Mohamed Ali Pacha/Bab 26

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
52327Mohamed Ali Pacha — Bab 26Gouw Peng Liang

XXVI.

SATOE GADIS JANG TJANTIK SOEDA DIHARGAKEN LEBI TINGGI DARI PADA SATOE PEMBELA NEGRI JANG SETIA, KOSEN DAN BIDJAKSANA.

 Di kota Konstantinopel ada amat glap, kerna soeda malem, demikianpoen soeda djadi glap di soengi Bosporus dan astana di Dolma Baktschen, di mana Sultan Abdoel Hamid, Khalief dari sekalian orang Moslim, ada tinggal. Pada ini masa Baginda Sultan telah roba banjak adat dan atoeian doeloe kala jang tiada bisa dipake lagi dengen satimpal sama keadaan perkara-perkara baroe di djeman baroe. Banjak atoeran dariorang Europa jang njata ada lebi berfaeda telah dipake oleh Sultan jang sekarang.
 Baginda Abdoel Hamid merasa tjape, sebab tiada brentinja diganggoe oleh segala pacha, oetoesan-oetoesan Europa dan djoeroe-djoeroe astana, jang saben-saben dateng membri nasehat ini dan itoe dan sringkali ada berlawanan satoe pada laen, masing-masing boeat keoentoengan sendiri atawa baeat ia poenja kaoem. Baginda singkirken dirinja, boeat menjenangken sedikit dirinja dan aken bikin ilang kalelaän dari oeroesan negri di satoe kamar jang dikasi nama „Kamar mas," sebab klamboenja ada dari koelit mas. Ini Sultan sedeng berbaring di satoe divan dengen meremken kadoea matanja dan memikirken berbagi-bagi perkara. Banjak oeroesan ada di-inget oleh Padisha jang aer moekanja mendjadi sedikit poetjet dan koelit moekanja mendjadi kisoet, satoe tanda Baginda banjak menanggoeng soesa hati.
 Baginda Sultan dapet sedikit pengiboeran, apabila di-inget ia poenja generaal-generaal soeda menang berprang dan dapet tahan pasoekan prang di soengi Donau, hingga itoe moesoe tiada bisa mendesak lebi djaoe ka dalem tana Toerki, malahan bisa diharep bendera Toerki nanti kasi liat pamoernja di tana Rus. Sultan pikir begimana karadjaän Toerki bisa idoep dan bangoen kombali, djika ia menang dalem ini prang, sedeng negri Roemenie, Montenegro, Krim dan Kaukasië nanti didjadiken satoe dengen karadja an Toerki, tana poesaka dari orang-orang toeanja di djeman doeloe, sedeng oepeti prang jang dibajar oleh Rusland jang dikaiaken nanti bisa masoek di kas negri Toerki jang soeda lama ada kosong dan sekarang tinggal kosong. Sultan pikir lagi, itoe oepeti prang bisa dipake bajar oetangnja karadja'an pada bank-bank di Sera dan di Weenen, bank jang mana tiada soeka kasi oetang lebi banjak, djika tiada ada borg jang koeat. Sekarang Toerki perloe sekali pake banjak oewang, kerna blandjanja balatentara jang dikirim ka medan prang ada sanget besar—lebi lagi pacha-pacha, aken isi sakoenja sendiri, soeda kasi masoek peritoengan blandja lebi banjak dari jang sebagimana sabenernja telah dikaloearken. Bebrapa banjak barang mas inten dari kraton di Stamboel soeda djato di tangannja soedagar-soedagar bangsa Inggris, Jood dan Armenia, samentara soerat oelang negri Toerki tiada bisa lakoe lagi di negri-negri Europa.
 Njatalah sabentar pikirannja Sultan mendjadi senang, tapi sabantar poela ia djadi kesel. Ini sebab djoega djarang sekali Baginda Abdoel Hamid bisa tidoer poeles dengen senang.
 Dalem itoe „Kamar mas" Sultan Abdoel Hamid ada berdiam saorang diri; di depan kamar ada berdiri satoe soldadoe jang moesti djaga pri kasadjatra'annja Sultan. Djoeroe astana Fuad bei, orang kebiri Sadaulah, soldadoe-soldadoe Circasie, Marsili, Tcheko, Arsaf dan Kasi, ada doedoek di permadani atawa tinggal berdiri sambil pegang gagang pedang, bersedia aken ditjaboet, apabila perloe atawa dapet prenta dari Sultan. Tiada saorang, kendatipoen wasir besar, boleh masoek di kamarnja Sultan, melaenken Sheik el Islam, djika ada oeroesan perloe, boleh disilaken masoek di sana, aken berdjoempa Khalief el Moeminin.
 Djoestroe itoe waktoe Sheik el Islam berdjalan masoek, dengen di-iringken oleh saorang prempoean jang ditoetoep moekanja dengen kaen koedoengan poeti.
 Dengen sigra itoe moefti besar boeka pintoe kamarnja Sultan dan terces masoek ka dalem bersama itoe orang prempoean jang iringkan padanja. Djoeroe djoeroe astana dan soldadoe lelah menanja satoe pada laen, boeat kaperloean apa Sheik el Islam di waktoe begitoe malem dateng berdjoempa pada Sultan.
 Sedeng moefti besar masoek ka dalem kamar, Baginda Sultan tinggal reba di divan. Baginda tiada liat itoe doea orang masoek k i dalem, hingga ia djadi kaget setelah Sheik el Islam dateng menghampirken, seraja berkata:
 „Allah ada berkwasa di sorga ; di dalem doenia Baginda Sultan ada mendjadi pegantinja Toehan sroe sekalian alam. Nabi kita jang soetji serta moelia ada melindoengken Baginda Khalief dari sekalian orang Islam! Seantero rahajat Moslim di Stamboel dan di mana-mana tempat dari karadjaan Toerki jang besar ada bermoehoen berkahnja Toehan jang mana kwasa bagi Sri Baginda Sultan. Hamba jang hina dan laskar pertama dari Toeankoe Sultan sekarang ada dateng oendjoek hormat serta membri slamet pada djoengdjoengankoe."
 „Trima kasi ajahkoe," menjaoet Abdoel Hamid dan silaken itoe moefti besar aken doedoek.
 „Allah telah kirim hamba pada Toeankoe,"kata poela Sheik el Islam, „aken membri slamet pada Osman pacha dan pada Mouktar pacha jang soeda menang prang pada kita orang poenja moesoe-moesoe."
 „Apakah kau maoe bilang dengen itoe perkata'an-perkata'an, ajahkoe?" menanja Sultan Abdoel Hamid jang merasa kwatir, setelah mendenger bitjaranja ini moefti besar, kerna ia kira nanti mendenger kabar tiada baek dari medan prang. „Apakah di ini masa ada satoe pacha ini atawa itoe jang tiada pegang betoel kewadjibannja jang dititaken di el Kor'an, maka sekarang kau dateng aken minta kami djatoken hoekoeman padanja ? "
 „Semoea generaal ada djaga betoel kewadjibannja, Toeankoe," djawab Sheik el Islam, „dan semoea ada soedjoet betoel pada Allah serta pada Nabi jang soetji. Katjoeali ada satoe pacha jang soeda sia-siaken agamanja.
 Mohamed Ali jang kapalaken angkatan prang Toeankoe di tepi soengi Donau tiada mendjalanken lagi kewadjibannja sebagimana moesti ; ia soeda toeloeng kaoem giaour jang bersatoe hati sama moesoe kita orang Christen.
 Hamba dakwa Mohamed Ali pacha, saorang Duits jang masoek agama Islam, sebagi orang jang tiada tjakep mendjalanken pangkat panglima prang serta soeda berboeat chianat pada Nabi dengen sapeket diam-diam sama orang Rus. Sekarang hamba bermoehoen, soepaja Mohamed Ali dilepas dari kabesarannja kapala prang dan biarlah ia diganti oleh Sole iman pacha, seorang peprangan jang pertjaja betoel pada Toehan dan Nabi."
 „Adoe ! Kami poenja Mohamed Ali jang gaga perkasa?" kata Padisha sambil tarik napas.  —„Titanja Allah ada lebi koeat dari persobatannja menoesia, Toeankoe. Di sini hamba ada bawa satoe saksi jang nanti tjerita segala perboeatanja Mohamed Ali. . . . "
 —„Sidouia, kemarilah angkau dan tjeritaken segala perkara jang kau taoe."
 Menoeroet prentanja Sheik el Islam, itoe orang prempoean jang dateng sama-sama dan bernama Sidoura, telah dateng madjoe bebrapa tindak dan boeka ia poenja koedoengan moeka, hingga Sultan Abdoel Hamid tinggal tertjengang, sebagi djoega Baginda tiada maoe pertjaja pengliatan matanja. Sidoura ada anaknja Halil bei, kapala dari satoe kaoem Circasie, Sheik el Islam sengadja pili ini satoe anak prempoean jang amat eilok serta tjantik parasnja aken menarik hatinja Sultan dan roepa-roepanja ia ada beroentoeng dalem pilihannja ini.
 Pada kadoea matanja Sidoura jang sorotnja sebagi bintang di langit ada berlinang aer mata, seperti djoega ia ada pikoel soesa hati sanget, ramboetnja jang item dan pata majang, ada terlepas ka bawa dan tertoetoep satoe kopia mera; potongan moekanja aloes, koelitnja poeti sebagi soesoe, badan dan parasnja jang boto ini semoea ada tjoekoep aken tarik hatinja sekalian orang lelaki, kendatipoen satoe imam jang amat alim dan beribadat, djika memandang ini anak prempoean jang tjantik, nanti loepa kealimannja.
 Sidoura telah berloetoet di depan divan, dimana Abdoel Hamid berbaring ia rangkep kadoea tangannja dan memandang pada Sultan.
 „Apakah hadjat kau, anakkoe ? " menanja Padisha sambil awasin parasnja ini anak gadis. "Apakah kau maoe minta keadilan dari kami?"
 „ja, hamba maoe bermoehoen keadilan dari Toeankoe, Sultan jang berkwasa," menjaoet Sidoura dengen swara aloes, hingga hatinja Sultan mendjadi semingkin tiada tetep, "hamba dateng bermoehoen diganti kahormatannja ajah hamba, Halil bei, jang soeda dinista oleh satoe generaal hambanja Toeankoe."
 ,,Bitjara teroes, boenga jang manis," kata Sultan sambil tersenjóem. „Kaloe ajah kau dihinaken dengen djalan tiada patoet, kami nanti toeloeng padanja.
 „Ajah hamba soeda toeroet berprang sama barisan di Schumla di bawa prentanja panglima piang Moharred Ali pacha," kata Sidoura lagi. „Senantiasa ajah hamba soeda oendjoek kasetia'annja dan kedjer pada rahajat Bulgaar jang banjak bikin soesa pada angkatan prang Toeankoe serta sapeket sama orang Rus, aken mendoerhaka pada karadja'an Toerki. Memang ajah hamba terkenal seperti orang jang sanget bentji pada orang-orang raja jang doerhaka, hingga lantaran begitoe ia djàdi ditakoet oleh bangsa kafir. Tapi apa tjilaka Serdar Ekrim ada aneh sekali adatnja. Mohamed Ali pacha boekan sadja tiada binasaken orang kafir, malahan ia terlaloe mengelonin serta lindoengken itoe bangsa jang terkcefoek. Setelah dapet kabar, barisan ajah hamba kedjer pada orang-orang Bulgaar, itoe panglima prang lantes prenta soldadoe Nizam aken tangkep laskar prangnja ajah hamba dan seorang di antaranja telah dihoekoem mati."
 „Denger!" begitoeîah Sheik el Islam tjampoer omong. „Derngerlah, o toean dari kaoem Osmanli! Mohamed Ali soeda brani hoekoem pada orang Circasie jang soedjoet pada agama Islam, nselaenken sebab ini orang Circasie soeda hoekoem pada orang-orang Christen jang berboeat doerhaka pada negri Toeankoe. Timbanglah itoe perboeatan dari satoe panglima prang, o Khaliefjang adil!"
 „Ajah hamba doeloe ada mendjabat pangkat bei di pegoenoengan Dagnestan," bitjara teroes itoe anak prempoean jang boto, „dengen tiada soeka meliat segala perkara tiada patoet. Ajah bamba telah berdjoempa pada Mohimed Ali, aken minta dilepas semoea laskar prangnja jang soeda ditangkep zonder bersaia satoe apa, tetapi Serdar Ekrim tiada sekali ambil perdoeli pada itoe perminta'an."
 Sasoedanja bitjara begitoe, ia toetoep moekanja dengen kadoea tangan dan teroes menangis dengen sedi.
 „Tjerita teroes," kata Abdoel Hamid jang soeda djadi iiang sabar.

 „Mohamed Ali prenta tangkep pada ajah hamba dan di-iket seperti satoe pendjahat jang besar dosanja, padahal ia tiada mempoenjai dosa satoe

Satoe gadis jang tjantik enz.

227


apa,” kata Sidoura poela dengen swara jang bikin hati djadi mengeres.
 —"Dan sekarang hamba dateng berdjoempa pada Toeankoe, Khalief dari sekalian kaoem Islam, aken bermoehoen Toeankoe poenja limpa rahim pada ajah hamba, jang doeloe ada pegang pangkat dan sekarang soeda dihinaken oleh panglima prang besar Toeankoe. Hamba bermoehoen ridlanja Toeankoe aken toeloeng pada ajah hamba dan hoekoem pada Mohamed Ali jang soeda menista Sanget pada ajah hamba. Saoemoer idoep hamba nanti djadi boedak Toeankoe Sjah Alam, saoemoer idoep hamba nanti bermoehoen berkahnja Allah bagi Baginda Padisha jang kesohor adil dan Soeda lama terpoedji di negri Dageestan."
 Sakoetika lamanja di itoe kamar mendjadi sanget Sepi. Sidoura tinggal berloetoet di depan divan dan Sultan Abdoel Hamid tiada bisa kasi penjaoetan. Roepa-roepanja Baginda mendjadi serba sala. Aken kasi sala pada Mohamed Ali pacha tjoema dari pengadoean begitoe roepa dari saorang prempoean, inilah tiada bisa. Baginda kenal betoel Mohamed Ali seperti saorang jang setia serta djoedjoer hati dan tiada nanti berboeat perkara tiada patoet. Baginda taoe betoel segala atoeran jang Mohamed Ali pacha ambil tentoe ada boeat kebaean negri an Sultannja, djoega Sultan mengarti, itoe rahajat Circasie dengen ajahnja Sidoura tentoe soeda seksa orang Bulgaar jang tiada bersala satoe apa dan jang haroes dilindoengken seperti laen-laen 228 Satoe gadis jang tjantik enz.


rahajat negri jang ada di dalem karadja'an Toerki. Tetapi djikaloe maoe dipandang sadja dari fihak jang betoel, dari fihak jang adil, nistjaja tiada bisa dibikin senang hatinja Sidoura. Dan sekarang djoestroe aer mata dan ratap tangisnja ini bidadari telah membikin bimbang hatinja Padisha.......
 Sedeng Sultan Abdoel Hamid masi tinggal bengong dengen tiada bisa kasi poetoesan atas ini perkara jang sasoenggoenja djoega ada sanget soeker, tiba-tiba Sheik el Islam jang mengarti, apa sebab Sultan tinggal sangsi, sigra toeroet bitjara lagi :
 "Toeankoe soeda denger sendiri, segala hamba jang baek serta setia telah diboenoe dan diseksa oleh Saorang doerhaka, dan semoea rahajat Bulgaar soeda berboeat segala perkara chianat serta toeloeng pada moesoe kita orang, moesoe besar dari karadja'an Toerki. Ajahnja ini anak manis, saorang Moslim toelen jang soedjoet betoel oeroesan agama serta toeroet betoel titanja Nabi jang soetji, soeda dianiaja serta dibikin hina dengen djalan amat tiada patoet. Di manakah adanja keadilan? Titanja Allah adanjata: satoe Sultan moesti lindoengken agama jang soetji.”
 Ini perkata'an-perkata'an dari Sheik el Islam ada seperti minjak jang bikin berkobar api di dalem hatinja Abdoel Hamid.

 "Kami nanti briken keadilan pada ajah kau, anaknja Halil bei,” kata Sultan jang maoe menjenangken hatinja ini anak prempoean jang tjantik.

Satoe gadis jang tjantik enz.

229


 —,,Kami nanti prenta aken lepas Mohamed Ali dari pangkatnja. Apakah sekarang kau ada Senang hati?”
 "Banjak trima kasi, o Khalief jang berkwasa,” mengoetjap Sidoura dengen merasa sanget girang di hati.
 "Toeankoe soeda toeloeng djiwanja kita orang dan kita orang saben hari nanti bermoehoen doanja Allah aken membri berkah slamet pada Toeankoe. O, tiada sala doega'an hamba, segala keadilan bisa didapet di bawa doeli Toeankoe Sjah Alam!”
 "Dan katjinta'an boleh dapet ditiari di dalem hati,” demikianlah Sultan samboeng omongannja itoe anak gadis jang manis, seraja pegang djidatnja ini nona. , Sekarang kau moesti tinggal di astana kami dan djadi Kadine. Apa kau Soeka, boenga hatikoe ?”
 Dengen pelahan dan ampir tiada keliatan lagi Sheik el Islam berdjalan kaloear. Ia poenja pakerdja'an soeda slese, maksoednja telah kedjadian dan Mohamed Ali moesti djato!
 Nona Sidoura angkat kapalanja dan memandang dengen tersenjoem pada Sultan. Baginda ini sigra bangoen dan pegang tangannja itoe anak gadis jang eilok. Baginda Abdoel Hamid maoe hiboerken hatinja sebagi oepahan boeat ia kasi lepas pangkatnja satoe panglima prang jang arif bidjaksana serta setia betoel.
 Pegitoelah satoe hamba jang paling setia dari Baginda Sultan jang dipertjaja betoel serta disa230 Satoe gadis jang tjantik enz.


jang oleh Padisha, hingga berkali-kali pertjoema sadja maoe dibikin djato oleh segala mantri dan pacha jang temaha serta dengki hati, kendati digoenaken segala daja oepaja dan pitena'an jang aloes, sekarang soeda moesti djato, tjoema dari lantaran pengaroenja aer mata dan swaranja satoe anak prempoean jang tjantik.
 O, besar sekali pengaroenja orang prempoean !