Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007
![]() |
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena merupakan hasil rapat terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah dan putusan pengadilan atau penetapan hakim. Karya ini tidak memiliki hak cipta. (Pasal 42 UU No. 28 Tahun 2014)
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat. |
![]() |
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2007
TENTANG
PERKERETAAPIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
Mengingat: | Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG PERKERETAAPIAN. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
|
|
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan:
|
Pasal 3
Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. |
BAB III
TATANAN PERKERETAAPIAN
Pasal 4
Kereta api menurut jenisnya terdiri dari:
|
Pasal 5
|
Pasal 6
|
|
Pasal 7
|
Pasal 8
|
Pasal 9
|
|
Pasal 10
|
|
Pasal 11
Rencana induk perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ditetapkan oleh:
|
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kereta api dan penyusunan rencana induk perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 13
|
|
Pasal 14
|
Pasal 15
Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus mengintegrasikan perkeretaapian dengan moda transportasi lainnya. |
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB V
PENYELENGGARAAN
Pasal 17
|
Pasal 18
Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan:
|
Pasal 19
Pembangunan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a wajib:
|
Pasal 20
Pengoperasian prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b wajib memenuhi standar kelaikan operasi prasarana perkeretaapian. |
Pasal 21
Perawatan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c wajib:
|
Pasal 22
Pengusahaan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d wajib dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria perkeretaapian. |
Pasal 23
|
Pasal 24
|
|
Pasal 25
Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:
|
Pasal 26
Pengadaan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a wajib memenuhi persyaratan teknis sarana perkeretaapian. |
Pasal 27
Pengoperasian sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b wajib memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian. |
Pasal 28
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi. |
Pasal 29
Perawatan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c wajib:
|
Pasal 30
Pengusahaan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d wajib dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria sarana perkeretaapian. |
Pasal 31
|
Pasal 32
|
|
Pasal 33
|
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan perkeretaapian umum dan penyelenggaraan perkeretaapian khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB VI
PRASARANA PERKERETAAPIAN
Umum
Pasal 35
|
Jalur Kereta Api
Pasal 36
Jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a meliputi:
|
Pasal 37
|
Pasal 38
Ruang manfaat jalur kereta api diperuntukkan bagi pengoperasian kereta api dan merupakan daerah yang tertutup untuk umum. |
Pasal 39
|
Pasal 40
Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel di bawah permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b diukur dari sisi terluar konstruksi bangunan jalan rel di bawah permukaan tanah termasuk fasilitas operasi kereta api. |
Pasal 41
Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel di atas permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf c diukur dari sisi terluar dari konstruksi jalan rel atau sisi terluar yang digunakan untuk fasilitas operasi kereta api. |
Pasal 42
|
Pasal 43
|
Pasal 44
Ruang pengawasan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api. |
Pasal 45
Batas ruang pengawasan jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan daerah milik jalan kereta api. |
Pasal 46
|
Pasal 47
Penyelenggara prasarana perkeretaapian harus memasang tanda batas daerah manfaat jalur kereta api. |
Pasal 48
|
Pasal 49
|
|
Pasal 50
|
Pasal 51
|
Pasal 52
|
|
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai jalur kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Stasiun Kereta Api
Pasal 54
|
Pasal 55
Di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun. |
Pasal 56
|
Pasal 57
|
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai stasiun kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Fasilitas Pengoperasian Kereta Api
Pasal 59
Fasilitas pengoperasian kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c meliputi:
|
Pasal 60
|
Pasal 61
Peralatan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf b berfungsi sebagai penyampai informasi dan/atau komunikasi bagi kepentingan operasi perkeretaapian. |
Pasal 62
|
Pasal 63
|
|
Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas pengoperasian kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Perawatan Prasarana Perkeretaapian
Pasal 65
|
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai perawatan prasarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Kelaikan Prasarana Perkeretaapian
Pasal 67
|
Pasal 68
|
Pasal 69
Pengujian prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) terdiri dari:
|
Pasal 70
|
Pasal 71
|
Pasal 72
|
|
Pasal 73
|
Pasal 74
|
Pasal 75
Pelaksanaan pengujian prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 wajib menggunakan peralatan pengujian dan sesuai dengan tata cara pengujian yang ditetapkan oleh Menteri. |
Pasal 76
Setiap badan hukum atau lembaga pengujian prasarana perkeretaapian yang melakukan pengujian wajib menggunakan tenaga penguji yang memiliki sertifikat keahlian, menggunakan peralatan pengujian, dan melakukan pengujian sesuai dengan tata cara pengujian prasarana perkeretaapian yang ditetapkan. |
Pasal 77
Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, atau pencabutan izin operasi. |
Pasal 78
Setiap tenaga penguji prasarana perkeretaapian wajib melakukan pengujian prasarana perkeretaapian dengan menggunakan peralatan pengujian dan sesuai dengan tata cara pengujian yang ditetapkan. |
Pasal 79
Tenaga penguji prasarana perkeretaapian yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan sertifikat keahlian, atau pencabutan sertifikat keahlian. |
Pasal 80
|
|
Pasal 81
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian wajib menempatkan tanda larangan di jalur kereta api secara lengkap dan jelas. |
Pasal 82
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis atau pembekuan izin atau pencabutan izin operasi. |
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelaikan prasarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Prasarana Perkeretaapian
Pasal 84
|
|
Pasal 85
|
Pasal 86
Tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Badan Usaha dalam rangka pembangunan prasarana perkeretaapian, disertifikatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. |
Tanggung Jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
Pasal 87
|
|
Pasal 88
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan/atau pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian apabila:
|
Pasal 89
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Hak dan Wewenang Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
Pasal 90
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang:
|
|
BAB VII
PERPOTONGAN DAN PERSINGGUNGAN JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN
Pasal 91
|
Pasal 92
|
Pasal 93
Pemanfaatan tanah pada ruang milik jalur kereta api untuk perpotongan atau persinggungan dikenakan biaya oleh pemilik prasarana perkeretaapian. |
Pasal 94
|
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai perpotongan dan persinggungan jalur kereta api dengan bangunan lain diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB VIII
SARANA PERKERETAAPIAN
Persyaratan Teknis dan Kelaikan Sarana Perkeretaapian
Pasal 96
|
Pasal 97
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan kelaikan operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pengujian dan Pemeriksaan
Pasal 98
|
Pasal 99
Pengujian sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) terdiri dari:
|
Pasal 100
|
|
Pasal 101
|
Pasal 102
|
Pasal 103
|
|
Pasal 104
|
Pasal 105
Pelaksanaan pengujian sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 wajib menggunakan peralatan pengujian dan sesuai dengan tata cara pengujian yang ditetapkan oleh Menteri. |
Pasal 106
Setiap badan hukum atau lembaga pengujian sarana perkeretaapian wajib melakukan pengujian sarana perkeretaapian dengan tenaga penguji sarana perkeretaapian yang memiliki sertifikat keahlian sarana perkeretaapian dan menggunakan peralatan pengujian prasarana perkeretaapian yang sesuai dengan tata cara pengujian sarana perkeretaapian yang ditetapkan. |
Pasal 107
Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, atau pencabutan izin operasi. |
Pasal 108
Setiap tenaga penguji sarana perkeretaapian yang melakukan pengujian sarana perkeretaapian wajib menggunakan peralatan pengujian dan melakukan pengujian sesuai dengan tata cara pengujian yang ditetapkan. |
Pasal 109
Tenaga penguji sarana perkeretaapian yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan sertifikat keahlian, atau pencabutan sertifikat keahlian. |
Pasal 110
|
Pasal 111
|
Pasal 112
Apabila penyelenggara sarana perkeretaapian dalam melaksanakan pemeriksaan tidak menggunakan tenaga yang memiliki kualifikasi keahlian dan tidak sesuai dengan tata cara yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin operasi, atau pencabutan izin operasi. |
Pasal 113
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian dan pemeriksaan sarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Perawatan Sarana Perkeretaaapian
Pasal 114
|
Pasal 115
Ketentuan lebih lanjut mengenai perawatan sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Awak Sarana Perkeretaapian
Pasal 116
|
Pasal 117
Ketentuan lebih lanjut mengenai awak sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB IX
RANCANG BANGUN DAN REKAYASA PERKERETAAPIAN
Pasal 118
|
|
Pasal 119
Ketentuan lebih lanjut mengenai rancang bangun dan rekayasa perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB X
LALU LINTAS KERETA API
Tata Cara Berlalu Lintas Kereta Api
Pasal 120
Pengoperasian kereta api menggunakan prinsip berlalu lintas satu arah pada jalur tunggal dan jalur ganda atau lebih dengan ketentuan:
|
Pasal 121
|
|
Pasal 122
|
Pasal 123
Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan kereta api yang tidak memiliki surat perintah tugas dari Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan sertifikat kecakapan, atau pencabutan sertifikat kecakapan. |
Pasal 124
Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api. |
Penanganan Kecelakaan Kereta Api
Dalam hal terjadi kecelakaan kereta api, pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
Pasal 126
Ketentuan lebih lanjut mengenai lalu lintas kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB XI
ANGKUTAN
Jaringan Pelayanan Perkeretaapian
Pasal 127
|
Pasal 128
|
|
Pasal 129
Ketentuan lebih lanjut mengenai jaringan pelayanan perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pengangkutan Orang dengan Kereta Api
Pasal 130
|
Pasal 130
|
|
Pasal 132
|
Pasal 133
|
Pasal 134
|
|
Pasal 135
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan atau tidak memberi ganti kerugian senilai harga karcis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi. |
Pasal 136
|
Pasal 137
|
Pasal 138
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan orang dengan kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Angkutan Barang dengan Kereta Api
Pasal 139
|
Pasal 140
|
|
Pasal 141
|
Pasal 141
|
Pasal 143
|
Pasal 144
|
Pasal 145
|
|
Pasal 146
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Angkutan Multimoda
Pasal 147
|
Pasal 148
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Angkutan Perkeretaapian Khusus
Pasal 149
|
Pasal 150
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Tarif Angkutan Kereta Api
Pasal 151
|
Pasal 152
|
Pasal 153
|
Pasal 154
|
Pasal 155
Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman penetapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2). |
Pasal 156
Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif angkutan kereta api dan biaya penggunaan prasarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Tanggung Jawab Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
Pasal 157
|
Pasal 158
|
|
Pasal 159
|
Pasal 160
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Penyelenggara Sarana Perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Hak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
Pasal 161
|
|
Pasal 162
Barang-barang yang tidak diambil setelah melebihi batas waktu yang telah ditentukan dinyatakan sebagai barang takbertuan dan dapat dijual secara lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau dimusnahkan apabila membahayakan atau dapat mengganggu dalam penyimpanannya. |
Pasal 163
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak penyelenggara sarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan dan Ganti Kerugian
Pasal 164
|
|
Pasal 165
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan keberatan dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB XII
ASURANSI DAN GANTI KERUGIAN
Pasal 166
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87. |
Pasal 167
|
Pasal 168
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi. |
Pasal 169
|
Pasal 170
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak yang menimbulkan kerugian terhadap prasarana perkeretaapian, sarana perkeretaapian, dan orang yang dipekerjakan. |
Pasal 171
Ketentuan lebih lanjut mengenai asuransi dan ganti kerugian Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian terhadap pengguna jasa, awak, pihak ketiga, dan sarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 172
Masyarakat berhak:
|
Pasal 173
Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban, keamanan, dan keselamatan penyelenggaraan perkeretaapian. |
Pasal 174
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB XIV
PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN KECELAKAAN KERETA API
Pasal 175
|
Pasal 176
|
Pasal 177
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB XV
LARANGAN
Pasal 178
Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan perjalanan kereta api. |
Pasal 179
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah di jalur kereta api sehingga mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta api. |
Pasal 180
Setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan/atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana perkeretaapian. |
Pasal 181
|
Pasal 182
Setiap orang dilarang melaksanakan pengujian sarana perkeretaapian dalam hal:
|
Pasal 183
|
Pasal 184
Setiap orang dilarang menjual karcis kereta api di luar tempat yang telah ditentukan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. |
Pasal 185
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dilarang menugaskan Awak Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat kecakapan untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian. |
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 186
|
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 187
|
Pasal 188
Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum yang tidak memiliki izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). |
Pasal 189
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan Sarana Perkeretaapian umum yang tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi harta benda atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Pasal 190
Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum yang tidak memiliki izin usaha dan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). |
Pasal 191
|
Pasal 192
Setiap orang yang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api, yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
Pasal 193
|
|
Pasal 194
Tenaga penguji Prasarana Perkeretaapian yang melakukan pengujian Prasarana Perkeretaapian tidak menggunakan peralatan pengujian Prasarana Perkeretaapian dan/atau melakukan pengujian tidak sesuai dengan tata cara pengujian Prasarana Perkeretaapian yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). |
Pasal 195
Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. |
Pasal 196
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang mengoperasikan prasarana perkeretaapian dengan petugas yang tidak memiliki sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Pasal 197
|
|
Pasal 198
|
Pasal 199
Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). |
Pasal 200
Pemilik Prasarana Perkeretaapian yang memberi izin pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). |
Pasal 201
Setiap orang yang membangun jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air, dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan persambungan, perpotongan, atau persinggungan dengan jalan kereta api umum tanpa izin pemilik prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
Pasal 202
Tenaga penguji sarana perkeretaapian yang melakukan pengujian sarana perkeretaapian tidak menggunakan peralatan pengujian dan/atau melakukan pengujian tidak sesuai dengan tata cara pengujian yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). |
Pasal 203
|
|
Pasal 204
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan Sarana Perkeretaapian dengan Awak Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat tanda kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00. (dua ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 205
Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan kereta api tanpa surat perintah tugas dari Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). |
Pasal 206
|
Pasal 207
Setiap orang yang tanpa hak berada di dalam kabin masinis, di atap kereta, di lokomotif, di gerbong, atau di bagian kereta yang peruntukannya bukan untuk penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). |
Pasal 208
Setiap orang yang menjual karcis kereta api di luar tempat yang telah ditentukan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan. |
Pasal 209
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, Petugas Prasarana Perkeretaapian, dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Pasal 210
|
Pasal 211
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Pengguna Jasa, Awak Sarana Perkeretaapian, dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1) dan Pasal 169 ayat (1) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Pasal 212
Selain dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196, Pasal 204, dan Pasal 211, korban dapat menuntut ganti kerugian terhadap Penyelenggara Prasarana atau Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang pelaksanaannya berdasarkan ketentuan hukum acara pidana. |
Pasal 213
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187, Pasal 188, Pasal 189, Pasal 190, Pasal 191, Pasal 196, Pasal 198, Pasal 200, Pasal 204, Pasal 209, dan Pasal 211 dilakukan oleh suatu korporasi, maka dipidana dengan pidana denda yang sama sesuai pasal-pasal tersebut ditambah dengan 1/3 (satu pertiga). |
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 214
|
|
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 215
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti berdasarkan Undang-Undang ini. |
Pasal 216
Peraturan Pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku. |
Pasal 217
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
Pasal 218
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 April 2007 |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 April 2007 |
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2007
TENTANG
PERKERETAAPIAN
I. UMUM
Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan.
Dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain. Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antarmoda transportasi yang mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang dan barang.
Penyelenggaraan perkeretaapian telah menunjukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Dengan adanya perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan lingkungan strategis yang semakin kompetitif dan tidak terpisahkan dari sistem perekonomian internasional yang menitikberatkan pada asas keadilan, keterbukaan, dan tidak diskriminatif, dipandang perlu melibatkan peran pemerintah daerah dan swasta guna mendorong kemajuan penyelenggaraan perkeretaapian nasional.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, kondisi perkeretaapian nasional yang masih bersifat monopoli dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah, prasarana dan sarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat pelayanan masih jauh dari harapan.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, peran Pemerintah dalam penyelenggaraan perkeretaapian perlu dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga penyelenggaraan perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan tetap berpijak pada makna dan hakikat yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dengan memperhatikan perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional, terutama di bidang perkeretaapian, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian perlu diganti.
II. PASAL DEMI PASAL
- Pasal 1
- Cukup jelas.
- Pasal 2
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, dan pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentingan individu dan masyarakat, antardaerah dan antarwilayah, serta antara kepentingan nasional dan internasional.
- Huruf d
- Yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah bahwa perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban.
- Huruf e
- Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling menunjang, baik antarhierarki tatanan perkeretaapian, intramoda maupun antarmoda transportasi.
- Huruf f
- Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan diri, kemampuan dan potensi produksi dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya inovasi dan kreativitas yang bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa.
- Huruf g
- Yang dimaksud dengan “asas transparansi” adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.
- Huruf h
- Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
- Huruf i
- Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang, dan meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
- Pasal 3
- Yang dimaksud dengan “secara massal” adalah bahwa kereta api memiliki kemampuan untuk mengangkut orang dan/atau barang dalam jumlah atau volume besar setiap kali perjalanan.
- Yang dimaksud dengan “selamat” adalah terhindarnya perjalanan kereta api dari kecelakaan akibat faktor internal.
- Yang dimaksud dengan “aman” adalah terhindarnya perjalanan kereta api akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan alam maupun manusia.
- Yang dimaksud dengan “nyaman” adalah terwujudnya ketenangan dan ketenteraman bagi penumpang selama perjalanan kereta api.
- Yang dimaksud dengan “cepat dan lancar” adalah perjalanan kereta api dengan waktu yang singkat dan tanpa gangguan.
- Yang dimaksud dengan “tepat” adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
- Yang dimaksud dengan “tertib dan teratur” adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan.
- Yang dimaksud dengan “efisien” adalah penyelenggaraan perkeretaapian yang mampu memberikan manfaat yang maksimal.
- Pasal 4
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “kereta api kecepatan normal” adalah kereta api yang mempunyai kecepatan kurang dari 200 km/jam.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “kereta api kecepatan tinggi” adalah kereta api yang mempunyai kecepatan lebih dari 200 km/jam.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “kereta api monorel” adalah kereta api yang bergerak pada 1 (satu) rel.
- Huruf d
- Yang dimaksud dengan “kereta api motor induksi linear” adalah kereta api yang menggunakan penggerak motor induksi linear dengan stator pada jalan rel dan rotor pada sarana perkeretaapian.
- Huruf e
- Yang dimaksud dengan “kereta api gerak udara” adalah kereta api yang bergerak dengan menggunakan tekanan udara.
- Huruf f
- Yang dimaksud dengan “kereta api levitasi magnetik” adalah kereta api yang digerakkan dengan tenaga magnetik sehingga pada waktu bergerak tidak ada gesekan antara sarana perkeretaapian dan jalan rel.
- Huruf g
- Yang dimaksud dengan “trem” adalah kereta api yang bergerak di atas jalan rel yang sebidang dengan jalan.
- Huruf h
- Yang dimaksud dengan “kereta gantung” adalah kereta yang bergerak dengan cara menggantung pada tali baja.
- Pasal 5
- Ayat (1)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “perkeretaapian umum” adalah perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “perkeretaapian khusus” adalah perkeretaapian yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu dan tidak digunakan untuk melayani masyarakat umum.
- Huruf a
- Ayat (2)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “perkeretaapian perkotaan” adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah perkotaan dan/atau perjalanan ulang-alik dengan jangkauan:
- a. seluruh wilayah administrasi kota; dan/atau
- b. melebihi wilayah administrasi kota.
- Huruf a
-
-
- Dalam hal perkeretaapian perkotaan berada di wilayah metropolitan disebut kereta api metro.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “perkeretaapian antarkota” adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang dan/atau barang dari satu kota ke kota yang lain.
-
-
-
- Dalam hal perkeretaapian antarkota melayani angkutan orang dan/atau barang dari satu kota ke kota di negara lain, disebut kereta api antarnegara.
-
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 6
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “tatanan perkeretaapian” adalah hierarki kewilayahan pada jaringan perkeretaapian yang membentuk satu kesatuan sistem pelayanan perkeretaapian di suatu wilayah.
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “perkeretaapian nasional” adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang lebih dari satu provinsi.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “perkeretaapian provinsi” adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang yang melebihi satu kabupaten/kota dalam satu provinsi.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “perkeretaapian kabupaten/kota” adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang dalam satu kabupaten/kota.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Yang dimaksud dengan “terintegrasi sistem perkeretaapian dengan moda transportasi lain” adalah menyinergikan moda perkeretaapian dengan moda transportasi lain sehingga terwujud keterpaduan jaringan serta mempermudah dan memperlancar pelayanan angkutan orang dan/atau barang.
- Pasal 7
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian” adalah rencana pengembangan jaringan prasarana perkeretaapian, baik yang memuat jaringan jalur kereta api yang telah ada maupun rencana jaringan jalur kereta api yang akan dibangun.
- Ayat (2)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian nasional” adalah rencana induk perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan nasional serta antara pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan provinsi.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian provinsi” adalah rencana induk perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan provinsi serta antara pusat kegiatan provinsi dan pusat kegiatan kabupaten/kota.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota” adalah rencana induk perkeretaapian yang menghubungkan antarpusat kegiatan dalam kabupaten/kota.
- Huruf a
- Pasal 8
- Ayat (1)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “rencana tata ruang wilayah nasional” adalah rencana tata ruang nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “rencana induk jaringan moda transportasi lainnya” adalah rencana induk jaringan transportasi jalan, laut, dan udara.
- Huruf a
- Ayat (2)
- Yang dimaksud dengan “tataran transportasi” adalah tingkatan transportasi yang terbagi dalam tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 9
- Ayat (1)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “rencana tata ruang wilayah provinsi” adalah rencana tata ruang provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.
- Huruf c
- Cukup jelas.
- Huruf d
- Cukup jelas.
- Huruf a
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 10
- Ayat (1)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota” adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.
- Huruf d
- Cukup jelas.
- Huruf e
- Cukup jelas.
- Huruf a
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 11
-
- Cukup jelas.
- Pasal 12
- Cukup jelas.
- Pasal 13
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “dikuasai oleh Negara” adalah bahwa Negara mempunyai kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan perkeretaapian dan pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
- Ayat (2)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “pengaturan” meliputi penetapan kebijakan umum dan kebijakan teknis, antara lain penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, rencana, dan prosedur.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “pengendalian” adalah pemberian arahan, bimbingan, supervisi, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perkeretaapian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum.
- Huruf a
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Pasal 14
- Cukup jelas.
- Pasal 15
- Cukup jelas.
- Pasal 16
- Cukup jelas.
- Pasal 17
- Cukup jelas.
- Pasal 18
- Cukup jelas.
- Pasal 19
- Cukup jelas.
- Pasal 20
- Cukup jelas.
- Pasal 21
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “standar perawatan prasarana perkeretaapian” adalah sistem, prosedur, dan tolok ukur perawatan prasarana perkeretaapian yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan jenisnya.
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Pasal 22
- Cukup jelas.
- Pasal 23
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Yang dimaksud dengan “Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan prasarana perkeretaapian” adalah Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi amanat untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang pelaksanaannya ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan tersebut.
- Dalam hal penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang secara ekonomi sudah bersifat komersial, penyelenggaraan prasarananya dialihkan kepada badan usaha prasarana perkeretaapian.
- Pasal 24
- Cukup jelas.
- Pasal 25
- Cukup jelas.
- Pasal 26
- Cukup jelas.
- Pasal 27
- Cukup jelas.
- Pasal 28
- Cukup jelas.
- Pasal 29
- Cukup jelas.
- Pasal 30
- Cukup jelas.
- Pasal 31
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Yang dimaksud dengan “Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana perkeretaapian” adalah Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi amanat untuk penyelenggaraan sarana perkeretaapian yang pelaksanaannya ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan tersebut.
- Dalam hal penyelenggaraan sarana perkeretaapian dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang secara ekonomi sudah bersifat komersial, penyelenggaraan sarananya dialihkan kepada badan usaha sarana perkeretaapian.
- Pasal 32
- Cukup jelas.
- Pasal 33
- Cukup jelas.
- Pasal 34
- Cukup jelas.
- Pasal 35
- Cukup jelas.
- Pasal 36
- Cukup jelas.
- Pasal 37
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “bangunan pelengkap lainnya” adalah fasilitas yang menunjang kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api.
- Ayat (2)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “jalan rel di atas permukaan tanah” adalah jalan rel layang dan/atau jalan rel gantung.
- Huruf a
- Pasal 38
- Cukup jelas.
- Pasal 39
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “lebar ruang manfaat jalur kereta api” adalah ruang yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan fasilitas operasi sesuai dengan jenis jalurnya, antara lain jalur tunggal, jalur ganda, jembatan, dan terowongan.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 40
- Cukup jelas.
- Pasal 41
- Cukup jelas.
- Pasal 42
- Ayat (1)
- Batas ruang milik jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 6 (enam) meter.
- Ayat (2)
- Yang dimaksud dengan “untuk keperluan lain” adalah kepentingan di luar kereta api, antara lain kepentingan pipa gas, pipa minyak, dan kabel telepon.
- Pasal 43
- Cukup jelas.
- Pasal 44
- Cukup jelas.
- Pasal 45
- Batas ruang pengawasan jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 9 (sembilan) meter.
- Pasal 46
- Cukup jelas.
- Pasal 47
- Cukup jelas.
- Pasal 48
- Cukup jelas.
- Pasal 49
- Cukup jelas.
- Pasal 50
- Cukup jelas.
- Pasal 51
- Cukup jelas.
- Pasal 52
- Cukup jelas.
- Pasal 53
- Cukup jelas.
- Pasal 54
- Ayat (1)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf a
-
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Huruf c
- Cukup jelas.
- Huruf d
- Cukup jelas.
- Huruf e
- Cukup jelas.
- Huruf f
- Yang dimaksud dengan “fasilitas kesehatan” adalah pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan kelas stasiun.
- Huruf g
- Yang dimaksud dengan “fasilitas umum” adalah sarana pelayanan umum, sekurang-kurangnya toilet, musala, dan restoran.
- Huruf b
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Pasal 55
- Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha penunjang” adalah aktivitas usaha untuk mendukung pengusahaan perkeretaapian, antara lain usaha pertokoan, restoran, perkantoran, dan perhotelan.
- Pasal 56
- Cukup jelas.
- Pasal 57
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “jasa pelayanan khusus” adalah fasilitas pelayanan yang disediakan oleh Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian selain fasilitas pelayanan standar.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 58
- Cukup jelas.
- Pasal 59
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “peralatan persinyalan” adalah fasilitas pendukung operasi yang memberi petunjuk atau isyarat berupa warna atau cahaya dengan arti tertentu yang dipasang pada tempat tertentu.
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Huruf c
- Cukup jelas.
- Pasal 60
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “sinyal” adalah alat atau perangkat yang digunakan untuk menyampaikan perintah bagi pengaturan perjalanan kereta api dengan peragaan dan/atau warna. Perangkat sinyal terdiri atas peralatan luar ruangan (outdoor) dan peralatan dalam ruangan (indoor).
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “tanda” adalah isyarat yang berfungsi untuk memberi peringatan atau petunjuk kepada petugas yang mengendalikan pergerakan sarana kereta api.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “marka” adalah tanda berupa gambar atau tulisan yang berfungsi sebagai peringatan atau petunjuk tentang kondisi tertentu pada suatu tempat yang terkait dengan perjalanan kereta api.
- Huruf a
- Pasal 61
- Cukup jelas.
- Pasal 62
- Cukup jelas.
- Pasal 63
- Cukup jelas.
- Pasal 64
- Cukup jelas.
- Pasal 65
- Cukup jelas.
- Pasal 66
- Cukup jelas.
- Pasal 67
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “memenuhi persyaratan kelaikan” adalah kondisi prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Yang dimaksud dengan ”persyaratan sistem” adalah kondisi yang harus dipenuhi untuk berfungsinya sistem jalan rel, sistem jembatan, sistem terowongan, sistem stasiun, sistem persinyalan, sistem telekomunikasi, dan sistem perlistrikan.
- Yang dimaksud dengan ”persyaratan komponen” adalah spesifikasi teknis yang harus dipenuhi setiap komponen sebagai bagian dari suatu sistem, misalnya sistem jalan rel terdiri atas rel, bantalan, balas, dan alat penambat.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Pasal 68
- Cukup jelas.
- Pasal 69
- Cukup jelas.
- Pasal 70
- Cukup jelas.
- Pasal 71
- Cukup jelas.
- Pasal 72
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “ jadwal yang ditetapkan” adalah kegiatan pengecekan kelaikan prasarana perkeretaapian sesuai dengan jadwal tertentu berdasarkan spesifikasi teknis, tingkat penggunaan, dan kondisi lingkungan setiap jenis prasarana perkeretaapian yang diuji.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 73
- Cukup jelas.
- Pasal 74
- Cukup jelas.
- Pasal 75
- Cukup jelas.
- Pasal 76
- Cukup jelas.
- Pasal 77
- Cukup jelas.
- Pasal 78
- Cukup jelas.
- Pasal 79
- Cukup jelas.
- Pasal 80
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “petugas” meliputi antara lain, petugas pengatur perjalanan kereta api, tenaga perawatan prasarana perkeretaapian, penjaga perlintasan kereta api.
- Pasal 81
- Cukup jelas.
- Pasal 82
- Cukup jelas.
- Pasal 83
- Cukup jelas.
- Pasal 84
- Cukup jelas.
- Pasal 85
- Cukup jelas.
- Pasal 86
- Cukup jelas.
- Pasal 87
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah pihak-pihak selain Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pengguna jasa. Yang dimaksud dengan “pengoperasian prasarana perkeretaapian” adalah kegiatan yang terkait dengan operasional prasarana perkeretaapian.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Musibah yang dialami oleh pihak ketiga, antara lain akibat dari bangunan stasiun roboh, jembatan kereta api ambruk, dan menara telekomunikasi roboh.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Ayat (5)
- Cukup jelas.
- Pasal 88
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa” adalah force majeur.
- Pasal 89
- Cukup jelas.
- Pasal 90
- Cukup jelas.
- Pasal 91
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “jalan” adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
- Yang dimaksud dengan “tidak sebidang” adalah letak jalur kereta api tidak berpotongan secara horizontal dengan jalan, tetapi terletak di atas atau di bawah jalan.
- Perlintasan antara jalur kereta api dan jalan yang sebidang yang telah ada sebelum ditetapkan Undang-Undang ini diupayakan untuk dibuat tidak sebidang secara berangsur-angsur sesuai dengan kemampuan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 92
- Cukup jelas.
- Pasal 93
- Cukup jelas.
- Pasal 94
- Cukup jelas.
- Pasal 95
- Cukup jelas.
- Pasal 96
- Ayat (1)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “lokomotif” adalah sarana perkeretaapian yang memiliki penggerak sendiri yang bergerak dan digunakan untuk menarik dan/atau mendorong kereta, gerbong, dan/atau peralatan khusus, antara lain lokomotif listrik dan lokomotif diesel.
- Huruf a
-
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “kereta” adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif atau mempunyai penggerak sendiri yang digunakan untuk mengangkut orang, antara lain kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD), kereta makan, kereta bagasi, dan kereta pembangkit.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “gerbong” adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif digunakan untuk mengangkut barang, antara lain gerbong datar, gerbong tertutup, gerbong terbuka, dan gerbong tangki.
- Huruf d
- Yang dimaksud dengan “peralatan khusus” adalah sarana perkeretaapian yang tidak digunakan untuk angkutan penumpang atau barang, tetapi untuk keperluan khusus, antara lain kereta inspeksi (lori), gerbong penolong, derek (crane), kereta ukur, dan kereta pemeliharaan jalan rel.
- Huruf b
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 97
- Cukup jelas.
- Pasal 98
- Cukup jelas.
- Pasal 99
- Cukup jelas.
- Pasal 100
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “uji rancang bangun dan rekayasa” adalah pengujian yang meliputi uji ketepatan atau kesesuaian antara rancang bangun dan fisik sarana perkeretaapian. Pengujiannya meliputi rangka dasar, badan, roda, keseimbangan berat, dan kekuatan konstruksi.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “uji statis” adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kondisi peralatan dan kemampuan kerja sarana perkeretaapian dalam keadaan tidak bergerak.
- Huruf a
-
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “uji dinamis” adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kondisi peralatan dan kemampuan kerja sarana perkeretaapian dalam keadaan bergerak.
- Huruf c
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Pasal 101
- Cukup jelas.
- Pasal 102
- Cukup jelas.
- Pasal 103
- Cukup jelas.
- Pasal 104
- Cukup jelas.
- Pasal 105
- Cukup jelas.
- Pasal 106
- Cukup Jelas.
- Pasal 107
- Cukup Jelas.
- Pasal 108
- Cukup Jelas.
- Pasal 109
- Cukup Jelas.
- Pasal 110
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “jadwal yang ditetapkan” adalah waktu yang ditentukan untuk pemeriksaan sarana perkeretaapian yang berpedoman pada buku petunjuk dan dilaksanakan secara harian, bulanan, 6 (enam) bulanan, dan tahunan.
- Ayat 2
- Cukup jelas.
- Pasal 111
- Cukup jelas.
- Pasal 112
- Cukup jelas.
- Pasal 113
- Cukup jelas.
- Pasal 114
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Ayat (5)
- Yang dimaksud dengan “balai yasa” adalah tempat perawatan sarana perkeretaapian untuk 2 (dua) tahunan atau semi perawatan akhir (SPA), perawatan 4 (empat) tahunan atau perawatan akhir (PA), dan rehabilitasi atau modifikasi.
- Yang dimaksud dengan “depo” adalah tempat perawatan sarana perkeretaapian untuk harian, bulanan, 6 (enam) bulanan, dan 1 (satu) tahunan.
- Pasal 115
- Cukup jelas.
- Pasal 116
- Cukup jelas.
- Pasal 117
- Cukup jelas.
- Pasal 118
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “rancang bangun” adalah perencanaan, perancangan, dan perhitungan teknis material dan komponen, uji simulasi, dan pembuatan prototipe atau model sarana perkeretaapian.
- Yang dimaksud dengan “rekayasa” adalah peningkatan kemampuan dan mengubah fungsi sarana perkeretaapian melalui inovasi dan modifikasi sesuai dengan persyaratan teknis, antara lain kereta penumpang menjadi kereta bagasi dan kereta rel listrik (KRL) menjadi kereta rel diesel elektrik (KRDE).
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 119
- Cukup jelas.
- Pasal 120
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “petak blok” adalah jalan rel di antara dua sinyal yang berdekatan.
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Pasal 121
- Cukup jelas.
- Pasal 122
- Cukup jelas.
- Pasal 123
- Cukup jelas.
- Pasal 124
- Cukup jelas.
- Pasal 125
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas” adalah menghentikan semua kereta api di stasiun terdekat atau membatasi kecepatan kereta api yang akan melewati lintas yang bersangkutan.
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Huruf c
- Cukup jelas.
- Huruf d
- Cukup jelas.
- Huruf e
- Cukup jelas.
- Huruf f
- Yang dimaksud dengan “penyidikan awal” adalah pemeriksaan dan penelitian untuk mencari dan mengumpulkan barang-barang yang dapat dijadikan sebagai bukti adanya tindak pidana yang mengakibatkan kecelakaan kereta api yang dapat dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang perkeretaapian dengan secepat-cepatnya dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat.
- Huruf g
- Cukup jelas.
- Pasal 126
- Cukup jelas.
- Pasal 127
- Cukup jelas.
- Pasal 128
- Cukup jelas.
- Pasal 129
- Cukup jelas.
- Pasal 130
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah:
- a. keadaan darurat;
- b. bencana alam; atau
- c. jumlah orang yang jauh di atas jumlah rata-rata orang yang diangkut dan tidak tersedia kereta pada saat itu.
- Ayat (3)
- Fasilitas minimal pelayanan penumpang, antara lain tempat duduk, lampu penerangan, kipas angin, dan toilet darurat.
- Pasal 131
- Ayat (1)
- Fasilitas khusus dapat berupa pembuatan jalan khusus di stasiun dan sarana khusus untuk naik kereta api atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 132
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Yang dimaksud dengan “karcis” adalah tanda bukti pembayaran pengguna jasa yang berbentuk lembaran kertas, karton, atau tiket elektronik.
- Pasal 133
- Ayat (1)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Cukup jelas.
- Huruf c
- Cukup jelas.
- Huruf d
- Pengumuman jadwal dan tarif angkutan kepada masyarakat dapat dilakukan di stasiun atau media cetak atau elektronik.
- Huruf e
- Cukup jelas.
- Huruf a
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 134
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Batas waktu melapor adalah 30 (tiga puluh) menit sebelum keberangkatan.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Pasal 135
- Cukup jelas.
- Pasal 136
- Ayat (1)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Penindakan terhadap pengguna jasa yang tidak memiliki karcis dapat didenda atau diturunkan di stasiun terdekat.
- Huruf c
- Penertiban terhadap pengguna jasa atau masyarakat dapat dilakukan bersama-sama dengan aparat keamanan.
- Huruf d
- Cukup jelas.
- Huruf a
- Ayat (2)
- Hal-hal yang membahayakan keselamatan, ketertiban, dan kepentingan umum, antara lain:
- a. bersumber pada sarana perkeretaapian, misalnya kondisi kereta api diragukan kelaikannya untuk dioperasikan; dan
- b. bersumber di luar sarana perkeretaapian, misalnya jalur longsor dan ancaman teror.
- Pasal 137
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “standar pelayanan minimum” adalah kondisi pelayanan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara sarana perkeretaapian sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 138
- Cukup jelas.
- Pasal 139
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “barang khusus” adalah bahan atau benda yang sifat atau bentuknya harus diperlakukan secara khusus, antara lain:
- a. muatan barang curah, misalnya semen curah dan batubara;
- b. muatan barang cair, misalnya BBM dan bahan dasar gula pasir;
- c. muatan yang diletakkan di atas palet;
- d. muatan kaca lembaran;
- e. pengangkutan barang yang memerlukan fasilitas pendingin;
- f. pengangkutan tumbuh-tumbuhan dan hewan hidup; dan
- g. pengangkutan kendaraan.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “bahan berbahaya dan beracun” adalah setiap bahan atau benda yang karena sifat dan ciri khasnya dapat membahayakan keselamatan, kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya, dan ketertiban umum.
- Huruf d
- Yang dimaksud dengan “limbah bahan berbahaya dan beracun” adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, dan makhluk hidup lain.
- Huruf a
- Pasal 140
- Cukup jelas.
- Pasal 141
- Cukup jelas.
- Pasal 142
- Cukup jelas.
- Pasal 143
- Cukup jelas.
- Pasal 144
- Cukup jelas.
- Pasal 145
- Cukup jelas.
- Pasal 146
- Cukup jelas.
- Pasal 147
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “angkutan multimoda” adalah angkutan yang menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar perjanjian angkutan multimoda dengan menggunakan satu dokumen.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 148
- Cukup jelas.
- Pasal 149
- Cukup jelas.
- Pasal 150
- Cukup jelas.
- Pasal 151
- Cukup jelas.
- Pasal 152
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menetapkan tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi yang merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) dan angkutan perintis.
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan “angkutan pelayanan kelas ekonomi” adalah angkutan orang yang dilaksanakan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sesuai dengan standar pelayanan minimum.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “angkutan perintis” adalah penyelenggaraan perkeretaapian yang dioperasikan dalam waktu tertentu untuk melayani daerah baru atau daerah yang sudah ada jalur kereta apinya dalam rangka menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas pembangunan nasional, tetapi secara komersial belum menguntungkan.
- Pasal 153
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “tarif yang dihitung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian” adalah besarnya tarif yang dihitung berdasarkan pedoman penetapan tarif.
- Yang dimaksud dengan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau.
- Ayat (2)
- Yang dimaksud dengan “biaya yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian” adalah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian pada lintas perintis yang dihitung berdasarkan asumsi yang disepakati oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
- Pasal 154
- Ayat (1)
- Biaya penggunaan prasarana perkeretaapian atau yang dikenal dengan Track Acces Charge (TAC) adalah biaya yang harus dibayar oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk penggunaan prasarana perkeretaapian yang dioperasikan oleh Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 155
- Cukup jelas.
- Pasal 156
- Cukup jelas.
- Pasal 157
- Ayat (1)
- Bentuk bertanggung jawab adalah pemberian ganti kerugian dan biaya pengobatan bagi pengguna jasa yang luka-luka atau santunan bagi pengguna jasa yang meninggal dunia.
- Kerugian pengguna jasa yang ditanggung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berupa penggantian kehilangan atau kerusakan barang sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api.
- Ayat (2)
- Batas waktu tanggung jawab penyelenggara sarana perkeretaapian adalah dipenuhinya kewajiban penyelenggara sarana perkeretaapian memberikan ganti kerugian, biaya pengobatan, dan santunan paling lama 1 (satu) bulan sejak kejadian.
- Pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, dan keluarga pengguna jasa yang meninggal dunia harus memberitahukan kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian paling lama 12 (dua belas) jam terhitung sejak kejadian.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Ayat (4)
- Luka atau meninggalnya pengguna jasa yang tidak disebabkan oleh pengoperasian kereta api, misalnya pengguna jasa luka atau meninggal dunia di dalam kereta api karena sakit bawaan atau karena kejahatan.
- Pasal 158
- Cukup jelas.
- Pasal 159
- Cukup jelas.
- Pasal 160
- Cukup jelas.
- Pasal 161
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Tempat penyimpanan yang disediakan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dapat berupa gerbong, gudang, dan ruang terbuka.
- Biaya penyimpanan, antara lain sewa gerbong, biaya pembongkaran, biaya pemindahan, biaya penumpukan, dan biaya sewa gudang.
- Ayat (3)
- Yang dimaksud dengan “batas waktu” adalah ketentuan yang disebutkan dalam perjanjian angkutan.
- Ayat (4)
- Cukup jelas.
- Ayat (5)
- Cukup jelas.
- Ayat (6)
- Cukup jelas.
- Pasal 162
- Cukup jelas.
- Pasal 163
- Cukup jelas.
- Pasal 164
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Yang dimaksud dengan “pengajuan keberatan” adalah pengaduan kerusakan barang dengan disertai bukti rusaknya barang serta perincian permintaan ganti kerugian dan keterangan nilai barang.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 165
- Cukup jelas.
- Pasal 166
- Cukup jelas.
- Pasal 167
- Cukup jelas.
- Pasal 168
- Cukup jelas.
- Pasal 169
- Cukup jelas.
- Pasal 170
- Yang dimaksud dengan “kerugian” adalah nilai kerusakan pada prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian serta luka-luka dan meninggalnya orang yang dipekerjakan oleh Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. Tuntutan kerugian kerusakan pada prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian serta biaya pengobatan dan santunan harus dipenuhi oleh pihak yang menimbulkan kerugian dan luka-luka serta meninggal.
- Yang dimaksud dengan “orang yang dipekerjakan” adalah petugas Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian atau Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam melaksanakan kegiatan di bidang prasarana dan sarana perkeretaapian.
- Pasal 171
- Cukup jelas.
- Pasal 172
- Cukup jelas.
- Pasal 173
- Cukup jelas.
- Pasal 174
- Cukup jelas.
- Pasal 175
- Ayat (1)
- Penelitian sebab-sebab terjadinya kecelakaan adalah bukan dalam kaitan dengan penyidikan (penegakan hukum), melainkan semata-mata untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam rangka perbaikan teknologi dan agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
- Apabila dalam kecelakaan tersebut memang terdapat unsur melawan hukum, pemeriksaannya juga dilakukan oleh penyidik dalam rangka penegakan hukum.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 176
- Cukup jelas.
- Pasal 177
- Cukup jelas.
- Pasal 178
- Yang dimaksud dengan “pandangan bebas” adalah tidak terhalangnya pandangan masinis kereta api untuk melihat peralatan persinyalan dan kondisi jalan rel.
- Pasal 179
- Cukup jelas.
- Pasal 180
- Cukup jelas.
- Pasal 181
- Ayat (1)
- Huruf a
- Cukup jelas.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan “menyeret” adalah menarik atau mendorong barang tanpa roda dan melintasi jalur kereta api.
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan “kepentingan lain” adalah penggunaan jalur kereta api yang tidak sesuai dengan fungsinya, antara lain berjualan, menggembala ternak, dan menjemur barang.
- Huruf a
- Ayat (2)
- Yang termasuk surat tugas adalah kartu atau tanda pengenal.
- Pasal 182
- Cukup jelas.
- Pasal 183
- Cukup jelas.
- Pasal 184
- Cukup jelas.
- Pasal 185
- Cukup jelas.
- Pasal 186
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Ayat (3)
- Pelaksanaan penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
- Pasal 187
- Ayat (1)
- Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian sebagai korporasi. Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-sendiri atau bersama-sama.
- Ayat (2)
- Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan ”luka berat” adalah:
- sakit atau luka yang tidak ada harapan untuk sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas, jabatan, atau pekerjaan pencaharian;
- Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan ”luka berat” adalah:
-
-
- kehilangan salah satu panca indera;
- cacat berat;
- lumpuh;
- daya pikir terganggu selama lebih dari 4 (empat) minggu; dan
- gugur atau matinya kandungan.
-
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 188
- Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum sebagai korporasi. Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri- sendiri atau bersama-sama.
- Pasal 189
- Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagai korporasi. Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-sendiri atau bersama-sama.
- Pasal 190
- Lihat penjelasan Pasal 187.
- Pasal 191
- Ayat (1)
- Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari Penyelenggara Perkeretaapian Khusus sebagai korporasi. Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-sendiri atau bersama-sama.
- Ayat (2)
- Cukup jelas.
- Pasal 192
- Cukup jelas.
- Pasal 193
- Cukup jelas.
- Pasal 194
- Cukup jelas.
- Pasal 195
- Yang dimaksud dengan “mengoperasikan” meliputi pengoperasian, perawatan, pengelolaan, pengawasan, dan pemeriksaan.
- Pasal 196
- Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (1).
- Pasal 197
- Cukup jelas.
- Pasal 198
- Ayat (1)
- Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (1).
- Ayat (2)
- Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (2).
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 199
- Cukup jelas.
- Pasal 200
- Cukup jelas.
- Pasal 201
- Cukup jelas.
- Pasal 202
- Cukup jelas.
- Pasal 203
- Cukup jelas.
- Pasal 204
- Lihat penjelasan Pasal 189.
- Pasal 205
- Cukup jelas.
- Pasal 206
- Ayat (1)
- Yang dimaksud dengan “awak kereta api” dalam ketentuan ini adalah masinis dan asisten masinis.
- Ayat (2)
- Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (2).
- Ayat (3)
- Cukup jelas.
- Pasal 207
- Cukup jelas.
- Pasal 208
- Cukup jelas.
- Pasal 209
- Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (1).
- Pasal 210
- Cukup jelas.
- Pasal 211
- Lihat penjelasan Pasal 189.
- Pasal 212
- Cukup jelas.
- Pasal 213
- Cukup jelas.
- Pasal 214
- Ayat (1)
- Cukup jelas.
- Ayat (2)
- Waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), atas Prasarana Perkeretaapian milik Pemerintah, dalam rangka memberikan kesempatan kepada Pemerintah memperbaiki kondisi PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
- a. melakukan audit secara menyeluruh terhadap PT Kereta Api Indonesia (Persero);
- b. melakukan inventarisasi aset prasarana dan sarana PT Kereta Api Indonesia (Persero);
- c. menegaskan status kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) dan kewajiban masa lalu penyelenggaraan program pensiun pegawai PT Kereta Api Indonesia (Persero) eks Pegawai Negeri Sipil PJKA/Departemen Perhubungan (Past Service Liability);
- d. membuat neraca awal PT Kereta Api Indonesia (Persero).
- Pasal 215
- Cukup jelas.
- Pasal 216
- Cukup jelas.
- Pasal 217
- Cukup jelas.
- Pasal 218
- Cukup jelas.