Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 masih berlaku aktif, namun telah mengalami perubahan. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, lihat di sini. | |
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
Mengingat: |
|
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang Ini yang dimaksud dengan:
|
BAB II
TINDAK PIDANA KORUPSI
BAB II
TINDAK PIDANA KORUPSI
Pasal 2
|
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
Pasal 4
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. |
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (rima) tahun dan atau denda paling Sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 6
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 7
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 387 atau Pasal 388 Kitab Undang-undanq Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tige ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 8
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 -(tujuh ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 9
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 416 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 10
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagalmana dimaksud dalam Pasal 417 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 11
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (Nma) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000.00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 12
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419. Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dipidana (3) dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara Paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 14
Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini. |
Pasal 15
Setiap orang yang melakukan percobaan pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14. |
Pasal 16
Setiap orang di dalam wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal (7) |
Pasal 17
Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 3 Pasal 5 sampai dengan pasal 14 terdakwa dapat dijatuhi tambahan sebagaimana dimaksud dalam |
Pasal 18
|
Pasal 19
|
Pasal 20
|
3
[sunting]BAB III
TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Pasal 21
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan
secara Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 22
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 23
Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 220, pasal 231, Pasal 421, pasal 442, pasal 429 atau pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) Tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (Tiga ratus juta rupiah)
Pasal 24
Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 150.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah)
4
[sunting]BAB IV
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN,
DAN PEMERIKSAAN Di SIDANG PENGADILAN
Pasal 25
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi
didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
Pasal 26
Penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
Pasal 27
Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung.
Pasal 28
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan beri keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga
mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.
Pasal
29
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di
sidang
pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa. (2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia melakukan tindak pidana korupsi,
maka keterangan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja,
terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap. (4) Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi .
(5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pernblokiran.
Pasal 30
Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.
Pasal 31
(1) Dalam penyidikan den pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat
diketahuinya identitas pelapor. (2) Sebelum perneriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut.
Pasal 32
(1) Dalam hal ponyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas
perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan. (2) Putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak
untuk menuntut kerugian terhadap keuangan negara.
Pasal 33
Dalam hal tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan,
sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Pasal 34
Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada
saat dilakukan pemeriksaan di
sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah, ada kerugian keuangan
negara,
maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang
tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi
yang
dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Pasal 35
(1) Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung. Istri atau suami, anak, dan
cucu dari terdakwa. (2) Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.
(3) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai, saksi, tanpa disumpah.
Pasal 36
Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35
berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat
atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia.
Pasal 37
(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. (2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak
pidana korupsi, maka keterangan tersebut dipergunakan sebagai hal yang
menguntungkan baginya. (3) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan. (4) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak
seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. (5) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan
dakwaannya.
Pasal 38
(1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah maka perkara dapat diperiksa dan diputus
tanpa kehadirannya. (2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dlanggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
(3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya. (4) Terdakwa atau kuasanya dapat mengajukan banding atas putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(5) Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi, maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang yang telah disita. (6) Penetapan perampasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak dapat
dimohonkan upaya banding.
(7) Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan kepada
pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (5), dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 39
Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer.
Pasal 40
Dalam hal terdapat cukup alasan untuk mengajukan perkara korupsi di lingkungan Peradilan Militer, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer tidak dapat diberlakukan.
5
[sunting]BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 41
(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan
dalam bentuk : a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; C. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal : 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya mencegah dan pemberantasan tindak pidana korupsi; 4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya; 5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat
yang telah
berjasa membantu upaya pencegahan,
pemberantasan, atau pengungkapan
tindak pidana korupsi.
(2) Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 43
|
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2958), dinyatakan tidak berlaku. |
Pasal 45
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
MULADI |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 140
Lihat juga
[sunting]Keterangan
|
|
|