Lompat ke isi

Tata Bahasa Minangkabau/Bab 3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
BAB III
FONOLOGI DAN EJAAN

3.1 Fonologi

Pada umumnya manusia berkomunikasi melalui bahasa dengan cara menulis atau berbicara. Namun, pada hakikatnya, bahasa pertama-tama berwujud bunyi. Pengetahuan tentang bunyi bahasa yang tepat dalam ujaran menjadi landasan yang kuat dalam mempelajari bahasa.

Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dapat dipelajari melalui berbagai cabang fonetik; salah satu di antaranya adalah fonetik artikulatoris. Dalam hal itu bunyi bahasa dipelajari berdasarkan cara pembuatannya secara fisiologis, khususnya bagian-bagian alat ucap mana yang terlibat dan akibat apa yang terjadi dengan keterlibatan alat ucap itu (Moeliono, 1988:39).

Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan. Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal itu. Pada saat vokal diucapkan, lidah dapat dinaikkan atau diturunkan bersama rahang. Bagian lidah yang dinaikkan atau diturunkan itu dapat di bagian depan, tengah, atau belakangnya (Moeliono, 1988:40). Berbeda-dengan vokal, pada pelafalan konsonan ada tiga faktor yang terlibat: keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, atau cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan.

Berdasarkan hal itu, bunyi vokal dalam bahasa Minangkabau adalah sebagai berikut: [i], [e], [a], [u], dan [o]; dan bunyi konsonan adalah sebagai berikut: [p], [b], [m], [w], [t], [d], [r], [n], [s], [l], [c], [j], [n], [k], [g], [n], [g], dan [h].

Fonem yang berwujud bunyi seperti digambarkan di atas dinamakan fonem segmental. Di samping itu, ada pula ciri suprasegmental yang tidak berwujud bunyi, tetapi merupakan tambahan terhadap bunyi (Moeliono, 1988:45), seperti. terdengar ketika orang berbicara, Umpamanya kita dapat mendengar suku kata tertentu pada suatu kata terdapat aksen yang relatif lebih nyaring daripada suku kata lain, bunyi tertentu terdengar lebih panjang daripada bunyi yang lain, dan vokal (pada suku kata) tertentu terdengar lebih tinggi daripada vokal pada Suku kata yang lain. Dalam sistem tulisan, tekanan, jangka, dan nada biasa dinyatakan dengan lambang diakritik yang diletakkan di atas lambang bunyi (unsur segmental). Tekanan, jangka, dan nada lazim disebut ciri suprasegmental.

3.1.1 Fonem Segmental

Fonem segmental dalam bahasa Minangkabau terdiri atas vokal dan konsonan, yaitu 5 vokal dan 19 konsonan.

3.1.1.1 Fonem Vokal

Dalam bagian ini akan dibicarakan fonem vokal dan diftong yang akan ditinjau jenis dan distribusinya.

3.1.1.1 Jenis dan Distribusi

Dalam bahasa Minangkabau ada lima vokal: /i/, /e/, a/, u/, dan /o/. Bagan 1 memperlihatkan kelima vokal bahasa Minangkabau berdasarkan parameter tinggi-rendah dan depan-belakang lidah pada waktu pembentukannya. Bagan itu memperlihatkan bahwa bahasa Minangkabau memiliki dua vokal tinggi, dua vokal sedang, dan satu vokal rendah. Berdasarkan parameter depan-belakang lidah, dua vokal merupakan vokal depan, satu merupakan vokal tengah, dan dua merupakan vokal belakang.

Teks takarir
Teks judul Depan Tengah Belakang
Tinggi i u
Sedang e o
Rendah a

Bagan 1 : Vokal

Fonem /i adalah vokal tinggi-depan, yang diucapkan dengan kedua bibir agak terentang ke samping, seperti pada kata /ibo/ 'hiba', /tigo/ 'tiga',/padi/ 'padi'.

Fonem /u/ adalah vokal tinggi belakang, yang diucapkan dengan kedua bibir agak maju ke depan dan agak membundar, sedangkan belakang lidah meninggi, seperti pada kata /ula 'ular, /gulo/ 'gula', /ulu/ 'hulu'.

Fonem /e/ adalah vokal sedang depan yang ducapkan dengan daun lidah dinaikkan, tetapi agak lebih rendah daripada untuk /i/. Dalam hal ini, bentuk bibir netral, tidak terentang dan tidak membundar, seperti pada kata /elo/ 'hela', /rendo/ 'renda', dan /one/ 'ibu'.

Fenom /o/ adalah vokal sedang-belakang yang diucapkan dengan bentuk bibir yang kurang bundar dibandingkan dengan /u/, seperti pada kata /ota/ 'omong', /botol/ 'botol', /mato/ 'mata'.

Fenom /a/ adalah vokal rendah-tengah yang diucapkan dengan bagian tengah lidah agak merata dan mulut terbuka lebar, seperti pada kata /atoq/ 'atap', /bana/ 'benar', /kasa/ 'kasar'.

Kelima vokal bahasa Minangkabau dapat menduduki posisi awal, tengah, atau akhir suku kata, seperti terlihat pada contoh yang termuat pada bagan berikut.

Posisi
Fonem
Awal Tengah Akhir
/i/ /ibo/ ibo 'hiba' /ikan/ ikan /tigo/ tigo 'tiga', /cinta/cinta 'cinta' /padi/ padi 'padi', /udi/ udi 'sial'
/e/ /elo/ elo 'hela', /etong/ etong 'hitung' /rendo/ renda 'renda', /penconn/ pencong 'tidak lurus' /sate/ sate 'sate', /one/one 'ibu'
/a/ /atoq/ atok 'atap', /alaw/ alau 'halau' /bana/ bana 'benar, /baco/ baco 'baca' /kasa/ kasa 'kasar, /tuka/ tuka 'tukar'
/u/ /ula/ ula 'ular, /uda/uda 'abang' /gulo/ gulo 'gula', /puta/ puta 'putar' /ulu/ ulu 'hulu', /pintu/ pintu 'pintu'
/o/ /oto/ ota 'omong, /olog/ olok 'olok /boto/ boto 'botol', /tampann/ tompang 'tumpang /mato/ mato 'mata', /kudo/ kudo 'kuda'

Bagan 2 : Posisi Vokal dalam Suku Kata 3.1.1.1.2 Jenis dan Distribusi Diftong

Dalam bahasa Minangkabau ada tujuh buah diftong: [ia], [ua], [ea], [ui], [au], [ai]: masing-masing diftong itu dapat ditulis secara fonemis: /ia/, /ua/, /ea/, /uy/, /oy/, /aw/, dan /ay/.

Contoh-contoh berikut memperlihatkan posisi yang mungkin diduduki oleh diftong dalam bahasa Minangkabau.

a. Diftong [ia] dapat menduduki posisi tengah atau akhir, seperti pada kata berikut:
[kambian] kambiang 'kambing; [sambia] sambia 'sambil' [kanian] kaniang 'kening; [adia] adia 'adil'
b. Diftong /ua/, dapat menduduki posisi tengah dan akhir, seperti pada kata berikut:
[gapuaq] gapuak 'gemuk'; [daguaq] daguak 'dagu'
[taduah] taduah 'teduh'; [talua] 'telur'
c. Diftong [ea], dapat menduduki posisi tengah, seperti pada kata berikut.
[gelean] geleang 'geleng'
[lerean] lereang 'lereng'
d. Diftong [ui] dapat menduduki posisi tengah, seperti pada kata:
[muliaq] muluik 'mulut'
[taruih] taruih 'terus'
e. Diftong [oi] hanya terdapat pada kata:
[oi] oi 'hai'
[roih] roih 'bunga mawar'
f. Diftong [au] dapat menduduki posisi akhir, seperti pada kata:
[lapau] lapau 'lepau'
[kabau] kabau 'kerbau'
g. Diftong [ai] dapat menduduki posisi akhir, seperti pada kata:
[gulai] gulai 'gulai'
[tapai] tapai 'tapai'

Kedua guruf vokal pada diftong melambangkan satu bunyi vokal yang tidak dapat dipisahkan.Jadi, diftong harus dibedakan dari deretan vokal boasa, yaitu deretan dua vokal yang berkebetulan berjejeran. Deretan vokal biasa meripakan dua vokal yang masing-masing mempunyai satu hembusan nafas dan karena itu masing-masing termassuk dalam suku kata yang berbeda (Moeliono dkk., 1988:52) Deretan vokal yang terdapat dalam bahasa Minangkabau adlah sebagia berikut.

/a a/ /baa/ baa 'bagaimana'
/rabaa/ rabaa 'Rabu' (nama hari)
/a i/ /pai/ pai 'pergi'
paig/ paik 'pahit'
/a u/ /daun/ daun 'daun'
bau/ bau 'bahu'
/a o/ pao/ pao 'paha'
/rao/ rao 'Rao' (nama negeri)
/a e/ /bae/ bae 'Pukul, hantam'
/gaeq/ gaek 'tua'
/e a/ /tea/ tea 'bodoh'
leaq/ leak 'lamban'
/e o/ /beo/ beo 'beo'
/seo/ seo 'sewa'
/i u/ /piutang/ piutang 'piutang'
/ciun/ ciun 'cium'
/i o/ /tiog/ tiok 'tiap'
/cioq/ ciok 'ciap'
/i a/ /bia/ bia 'biar'
/sia/ sia 'siapa'
/i i/ /dimbau/ diimbau 'dipanggil'
/diinjaq/ diinjak 'diinjak'
/u o/ /suoq/ suok 'suap, kanan'
/kuoq/ kuok 'kuap'
/u i/ /bui/ bui 'bui'
/tui/ tui 'Tui' (nama bukit)
/u e/ /kue/ kue 'kue'
/bueq/ buek 'buat'
/u a/ /buah/ buah 'buah'
/jua/ jua 'jual'
/o a/ /doa/ doa 'doa'
/loaq/ loak 'loak' 3.1.1.2 Fonem Konsonan

Dalam bagian ini akan dibicarakan klasifikasi konsonan dan distribusinya secara terpisah serta deretan konsonan.

3.1.1.2.1 Klasifikasi Konsonan

Dalam bahasa Minangkabau ada dua puluh buah fonem konsonan. Fonem-fonem itu dapat dikategorikan berdasarkan tiga faktor, yakni (1) keadaan pita suara, (2) daerah artikulasi, dan (3) cara artikulasinya. Bagan berikut memperlihatkan dengan jelas bahwa berdasarkan keadaan pita suara, konsonan terbagi atas bersuara dan tak bersuara. Berdasarkan cara artikulasinya, konsonan dapat bersifat bilabial, alveolar, palatal, velar, atau glotal. Berdasarkan cara artikulasinya, konsonan dapat berupa hambat, frikatif, nasal, getar, atau lateral. Di samping itu, ada yang berwujud semivokal. Untuk memberi nama konsonan-konsonan dalam bahasa Minangkabau diikuti cara yang lazim berlaku dalam ilmu bahasa, yakni dengan menyebut cara artikulasinya dulu, kemudian daerah artikulasinya, dan akhir keadaan pita suaranya. Fonem /b/, misalnya adalah konsonan hambat bilabial bersuara, sedangkan fonem /t/ adalah konsonan hambat palatal yang tak bersuara. Deskripsi pelafalan di sini mengikuti Moeliono dkk. (1988:55—60).

Daerah
Arti-
kulasi
Cara
Artikulasi
Bilabial Labiodental Dental/alveolar Palatal Velar Glotal
Hambat
takbersuara
bersuara

p
b

t
d

c
j

k
g

q

Frikatif
takbersuara
bersuara

s
z

h

Nasal
bersuara

m

n

ñ

ɳ
Getar
bersuara

r
Lateral
bersuara

l
Semivokal
bersuara

w

y

Bagan 3: Konsonan

Konsonan hambat bilabial takbersuara /p/, dilafalkan dengan bibir bawah terkatup rapat, dan udara dari paru-paru tertahan untuk sementara waktu sebelum katupan itu dilepaskan, seperti pada kata /padusi/ 'perempuan' dan /lapa/ 'lapar'.

Konsonan hambat bilabial bersuara /b/ dilafalkan sama seperti konsonan /p/. Perbedaannya ialah pada konsonan /b/ pita suara bergetar, sedangkan pada konsonan /p/ pita suara tidak bergetar. Misalnya, pada kata /bada/ 'teri' dan /kaba/ 'kabar'.

Konsonan hambat alveolar takbersuara /t/ dilafalkan dengan menempelkan ujung lidah pada gusi untuk menahan udara dari paru-paru dan kemudian melepaskan udara itu. Pita suara tidak bergetar. Misalnya, pada kata /tigo/ 'tiga' dan /ati/ 'hati'.

Konsonan hambat alveolar bersuara /d/ dilafalkan sama dengan konsonan /t/, tetapi pita suara bergetar, seperti pada kata /dama/ 'damar' dan /udi/ 'sial'. Konsonan hambat palatal takbersuara /c/ dilafalkan dengan daun lidah ditempelkan pada langit-langit keras untuk menghambat udara dari paru-paru dan kemudian dilepaskan, Pita suara tidak bergetar. Misalnya, pada kata /caro/ 'cara' dan /kaco/ 'kaca'.

Konsonan hambat palatal bersuara /j/ dilafalkan sama dengan konsonan /c/, tetapi pita suara bergetar, seperti pada kata /jalo/ 'jala' dan / kaja/ 'kejar'.

Konsonan hambat velar takbersuara /k/ dilafalkan dengan menempelkan belakang lidah pada langit-langit lunak sehingga udara terhambat di sini dan kemudian dilepaskan secara mendadak. Pita suara tidak bergetar. Misalnya, pada kata /kapa/ 'kapal' dan /lakaq/ 'pukul'.

Konsonan hambat velar bersuara /g/ dilafalkan sama dengan konsonan /k/, tetapi di sini pita suara turut bergetar, seperti pada kata /gata/ 'gatal' dan /bagaq/ 'berani'.

Konsonan hambat glotal /q/ dilafalkan dengan kedua pita suara merapat untuk menghambat udara dari paru-paru dan kemudian dibuka secara tiba-tiba, seperti pada kata /lakeq/ 'lekat' dan /kabeq/ 'ikat'.

Konsonan frikatif alveolar takbersuara /s/ diucapkan dengan menempelkan ujung lidah pada gusi sambil melepaskan udara lewat samping lidah sehingga menimbulkan bunyi desis, seperti pada kata /suto/ 'sutra' dan /kasa/ 'kasar'.

Konsonan frikatif alveolar bersuara /z/ diucapkan sama dengan konsonan /s/. Di sini, pita suara bergetar sedangkan pada /s/ tidak. Misalnya, pada kata /zaman/ 'zaman' dan /zat/ 'zat'.

Konsonan frikatif glotal takbersuara /h/ diucapkan dengan melewatkan arus udara pada pita suara yang menyempit sehingga menimbulkan bunyi desis, tanpa hambat di tempat lain, seperti pada kata /haq/ 'hak' dan /baha/ 'nama orang'.

Dalam bahasa Minangkabau terdapat pula empat konsonan nasal, yakni /m/, /n/, /ñ/, dan /η/, yang merupakan fonem bersuara.

Konsonan nasal bilabial /m/ dilafalkan dengan kedua bibir dikatupkan, kemudian udara dilepas melalui rongga hidung seperti: pada kata /mada/ 'keras kepala' dan /samo/ 'sama'.

Konsonan nasal alveolar /n/ diucapkan dengan menempelkan ujung lidah pada gusi untuk menghambat udara dari paru-paru; udara itu kemudian dikeluarkan lewat rongga hidung, seperti pada kata /nago/ 'naga' dan /panah/ 'panah'. Konsonan nasal palatal /n/ terjadi karena depan lidah naik dan menempel pada langit-langit sehingga menahan udara di paru-paru. Kemudian, udara tertahan itu dikeluarkan melalui rongga hidung sehingga terjadi persengauan, seperti pada kata /ñato/ 'nyata' dan /puño/ 'punya'.

Konsonan nasal velar /ɳ/ terjadi karena belakang lidah naik menempel pada langit-langit lunak dan kemudian udara dilepas melalui hidung, seperti pada kata /ɳilu/ 'ngilu' dan /mana/ 'mengapa'

Konsonan getar alveolar /l/ adalah konsonan bersuara yang dibentuk dengan ujung lidah naik dan menempel pada gusi, kemudian menghembuskan udara sehingga lidah tersebut secara berulang-ulang menempel pada gusi dan lepas dari gusi, seperti pada kata/rancaq/ 'bagus' dan /sarawa/ 'celana'.

Konsonan leteral alveolar /n/ adalah konsonan bersuara yang dibentuk dengan menaikkan daun lidah dan menempelkannya pada gusi dan mengeluarkan udara melewati samping lidah, seperti pada kata /lapeh/ 'lepas' dan /kalam/ 'gelap'.

Semivokal bilabial /w/ bersuara dan dilafalkan dengan mendekatkan kedua bibir tanpa menghalangi udara yang menghembus dari paru-paru, seperti pada kata /waan/ 'kamu' dan kaweq/ 'kawat'.

Semivokal palatal /y/, bersuara dan dibentuk dengan mendekatkan depan lidah pada langit-langit keras, tetapi tidak sampai menghambat udara yang keluar dari paru-paru, seperti pada kata /yakin/ 'yakin' dan /kayo/ 'kaya'.

3.1.1.2.2 Distribusi Konsonan

Dalam bahasa Minangkabau, konsonan yang dapat menduduki posisi akhir terbatas pada beberapa fonem saja, yakni /p/, /b/, /d/, /q/, /r/, /m/, /n/, /s/, /n/, dan /l/. Contoh-contoh berikut memperlihatkan dengan jelas kemungkinan posisi yang diduduki oleh setiap konsonan bahasa Minangkabau.

  1. Konsonan /p/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir, seperti pada contoh :
    /padusi/ padusi 'perempuan'; /kapa/ kapa 'kapal'; /siap/ siap 'siap'
  1. Konsonan /b/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :
    /balah/ belah 'belah'; /kaba/kaba 'kabar';
    /raba/ rebab 'rebab’
  2. Konsonan /t/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :
    /taba/ taba 'tebal': /bateh/ bateh 'batas':
    /tomat/ tomat 'tomat’
  3. Konsonan /d/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti pada contoh : /dapo/dapo 'depa': /dadoq/ dadok 'dedak'
  4. Konsonan /c/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti pada contoh :
    /cegaq/ cegak 'sembuh': /gaca/ gaca 'encer'
  5. Konsonan /j/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti pada contoh :
    /jalo/ jala 'jala'; /gajah/ gajah 'gajah'
  6. Konsonan /k/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti pada contoh :
    /kada/kada 'borok'; /cakaq/cakak 'kelahi'
  7. Konsonan /g/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti pada contoh :
    /gata/ gata 'gatal', /paga/ paga 'pagar'
  8. Konsonan /z/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti pada contoh :
    /zaman/ zaman 'zaman', azan 'azan'
  9. Konsonan /s/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :/sureq/ surek 'surat': /rasah/rasah 'resah': /tas/tas 'tas'.
  10. Konsonan /h/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :
    /haq/hak 'hak': / (aka) baha/ (akar) bahar" (akar) bahar' /rumah / rumah 'rumah'
  11. Konsonan /m/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :
    /maha/ maha 'mahal': /kumi/ kami 'kami", /damam/ damam 'demam'
m. Konsonan /n/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :
/namo/ namo 'nama'; /banta/ banta 'bantal'; /salin/ salin 'salin'
n. Konsonan /ñ/ dapat menduduki posisi awal dan tengah, seperii pada contoh :
ñalo/ nyalo 'nyala'; /ñañaq/ nyanyak 'nyenyak'
o. Konsonan /η/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :
/ηarai/ ngarai 'ngarai'; laηiq/ langik 'langit'; /pulaη/ pulang 'pulang'
p. Konsonan /r/ dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir seperti pada contoh :
rancaq/ rancak 'bagus'; /bara/ bara 'berapa'; /gambar/ gambar 'gambar
q. Konsonan /l/ dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir seperti pada contoh :
/labi/ labo 'laba'; /bulu/ bulu 'bulu'; /rol/ rol 'rol'
r. Semivokal /w/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti
pada contoh : /wali/ wali 'wali'; /kawan/ kawan 'kawan'
s. Semivokal /y/ dapat menduduki posisi awal dan tengah seperti pada contoh :
/yakin/ yakin 'yakin';
/kayo/ kayo 'kaya'

3.1.12.3 Deretan Konsonan

Dalam bahasa Minangkabau tidak ada gugus konsonan. Sebaliknya, ditemukan beberapa deretan konsonan seperti berikut.

/mp/ /ampek/ ampek 'empat'; /tampa/ tampa 'tampar';
/impiq/ impik 'impit'
/mb/ /sambilan/ sambilan 'sembilan'; /samba/ samba 'sambal';
/amba/ amba 'hambar'
/nt/ /anta/ anta 'antar; /lanteh/ lantas 'lantas';
/nanti/ nanti 'nanti'
/nd/ /randan/ randang 'rendang'; /indaq/ indak 'tidak';
/undi/ undi 'undi'
/nc/ /rancaq/ rancak 'bagus'; /lonceq/ loncek loncat'
/kunci/ kunci 'kunci'
/nj/ /anjuaη/ anjuang 'anjung'; /anjaq/ anjak 'pindah'
/injaq/ injak 'injak'
ηk/ /aηku/ angku 'engku' /tuηku/ tungku 'tungku'
/bonka/ bongka 'bongkar'
/ηg/ /taηga/ tangga "tanggal", /uηgeh/ unggeh 'unggas'
/tongak/ tonggak 'tonggak'
/ns/ /sansai/ sansai 'sengsara';
/sunsaη/ sungsang 'sungsang'; /insan/ insan 'insan'

3.1.1.3 Struktur Suku Kata dan Kata

Kata dalam bahasa Minangkabau terdiri atas satu suku kata atau lebih, misalnya /co/ 'seperti', /dando/ 'denda', /ampaleh/ 'empelas', /kelalawa/ 'kelelawar'. Suku kata dalam bahasa Minangkabau mempunyai struktur dan kaidah yang sederhana. Suku kata dalam bahasa Minangkabau dapat terdiri atas (1) satu vokal, (2) satu vokal dan satu konsonan, (3) satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan. Secara ringkas, pola suku kata dalam bahasa Minangkabau adalah sebagai berikut: (K)V(K). Berikut adalah contoh dari macam-macam pola suku kata di atas.

V u-da, su-a-so, ba-a
'abang” 'suasa' 'bagaimana'
VK am-po, ba-in-jaq, ba-ka-in
'hampa' 'diinjak' 'berkain'
KV ba-ra, pa-du-si, ba-li-mo
'berapa' 'perempuan' 'berlima'
KVK tan-do, ba-tam-bah, ma-lam
'tanda' 'bertambah' 'malam'

Kata (dasar) dalam bahasa Minangkabau terbentuk dari berbagai macam suku kata seperi yang tercantum di atas. Kata (dasar) dalam bahasa Minangkabau yang terdiri atas satu suku kata atau lebih seperti berikut.

Satu suku kata:

/yo/ yo 'ya'; /co/ co 'seperti'; /jam/ jam 'jam'

 Dua suku kata:
/ameh/ ameh 'emas'; /lari/ lari 'lari';
/udi/ udi 'sial'

 Tiga suku kata:
/padusi/ padusi 'perempuan',
/karambia/ karambia 'kelapa'

 Empat suku kata:
/kalalawa/ kalalawa 'kelelawar',

3.1.2 Ciri Suprasegmental dalam Bahasa Minangkabau

Dengan mengikuti Moeliono dkk. (1988:71—73) ciri suprasegmental dalam bahasa Minangkabau dapat diberikan sebagai berikut. Ciri suprasegmental mencakupi tekanan, jangka, nada, intonasi dan ritme. Fonem segmental yang telah dibicarakan dalam 3.1.1 biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmental seperti tekanan, jangka, dan nada. Di samping itu, pada untaian tuturan terdengar pula ciri suprasegmental lain, yaitu intonasi dan ritme.

Dalam kalimat terdapat pula aksen, yakni tekanan yang diberikan kepada kata yang dianggap penting dalam kalimat. Aksen itu ditentukan oleh faktor tekanan (keras lembutnya suara), jangka (panjang pendeknya suara) dan nada (tinggi rendahnya suara). Batas satuan tuturan ditandai dengan adanya kesenyapan atau jeda. Jeda yang menandai batas kalimat dilambangkan dengan palang ganda (#), yang diletakkan pada awal atau akhir kalimat. Jeda yang menyatakan batas kata, frasa, atau klausa ditandai dengan garis miring (/)

Intonasi dan ritme adalah ciri suprasegmental yang penting dalam kalimat sebagai untaian tuturan. Intonasi berwujud naik turunnya nada datam pelafalan kalimat, sedangkan ritme berwujud pola pemberian tekanan pada kata dalam kalimat.

Seperti kelaziman dalam ilmu bahasa, intonasi dapat dinyatakan dengan jangka 1, 2, 3 yang melambangkan titinada. Hai ini berkaitan dengan kenyataan bahwa intonasi merupakan perubahan titinada dalam berbicara. Di samping angka, intonasi juga dapat dinyatakan dengan cara lain, yakni dengan bulatan yang ditempatkan dalam suatu skala seperti pada balok not musik, atau dengan mempergunakan garis. Penggunaan angka lebih ekonomis sehingga dalam analisis kalimat bab 4 digunakan angka-angka. Pada mulanya, bahasa Minangkabau memakai tulisan Arab-Melayu. Tulisan Latin baru dipakai pada masa pemerintahan Belanda. Yang pertama memakai transkripsi bahasa Minangkabau dalam tulisan Latin adalah J.L. Van der Toom dalam kamusnya yang berjudul Minangkabaush-Maleisch: Nederlandsch Woordenboek dalam tahun 1891.

Sampai sekarang dikenal beberapa sistem dalam ejaan bahasa Minangkabau (Moussay 1981:43), yaitu sebagai berikut.

  1. Sistem Van der Toom, yang terdapat dalam kamus yang telah disebutkan di atas dan dalam buku tata bahasa yang disusunnya dalam tahun 1899 dengan judul “Minangkabausche Spraakunst”.
  2. Sistem M.G, Emeis, terdapat dalam buku yang disusunnya dalam tahun 1932 dengan judul “Lakeh Pandai”.
  3. Sistem M. Thaib St. Pamoentjak, terdapat dalam “Kamus Bahasa Minangkabau-Bahasa Melajoe Riau”, tahun 1935.
  4. Ejaan Baru, yang disusun dalam tahun 1976 sebagai hasi! dari Seminar Ejaan Bahasa Minangkabau di IKIP Padang.
  5. Ejaan Moussay, terdapat dalam bukunya La Langue Minangkabau yang ditulis dalam tahun 1981.

Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam sistem ejaan itu telah dibicarakan oleh Moussay (1981).

Dalam tata bahasa Minangkabau yang disusun oleh tim ini dipakai Sistem Ejaan Baru dengan pertimbangan bahwa sistem itu lebih praktis dan sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang kebahasaan.