Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012/Penjelasan
Halaman ini sedang dikerjakan (hingga Indeks:UU-7-2012.pdf). Kunjungi lagi halaman ini dalam beberapa waktu ke depan untuk melihat perubahan terbaru. Kunjungi Warung kopi untuk pertanyaan bagaimana berpartisipasi mengembangkan halaman ini. |
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2012
TENTANG
PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
I. UMUM |
Keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial dan ekonomi, serta ketidakterkendalian dinamika kehidupan politik. |
Di samping itu, transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan Konflik, terutama Konflik yang bersifat horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum. |
Sistem penanganan Konflik yang dikembangkan selama ini lebih mengarah pada penanganan yang bersifat militeristik dan represif. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Penanganan Konflik masih bersifat parsial dan dalam bentuk peraturan perundangundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah seperti dalam bentuk Instruksi Presiden, Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden. |
1. Undang . . . {{rapikan
- Baris isi
- Baris isi
- Baris terlekuk
- ALIH [[
- ALIH Nama halaman tujuan
]] }}-4Undang-Undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 52 Prp Tahun 1960; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi; 3. Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih; 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara; 6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang; 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; 10. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; 11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Pembentukan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial dilakukan melalui analisis sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Penanganan Konflik Sosial. Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial menentukan tujuan penanganan Konflik yaitu menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera; memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan; meningkatkan tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan; melindungi jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum; memberikan pelindungan dan pemenuhan hak korban; serta memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat. Undang . . . 1. Halaman:UU-7-2012.pdf/34 Halaman:UU-7-2012.pdf/35 Halaman:UU-7-2012.pdf/36 -8Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini difasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui penguatan capacity building, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan menanamkan nilai-nilai integrasi bangsa. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Bahwa hasil penyelesaian perselisihan secara damai harus dihormati, ditaati, dan dilaksanakan oleh seluruh pihak yang berkonflik. Pasal 9 Huruf a Yang dimaksud dengan "perencanaan dan pelaksanaan pembangunan memperhatikan aspirasi masyarakat" adalah bahwa suatu proses perancangan pembangunan beserta pelaksanaannya menampung harapan dan keinginan masyarakat. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Kegiatan ini dilaksanakan melalui pendidikan membangun perdamaian (peace building), memelihara dan melestarikan perdamaian (peace keeping), menciptakan perdamaian (peace making), toleransi, multikulturalisme, inklusivisme, dan pendidikan kewarganegaraan.
Huruf d . . . -9Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "menegakkan hukum tanpa diskriminasi" adalah upaya untuk menegakkan atau memfungsikan norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tanpa membedakan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Pelaku usaha yang dimaksud adalah pelaku usaha dalam bidang perkebunan, perikanan, pertanian, pertambangan, dan kehutanan. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "media komunikasi" mencakup media komunikasi tradisional serta media massa cetak dan elektronik. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 . . . - 10 Pasal 12 Huruf a Yang dimaksud dengan "kekerasan" adalah tindakan yang dapat melukai fisik seseorang baik yang dilakukan dengan menggunakan senjata maupun yang dilakukan dengan tidak menggunakan senjata yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa atau kerugian/hilangnya harta benda. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Yang dimaksud dengan "tidak dapat dikendalikan oleh Polri" adalah kondisi dimana eskalasi Konflik makin meningkat dan resiko makin meluas karena terbatasnya jumlah personil dan peralatan kepolisian setempat. Yang dimaksud dengan "terganggunya fungsi pemerintahan" adalah terganggunya kegiatan administrasi pemerintahan dan fungsi pelayanan Pemerintahan kepada masyarakat. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18 . . .