Sorga Ka Toedjoe/Bagian Kedoeabelas
BAGIAN KEDOEABELAS
Bertemoe
DENGAN meninggalnja iapoenja ajah, siapa telah merasa menjesal soedah berlakoe begitoe keras terhadap anaknja, Hadidjah soedah mendapat seantero warisannja itoe orang toea.
Meskipoen sekarang Hadidjah, djoega Rasminah, ada tinggal diroemah gedong jang besar, dengan perabotan jang lengkap, dan mempoenjai banjak oeang akan goena hidoep sehari-hari. Hadidjah masih beloem bisa rasakan keberoentoengan jang sempoerna. Iapoenja perasaan menjesal boeat perboeatannja terhadap Kasimin dan keinginannja akan bisa berkoempoel kembali sama sang soeami ada meroepakan satoe halangan boeat satoe perasaan beroentoeng jang lengkap. Hadidjah rasakan jang ia tidak akan bisa tjitjipkan lagi itoe keberoentoengan sebagaimana ia dan Kasimin telah pernah rasakan, meskipoen djoega ia dan Kasimin telah pernah rasakan, meskipoen djoega ia sekarang ada terhitoeng sebagai seorang perempoean hartawan, djika ia beloem bisa bertemoe dan berkoempoel kembali sama sang soeami jang bertahoen-tahoen lamanja ia selaloe rindoekan.
Sedari mereka pindah ke Betawi, Hoesin sering koendjoengi Rasminah, tapi sampai sebegitoe, djaoeh masih beloem bisa boedjoek itoe gadis akan toeroet keinginannja boeat lekas-lekas menikah, meski djoega Hoesin sekarang telah mendapat kedoedoekan lebih besar, Rasminah soedah ambil poetoesan tetap tidak akan menikah sebeloemnja Hadidjah bisa berkoempoel lagi sama Kasimin.
Dajanja Hoesin akan mentjari Kasimin masih beloem djoega bisa berhasil, pertama karena ia tidak tahoe moesti mentjari dimana dan kedoea sebab ia sendiri dan djoega orang-orangnja tapi semoea sia-sia sadja.
Boekan djarang Hoesin soeka menanja pada dirinja sendiri apakah tidak bisa djadi jang Kasimin itoe soedah tidak ada lagi diini doenia jang fana. Kepertjajaannja Hadidjah bahwa Kasimin masih ada diini doenia memaksa Hoesin akan, mentjari teroes, maski djoega dengan tjoema sedikit pengharapan sadja akan bisa berhasil.
„Tapi, Ras”, demikianlah Hoesin satoe hari menanja pada ketjintaannja, „bagaimanakah seandainja Kasimin soedah tidak ada lagi diini doenia dan bibimoe tidak bisa berkoempoel lagi padanja?”
„Bibi, begitoe djoega akoe”, menjahoet Rasminah dengan soeara tetap, „merasa pasti jang Kasimin masih hidoep. Dari itoe, Hoesin, tjarilah teroes sehingga ketemoe, djika 'kau betoel tjintakan akoe dan ingin menikah sama akoe”.
„Itoepoen akoe telah dan ,masih berboeat, Ras”, berkata Hoesin sembari menghela napas, „tetapi rasanja ada sangat soesah boeat bisa ketemoekan Kasimin. sebab tiada seorang djoega jang mengetahoei atau mendapat kabar kemana ia telah pergi sedari berlaloe dari sini” .
„Itoe betoel, tapi kalau kau mentjari teroes, achirnja tentoe bisa ketemoe.” berkata Rasminah sembari toendoekkan ,kepalanja.
„Tentoe sekali akoe nanti mentjari teroes,” berkata Hoesin. sembari doedoek lebih dekat pada kentjintaannja. „Tjoema sadja akoe ingin tahoe, apatah kalau seandainja Kasimin .soedah tidak ada lagi didoenia dan akoe bisa dapatkan boekti tjoekoep jang ia betoel soedah meninggal, kau nanti soeka akan lantas menikah sama akoe.”
„Kenapa kau boleh menanja begitoe, Hoesin,” menanja Rasminah dengan perasaan tidak enak ..Apatah kau soedah dapatkan keteranqan jang Kasimin soedah meninggal?”
„Akoe beloem dapat keterangan soeatoe apa, Ras”, menjahoet Hoesin. „Akoe menanja begitoe sebab ingin tahoe bagaimana djadinja kalau seandainja Kasimin itoe soedah meninggal doenia” .
„Sampai sebegitoe djaoeh akoe masih beloem berpikir”, menjahoet Rasminah sembari awaskan orang poenja paras moeka. „Tapi bibi, begitoepoen akoe, merasa pasti, sebagai djoega ada mendapat firasat. jang Kasimin masih hidoep”.
Hoesin tidak menjahoet, hanja menghela napas sadja, sembari awaskan parasnja Rasminah dengan penoeh perasa'an tjinta.
Kemanakah Kasimin soedah pergi sedari ia dipaksa berlaloe dari kebonnja ?
Dengan penoeh pengrasa’an sedih, tertjampoer gemas, Kasimin, sembari membawa iapoenja guitaar dan boengkoesan pakaian, Kasimin berlaloe dari kebonnja. la tidak tahoe kemana moesti menoedjoe dan toeroeti sadja kemaoean hatinja akan ber djalan, soepaja bisa lekas singkirkan diri dari itoe tempat, jang baginja sekarang tjoema, beroepa sadja satoe kesedihan. Berhari-hari ia berdjalan, sehingga sampai disatoe tegalan, dimana ada terdapat satoe goeboek jang biasa digoenakan boeat tempat menedoeh oleh orang jang mengoesahakan kebon. Disitoe Kasimin berkenalan dengan seorang desa jang sederhana, orang jang mempoenjai itoe kebon dan goeboek, dan achirnja Kasimin dapat perkenan akan berdiam diitoe goeboek sebegitoe lama ia soeka, asal sadja ia soeka membantoe akan melihat-lihat itoe kebon.
Meskipoen oeangnja tjoema tinggal sedikit sadja, karena hatinja sedanq tertindih kedoekaan, Kasimin tidak ingin bekerdja soeatoe apa akan mentjari sesoeap nasinja. Siang-malam kerdjanja tidak lain tjoema tidoer-bangoen sadja.
Pada soeatoe hari, oentoek mengoetarakan perasa'an hatinja, Kasimin pentil guitaarnja sembari menjanji......
Sesoeatoe kesoekaran,meski bagaimana berat djoega, achirnja tentoe moesti bergilir dengan malam. Begitoepoen dengan kesoekarannja Kasimin, sebab itoe pagi kebetoelan sekali Hoesin jang sedang djalan-djalan didekat itoe tempat soedah dapat dengar njanjiannja Kasimin dan djadi ketarik dengan itoe, sebab ia sering dengar Hadidjah njanjikan itoe dan djoega tahoe jang Hadidjah sangat gemar dengan lagoe terseboet. Hoesin laloe samperkan Kasimin jang itoe ketika soedah rebahkan dirinja disatoe bale-bale. Bermoela Kasimin tidak maoe ladeni pada Hoesin, hingga pemoeda kita moesti dekatkan ia dibale-balenja dan sembari berdjongkok, berkata :
„’Bang, bangoenlah doeloe, saja maoe ada sedikit bitjara”.
Kasimin djadi mendongkol, balikkan kepalanja dan berkata dengan sedikit sengit : „Akoe taoe kaoe ini ada orangnja toean tanah, boeat apa moesti banjak bitjara lagi !”
Hoesin dengan sabar laloe menjahoet : „Saja ini boekan orangnja toean tanah. Saja hanja maoe tanja sadja apa abang kenal sama Hadidjah”.
Mendengar namanja Hadidjah diseboet, Kasimin djadi kaget, bangoen doedoek dibale-balenja dan awaskan Hoesin seketika lamanja, kemoedian menanja : „Kau ini siapa ? Dan kenapa boleh seboet namanja Hadidjah ?”
„Saja ini Hoesin” menjahoet pemoeda kita. „Makanja saja tanjakan Hadidjah sebab saja kenal satoe perempoean jang bernama demikian dan ia itoe sering soeka njanjikan itoe lagoe jang abang baroesan mainkan”.
„Kaoe kenal Hadidjah jang soeka njanjikan itoe lagoe ?” menanja Kasimin dengan kaget, sembari pat dari bale-balenja dan adjak itoe pemoeda keloear goeboek, soepaja bisa melihat lebih tegas pada Hoesin.
„Sabar, ’bang”, menjahoet Hoesin. „Djawablah doeloe pertanjaan saja, sebeloemnja saja kasih keterangan lebih djaoeh”.
„Apa lagi jang kaoe maoe tanja ?” menanja Kasimin dengan tidk sabar. „Tanjalah lekas !”
„Abang ini siapa dan kenapa boleh berdiam diini goeboek jang hampir roeboeh ?” menanja Hoesin.
„Akoe Kasimin. Makanja akoe berdiam disini, sebab soedah ditjoerangi oleh toean tanah dan dioesir dari kebonkoe”, menjahoet Kasimin. „Itoelah sebabnja maka tadi akoe telah berlakoe kasar pada kau”.
„Oh, kalau begitoe abang ini bernama Kasimin,” berkata Hoesin jang ingin mendapat ketetapan bahwa ini Kasimin betoel ada soeaminja Hadidjah jang ia soedah begitoe lama tjari. „Dan abang kenal sama Hadidjah? Sama ia itoe abang pernah apa ?”
„Isterikoe bernama Hadidjah”, menjahoet Kasimin dengan soeara terharoe, „tapi soedah lama kita berpisahakan dan sekarang akoe tidak taoe apa ia masih ada diini donia atau tidak”.
„Dan itoe lagoe jang baroesan abang njanjikan”, menanja Hoesin lebih djaoeh dengan teliti, „lagoe apatah itoe, ’bang ?"”
„Itoe adalah lagoe jang oleh Hadidjah dan akoe dianggap sebagai kita poenja symbool pertjinta’an”, berkata Kasimin sembari menghela napas. „Dari sebab itoe djoega, saban hari selama akoe bernapas akoe tentoe moesti mainkan dan njanjikan itoe lagoe”.
„Apa abang masih tjintakan itoe Hadidjah”, menanja Hoesin lebih djaoeh, sedang ia sendiri tidak maoe kasi keterangan soeatoe apa doeloe pada Kasimin.
„Tentoe sekali akoe masih tjintakan Hadidjah”, menjahoet Kasimin, „Ia ada perempoean satoe-satoenja jang akoe tjintakan diini doenia, meski djoega ia telah perlakoekan akoe dengan setjara tidak adil”.
„Tidak adil ?” menanja Hoesin. „Tidak adil bagaimana, ’bang ?”
„Ia taoe jang akoe tjintakan padanja dengan segenap hati dan djiwakoe,” berkata Kasimin sembari menghela napas, „tapi meski begitoe, ia masih tjemboeroekan akoe main gila sama lain perempoean dan keloearkan perkataan-perkataan jang meloekakan hatikoe. Dari sebab itoe, dalam kegoesaran akoe telah tinggalkan padanja dan sedari itoe waktoe akoe selaloe kenangkan padanja !”
„Kalau abang selaloe kenangkan dan masih tjinta pada Hadidjah, kenapatah abang tidak maoe tjari padanja ?” menanja Hoesin.
„Ja, akoe poen menjesal soedah tidak berlakoe begitoe pada beberapa tahoen doeloe, tapi itoe tempo keangkoehankoe tidak mengizinkan akoe pergi mentjari padanja, dan sekarang,” berkata Kasimin sembari napas dan paras menjesal, „akoe tidak taoe dimana Hadidjah ada berdiam, karena doea tahoen doeloe ketika akoe tjari ianja di Pontjol, ia soedah tidak ada lagi disitoe dan tiada seorang djoega jang mengetahoei ia pindah ke mana”.
„Apa abang akan merasa girang djika bisa bertemoe dan berkoempoel kembali sama Hadidjah ?” menanja Hoesin sembari awaskan Kasimin poenja paras moeka.
Kasimin tidak mendjawab dan awaskan Hoesin seketika lamanja, sebagai orang henda mengetahoei apa jang sedang dipikirkan oleh itoe pemoeda. Kemoedian ia menjahoet :
„Kenapa kau menanja begitoe ? Apa kau taoe di mana Hadidjah ada berdiam sekarang ?”
Hoesin tidak lantas menjahoet, hanja awaskan sadja pada Kasimin, hingga ia ini djadi berkata lagi :
„Baroesan kau seboet namanja Hadidjah, apakah kau kenal padanja dan tahoe dimana ia berdiam sekarang ? Bilanglah, Hoesin, bilanglah padakoe dimana Hadidjah ada beroemah sekarang ?” Sembari berkata demikian Kasimin pegang dan gonjang-gonjang badannja Hoesin. sebagai orang hendak paksa itoe pemoeda kasi taoe dimana tempat kediamannja Hadidjah.
Sesoedah mendapat boekti jang Kasimin itoe ada sebetoelnja orang jang ia sedang tjari, Hoesin laloe berkata :
„Kalau betoel abang masih tjintakan Hadidjah dan ingin bertemoe padanja, marilah abang toeroet sama saja”.
Kasimin awaskan Hoesin sebagai orang jang tidak pertjaja sama pendengarannja sendiri, kemoedian laloe menanja :
„Dan kau nanti antarkan akoe pada Hadidjah ? Apakah akoe boekan lagi mengimpi, Hoesin ?”
„Tidak, ’bang, kau boekan lagi mengimpi, hanja lagi sedar. Tapi kalau betoel abang ingin bertemoe sama Hadidjah, marilah lekas toeroet sama saja !”