Lompat ke isi

Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis/Bab II

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis
oleh Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
BAB II:
ANTISIPASI KRISIS GLOBAL TERHADAP SISTEM KEUANGAN NASIONAL
Departemen Keuangan Republik Indonesia
Edisi Januari 2010


Ancaman Krisis Global

Merunut ke belakang, keputusan KSSK atas Bank Century tidak terlepas dari kondisi krisis global di sektor keuangan pada saat itu. Berawal dari permasalahan kegagalan pembayaran kredit perumahan di Amerika Serikat (AS), krisis kemudian menggelembung merusak sistem perbankan bukan hanya di AS namun meluas hingga ke Eropa lalu ke Asia. Secara beruntun, permasalahan tersebut berdampak terhadap kondisi lembaga-lembaga keuangan di negara negara tersebut (domino effect), yang antara lain menyebabkan kebangkrutan ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Dampak krisis juga merambat ke sejumlah negara di Asia seperti Jepang, Korea, China, Singapura, Hongkong, Malaysia, Thailand dan termasuk Indonesia. Amerika Serikat Sub-prime mortgage: Awal dari malapetaka Dari berbagai kritik para ahli, permasalahan tersebut dipicu oleh maraknya penggelembungan harga perumahan di AS yang didorong kebijakankebijakan Bank Sentral Amerika (the Fed) yang kurang hati-hati untuk menstabilkan sistem keuangan sejak bertahun-tahun. Kondisi ini didorong oleh keinginan untuk memelihara permintaan perumahan agar tetap tinggi, maka bank-bank di sana banyak mengucurkan kredit perumahan terutama bagi kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kapasitas keuangan yang memadai (sub-prime mortgage).


Kredit perumahan ini kemudian dijual dalam bentuk surat utang beragunan hipotik (collaterlaised debt obligation/CDO) agar lebih menarik bagi investor. Celakanya, banyak kredit yang tidak terlunasi dalam jumlah besar


breendan merata. Akibatnya, bank-bank kesulitan untuk membayar dan investor dengan cepat menarik dananya dari produk-produk perbankan disaat harga masih tinggi sehingga hal ini memacetkan perputaran uang di pasar hipotik. Hal ini menyebabkan pula struktur pasar uang yang produknya saling terkait satu sama lain menjadi terganggu. Untuk menangani hal itu, pada pertengahan 2007 the Fed meluncurkan program baru untuk mengawasi para kreditor sub-prime mortgage. Bank Sentral AS juga mengucurkan dana 3,6 miliar dolar AS agar pasar uang tidak hancur. Sayangnya, tindakan ini tak banyak menolong. Krisis di sektor keuangan pun meledak. Sejumlah lembaga keuangan besar berusia ratusan tahun di AS pun terguncang dan meriang ibarat pesakitan. Lehman Brothers mengumumkan kerugian bertahap sebelum akhirnya bangkrut. Pada 16 Juni 2008, perusahan itu mengumumkan kerugian senilai 2,8 miliar dolar AS untuk paruh ke-dua 2008. Dilanjutkan dengan kerugian sebesar 3,9 miliar dolar AS pada paruh ke-tiga 2008 (10 September) dan berujung pada pengumuman kepailitan Lehman Brothers pada 15 September 2008. Keguncangan serupa juga dialami secara hampir bersamaan oleh Merryl Linch, Citigroup, AIG dan ratusan lembaga-lembaga keuangan besar lain yang terpaksa harus ditutup dan dibangkrutkan.


Sumber: list.cagle.com


Secara seketika juga, keadaan ini kemudian berimbas ke pelemahan sektor riil ditandai kebangkrutan dan kekacauan berbagai perusahan besar di AS seperti General Motors, Ford, Chrysler yang terpaksa memutuskan kelangsungan kerja ribuan karyawannya. Benar saja, tingkat pengangguran di AS meningkat mencapai 6,7% seiring dengan peningkatan pesimisme di kalangan konsumen dan investor sepanjang kurun September – November 2008. Pemutusan hubungan kerja (PHK) pada November 2008 di AS merupakan tingkat PHK terbesar dalam 34 tahun terakhir. Tercatat 533 ribu karyawan di-PHK dan mencapai total 1,91 juta orang pada tahun 2008 (sumber: departemen tenaga kerja AS). Seiring dengan itu, pada 30 November 2008, Pemerintah AS juga mengumumkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga 2008 sebesar 0,3%. Rentetan peristiwa kemerosotan ekonomi dan keuangan di AS itu akhirnya menghentakkan dan mengobrak-abrik perekonomian dunia. Dan akhirnya, krisis di berbagai belahan dunia tak terelakkan. Eropa Bank Northern Rock di Inggris: Bank Kecil Berdampak Sistemik Krisis perbankan di Eropa ditandai dengan permasalahan sebuah bank swasta berukuran kecil di Inggris yaitu Northern Rock. Walaupun kecil, bank ini jadi sorotan publik ketika terjadi gonjang-ganjing krisis pada waktu itu. Perlu dicatat bahwa dalam keadaan normal, bank ini tidak masuk kategori bank berdampak sistemik (systemically important bank). Penarikan dana besar-besaran yang dilakukan oleh para nasabahnya memicu sentimen negatif di pasar. Antrian panjang nasabah yang ingin menarik dananya dari bank ini disiarkan oleh berbagai stasiun TV di dunia. Untuk pertama kalinya dalam 140 tahun terakhir, Inggris mengalami kekacauan perbankan.



Foto: Antrian Northern Rock
(Sumber:www.flickr.com)


Meskipun sudah diberikan pinjaman darurat pada 13 September 2007 oleh Bank Sentral Inggris (Bank of England), Northern Rock akhirnya dinasionalisasi pada 17 Februari 2008, semata-mata demi menghindari kerusakan yang lebih luas terhadap perekonomian di Inggris. Sejak kejadian itu, beberapa bank di Inggris juga di-nasionalisasi. Pemerintah mengambil sebagian porsi saham di bank-bank swasta tersebut sebagai bagian dari program rekapitalisasi. Kasus Northern Rock ini menjadi pelajaran berharga, bahwa sesungguhnya, sekalipun bank itu berukuran kecil, apabila tidak diselamatkan, bank tersebut dapat menimbulkan dampak sistemik terhadap sistem keuangan secara keseluruhan. (sumber: Reflections on Modern Bank Runs: A Case Study of Northern Rock, Hyun Song Shin, Princeton University, August 2008)


Asia


China, Jepang, dan India sebagai ikon pertumbuhan ekonomi di Asia juga tak luput dari hantaman krisis. Berdasarkan prediksi IMF pada 6 November 2008 (lihat tabel 2.1), Jepang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif (-0,2%) pada 2009. Sementara China mengalami penurunan dari 11,9% pada 2007 menjadi 9,7% pada 2008 dan diprediksi terus turun menjadi 8,5% pada 2009. Demikian juga dengan India yang berturut-turut mengalami tren penurunan pertumbuhan ekonomi yaitu 9,3% pada 2007 menjadi 7,8% pada 2008 dan diperkirakan terus turun menjadi 6,3% pada 2009. Keadaan ini, tentunya, sudah menjadi tanda datangnya ancaman krisis di Asia.



Tabel 2.1: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (Versi IMF-November 2008)

Dampak krisis keuangan global tercermin dalam penurunan indeks harga saham yang tajam di berbagai belahan dunia seperti terlihat di dalam grafik 2.1.


Grafik 2.1: Indeks harga saham di berbagai negara


Respon Berbagai Negara Pasca kebangkrutan Lehman Brothers, semua pemerintahan dan bank sentral di Amerika, Eropa maupun Asia mencoba melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan perekonomian negara mereka. Upaya itu berupa: pemberian likuiditas, tindakan bail-out (penyelamatan) lembaga-lembaga keuangan, peluncuran blanket guarantee, penurunan tingkat suku bunga dan pemberian stimulus fiskal. Bank-bank sentral di Eropa memangkas suku bunga pada 8 Oktober 2008 mengikuti langkah Bank Sentral AS yang telah menurunkan suku bunga mendekati nol. Sebelumnya, Bank of Australia, Sveriegs Riskbank, Denmarks National Bank dan Norges Bank juga sudah membuka new swap lines (fasilitas pinjaman) pada 24 September 2008. Pemerintah Irlandia juga melakukan penjaminan terhadap deposito di enam bank besar di Irlandia pada 30 September 2008. Ancaman Krisis di Indonesia Sebagai salah satu negara yang sistem keuangannya berinteraksi di pasar global, Indonesia pasti tidak luput dari tekanan dan ancaman krisis tersebut. Tekanan dan ancaman krisis tersebut ditandai dengan kondisi-kondisi seperti :

1. Situasi pasar keuangan pada Q-IV/2008 tertekan tajam, sebagai reaksi terhadap berita negatif pasca kejatuhan Lehman Brothers dan lembagalembaga keuangan global lainnya.

2. Pasar modal domestik mengalami gejolak dan harga saham terjun bebas, yang ditunjukkan dengan penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) secara tajam yakni dari 2830 pada tanggal 9 Januari 2008 menjadi 1155 pada tanggal 20 November 2008 atau menurun lebih dari 50%. Secara individu beberapa perusahaan besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri mengalami penurunan nilai kapitalisasi pasar yang sangat besar.



Grafik 2.2: Indeks Harga Saham Gabungan

3. Tekanan yang sangat hebat terjadi di pasar Surat Utang Negara/SUN, yang tercermin dari kenaikan yield atau penurunan harga SUN Rupiah yang sangat tajam. Yield SUN naik dari awal tahun rata-rata 10% menjadi rata-rata 20% pada bulan Oktober 2008 dan 17% pada bulan November 2008. Kenaikan yield akan meningkatkan biaya utang secara signifikan dalam APBN karena setiap kenaikan 1% (100bps) akan mengakibatkan tambahan biaya utang sekitar Rp 1 triliun (Grafik 2.3).



Grafik 2.3: Rata-rata yield SUN mengalami kenaikan tajam pada Oktober 2008 (20%) dan November 2008 (17%) dibanding awal 2008 (10%).

Dilain pihak, kenaikan yield atau penurunan harga SUN telah menyebabkan penurunan nilai aset bersih dalam neraca bank, asuransi, dana pensiun, dan reksadana yang memiliki SUN. Penurunan nilai aset menimbulkan kerugian yang selanjutnya menggerus kecukupan modal lembaga keuangan tersebut. Saat krisis, penurunan harga SBN mencapai minimal 600 bps per hari atau Rp27 triliun per hari.


4. Credit Default Swap (CDS) Indonesia meningkat tajam. Ini mengindikasikan risiko (country risk) Indonesia sedang tinggi.


Grafik 2.4: Grafik Credit Default Swaps (CDS)

5. Kelangkaan dan kesulitan likuiditas di pasar keuangan, yang menyebabkan pinjaman antar bank tidak jalan, kepanikan para pelaku pasar, dan kepercayaan antar pelaku di pasar uang semakin rendah. Keadaan ini mendorong mereka mencari asset atau lokasi yang paling aman untuk berinvestasi, yang berimbas pada pelarian dana ke luar negeri (capital flight).

6. Cadangan devisa turun 12% dari USD 57.11 milyar per September 2008 menjadi USD 50.18 milyar per November 2008.



Grafik 2.5: Cadangan Devisa Menurun Drastis


7. Rupiah terdepresiasi 30.9% dari Rp 9.393 per Januari 2008 menjadi Rp 12.100 per November 2008 dengan volatilitas tinggi.


Grafik 2.6: Depresiasi Rupiah Yang Sangat Tajam


8. Depresiasi Rupiah yang sangat tajam mengakibatkan investor asing melakukan ‘redemption’ atau melepas /menjual SUN dalam jumlah cukup besar sekitar Rp20 triliun dalam periode Agustus – November 2008.



Grafik 2.7: Depresiasi Rupiah yang sangat tajam mengakibatkan investor asing melakukan ‘redemption’ atau melepas SUN

9. Banking Pressure Index (dikeluarkan Danareksa Research Institute) dan Financial Stability Index (dikeluarkan oleh BI) masuk ambang batas kritis. Banking Pressure Index per Oktober 2008 sebesar 0,9 atau lebih tinggi dari ambang normal 0,5. Hal ini mengindikasikan adanya tekanan terhadap sistem perbankan yang cukup tinggi dan potensi terjadinya kegagalan (default) yang sangat besar. Sementara itu, Financial Stability Index per November 2008 sebesar 2,43 atau di atas angka indikatif maksimum 2,0. Kedua indikator ini menunjukkan sistem perbankan dan sistem keuangan nasional dalam keadaan genting.



Grafik 2.8: Banking Pressure Index Indonesia (Sumber: Danareksa Institute)



Grafik 2.9: Financial Stability Index (Sumber: Bank Indonesia)


10. Terdapat potensi capital flight yang besar dari para deposan bank. Ini karena di Indonesia tidak ada sistem penjaminan nasabah bank secara penuh (full guarantee) seperti yang sudah diterapkan Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Hong Kong, Taiwan, Korea, serta Uni Eropa.

Seiring dengan fakta-fakta yang diuraikan di atas, kekhawatiran dari para analis, ekonom, dan para anggota DPR juga terjadi. Mereka menyampaikan kegelisahan atas ancaman krisis yang terjadi dan mendorong Pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan yang antisipatif dan korektif. Beberapa kutipan yang dapat disampaikan adalah:


Suara Karya, 24 April 2008

“Jika terpaksa, pemerintah tak perlu ragu merevisi APBN-P 2008. Atau, pemerintah juga bisa menggunakan opsi yang telah diberikan DPR jika harga minyak terus meningkat. "Dengan harga minyak yang sudah hampir mendekati 120 dolar AS per barel, pemerintah sudah harus reaslistis. Tanpa pemotongan subsidi dan penghematan penggunaan BBM, bisa jebol ekonomi kita," katanya. Adiningsih mengingatkan kerawanan ekonomi yang akan dihadapi Indonesia. Perekonomian nasional mudah terguncang karena tekanan harga minyak. Belum lagi faktor fundamental yang masih rapuh. "Saat ini pemerintah harus mulai berpikir dan bertindak untuk jangka panjang. Jangan sampai sendi-sendi ekonomi terlanjur rusak," ujarnya

Sri Adiningsih, Analis dan Ekonom


Opiniindonesia.com, 10 Oktober 2008

“Kehancuran ekonomi di Amerika sudah menjalar kemana-mana, tidak hanya sektor finansial”

Hendri Saparini, Ekonom Econit

Kompas.com, 28 April 2008

“Saat krisis terjadi, BI dan Pemerintah tidak akan memiliki cukup waktu untuk berdebat. Kebijakan mendasar harus diputuskan tidak dalam hitungan hari, namun hitungan jam, bahkan menit. Terlambat sedikit saja bisa menghancurkan pasar keuangan”

Bambang Soesatyo, Anggota DPR 2004 – 2009

Okezone.com, 9 Oktober 2008

“Pemerintah harus menentukan manuver-manuver politiknya dan segera melakukan tindakan untuk meredam krisis yang sedang melanda Indonesia. Pemerintah sebaiknya mengambil langkah nyata selagi Indonesia belum merasakan benar jalaran badai krisis AS. Kita bisa ambil contoh bagaimana negara bagian Florida bergerak cepat mengungsikan warganya ketika badai Katarina menerjang daerah tersebut”

Drajad Wibowo, Ekonom dan Anggota DPR Komisi XI Periode 2004-2009



Kompas.com, 2 Desember 2008

“Harus ada upaya konkret, upaya mencegah krisis sejak dini. Harus dipetakan sektor apa saja yang paling kena krisis. Dampak krisis terhadap APBN. Baiknya disampaikan hal terburuk yang berakibat dari krisis jadi dicari jalan keluar. Dalam krisis ini harus ada langkah berani dari pemerintah untuk mengantisipasi krisis. Kalau dikatakan ada kebijakan stimulus fiskal. Dalam tahun normal pun ada kebijakan itu. Harus ada kebijakan yang berbeda"

Ahmad Hafidz Nawawi, Anggota DPR Komisi XI Periode 2004-2009

Kompas.com, 2 Desember 2008

“Kita terkejut dengan dampak krisis global terhadap Indonesia. Ini tidak main-main akan ada kebangkrutan industri dalam jumlah besar dan pasti ada PHK massal. Harus ada langkah serius yang konkret dari pemerintah guna mengatasi krisis yang dampaknya diperkirakan mulai terasa semester pertama tahun depan. Apa yang dikemukakan pemerintah tidak ada yang potensial untuk selesaikan masalah. Kalau ada demo besar-besaran pekerja tekstil yang PHK pemerintah jangan kaget”

Ramson Siagian, Anggota DPR Komisi XI Periode 2004-2009

Suarakaryaonline.com, 22 November 2008

“Negara harus melakukan penyelamatan karena proses business to business tidak bisa direalisasikan. Mungkin juga karena penyelamatan secara bisnis maupun legal tidak layak… kasus Bank Century ini dikhawatirkan menimbulkan kecemasan masyarakat menyangkut keamanan dana mereka di perbankan nasional. Karena itu, ujarnya, pemerintah makin urgent menerapkan penjaminan penuh terhadap simpanan masyarakat di perbankan.”

Drajad Wibowo, Ekonom dan Anggota DPR Komisi XI Periode 2004-2009


Suara Pembaharuan, 13 Oktober 2008

“…Pemerintah harus segera bertindak cepat guna mengantisipasi krisis yang sudah melanda pasar modal meluas ke perbankan..”

Mauarar Sirait, Anggota DPR 2009 – 2014

Inilah.com, 13 November 2008

“Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini baru tahap awal. Sebab, masih akan ada lagi tahap-tahap yang lebih parah, jika Pemerintah tidak tanggap dan sadar. Perekonomian di 2008 adalah tahun gelembung, karena banyak perusahaan yang berpusat di sektor finansial.”

Rizal Ramli, Ekonom



Suarakarya-online.com, 17 Desember 2008

“Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, dampak krisis jelas sudah demikian terasa, yakni jatuhnya nilai IHSG di Bursa Efek Indonesia hingga penutupan aktivitas bursa beberapa waktu lalu. Dampak krisis paling nyata juga terlihat dari turunnya omset ekspor produk-produk Indonesia ke pasaran dunia, terutama AS dan Eropa, termasuk produk yang dikelola oleh pengusaha bidang usaha kecil dan menengah (UKM) hingga industri besar nasional. Kesulitan diperkirakan semakin besar karena penguatan pasar domestik yang diharapkan bisa menyerap berbagai produk nasional belum bisa maksimal”

Avilliani, Analis dan Ekonom


Kompas.com, 2 Desember 2008

“Perekonomian Indonesia sekarang ibarat menyimpan api dalam sekam. Bila tidak diselesaikan dengan cepat akan berdampak sistemik terhadap berbagai sektor. Terutama perbankan masalah yang terjadi dengan Bank Century bisa saja terjadi dengan bank-bank lain. Jangan diremehkan. Harus ada antisipasi dari pemerintah dan Bank Indonesia"

Melchias Markus Meneng, Anggota DPR Komisi XI Periode 2004-2009

Suarakarya-online.com, 18 Desember 2008

“Dampak dari krisis ini bukan hanya ancaman pengangguran, melainkan lebih dari itu, yakni penurunan kualitas hidup masyarakat. ... Kondisi ini sudah terlalu sulit untuk pemerintah mencari jalan keluarnya. Sebab, krisis saat ini sangat berbeda dengan krisis 10 tahun silam (1998). Pada krisis moneter 1998, hanya kalangan tingkat ekonomi atas saja yang merasakannya. Krisis kali ini memukul rata perekonomian masyarakat di setiap kelas.”

Ichsanuddin Noorsy, Ekonom