sama dengan das Sollen. Misalnya das Sollen ialah kita ini harus mempunyai rumah kamar enam, tetapi das Sein-nya berhubung dengan kantong kita kempes kita hanya bisa membuat rumah yang kamarnya tiga. Itu bedanya das Sein dan das Sollen.

Mengingat akan adanya perbedaan das Sein dan das Sollen ini, kernudian sesudah dengan berkobar-kobar pada satu waktu yaitu Hari Pemuda saya anjurkan agar supaya partai-partai dibubarkan, saya keluar dengan apa yang dinamakan konsepsi Presiden. Konsepsi Presiden tidak menganjurkan pembubaran partai-partai. Tetapi kensepsi Presiden menganjurkan diadakan Kabinet stijl baru yaitu Kabinet gotong royong, kabinet kuda kaki empat, kabinet yang mempersatukan semua partai-partai gembong yang ada di tanah air kita ini. Di sampingnya Kabinet gotong royong ini, kaki empat, hendaknya dibangunkan satu Dewan Nasional yang anggota-anggotanya terutama sekali ialah anggotaanggota daripada golongan-golongan fungsionil. Inipun adalah hukum das Sein dan das Sollen. Kabinet gotong royong adalah das Sol len; das Sein-nya tidak mengij inkan. Saya putar lagi. Tidak bisa Kabinet gotong royong, apa boleh buat, saya bangunkan Kabinet yang sekarang termasyhur dengan nama Kabinet Karya. I ni das Sein-nya, Kabinet Karya di satu pihak, Dewan Nasional di lain pihak. Dan sebagai saudara-saudara mengetahui alhamdulillah Kabinet Karya dengan Dewan Nasional ini sejak dilahirkannya berjalan dengan baik. Kadang-kadang ada geronjalan-geronjalan sedikit-sedikit. Tetapi di manakah di dalam sesuatu kehidupan politik daripada sesuatu bangsa yang hidup kalbunya, bangsa yang jiwanya jiwa revolusioner, bangsa yang tidak mati kutunya, tidak ada geronjalan-geronjalan? Adanya selalu geronjalan-geronjalan itu tidak jadi apa. Tetapi Kabinet Karya berjalan dengan Dewan Nasional dengan cara yang sebaik-baiknya.

Nah, saya kembali kepada apa yang hendak saya kerjakan Insya Allah swt sebelum saya melawat ke luar negeri saya akan minta kepada Kabinet Karya ini untuk menyelesaikan 2 rancangan Undang-undang. Pertama rancangan Undang-undang penyederhanaan partai-partai.Jumlah partai-partai yang sekarang ini terlalu banyak itu, harus dijadikan sekecil-kecilnya. Jangan sampai ada partai gurem mempunyai wakil di dalam DPR. Dan saya akan minta Insya Allah kepada Kabinet Karya agar supaya sebelum saya melawat ke luar negeri menyelesaikan pula rancangan UU merubah UU Pemilihan Umum Tahun 1953. UU Pemilihan Umum 1953 harus dirubah dernikian rupa sehingga golongan fungsionil bisa masuk di dalam Parlemen. Berapa? Tadi sudah saya katakan; menurut rancangan yang ini hari saya putuskan penerimaannya akan termasuklah lebih daripada 50% DPR dari itu golongan fungsionil. Kalau rancangan UU dua ini, satu: penyederhanaan kepartaian. dua: UU Pemilihan Umum baru, sudah sclcsai, maka rancangan UU ini akan saya amanatkan kepada Parlemen, saya kirim kepada Parlemen dengan amanat saya agar supaya Parlemen lekas membicarakan hal ini agar supaya lekas bisa diadakan penye-derhanaan kepartaian, agar supaya lekas bisa diadakan UU Pemilihan Umum yang baru, agar supaya lekas bisa diadakan Pernilihan Umum baru bagi Parlemen baru yang di dalamnya golongan fungsionil masuk.

Dus, sebelum saya melawat ke luar negeri, Insya Allah swt saya akan mengadakan amanat dua hal: amanat dengan lisan kepada sidang Pleno Konstituante, amanat mana akan berbunyi: kembali kepada UUD '45; amanat dengan tulisan kepada DPR agar supaya rencana UU Pemilihan Umum dan rencana UU Penyederhanaan Kepartaian lekas dibicarakan dan lekas dapat dijadikan UU nanti dengan tanda tangan Kepala Negara.

Maka dengan demikian kita akan mencapai satu keadaan yang menurut anggapan saya menyenangkan. Dalam pada itu nanti Dewan Perancang Nasional sudah terbentuk; juga amanatnya Insya Allah akan saya berikan. Menurut Undang-undang DPN maka harus Kepala Negara setiap waktu ia mau mengadakan amanat kepada DPN dan pada pelantikan daripada DPN ini Insya Allah akan saya berikan amanat pula yang penting. Dengan demikian DPN bisa lekas bekerja, DPN bisa lekas menyusun blueprint, blauw-druk, pola daripada masya-rakat adil dan makmur. DPR-nya, saya punya kehendak, selekas mungkin diperbarui atas dasar pemilihan umum yang baru. Konstitusinya, yaitu Undang-Undang Dasarnya, lekas di-kembalikan kepada Undang-Undang Dasar ‘ 45. Maka dengan demikian saya yakinlah, Republik kita akan dapat berjalan lancar.

Saya tadi berkata tentang hal politieke leiderschap, hal eco-nomisch leiderschap. Economisch leiderschap pokoknya ialah susunlah blue-print yang menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur. Polanya dijalankan oleh segenap rakyat kita dengan alat demokrasi terpimpin. Politieke leiderschap. economisch leiderschap kami, pemimpin-pemimpin, berikan kepada rakyat.

Ini suatu perubahan yang besar sekali, demokrasi terpimpin itu. Tetapi sebagai pernah saya katakan di dalam salah satu pidato saya, kalau tidak salah di Madiun, tatkala buat pertama kali saya mencetuskan dengan jelas akan perlunya demokrasi kita ini kita bongkar dan kita adakan demokrasi baru, stijl baru: demokrasi terpimpin. Pada waktu itu saya dengan tegas berkata, saya bersedia bersama-sama dengan lain-lainnya, tetapi saya sendiri bersedia pula memikul segala tanggung jawab atas hal ini. Saya tidak mengusulkan sesuatu hal yang buta, saya tidak mengusulkan sesuatu hal yang bertentangan dengan hati nurani saya. Saya tidak mengusulkan sesuatu hal yang bertentangan dengan geweten saya. Saya tidak mengusulkan sesuatu hal yang menurut pendapat saya dapat mencelakakan bangsa dan negara. Tidak! Saya hanya mengusulkan sesuatu hal yang menurut keyakinan saya adalah baik, lebih daripada baik, mutlak, perlu bagi pergerakan kita, bagi negara kita, bagi perjuangan kita, bagi revolusi kita. Dan saya bersedia memikul tanggung jawab tentang hal ini terhadap bukan saja bangsa Indonesia, tetapi juga terhadap kepada Tuhan.

Saya membaca di dalam salah satu surat kabar, saya lupa lagi surat kabar mana, kepalanya "Gembala". Saudara barang-kali ingat, surat kabar mana; tetapi editorialnya berkepala "Gembala". Di dalam editorial itu diperingatkan bahwa menurut firman Tuhan tiap-tiap manusia adalah gembala, dan ia di akhirat nanti akan ditanya tentang hal penggembalaanya. Tiap-tiap manusia adalah pemimpin. Saudara adalah pemimpin dari rumah tangga saudara; saudara j uga pemimpin dari Swatantra tingkat satu; saudara adalah pemimpin dari rumah tangga sau-dara; saudara juga pemimpin dari seluruh Divisi Deponegoro; akupun pemimpin. Tiap-tiap manusia ada-lah pemimpin di dalam lingkungan sendiri-sendiri dan menurut firman Allah swt tiap-tiap manusia nanti akan ditanya tentang pimpinannya. Tiap-tiap manusia nanti akan ditanya tentang gembalaannya: Dan saya berkata, Insya Allah swt saya akan memberi pertanggungan jawab tentang hal demokrasi terpimpin ini kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan kita sekalian.

Maka oleh karena itu, dengan gembira saya telah menyaksikan bahwa Kabinet Karya menyetujui dengan bulat demokrasi terpimpin dan bahwa sekarang antara Kabinet Karya dengan Presiden/Panglima Tertinggi/Ketua Dewan Nasional sudah tercapai seia-sekata yang bulat tentang hal penyelenggaraan demokrasi terpimpin. Bahkan sekarang, manakala antara Kabinet Karya dan Presiden telah juga dicapai satu persesuaian paham bahwa kita mutlak perlu harus kembali kepada UUD '45, maka tidak ada manusia pada malam ini sebenarnya yang lebih berbahagia daripada saya. Saya akan pergi ke Konstituante. Saya akan memberi amanat tertulis kepada Parlemen. Dalam kedua-dua hal akan saya curahkan segenap keyakinan saya dan akan saya curahkan segenap kesetiaan saya bertanggung jawab atas perubahan maha besar di dalam perikehidupan kenegaraan kita sekarang ini dan saya bergembira bahwa seminar Pancasila dalam garis besarnya telah pula membenarkan tindakan yang akan dan telah saya ambil sekarang ini. Terima kasih. Sekian.