Lompat ke isi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008/Konsolidasi

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Konsolidasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008  (2008) 
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
  1. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
  2. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
  3. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
  4. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
  5. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
  6. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
  7. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
6a. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.[1]
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN


Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
  1. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
  2. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
  3. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
  4. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
  5. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.


BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK


Pasal 5
  1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
  2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
  3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
  4. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal diatur lain dalam Undang-Undang.[2]

Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 8
  1. Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
  2. Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
  3. Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
  4. Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
    1. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
    2. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10
  1. Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
  2. Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
  1. Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
    2. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
    3. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
    4. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
    5. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
    6. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
  2. Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
  1. Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
  2. Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
    1. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
    2. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
    3. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
      1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol;
      2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
    4. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
  3. Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.


BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK


Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik


Pasal 13
  1. Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
  2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
  3. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang beroperasi di Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.[2]
  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dalam hal penyelenggaraan layanan yang menggunakan Sertifikat Elektronik belum tersedia di Indonesia.[2]
  5. Pengakuan timbal balik (mutual recognition) untuk mengenali Sertifikat Elektronik antarnegara didasarkan pada perjanjian kerja sama.[2]
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 13A[2]
  1. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dapat menyelenggarakan layanan berupa:
    1. Tanda Tangan Elektronik;
    2. segel elektronik;
    3. penanda waktu elektronik;
    4. layanan pengiriman elektronik tercatat;
    5. autentikasi situs web;
    6. preservasi Tanda Tangan Elektronik dan/atau segel elektronik;
    7. identitas digital; dan/atau
    8. layanan lain yang menggunakan Sertifikat Elektronik.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
  1. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
  2. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
  3. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.


Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik


Pasal 15
  1. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
  2. Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16
  1. Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
    1. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
    2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
    3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
    4. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
    5. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
  2. Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16A[2]
  1. Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan pelindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses Sistem Elektronik.
  2. Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelindungan terhadap hak anak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan produk, layanan, dan fitur yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.
  3. Dalam memberikan produk, layanan, dan fitur bagi anak, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menerapkan teknologi dan langkah teknis operasional untuk memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari tahap pengembangan sampai dengan tahap Penyelenggaraan Sistem Elektronik.
  4. Dalam memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan :
    1. informasi mengenai batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan produk atau layanannya;
    2. mekanisme verifikasi pengguna anak; dan
    3. mekanisme pelaporan penyalahgunaan produk, layanan, dan fitur yang melanggar atau berpotensi melanggar hak anak.
    4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 16B[2]
  1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A dikenai sanksi administratif.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
    1. teguran tertulis;
    2. denda administratif;
    3. penghentian sementara; dan/atau
    4. pemutusan Akses.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK


Pasal 17
  1. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
  2. Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(2a) Transaksi Elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang diamankan dengan Sertifikat Elektronik.[2]
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
  1. Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
  2. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
  3. Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
  4. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
  5. Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 18A[2]
  1. Kontrak Elektronik internasional yang menggunakan klausula baku yang dibuat oleh Penyelenggara Sistem Elektronik diatur dengan hukum Indonesia dalam hal:
    1. pengguna layanan Penyelenggara Sistem Elektronik sebagai salah satu pihak dalam Transaksi Elektronik berasal dari Indonesia dan memberikan persetujuannya dari atau dalam yurisdiksi Indonesia;
    2. tempat pelaksanaan kontrak ada di wilayah Indonesia; dan/ atau
    3. Penyelenggara Sistem Elektronik memiliki tempat usaha atau melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.
  2. Kontrak Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahasa yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami, serta menjunjung prinsip iktikad baik dan transparansi.

Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

Pasal 20
  1. Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
  2. Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21
  1. Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
  2. Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
    1. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
    2. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
    3. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
  3. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
  4. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22
  1. Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI


Pasal 23
  1. Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
  2. Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
  3. Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24
  1. Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
  2. Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
  3. Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26
  1. Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
  2. Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
  3. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.[1]
  4. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1]
  5. Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.[1]


BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG


Pasal 27[2]
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Pasal 27A[2]
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Pasal 27B[2]
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:
    1. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
    2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
    1. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
    2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.

Pasal 28[2]
  1. Setiap Orang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik.
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.
  3. Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.

Pasal 29[2]
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti.

Pasal 30
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
  3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.[1]
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.[1]

Pasal 32
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
  3. Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34
  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
    1. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
    2. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
  2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian materiel bagi Orang lain.[2]

Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.


BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA


Pasal 38
  1. Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
  2. Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 39
  1. Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
  2. Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT


Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2a) Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1]
(2b) Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.[1]
(2c) Perintah kepada Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2b) berupa pemutusan Akses dan/atau moderasi konten secara mandiri terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pornografi, perjudian, atau muatan lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang dimungkinkan secara teknologi.[2]
(2d) Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan moderasi konten terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan berbahaya bagi keselamatan nyawa atau kesehatan individu atau masyarakat.[2]
(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), ayat (2d), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.[1][2]

Pasal 40A[2]
  1. Pemerintah bertanggung jawab dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.
  2. Dalam rangka melaksanakan tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berwenang memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan penyesuaian pada Sistem Elektronik dan/atau melakukan tindakan tertentu.
  3. Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  4. Dalam hal Penyelenggara Sistem Elektronik melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyelenggara Sistem Elektronik dikenai sanksi administratif.
  5. Sanksi administratif sebagaimana dimalsud pada ayat (4) dapat berupa:
    1. teguran tertulis;
    2. denda administratif;
    3. penghentian sementara; dan/atau
    4. pemutusan Akses.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kewajiban Penyelepggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 41
  1. Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
  2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
  3. Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.


BAB X
PENYIDIKAN


Pasal 42
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 43[1][2]
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, dan integritas atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
  1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  2. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  3. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  4. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  5. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  6. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sbagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  7. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan/atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan;
  8. membuat suatu data dan/atau Sistem Elektronik yang terkait tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik agar tidak dapat diakses;
  9. meminta informasi yang terdapat di dalam Sistem Elektronik atau informasi yang dihasilkan oleh Sistem Elektronik kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait dengan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  10. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik; dan/atau
  11. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
  12. memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan Akses secara sementara terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik, dan/atau aset digital.
(6) Penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
(7) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(7a) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
  1. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
  2. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).


BAB XI
KETENTUAN PIDANA


Pasal 45[1][2]
  1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
  2. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal:
    1. dilakukan demi kepentingan umum;
    2. dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau
    3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan.
  3. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10. 000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
  4. Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.
  6. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan bertentangan dengan apa yang diketahui padahal telah diberi kesempatan untuk membuktikannya, dipidana karena fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
  7. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipidana dalam hal:
    1. dilakukan untuk kepentingan umum; atau
    2. dilakukan karena terpaksa membela diri.
  8. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:
    1. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
    2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang,
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  9. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan dalam lingkungan keluarga, penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas aduan.
  10. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancamn akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
    1. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
    2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang,
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  11. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (10) hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.

Pasal 45A[1][2]
  1. Setiap Orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas frsik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  3. Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 45B[1][2]
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut�nakuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tqjuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 46
  1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
  2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
  3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48
  1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
  3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51
  1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
  2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52
  1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
  2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
  3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
  4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.


BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal II
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 27A, Pasal. 28 ayat (2), Pasal 28 ayal (3), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (2), Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (5), Pasal 45 ayat (6), Pasal 45 ayat (7), Pasal 45A ayat (2), dan Pasal 45A ayat (3) berlaku sampai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O23 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O23 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6842).[2]


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 54
  1. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
  2. Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Naskah asli disahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, 16 Agustus 2007; diundangkan oleh Andi Mattalata, 16 Agustus 2007.

Perubahan pertama disahkan oleh Joko Widodo, 25 November 2016; diundangkan oleh Yasonna H. Laoly, 25 November 2016.

Perubahan kedua disahkan oleh Joko Widodo, 2 Januari 2024; diundangkan oleh Pratikno, 2 Januari 2024.

Penjelasan

[sunting]

I. UMUM

[sunting]

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.


Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.


Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.


Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.


Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.


II. PASAL DEMI PASAL

[sunting]

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.

Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.


Pasal 3
“Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

“Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


“Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

“Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.


Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat (1)

Keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Ayat (2)

Khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan Undang-Undang.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.[2]


Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:

a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;


b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.


Pasal 10
Ayat (1)

Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 11
Ayat (1)

Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Ayat (2)

Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.


Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "perjanjian kerja sama" antara lain adalah perjanjian antar-Penyelenggara Sertifikasi Elektronik atau antar-Pemerintah yang Penyelenggara Sertifikasi Elektroniknya akan melakukan pengakuan timbal balik, baik secara bilateral maupun multilateral.

Ayat (6) Cukup jelas.[2]


Pasal 13A
Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "segel elektronik" adalah data elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik untuk menjamin asal, integritas, dan keutuhan dari Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang digunakan oleh Badan Usaha atau instansi.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "penanda waktu elektronik" adalah penanda yang mengikat antara waktu dan tanggal dengan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan menggunakan metode yang andal.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "layanan pengiriman elektronik tercatat" adalah layanan yang menyediakan pengiriman Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, memberikan bukti terkait pengiriman Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dan melindungi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dikirimkan dari risiko kehilangan, pencurian, kerusakan, atau penambahan yang tidak sah.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "autentikasi situs web" adalah layanan yang mengidentifikasi pemilik situs web dan mengaitkan situs web tersebut ke Orang atau Badan Usaha yang menerima Sertifikat Elektronik situs web dengan menggunakan metode yang andal.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "preservasi Tanda Tangan Elektronik dan/atau segel elektronik" adalah layanan yang menjamin kekuatan hukum Tanda Tangan Elektronik dan/atau segel elektronik dalam suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik masih dapat divalidasi meskipun masa berlaku Sertifikat Elektronik tersebut habis.

Huruf g

Yang dimaksud dengan "identitas digital" adalah Informasi Elektronik yang memuat identitas unik dari suatu subjek hukum yang pemanfaatannya berada di bawah penguasaan dari subjek hukum yang terasosiasi dengan identitas tersebut.

Huruf h

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas. [2]


Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang setiap penyelenggara Tanda Tangan minimum harus dipenuhi oleh Elektronik.

Pasal 15
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "andal" adalah Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Yang dimaksud dengan "aman" adalah Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik. Yang dimaksud dengan "beroperasi sebagaimana mestinya" adalah Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya, termasuk kemampuan Sistem Elektronik dalam mematuhi atau memenuhi kewajiban tata kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab" adalah ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas. [2]


Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 16A
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pelindungan terhadap hak anak merupakan prioritas Penyelenggara Sistem Elektronik dibandingkan dengan kepentingan komersial Penyelenggara Sistem Elektronik.

Yang dimaksud dengan "pelindungan terhadap hak anak" termasuk pelindungan terhadap data pribadi, privasi, dan keamanan diri anak baik secara fisik, mental, maupun psikis dari penyalahgunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang melanggar hak anak.

Yang dimaksud dengan "produk, layanan, dan fitur yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik" adalah produk, layanan, dan fitur yang secara khusus dirancang untuk digunakan atau diakses oleh anak, atau yang mungkin digunakan atau diakses oleh anak.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "mekanisme verifikasi" adalah tata cara untuk memastikan bahwa pengguna yang mengakses Sistem Elektronik adalah anak, dengan menggunakan teknologi.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "mekanisme pelaporan penyalahgunaan" adalah tata cara pelaporan dalam sebuah layanan atau fitur yang dapat diakses dengan mudah oleh anak, orang tua, dan/atau wali anak.


Ayat (5) Cukup jelas.

[2]


Pasal 16B
Cukup jelas. [2]

Pasal 17
Ayat (1)

Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (2a)

Yang dimaksud dengan "Transaksi Elektronik risiko tinggi" antara lain adalah transaksi keuangan yang tidak dilakukan dengan tatap muka secara fisik.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 18
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut.

Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).

Ayat (3)

Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.

Ayat (4)

Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.

Ayat (5)

Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness).[2]


Pasal 18A
Ayat (1)

Pengaturan ini memberikan pelindungan bagi pengguna layanan Penyelenggara Sistem Elektronik di Indonesia dengan menjamin akses terhadap sistem hukum yang efektif dan efisien bagi pengguna dalam memenuhi hak dan kewajiban serta menyelesaikan sengketanya.

Ketentuan ini dimaksudkan terhadap perjanjian yang berisi klausula baku yang ditujukan bagi masyarakat Indonesia secara umum dalam menggunakan layanan atau produk yang disediakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.

Yang dimaksud dengan "diatur dengan hukum Indonesia" termasuk penyelesaian sengketa yang timbul antara Penyelenggara Sistem Elektronik dan penggunanya.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "tempat pelaksanaan kontrak ada di wilayah Indonesia" termasuk dalam hal layanan, produk, atau Sistem Elektronik yang diselenggarakan Penyelenggara Sistem Elektronik digunakan atau diakses oleh penggunanya dari Indonesia.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "Penyelenggara Sistem Elektronik memiliki tempat usaha di wilayah Indonesia" termasuk Penyelenggara Sistem Elektronik memiliki kantor perwakilan di wilayah Indonesia atau Badan Usaha Indonesia.

Yang dimaksud dengan "Penyelenggara Sistem Elektronik melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia" termasuk Penyelenggara Sistem Elektronik menawarkan layanan atau produk serta menyusun syarat dan ketentuan penggunaan layanan atau produknya dalam Bahasa Indonesia dan ditujukan bagi masyarakat Indonesia.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "bahasa" adalah Bahasa Indonesia.

[2]


Pasal 19
Yang dimaksud dengan “disepakati” dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

Pasal 20
Ayat (1)

Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password).

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 21
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.


Pasal 22
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “fitur” adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 23
Ayat (1)

Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).

Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “penggunaan Nama Domain secara tanpa hak” adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.


Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang- Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.

Pasal 26
Ayat (1)

Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:

a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.


b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.


c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.


Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.[1]


Pasal 27
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "menyiarkan" termasuk perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Sistem Elektronik.

Yang dimaksud dengan "mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik.

Yang dimaksud dengan "mentransmisikan" adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada pihak lain melalui Sistem Elektronik.

Yang dimaksud dengan "membuat dapat diakses" adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.

Yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan.

Penafsiran pengertian kesusilaan disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard). Yang dimaksud dengan "diketahui umum" adalah untuk dapat atau sehingga dapat diakses oleh kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.

Ayat (2)

Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan perjudian dalam hal menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi, menjadikannya sebagai mata pencaharian, menawarkan atau memberikan kesempatan kepada umum untuk bermain judi, dan turut serta dalam perusahaan untuk itu.

[2]


Pasal 27A
Yang dimaksud dengan "menyerang kehormatan atau nama baik" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/ atau memfitnah.

[2]


Pasal 27B
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "ancaman kekerasan" adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum. [2]


Pasal 28
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "kerusuhan" adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber. [2]


Pasal 29
Yang dimaksud dengan "korban" adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh tindak pidana.

Termasuk dalam perbuatan yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah perundungan di ruang digital (cyber bullying). [2]


Pasal 30
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan:

a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau


b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.


Ayat (3)

Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.


Pasal 31
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.[1]


Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kegiatan penelitian” adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin.


Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.[2]

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Ayat (1)

Fasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi, termasuk tata kelola Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang aman, beretika, cerdas, kreatif, produktif, dan inovatif. Ketentuan ini termasuk memfasilitasi masyarakat luas, instansi pemerintah, dan pelaku usaha dalam mengembangkan produk dan jasa Teknologi Informasi dan komunikasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (2a)

Cukup jelas.

Ayat (2b)

Yang dimaksud dengan "pemutusan Akses" adalah tindakan pemblokiran Akses, penutupan akun, dan/atau penghapusan konten. Termasuk dalam "melakukan pemutusanAkses" adalah melakukan pemblokiran terhadap akun media sosial.

Ayat (2c)

Cukup jelas.

Ayat (2d)

Yang dimaksud dengan "muatan berbahaya bagi keselamatan nyawa atau kesehatan individu atau masyarakat" adalah Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang dapat menyebabkan kerugian materiel dan /atau fisik yang signifikan bagi individu atau masyarakat. Misalnya, peristiwa atau kejadian yang menunjukkan bunuh diri atau menunjukkan tantangan yang berbahaya bagi keselamatan nyawa, yang dapat mendorong orang lain untuk melakukan perbuatan yang serupa.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

[2]


Pasal 40A
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab dalam mendorong terciptanya ekosistem digital" adalah dengan menetapkan kebijakan yang memungkinkan Penyelenggara Sistem Elektronik mendapatkan kesempatan berusaha atau berinovasi yang sama (equal level of playing field) secara adil, wajar, dan non­diskriminatif, serta menjaga kualitas pelayanan dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang bertujuan memberikan nilai tambah pada ekosistem digital dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pilihan yang lebih baik dan berkualitas, serta mewujudkan terciptanya rasa aman atas pemanfaatan Sistem Elektronik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "melakukan penyesuaian pada Sistem Elektronik" antara lain adalah pembatasan atau penambahan fitur suatu perangkat lunak atau perangkat keras pada Sistem Elektronik atau melarang penggunaan suatu fitur pada Sistem Elektronik di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

Yang dimaksud dengan "tindakan tertentu" antara lain adalah pelaksanaan kewajiban afirmatif oleh Penyelenggara Sistem Elektronik terhadap masyarakat yang terdampak akibat pemanfaatan perangkat lunak, perangkat keras, dan/atau fitur Sistem Elektronik Penyelenggara Sistem Elektronik dan penyesuaian kegiatan usaha Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menghadirkan kesempatan berusaha yang sama (equal level of playing field).

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas. [2]


Pasal 41
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “lembaga yang dibentuk oleh masyarakat” merupakan lembaga yang bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Ayat (3) Cukup jelas.


Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu" adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.


Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Yang dimaksud dengan "memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan Akses" termasuk memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemblokiran terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik, nama domain, alamat protokol internet (IP address), dan/atau aset digital.

Yang dimaksud dengan "pemutusan Akses secara sementara" adalah tindakan pemblokiran Akses, penutupan akun, dan/atau penghapusan konten selama diperlukan dalam proses penegakan hukum.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (7a)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.[2]


Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "dilakukan untuk kepentingan umum" adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau kritik.

Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan atau tindakan orang lain.

Pada dasarnya, kritik dalam pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (8) Cukup jelas.

Ayat (9) Cukup jelas.

Ayat (10) Cukup jelas.

Ayat (11) Cukup jelas.

[2]


Pasal 45A
Cukup jelas.[2]

Pasal 45B
Cukup jelas.[2]

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:

a. mewakili korporasi;


b. mengambil keputusan dalam korporasi;


c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;


d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.


Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas.[2]

Referensi

[sunting]
  1. 1,00 1,01 1,02 1,03 1,04 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09 1,10 1,11 1,12 1,13 1,14 Sesuai dengan perubahan yang disahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016.
  2. 2,00 2,01 2,02 2,03 2,04 2,05 2,06 2,07 2,08 2,09 2,10 2,11 2,12 2,13 2,14 2,15 2,16 2,17 2,18 2,19 2,20 2,21 2,22 2,23 2,24 2,25 2,26 2,27 2,28 2,29 2,30 2,31 2,32 2,33 2,34 2,35 2,36 2,37 2,38 2,39 2,40 2,41 2,42 2,43 2,44 Sesuai dengan perubahan yang disahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024.