Lompat ke isi

Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa  (1849) 
(Reglement op het houden der registers van den Burgerlijken Stand voor Europeanen)

Reglemen tentang penyelenggaraan daftar-daftar catatan sipil untuk golongan (orang-orang) Eropa dan untuk orang-orang Indonesia dan yang dipersamakan dengan mereka, yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan tunduk atau dengan suka rela menundukkan diri secara kescluruhan kepada hukum perdata dan hukum dagang yang ditetapkan untuk orang-orang Eropa.

(Diberitahukan dengan Publikasi 10 Mei 1849, S. 1849-25.)

Bagian 1. Daftar-daftar Catatan Sipil Pada Umumnya.

Pasal 1 (s.d.u. dg. S. 1906-179; S. 1916-339jo. S, 1917-18; S. 1917-531; S. 1907-205 Pasal 3j,. S. 1919 - 816; S. 1937-595.) Di Indonesia, untuk orang-orang Eropa dan untuk orang-orang Indonesia dan yang dipersamakan dengan mereka, yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan tunduk, atau dengan sukarela menundukkan diri secara keseluruhan kepada hukum perdata dan hukum dagang yang ditentukan untuk orang-orang Eropa, diadakan daftar-daftar untuk pencatatan kelahiran, pemberitahuan perkawinan, pemerian izin perkawinan, perkawinan dan perceraian, dan kematian (Rv. 867 dst,) (s.d.u. dg. S. 1905 -342; S. 1925-435; S. 1928-224.) Daftar-daftar tersebut diselenggarakan oleh pegawai catatan sipil, kecuali kalau Gubemur Jenderal (kini: Pemerintah) di satu dua tempat menunjuk seorang pegawai khusus atau pegawai lainnya, di Jawa dan Madura dilaksanakan oleh kepala afdeling sejauh mengenai kabupaten yang terletak dalam wilayah ibukota afdeling dan untuk setiap kabupaten yang selebihnya, oleh asisten residen yang berkedudukan di ibukota kabupaten. Bila disuatu ibukota kabupaten berkedudukan lebih dari seorang asisten residen, maka kepala afdeling yang bersangkutan menunjuk seorang dari mereka selaku pegawai yang menjalankan tugas Pegawai catatan sipil, (s.d.t. dg. S. 1867-24; s.d.u. dg. s. 1925-666; S. 1928-224.) Dengan tidak mengurangi wewenang Gubemur Jenderal sebagai pengecualian,untuk menunjuk pegawai catatan sipil di beberapa tempat peabat khusus atau pegawai lain, maka di daerah-daerah di luar Jawa dan Madura jabatan Pegawai catatan sipil bagi ibu kota karesidenan dipangku oleh Pegawai yang tertinggi pangkatnya dikantor karesidenan (berdasarkan S. 1938, 370jo. 264) , bagi ibu kota afdeling oleh kepala afdeling dan bagi tempat -tempat lainnya oleh pegawai yang ditugaskan dalam pemerintahan umum sehari-hari dalam onderafdeling (kepala onder-afdeling), masing-masing meliputi wilayahnya. Para gubemur dan para penguasa tertinggi lainnya di luar Jawa dan Madura berwenang - dalam hal sangat perlu - sambil menunggu persetujuan Gubemur Jenderal, untuk menugaskan orang-orang selain yang karena jabatan ditugaskan untuk itu di tempat-tempat tertentu, untuk menyelenggarakan daftar-daftar catatan sipil.

Pasal 2. (s.d.u. dg. S. 1905-342.) Para residen dan kepala daerah lainnya akan menunjuk pegawai rendahan selaku pegawai catatan sipil luar biasa bila pegawai-pegawai yang tersebut dalam pasal yang lalu sedang tidak hadir atau berhalangan, dan penunjukan itu dilakukan dengan akta yang salinannya harus dikirimkan kepada pegawai penuntut umum pada raad van justitie untuk ditempatkan disimpan pada kepaniteraan pengadilan itu. (BS. 4, 29; Ov. 103.) Ketidakhadiran atau sebab yang menjadi halangan harus disebutkan dengan jelas di dalam setiap akta yang dibuat oleh pegawai yang ditunjuk itu. (s.d.t. dg, S. 1869-13.) Di onderafdeling-onderafdeling yang sebagai akibat tidak adanya pegawai yang cakap, tidak ada pegawai luar biasa yang dapat ditunjuk, maka pegawai catatan sipil di ibukota afdeling berwenang, dalam hal kekosongan sementara atau terhalangnya pegawai yang di onderafdeling melakukan tugas catatan sipil, untuk membuat akta-akta yang seharusnya termasuk dalam daerah pegawai di onderafdeling. (s.d.t. dg. S. 1869-13.) Ia harus menyebutkan dalam aktanya ketidakhadiran atau sebab yang menjadi halangan pegawai catatan sipil yang berhak itu.

Pasal 3. (Dianggap tidak berlaku lagi berdasarkan bunyi pasal 3 S. 1894-269 tentang kekuasaan hukum Para konsul negara asing) (BS. 32.)

Pasal 4. (s.d.u. dg. S. 1905-342.) Para residen dan kepala daerah lainnya harus mengirimkan tanda-tangan Para pegawai catatan sipil, baik pegawai biasa manpun pegawai luar biasa, dalam lingkungan wilayah mereka masing-masing, kepada pegawai penuntut umum pada raad van justitie supaya ditempatkan dan disimpan pada kepaniteraan pengadilan itu. (BS. 19; Not. 2.)

Pasal 5. Pegawai catatan sipil tidak boleh membuat akta yang mengenai dirinya, istrinya, para orang tuanya atau anak-anaknya sendiri. (BS. 2.)

Pasal 6. (s.d.u. dg. S. 1916-329jo. S. 1917-18; S. 1937-595.) Ada lima macam daftar catatan sipil yang diselenggarakan secara terpisah untuk pencatatan akta-akta: izin perkawinan, perkawinan dan perceraian, dan pemberitahuan perkawinan, kelahiran, kematian. (BS. 1, 7.) (s.d. u. dg. S. 1930-221.) Untuk pencatatan laporan tertulis tentang kelahiran dan kematian dalam hal-hal yang diperkenankan menurut reglemen ini, dan akta-akta lainnya, yang bentuk dan isinya berlainan dengan yang biasa kan daftar tambahan, asal saja daftar-daftar itu bersama-sama dengan daftar yang biasa dikirimkan untuk diberi cap dan diparaf pegawai yang ditugaskan dengan urusan itu, yang diwajibkan menyebutkan secara tegas adanya setiap daftar tambahan pada lembaran muka pada daftar biasa di mana daftar tambahan itu dimasukkan di dalamnya. (BS. 8.)

Pasal 7. (1) (s.d.u. dg. S. 1916-339jo. S. 1917-18; S 1937-595.) Semua daftar catatan sipil, kecuali daftar-daftar pemberitahuan perkawinan dan daftar-daftar izin perkawinan, harus diadakan dalam rangkap dua. (BS. 6, 8, 17 dst.; RO. 143.) Dengan S. 1932-539, mb. 1 Januarl 1933, ditambahkan ayat-ayat (2), (3), (4) dan (5). (2) Daftar-daftar itu dikirimkan kepada pegawai catatan dengan cuma- cuma. Dengan perkecualian daftar-daftar perkawinan dan perceraian dan daftar-daftar termaksud dalam pasal 6 alinea kedua, maka daftar itu akan disediakan dalam bentuk blanko akta-akta tercetak, menurut contoh-contoh yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman dan blanko akta itu oleh pegawai catatan sipil akan diisi dan ditambah sesuai dengan ketentuan-ketentuan reglemen ini. (3) Pengiriman daftar-daftar kepada para pegawai catatan sipil dilakukan setiap tahun oleh para kepala daerah dengan Perantaraan hakim karesidenan termaksud dalam pasal 8 alinea pertama, kecuali bila kepala daerah termaksud, ataupun Pegawai-pegawai yang ditunjuknya, ditugaskan melakukan pekerjaan tersebut dalam ketentuan itu, yang dalam hal itu pengiriman langsung dikerjakan. (4) Pengiriman itu harus dilakukan pada saat yang sedemikian rupa sehingga semua daftar itu sebelum tanggal 1 Januari tahun baru sudah dapat diterima oleh para Pegawai catatan sipil. (5) Pengirimam berkala daftar-daftar lajwutan pun harus dilakukan dengan cara yang ditentukan dalam ayat (3). (s.d.u. dg. S. 1905-342; S. 1925-666; S. 1930-221.) Halaman (lembaran) Pertama dan penghabisan pada semua daftar y'ang telah diberi nomor urut harus diberi tanda dengan tanda tangannya dan halaman yang selebihnya diparaf oleh hakim karesidenan di tempat kedudukan pegawai catatan sipil. (BS. 6, 23.) Bila di tempat itu tidak ada hakim karesidenan, ataupun bila fungsi pegawai catatan sipil dan hakim karesidenan di tempat itu dualankan oleh pegawai yang lama itu juga, maka penandatangan dan pemarafan tersebut dalam alinea pertama dilakukan oleh kepala daerah atau oleh seorang pegawai kantomya yang ditunjuk olehnya, tetapi pegawai tersebut di daerah daftar-daftar itu akan digunakan, tidak menjalankan fungsi sebagai pegawai atau pegawai luar biasa catatan sipil. (BS. 25.)

Pasal 9. Akta-akta itu harus diisi berurutan di dalam daftar -daftar dengan tidak boleh ada yang kosong di antara dua akta. Segala coretan sewaktu pembuatan akta, yang ditulis di antara dua akta di pinggimya sendiri; hendaklah disahkan dan dibubuhi tanda tangan seperti akta itu sendiri; tidak satu pun boleh ditulis dengan singkatan atau dengan angka (BS. 11, 14) Bila akta-akta itu sudah selesai, di dalamnya tidak boleh diadakan suatu perubahan apa pun jika tidak ada putusan hakim untuk itu, yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti- (KUHPerd. 13 dst.; S. 18 , 54-40.)

Pasal 10. Pegawai catatan sipil dalam akta-akta yang akan dibuatnya, baik dalam batang tubuh akta itu, maupun sebagai catatan pinggir atau tambahan, tidak boleh mengisi suatu apa pun di luar yang harus diterangkan oleh pihak-pihak yang hadir menurut undang-undang. (BS. 28, 40 dst., 55, 60 dst., 64, 67 dst., 71 dst., 74 dst., 84; S. 1853-64.)

Pasal 11. (s.d. u. dg. S1932-15,39; S. 1937-595.) Dalam akta-akta catatan sipil harus dicantumkan tahun, bulan dan hari pencatatannya, dan juga nama, nama kecil, umur, pekerjaan dan tempat kediaman, baik para pihak yang hadir maupu, saksi-saksi. (BS, 40, 55, 61, 64, 67, 71, 74, 84.) (s.d.u. dg. S. 1937-595, -b. I Januari 1939) Dalam akta-akta catatan sipil harus selalu dicantumkan nama di muka nama kecil. Maka nama dipisahkan oleh koma dari nama kecilnya.

Pasal 12. Dalam hal-hal di mana pihak-pihak yang berkepentingan tidak diwajibkan hadir sendiri, mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa, yang secara khusus untuk urusan itu ditunjuk dengan akta otentik. Pemberian kuasa dapat juga ditulis dengan akta bawah tangan pada kertas yang tidak bermeterai, bila tempat kediaman Pemberi kuasa lebih dari sepuluh pal jaraknya dari tempat kediaman notaris yang terdekat; akan tetapi dalam hal itu surat kuasa harus diketahui dengan ditandatangani oleh seorang pegawai Eropa. (BS. 24 dst., 39, 62; KUHPerd. 51, 79.)

Pasal 13. (s.du .. dg. s. 1904-328jo,. S. 1905_552.; S. 1917-531; S. S. 1919-816; S. 1907-205pasal3 Jo S11919-816; S 1932-42.) Saksi-saksi yang bertindak dalam akta catatan sipil harus dipilih oleh orang yang berkepentingan sendiri dan diutamakan di antara orang-orang Eropa, kecuali bila akta itu mengenai orang Indonesia dan yang disamakan dengan orang Indonesia; saksi-saksi itu harus penduduk Indonesia dan telah mencapai umur 20 tahun penuh. (KUHPerd. 330.) Juga para keluarga dapat diperkenankan menjadi saksi. (KUHPerd..1910, 1914.) Jikalau saksi -saksi itu termasuk golongan, orang Indonesia atau Orang yang disamakan dengan mereka, dan pegawai catatan lipil tidak mengenal mereka, maka pegawai ini dapat menuntut supaya kecakapan mereka untuk menjadi saksi dikuatkan dengan keterangan dari kepala rukun Wilayah (wijkmeester) ataupun kepala desa di tempat kediaman mereka. (BS. 14; ISR. 163.)

Pasal 14. Pegawai catatan sipil membacakan akta itu kepada pihak yang hadir dan juga kepada saksi-saksi, dan menyebutkan dalam akta bahwa telah dipenuhi tatacara tersebut. Bila seorang atau lebih dari pihak yang hadir ataupun saksi tidak mengerti bahasa Belanda , pegawai catatan sipil mengartikan isi akta itu kepada mereka dalam bahasa mereka masing-masing, dan bila pegawai catatan sipil tidak sanggup mengartikannya,, maka seorang juru bahasa melakukan hal itu.. Dalam akta itu diterangkan juga bahwa tatacara demikian itu telah dipenuhi. Setiap akta harus ditandatangani oleh pegawai catatan sipil, pihak-pihak yang hadir dan saksi-saksi, dan, dalam hal sebagaimana tersebut dalam alinea di atas, oleh juru bahasa. Bila salah seorang di antara mereka yang berkepentingan atau salah seorang dari saksi-saksi atau juru bahasa tidak dapat menandatangani, maka sebab halangan itu harus disebutkan dalam akta itu. (BS. 9.)

Pasal 15. Bila terjadi kelahiran atau kematian di suatu tempat yang jaraknya lebih dari sepuluh pal dari kantor tempat membuat akta catatan sipil, maka laporan tentang kelahiran atau kematian itu dapat dilakukan dengan tertulis di atas kertas yang tidak bermeterai dalam jangka waktu yang ditetapkan untuk itu, asal saja untuk keperluan itu diikuti penggunaan formulir yang akan diumumkan secara luas dan formulir itu dapat pula diperoleh pada pegawai catatan sipil. (BS. 37 dst., 65 dst.) Pegawai catatan sipil harus segera menyalin laporan itu ke dalam akta dan menandatangani daftamya saja serta memperlakukan surat-surat itu menurut ketentuan pasal 24. (s.d. u. dg. S. 1905-342.) Akan tetapi bila pegawai itu sangsi tentang kebenaran laporan tersebut, maka ia harus memberitahukan hal itu kepada kepala daerah, supaya tentang hal itu diadakan pemeriksaan dan dalam hal demikian tidak akan disalin sebelum temyata kebenaran isi laporan itu.

Pasal 16. Pada waktu sebuah kapal Indonesia atau kapal lain tiba di suatu tempat kedudukan syahbandar atau pegawai yang diangkat selaku itu, maka pegawai ini berkewajiban menanyakan kepada nakhoda atau pemimpin kapal, apakah ada kiriman atau laporan yang berkaitan dengan catatan sipil, dan bila ada, harus menyelesaikannya. (BS. 46 dst., 76 dst.; KUHD 341, 341 d.)

Pasal 17. Daftar-daftar itu ditutup oleh pegawai catatan sipil pada akhir tiap-tiap tahun. (s.d.u. dg. S. 1905-342; S. 1935-100.) Dalam bulan Januari berikutnya sebuah dari daftar yang rangkap dua tentang kelahiran, tentang perkawinan dan perceraian dan tentang kematian, dipindahkan untuk disimpan di kepariiteraan raad van justitie dengan memberikan suatu surat bukti tanda terima, sedangkan sebuah daftar lainnya itu tetap disimpan di kantor pegawai pencatatan sipil di bawah pengawasannya; semuanya dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 30. (BS. 7, 18 dst., 24, 26, 29, 35; Zeg. 1921-31 Sub II No. 39.)

Pasal 18. (s.d.u. dg. S. 1916-339jo. S. 1917-18; S. 1937-595.) Daftar-daftar tentang laporan perkawinan dan tentang pemberian izin perkawinan dan juga suratsurat tentang pengumuman perkawinan dipindahkan dengan cara yang sama ke kepaniteraan raad van justitie. (BS. 17.) Akan tetapi bila daftar-daftar itu berisi laporan perkawinan dan pengumuman perkawinan ataupun pemberian izin perkawinan, yang perkawinannya pada saat itu harus ditinggal dulu di kantor pegawai catatan sipil sampai pada saat setelah pemindahan daftar belum lagi berlangsung, maka daftar-daftar dan surat-surat perkawinan dilangsungkan, tetapi daftar-daftar tersebut tidak boleh ditahan lebih lama dari setahun sesudah ditutup. (Zeg. 1921-31 Sub II No. 39.)

Pasal 19. Bila pada akhir tahun dalam suatu daftar tidak ada akta yang dicatatkan, maka daftar yang demikian itu harus ditutup juga dan dengan menyatakan keadaan yang demikian itu dikirimkan seperti ditetapkan dalam kedua pasal yang lalu. (BS. 20; Zeg. 1921-30 Sub II No. 39.)

Pasal 20. Kecuali menurut ketentuan dalam ketiga pasal yang lain, maka daftar-daftar catatan sipil tidak boleh dipindahkan tanpa perintah dari hakim. (BS. 21 dst.) (sd. u - dg. S. 1,932-539.) Bila hakim memerintahkan pemindahan daftar-daftar yang sedang berjalan, maka pegawai catatan sipil, setelah perintah itu disampaikan dengan resmi, wajib dengan segera meminta dikirim daftar-daftar lanjutan. (BS. 23.)

Pasal 21. (s.d.u. dg. S. 1,9,70-221; S. 1932-539.) Setelah pegawai catatan sipil menerima daftar lanjutan yang dimintanya itu dan sesudah ditandatangani dan dibubuhi paraf menurut pasal 8, maka ia menutup daftar-daftar yang diperintahkan Pemindahannya itu dengan menyatakan alasan penutupan itu yang dilakukan sebelum akhir tahun, dan sesudah itu dengan segera memenuhi perintah hakim itu. Daftar lanjutan selalu dipandang dalam segala hal seba gai satu kesatuan dengan daftar-daftar .yang dilanjutkan, dan karena itu penutupan pada akhir tahun dilakukan seperti hanya ada satu daftar saja. (BS. 17, 20.)

Pasal 22. Bila perkara memerlukan daftar itu telah selesai, maka daftar itu dipindahkan tempat Penyimpanan menurut pasal 17 dan 18. (BS. 20 dst.)

Pasal 23. (s.d.u. dg. S. 1930-221; S. 1932-539.) Bila sudah dapat diperkirakan bahwa daftar-daftar yang sedang berjalan tidak cukup memberi ruang untuk mencatat akta-akta yang diharapkan masih akan datang dalam tahun yang sedang berjalan itu, maka pegawai catatan sipil wajib pada waktunya meminta daftar lanjutan yang menurut pasal 8 ditandatangani dan dibubuhi paraf (BS. 17.). Pasal 21 alinea kedua berlaku juga bagi daftar lanjutan ini.

Pasal 24. Surat kuasa dan stirat-surat lain yang diperlukan pada akta-akta catatan sipil harus tetap tersemat pada daftar-daftar yang dipindahkan ke kepaniteraan raad van justitie- (BS. 12, 15, 17, 25, 29, 55, 59, 62; N,t. 30.)

Pasal 25. (s.d.u. dg. S. 1916-,'I,39jo. S, 1917-18.) Setiap orang berhak meminta kepada penyimpan daftar catatan sipil petikan dari daftar itu, demikian juga salinan surat kuasa dan surat yang lain,,yang disematkan pada aktanya. Petikan itu, bila sesuai dengan daftamya, haru4 dipercayai sampai pada saat dinyatakan patsu, baik denganjalan menurut acara pidana, maupun menurut cara ketentuanketentuan perundang-undangan dalam acara perdata. Legalisasi tanda tangan juru simpan daftar catatan sipil pada surat-surat yang diberikan dalam jabatannya, jika diperlukan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan, dilakukan oleh ketua raad vanjustitie atau oleh hakim yang menggantikannya. (BS. 17, 35; KUHPerd. 1888 dst.; Rv. 148 dst., 853; Sv. 231.) (s.d.u. dg. S. 1905-342; S. 1925-666.) Di daerah-daerah di luar Jawa dan Madura, di mana tidak ada raad van justitie, legatisasi demikian dapat dilakukan oleh kepala pemerintahan daerah. (Berdasarkan S. 1938-370jo. 264 sejak 1 Juli 1938 oleh residen.) Dengan S. 1937 5,95 (mb. ].Jan 1939) ditentukan bahwa sesudah alinea kedua pasal 25 ini ditambahkan alinea ke-3, ke-4, dan ke-5: Mengenai akta kelahiran, oleh penyimpan daftar catatan sipil hanya petikannya saja diberikan sebagaimana ditetapkan dalam alinea beiikut, kecuali bila pemintanya dengan tegas menghendaki petikan dari daftar (salinan akta) sebagaimana dimaksudkan dalam alinea terakhir pasal 26. Petikan yang dimaksud dalam alinea yang lain menyebutkan: tahun dan hari kelahiran, juga tempat kelahiran itu, jenis kelamin anak, nama dan nama kecilnya, dan juga nama dan nama kecil bapak dan ibunya, satu dan lainnya sebagaimana temyata dari aktanya atau dari tulisan kemudian pada sisi akta itu. Petikan itu harus menyebutkan, bahwa hal itu cocok dengan keadaan pada saat pemberiannya. Pada setiap petikan dalam bentuk bagaimanapun dibeiikan, harus disebutkan nama dari nama kecil menurut cara yang sama sebagaimana telah ditulis di dalam daftamya. Dengan S. 1933-327jo. 338 ditambahkan alinea baru - mula-mula sebagai alinea tiga yang berbunyi: Salinan dan petikan dari surat kuasa dan lainnya yang tersemat pada akta yang diberikan untuk keperluan umum, dibebaskan dari meterai.

Pasal 26. Bila pada pinggir suatu akta yang sudah dicatat dalam daftar harus disebutkan sesuatu tentang akta yang lain, yang berhubungan dengan catatan sipil, maka hal itu dilakukan oleh pegawai catatan sipil dalam daftar yang sedang berjalan atau yang disimpan di kantomya, dan oleh panitera raad van justitie dalam daftar yang telah dipindahkan ke kantomya. (s. d.u, dg, S. 1909-538.) Catatan ini ditandatangani oleh pegawai catatan sipil atau oleh panitera dengan menyebutkan hari hari itu dilakukan. Pengawasan tentang cara pencatatan yang seragam ditugaskan kepada penuntut umum pada rad van justitie, kepada siapa pegawai catatan sipil atau panitera raad van justitie mengirimkan salinan yang sesuai kata demi kata, di Jawa dan Madura dalam waktu sepuluh hari sesudah pencatatan, dan di luar Jawa dan Madura secepat-cepatnya. (s.d,u. dg. S. 1937-595.) Salinan akta dari daftar catatan sipil tidak boleh diberikan kecuali bila dalam salinan itu ditambahkan catatan-catatan yang terdapat pada pinggir akta itu; semuanya dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam alinea keempat pasal yang lain. (BS. 7, 9, 17, 26, 29, 53, 59, 64; KUHPerd. 9, 12, 16, 281.)

Pasal 27. Setiap orang dapat membuktikan, baik dengan saksi-saksi maupun dengan surat-surat, bahwa daftar-daftar catatan sipil tidak pemah ada atau telah hilang, atau bahwa suatu akta yang telah dicatat tidak ada lagi di dalam daftamya. Dalam hal akta catatan sipil itu dipalsukan, diubah, disobek, dirusak atau hilang, maka keputusan hakim yang menyatakan kejahatan itu, mempunyai kekuatan yang sama seperti yang diberikan Kitab Undang-undang Hukum Perdata kepada perkara-perkara pidana, terhadap tuntutan-tuntutan perkara perdata.. (BS. 28 dst.; KUHPerd. 13, 101, 261 dst., 264 dst., 268, 1921 dst.; Rv. 148.)

Pasal 28. Pegawai catatan sipil dan juru simpan lainnya masing-masing sesuai dengan bidangnya, bertanggung-jawab atas penyelenggaraan yang benar dan penyimpanan daftar-daftar. Setiap perubahan, setiap pemalsuan dalam akta, setiap pencatatan dalam lembar yang lepas, dan semua pelanggaran terhadap ketentuan reglemen ini, dapat menjadi alasan bagi para pihak untuk menuntut ganti rugi -pegawai itu atau juru simpan lainnya. Alinea kedua hapus dengan berlakunya Kitab undang-undang hukum Pidana. Dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang hukum acara per data diatur ketentuan beracara dalam hal itu. (AB 28; BS. 27, 29, 86; KUHPerd. 82, 1919; Rv. 867 dst.; KUHP 263 dst., 417, 436, 556 dst.) .

Pasal 29. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Penuntut umum pada raad van justitie diwajibkan memeriksa segala daftar dan surat-surat yang tersemat pada daftar-daftar itu mengenai hasil yang dipindahkan di kepaniteraan dan tentang pendapatnyamengenai hasil pemeriksaan itu harus dibuat berita acara dalam waktu enam bulan yang pertama pada setiap tahun. Ia berwenang untuk meneliti daftar-daftar rangkap yang tidak ada pada kepaniteraan tetapi tidak diperbolehkan memindahkan atau menyuruh pindahkan daftar-daftar itu. , Kalau ada pelanggaran atau kejahatan, maka penuntut umum itu, karena jabatannya harus menuntut yang bersalah. Selembar salinan otentik berita acara tentang pendapatnya itu harus dikirim kepada Jaksa Agung pada Mahkamah Agung dalam waktu delapan hari sesudah dibuat (BS. 7, 17 dst., 20, 28; Ro. 55; Sv. 2, 9)

Pasal 30. (s.d.u. dg. S. 1905-342; S. 1937-595.) Di tempat-tempat satu gedung, di mana kepaniteraan raad van justitie dan kantor pegawai catatan sipil ada dalam maka daftar-daftar dan surat-surat yang dikirimkan kepada kepaniteraan tersebut menurut pasal 17 dan 18 segera sesudah dibuat berita acara temiaksud dalam pasal di muka, harus dipindahkan ke suatu tempat penyimpanan lain diluar gedung itu, yang ditunjuk oleh kepala daerah.

Pasal 31. Akta-akta catatan sipil dan catatan yang harus dibuat dalam daftar-daftamya dicatatkan tanpa dipungut biaya. (BS. 33, 86.)

Pasal 32. (Dicabut dg. S. 1837-15; bdk BS. 3.)

Pasal 33. (s.d. u. dg. S. 1916-339; S. 191 7-18; S. 1923-345; S. 19,32-539; S. 1933- 327,338; S. 1937-595; S. 1941-293.) Untuk pemberian petikan dari catatan sipil dipungut biaya f 4,50. Petikan daftar catatan sipil diberikan tanpa dipungut biaya : a. untuk keperluan dinas umum; b. kepada orang-orang yang tidak mampu, asalkan tentang ketidakmampuannya itu temyata dari keterangan, di daerah luar Jawa dan Madura dari kepala pemerintahan setempat, dan di Jawa dan Madura dari asisten residen atau pegawai Eropa yang ditunjuk olehnya untuk memberikan keterangan yang demikian, dan tentang ketidakmampuan itu disebutkan dalam surat keterangan. (BS. 3 1.)

Pasal 33a. (s.d.t. dg. S. 1895-9; s.d.u. dg. S. 1932-539.) (1) Di Jakarta, Semarang, Surabaya, Padang, dan Makassar, pada tiap-tiap hari Rab u dan Kamis, dan di tempat-tempat lain pada setiap haii Rabu, dari jam sembilan pagi sampai jam tiga sore, diberi kesempatan untuk melaksanakan perkawinan tanpa dipungut biaya. (2) (s. d. t. dg. S. 1932 -539.) Untuk setiap pelaksanaan perkawinan pada suatu hari kerja dan jam yang tidak disediakan bagi pelaksanaan perkawinan tanpa dipungut biaya, harus dibayar menurut tarip sebagai berikut: untuk suatu pelaksanaan perkawinan pada hari: Sabtu f 200,- Senin f 75, - pada tiap hari lainnya, yang bukan hari yang disediakan untuk melangsungkan perkawinan tanpa dipungut biaya sebagaimana dimaksudkan dalam alinea pertaima, demikian pula pada suatu hari di mana perkawinan dilangsungkan seharusnya tanpa dipungut biaya, tetapi pada jam yang tidak disediakan untuk itu f 10,

Pasal 33b (s.d.t. dg. S. 1895-9; s.d.u. dg. S. 1932-539.) Untuk setiap perkawinan yang dilangsungkan di luar gedung di mana dibuat akta-akta catatan sipil, di luar biaya yang dapat dipungut menurut pasal yang lalu harus dibayar pula f 25,-. (s.d.u. dg. S. 1925-435.) Akan tetapi bila ternyata para pihak tidak mampu berdasarkan surat keterangan dari kepala pemerintahan setempat, atau dari pegawai Eropa yang ditunjuk olehnya untuk memberikan surat yang demikian, maka perkawinan di luar gedung, di mana dibuat akta-akta catatan sipil itu, harus dilangsungkan tanpa dipungut biaya.

Pasal 33c. (s.d.t. dg, S. 1932-539.) (1) Pegawai catatan sipil ataupun penggantinya memasukkan perwtungan biaya menurut Reglemen Perjalanan Umum (S. 1921422), sesuai yang ditetapkan bagi perjalanan dinas (uang ialan dan uang makan - bila perlu termasuk di dalamnya), biaya-biaya yang harus dibayarkan sebagai Pengganti kepadanya bila untuk melangsungkan perkawinan ia harus pergi ke luar gedung tempat pembuatan akta-akta catatan sipil, dengan pengertian bahwa penggantian itu harus dibayar kepadanya tanpa memandang berapa jauhnya jarak antara gedung dan tempat perkawinan itu dilangsungkan. (2) Biaya-biaya termaksud da)am alinea pertama harus ditanggung oleh para pihak dan wajib dibayar lebih dulu bila ditagih kepadanya. (3) Akan tetapi berdasarkan ketentuan pasal 33b alinea kedua temyata para pihak tidak mampu, maka biaya-biaya itu ditanggung negara.

Pasal 33d. (s.d.t. dg. S 1932-539.) (1) Dalam hal penolakan atau tidak dilakukannya penggantian uang-uang biaya yang harus dibayar kepada pegawai catatan sipil menurut pasal yang lain, ataupun bila pihak-pihak yang ditagih menghendaki, maka pegawai catatan sipil harus menyerahkan perhitungannya itu kepada hakim karesidenan untuk dibuatkan anggarannya. (2) Bila pegawai catatan sipil dan hakim karesidenan dijabat oleh orang yang sama, maka perhitungan tersebut harus diserahkan kepada ketua raad van justitie. (3) Hakim menetapkan anggaran di bawah perwtungan itu dan mengeluarkan surat perintah untuk pelaksanaannya. (4) Surat perintah ini dapat dualankan berdasarkan surat aslinya. (5) Bila biaya-biaya harus ditanggung oleh negara, maka pengiriman dan pengurusan selanjutnya biaya perjalanan pegawai catatan sipil dilakukan menurut peraturan dalam Reglemen Perjalanan Umum (S. 1921-422).

Pasal 33c. (s.d.t. dg. S. 1932-539.; s.d. u, dg. S. 1933-327jo. 338.) (1) Kalau untuk melangsungkan perkawinan harus dipungut biaya menurut apa yang ditentukan dalam pasal 33a dan 33b, maka jumlah uang itu harus disetorkan ke kas negara. (2) Pegawai catatan sipil tidak akan melaksanakan perkawinan sebelum kepadanya diperlihatkan surat bukti tentang pembayaran biaya itu, bukti mana harus disematkannya pada akta perkawinan yang bersangkutan. (3) Pegawai catatan sipil yang melangsungkan perkawinan sebelum biaya-biaya itu dibayar, harus bertanggung jawab atas pembayaran biaya itu.

Pasal 34. Pembukuan-pembukuan dan pencatatan-pencatatan tentang kelahiran, perkawinan dan kematian, yang dilakukan sebelum berlakunya daftar-daftar catatan sipil menurut undang-undang atau kebiasaan tetap yang dulu pemah ada, dipersamakan dengan pencatatan dalam daftar-daftar catatan sipil mengenai kekuatan pembuktiannya. (BS. 35; AB. 2; KUHPerd. 100 dst., 261.)

Pasal 35. (s.d.u. dg. S. 1907-56.) Semua buku, daftar dan lain-lain surat yang memuat pembukuan dan pencatatan tentang kelahiran, perkawinan dan kematian sebagaimana tersebut dalam pasal 34, harus disimpan dalam arsip negara di Jakarta. Juru arsip negara hanya berwenang untuk memberikan petikan-petikan dari buku-buku, daftar-daftar atau surat lainnya bila telah dibayar bea-meterai dan uang upah tulis untuk itu. (BS. 17, 25; RO. 143.)

Pasal 36. Ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan mengenai perbaikan akta-akta catatan sipil berlaku pula terhadap pembukuan dan pencatatan termaksud dalam kedua pasal yang lalu, tetapi dengan pengertian bahwa perbaikan itu hanya terbatas pada pembukuan dan pencatatan yang benar-benar sudah ada, dan dengan demikian sekali-kali tidak boleh diperluas sampai untuk penambahan akta-akta yang tidak ada. (BS. 13 dst.; S. 1854-40 di bawah BS. 67.)

Bagian 2. Akta Kelahiran.

(Lihat peraturan tentang pengisian daftar-daftar catatan sipil tentang kelahiran dan kematian dalam S. 1946-137.)

Pasal 37. Laporan tentang kelahiran harus disampaikan dalam tiga hari atau jika kelahiran itu terjadi pada jarak yang jauhnya lebih dari sepuluh pal dari gedung daftar catatan sipil dibuat, selambat-lambatnya pada hari kesepuluh sesudah kelahiran, hari Minggu dan hari-hari yang disamakan dengan hari Minggu tidak termasuk dalam perhitungan itu, kepada pegawai catatan sipil setempat. (BS. 5, 13 dst., 39, 46 dst.) Dalam hal ini yang disamakan dengan hari Minggu ialah: hari tahun baru, hari Paskah kedua, hari Pantekosta Natal, hari kebangkitan Isa Al-Masih, dan hari ulang tahun kelahiran Raja. (S. 1891-188.) Pegawai catatan sipil harus dengan segera membuat akta dari laporan itu. Ia berwenang untuk pergi ke tempat kelahiran itu dan menuntut supaya anak yang baru lahir itu diperlihatkan kepadanya.

Pasal 38. Bila kelahiran terjadi di pulau lain daripada pulau tempat kediaman pegawai catatan sipil, demikian pula jika perhubungan antara tempat kelahiran dan tempat laporan adalah sukar, meskipun kedua tempat itu terletak di satu pulau itu juga, sehingga tidak mungkin diikuti ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam pasal 37, maka orang-orang yang bersangkutan dapat mengirimkan laporan tertulis termaksud dalam pasal 15 pada kesempatan pertama yang ada. Akan tetapi laporan itu harus dibuat secara. tertulis selambat-lambatnya pada hari yang kesepuluh sesudah kelahiran. (BS. 66.)

Pasal 38a. (s.d.t. dg. S. 1937-595, mb, 1 Januarl 1939.) Setelah waktu tersebut dalam pasal 37 dan 38, maka pemberitahuan itu dapat dilakukan hanya dengan kuasa dari penuntut umum pada raad van justitie.

Pasal 39. (s. d. u. dg. S. 1926-513.) Laporan tentang kelahiran seorang anak harus disampaikan oleh ayahnya atau bila tidak ada ayahnya atau ayahnya sedang berhalangan, oleh para dokter, tabib, ahli kebidanan, bidan atau orang lainnya yang hadir pada waktu bersalin, ataupun, bila ibu bersalin di luar tempat kediamannya, oleh penghuni rumah tempat bayi itu lahir. (BS. 12 dst., 37, 86; KUHPerd. 529.) Bila persalinan itu terjadi dalam suatu hotel atau rumah penjara, maka jika ayah anak itu tidak ada atau sedang berhalangan, laporan itu harus disampaikan oleh kepala atau oleh salah seorang pelayan rumah tersebut. (BS. 71.)

Pasal 40. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Akta kelahiran harus menyebutkan: 10. tahun, bulan, hari, jam dan tempat kelahiran; 20. jenis kelamin anak dan nama kecil yang diberikan kepada anak itu; 30. nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal orang tuanya; 40. nama, nama kecil, umur, pekerjaan dan tempat tinggal pelapor. Suatu nama keturunan yang masih ada tidak dapat diberikan kepada anak itu sebagai nama kecil, kecuali bita kiranya nama keturunan itu adalah nama kecil yang juga biasa dipakai orang. (BS. 11, 13 dst., 43; KUHPerd. 6; S. 1868-48.) (s.d.t. dg. S. 1907-2,15,3; s.d. u. dg. S. 1907-205 pasal 3jo. S. 1919-816.) Dalam hal berdasarkan hak yang diberikan kepada orang-orang Indonesia-Kristen untuk menundjukkan diri kepada ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan daftar-daftar catatan sipil untuk orang Eropa dilaporkan tentang kelahiran anak, maka dalam akta kelahiran itu harus pula disebutkan bahwa orang tua anak adalah orang Indonesia-Kristen (Bdk. Reglemen catatan sipil untuk orang-orang Indonesia-Kristen.) (s.d.t. dg. S. 1917-531.) Dalam akta kelahiran seorang anak yang menurut pasal III Peraturan yang ditetapkan dengan Keputusan Raja tanggal 15 September 1916 No.26 (S. 1917-12) seluruhnya tunduk pada hukum perdata dan hukum dagang bagi orang Eropa, maka hal demikan itu harus disebutkan.

Pasal 41. Bila anak itu lahir di luar perkawinan, maka nama ayahnya tidak boleh disebutkan dalam akta kelahiran yang akan dibuat oleh pegawai catatan sipil itu, kecuali kalau anak itu diakui oleh ayahnya, baik oleh pribadinya sendiri, maupun oleh seseorang yang diberi kuasa olehnya khusus untuk itu dengan memakai akta otentik. (BS. 12, 53, 86; KUHPerd. 272, 280 dst., 287, 289.)

Pasal 42. (s.d. u. dg. S. 1896-109; S. 1917-531; S. 1907-205 pasal 3jo. S. 1919- 816.) Kecuali dalam hal termaksud dalam pasal 40 alinea keempat, maka pemberitahuan tentang kelahiran anak luar kawin yang ibunya terimasuk golongan orang Indonesia asli atau yang disamakan dengan itu hanya dapat diterima oleh pegawai catatan sipil, bila anak demikian berayah orang Eropa dan laporan itu dilakukan olehnya sambil mengakui sekaligus anak itu. Laporan itu dapat disampaikan pada setiap umur anak itu, tetapi sekali-kali tidak boleh berlawanan dengan apa yang ditentukan dalam pasal 282 alinea pertama, 283, dan 284 alinea pertama, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 284; Ov. 61; S. 1860-31.)

Pasal 42a. (s.d.t. dg. S. 1,905-342.) Pegawai catatan sipil diwajibkan untuk memberitahukan dalam waktu dua puluh empat jam tentang setiap kelahiran anak luar kawin dan tentang setiap pengakuan anak, kepada balai harta pertinggalan yang daerahnya meliputi tempat pemberitahuan itu, dan dalam hal terjadinya pengakuan, menyebutkan pula apakah ayah atau ibu yang mengakui anak itu belum atau sudah cukup umur dan apakah pengakuan yang dilakukan oleh ayah anak luar kawin itu terjadi sebeltim atau sesudah ibunya meninggal. (s.d.t. dg. S. 1916-339jo. S. 1917-18.) Jika laporan atau pengakuan itu diketahui oleh pegawai catatan sipil pada hari Minggu atau pada salah satu hari yang disamakan dengan hari Minggu menurut pasal 37 alinea kedua, ataupun pada hari sehari sebelum itu, maka pemberitahuan itu dapat dilaksanakan selambatlambatnya pada hari kerja yang berikutnya.

Pasal 43. Barangsiapa menemUkan bayi yang baru lahir, diwajibkan melaporkan hal itu secepatnya kepada pegawai catatan sipil di tempat terjadinya penemuan itu, serta harus juga menyebutkan dan memperlihatkan pakaian dan benda-benda lainnya yang ditemukan bersama-sama bayi itu dan juga menerangkan segala hal-ihwal mengenai waktu dan tempat bayi itu ditemukan. (s.d.u. dg. S. 1937-595; mb. I Januail 1939.) Akta yang harus dibuat oleh pegawai catatan sipil tentang hal itu harus meliputi keterangan yang seksama tentang hal-ihwal keadaan dan tentang benda-benda termaksud dalam alinea yang lain, juga menyebutkan umur bayi yang diperkirakan, jenis kelamin bayi, tandatanda khusus yang sekiranya ada pada bayi itu, nama yang akan diberikan baginya, dengan tidak mengurangi persetujuan Gubemur Jenderal termaksud dalam pasal 6 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, demikian Pula harus dinyatakan dalam lembaga sosial mana atau pada siapa bayi itu berada. (s.d.u. dg. S. 1937-595; mb. I Januari 1939.) Pegawai catatan sipil harus memasukkan permohonan termaksud dalam pasal 7 Kitab Undang-undang Hukum Perdata kepada Gubemur Jenderal. Kepada bayi yang dibuang tidak boleh diberikan nama sedemikian rupa sehingga menunjukkan keadaan hal-ihwal riwayat bayi itu ataupun nama yang bertujuan seakan-akan merendahkan bayi itu. (s.d.u. dg. S. 1916-339 jo. S . 1917-18.) Apa yang ditentukan dalam alinea sebelum alinea terakhir pada pasal 40 berlaku pula dalam hal ini. (BS. 10 dst., 37, 40, 45, 86; KUHP 529 .)

Pasal 44. Bila bayi itu segera dimasukkan ke dalam suatu lembaga sosial, maka pemberitahuan yang disebut dalam pasal di atas harus dilakukan oleh kepala atau salah seorang dari petugas yayasan itu.

Pasal 45. (s.d. u. dg. S. 1937-595.) Akta yang dibuat menurut pasal 43 harus dicatat dalam daftar kelahiran; selembar salinan akta itu harus dikirimkan pada raad van justitie.

Pasal 46. Bila ada bayi. yang dilahirkan dalam perjalanan laut di kapal Indonesia, maka akta kelahirannya harus dicatat oleh kapten atau nakhoda dalam buku harian kapal itu dalam waktu dua puluh empat.jam, dengan dihadiri ayahnya dua orang saksi yang ada dalam kapal itu. Pencatatan ini harus dilakukan inenurut formulir sebagaimana yang diberikan oleh syahbandar atau pegawai yang ditunjuk untuk itu, dan bersama-sama dengan daftar orang yang ada dalam kapal, diserahkan kepada kapten kapal atau nakhoda. (BS. 11, 13, 37, 40, 47 dst., 76 dst-; KU HPerd. 947; KUHD 341, 341d, 348.)

Pasal 47. Di pelabuhan yang pertama disinggahi oleh kapal itu, bila pelabuhan itu, kapten kapal atau nakhoda diwajibkan menyerahkan dua lembar petikan buku harian kapal itu, yang berisi catatan tentang kelahiran, kepada kepala pemerintahan setempat. Pegawai ini harus menyatakan hari, tanggal tentang penyerahan petikan-petikan itu pada bagian bawah halaman surat itu, dan sesudah hal itu dilegalisasi, lalu selembar petikan itu disi mpan dalam arsipnya sedangkan selembar yang lain harus dikirimkannya kepada pegawai catatan sipil untuk dicatat dalam daftar di tempat kediaman ayah, atau ibu bayi itu, jika ayahnya tidak dikenal, asal saja tempat kediaman itu terletak di wilayah Indonesia. Bila tempat kediaman itu terletak di luar Indonesia, maka petikannya yang kedua harus dikirimkan kepada Gubemur Jenderal yang, akan meneruskannya pada Menteri Urusan Seberang Lautan. Jika ayah, atau bila ia tidak dikenal, ibu tidak mempunyai tempat kediaman yang dikenal orang, maka petikan yang kedua itu harus dikirimkan kepada pegawai catatan sipil di Jakarta yang harus menuliskan petikan itu ke dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan . (BS. 16, 77.)

Pasal 48. Bila kapal itu terp aksa memasuki pelabuhan, baik pelabuhan di Negeri Belanda, maupun di salah satu jajahan kerajaaan kepada di luar Indonesia, maka kutipan-kutipan yang disebutkan di atas, dalam hal yang pertama dikirimkan kepada kementerian Urusan Seberang Lautan, dalam hal yang terakhir kepada kepala pemerintahan Belanda di seberang lautan. Jika kapal itu terpaksa memasuki pelabuhan negara asing, maka pengiriman harus dilakukan kepada konsul yang berkedudukan di pelabuhan itu atau yang terdekat dengan pelabuhan itu. Hal itu tidak mengurangi kewajiban kapten kapal atau nakhoda setibanya kembali kapal itu di Indonesia untuk berlaku sebagaimana ditentukan dalam pasal 47 alinea pertama (BS. 46 dst., 77.)

Pasal 49. Bila dalam suatu Perjalanan laut ada bayi lahir di dalam kapal Belanda dari orang tua penduduk Indonesia, dan kemudian kapal itu singgah di pelabuhan Indonesia , maka oleh pihak Gubemur Jenderal dikirimkan lembar salinan kedua petikan buku harian kapal yang telah dilegalisasi olehnya atau atas perintahnya yang dikirimkan kepadanya menurut pasal 36 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda, untuk dicatat kandalam daftar kepada pegawai catatan sipil di tempat kediaman ayah bayi, atau ibu bayi jika di ayahnya tidak dikenal. (BS. 46, 78; KUHPerd. 21-)

Pasal 50. (s.d. u. dg. S. 1907-205 pasal 3jo.1919-816.) Bila ada bayi lahir dalam perjalanan laut di suatu kapal kepunyaan orang Indonesia, yang nakhodanya ataupun salah seorang opsimya bukan orang Eropa, maka laporan tentang kelahiran itu harus dilakukan oleh ayah bayi, bila ia ada dalam kapal itu, dan jika tidak ada, oleh nakhoda kepada pegawai catatan sipil di tempat yang pertama kali disinggahi di Indonesia. Pegawai ini harus mengirimkan selembar petikan daftar yang berisi akta kelahiran itu, untuk dicatatkan, kepada pegawai catatan sipil di tempat kediaman ayah atau ibu bayi itu jika ayahnya tidak dikenal. (s.d. u. dg. S. 1905-342.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 47 alinea ketiga dan keempat, maka petikan itu harus diserahkan oleh pegawai catatan sipil kepada kepala Pemerintahan daerah dan selanjutnya harus dipenuhi segala ketentuan yang diatur di sana. (BS. 46 dst., 79.)

Pasal 51. Bila kelahiran telah terjadi setelah mengalami kerusakan kapal, maka laporan tentang hal itu dapat disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat yang pertama kali di Indonesia dicapai oleh orang-orang yang mengalami kerusakan kapal itu. Pasal 50 alinea kedua dan ketiga berlaku pula dalam hal ini. (BS. 80.)

Pasal 52. Bila ada bayi lahir di dalam kapal Indonesia yang sedang berlabuh di pelabuhan Indonesia, maka laporan tentang kelahiran demikian dilakukan sebagaimana biasa kepada pegawai catatan sipil di tempat itu, kecuali jika tidak ada kemungkinan untuk meninggalkan kapal itu guna menyampaikan laporan itu, dalam hal mana harus dilakukan menurut apa yang ditentukan dalam pasal 46, 47, dan 48. Para pegawai catatan sipil setempat diwajibkan pula, bila ada permintaan, untuk menerima juga laporan dan membuat akta tentang kelahiran yang terjadi di kapal-kapal lain dari kapal-kapal Indonesia (kapal asing) bila kapal itu sedang berlabuh di pelabuhan Indonesia. (BS. 81; AB. 3.)

Pasal 52a. (s.d.t. dg. S. 1933-327jo. 338.) Petikan buku harian kapal seperti termaksud dalam pasal 47 sampai dengan pasal 52, bebas dari bea meterai.

Pasal 53. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Bila pengakuan anak luar kawin terjadi di hadapan pegawai catatan sipil sesudah akta kelahirannya dibuat, maka pegawai ini harus membuat akta pengakuan itu dan selanjutnya bertindak menurut apa yang diatur dalam pasal 281 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (BS. 1, 26, 41 dst.)

Pasal 53a. (s.d.t. dg. S. 1923-562.) Bila mengenai tindak pidana yang diuraikan dalam pasal 278 Kitab undang-undang Hukum Pidana ada keputusan hakim yang berupa penghukuman ataupun keputusan hakim lainnya yang membuktikan kepalsuan tentang pengakuan anak, maka panitera pada pengadilan Eropa atau Indonesia yang menjatuhkan keputusan hakim itu, diwajibkan, dalam waktu satu bulan setelah keputusan hakim itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, untuk mengirimkan selembar salinan keputusan hakim itu kepada pegawai catatan sipil di tempat kelahiran anak itu dahulu dicatatkan dalam daftar, dan bila akta pengakuan anak itu dahulu dibuat di hadapan pegawai catatan sipil di tempat lain, maka salinan keputusan hakim itu harus dikirimkan juga kepada pegawai ini. Tentang keputusan hakim itu mengenai pengakuan anak, harus dibuat catatan oleh mereka pada tepi halaman akta kelahiran dan akta pengakuan anak itu.

Pasal 53b. (s.d.t. dg. S. 1909-538jo. S. 1923-562.) Bila terjadi pengesahan (wettiging) anak luar kawin, baik oleh karena perkawinan orang tuanya kemudian, maupun oleh sebab surat-surat pengesahan yang diberikan berdasarkan pasal 274 atau 275 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka atas permintaan orang yang berkepentingan harus disebutkan tentang pengesahan itu pada pinggir halaman akta kelahiran anak itu. Penetapan yang memberikan surat-surat pengesahan itu, harus disalin ke dalam daftar yang sedang berjalan tentang perkawinan atau perceraian di tempat kediaman orang yang mengajukan permohonan surat-surat itu dan tanggal serta nomor pencatatan itu harus dicatat pada pinggir halaman termaksud dalam alinea pertama.

Bagian 3. Pemberitahuan Perkawinan dan Pengumumannya, dan Izin Perkawinan.

Pasal 54. Para pegawai catatan sipil harus mencatat pemberitahuan perkawinan kedalam daftar yang tersedia untuk itu, yang harus dilaksanakan menurut pasal 50 dan 51 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (BS. 1, 7.)

Pasal 55. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Laporan itu harus berisi: nama, nama kecil, umur, pekerjaan dan tempat tinggal calon suami-istri, serta maksud mereka untuk mengikat diri dalam satu perkawinan, dan apakah mereka sebelumnya telah atau tidak pemah kawin, dan jika ya, dengan siapa mereka kawin yang terakhir. (s.d. u. dg. S. 1916-339jo. S 1917-18.) Bila laporan itu tertulis, maka pegawai catatan sipil harus menyebutkan dalam akta yang dibuatnya tentang laporan tertulis itu, menandatanganinya dalam daftar saja, sedangkan surat itu harus disematkan pada daftar itu. (BS. 1,11, 24, 61.)


Pasal 56. (1) (s.d.u. dg. S 1916-339jo. S. 1917-.18.)Bila pada pegawai catatan sipil tidak temyata bahwa bagi orang-orang yang menyainpaikan laporan itu ada suatu halangan sah untuk kawin, maka pegawai itu segera membuat pengumuman yang diharuskan itu. Jika menurut pasal 53 dan 54 Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga beberapa pegawai catatan sipil lainnya harus menyelenggarakan pengumuman itu, maka ia mengirimkan dengan segera bahan-bahan (surat-menyurat) yang diperiukan kepada mereka itu. (BS. 57; KUHPerd. 27 dst., 82.) (2) (Dihapus dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.)

57. (Dihapus dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.)

58. (Dihapus dg. S. 1916-339jo. S. 1917-18.)

Pasal 59. (s.d.u. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939) Akta tentang pencegahan perkawinan harus disampaikan dengan resmi kepada pegawai catatan sipil resmi tempat laporan untuk kawin itu disampaikan. Pegawai ini memberitahukan pencegahan perkawinan itu kepada pegawai catatan di tempat pengumuman maksud perkawinan itu. Tentang pencegahan itu harus dibuat catatan pada pinggir halaman akta laporannya. Hal yang sama harus dilakukan terhadap keputusan hakim atau akta-akta yang mencabut pencegahan. (BS. 26; KUHPerd. 59 dst., 70, 71-6-, 82; Rv. 816 dst.) Terhadap akta-akta dan keputusan-keputusan hakim yang berkenaan dengan pencegahan perkawinan, harus dilakukan apa yang ditentukan dalam pasal 24.(BS. 61-7-.)

Pasal 59a. (s.d.t. dg. S. 1916-339 jo. S. 191 7-18.) Akta pemberian izin perkawinan dari orang tua, atau dari kakek-nenek atau dari wali dan balai harta peninggalan yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, harus dicatat menurut tata urutan penanggalannya di dalam daftar. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Dengan tidak mengurangi apa yang diharuskan oleh Reglemen ini pada umumnya untuk mengisi akta catatan sipil, akta izin kawin itu harus berisi: 10. nama, nama kecil, umur, pekerjaan dan tempat tinggal calon suami-istri; 20. hubungan pihak-pihak yang hadir memberi izin. Pegawai catatan sipil berwenang untuk meminta supaya diterangkan oleh dua orang saksi yang dikenalnya tentang identitas orang-orang yang hadir. Tentang keterangan saksi ini harus disebutkan olehnya dalam akta itu.

Bagian 4. Akta Perkawinan, Akta Perceraian, dan Pemutusan Perkaiwinan, Sesudah Pisah Meja dan Ranjang (Bdk. S. 1945-14 dan S. 1946-24.)

Pasal 60. Sesudah para pihak mengucapkan pemyataan kepada pegawai catatan sipil, sebagaimana dibicarakan dalam pasal 80 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pegawai itu menyatakan atas nama undang-undang bahwa mereka telah terikat satu sama lainnya dalam hubungan suami-istri dan tentang hal itu dengan segera dibuatkan akta dalam daftar yang tersedia untuk itu. (BS. 1; KUHPerd. 52, 76, 92, 99.)

Pasal 61. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Akta perkawinan harus berisi: (BS. 10 dst.) 10. nama keturunan, nama kecil, umur, tempat lahir, pekerjaan dan tempat tinggal suami dan istri; bila mereka sebelumnya telah kawin: nama keturunan dan nama kecil istri atau suami yang dahulu; (BS. 11, 55.) 20. keadaan mereka apakah sudah dewasa atau belum dewasa; (KUHPerd. 420 dst.; 424.) 30. nama keturunan dan nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua mereka masing-masing; 40. izin orang tua, kakek-nenek atau wali dan balai harta peninggalan, ataupun izin dari hakim dalam hal-hal yang menghendaki izin sedemikian; (KUHPert, 35 dst., 40 dst., 452, 494.) 50. putusan perantara hakim bila ada putusan sedemikian; (KUHPerd. 38 dst 42 dst., 59 dst., 70.) 60. pembebasan (dispensasi) yang telah diberikan; (KUHPerd. 29, 31, 48,54, 56, 79; Undang-undang No. 5 tahun 1948 pasal 2.) 70. pengumuman perkawinan telah dilakukan di tempat perbuatan demikian harus dilakukan dan dalam hal terjadi pencegahan perkawinan, pembatalan pcegahan perkawinan itu; (BS. 54 dst., 59; KUHPerd. 52 dst.) 80. pernyataan kedua belah pihak bahwa mereka saling menerima selaku suami dan istri dan pernyataan ikatan mereka sebagai suami-istri oleh pegawai umum (pegawai catatan sipil) itu; (BS. 55; KUHPerd. 80.) 90. pengakuan anak-anak luar kawin bila terjadi pengakuan itu; (KUHPerd. 274, 280 dst.) 100. persetujuan yang diperlukan bao para perwira dan militer yang berpangkat lebih rendah yang hendak kawin; 110. nama keturunan, nama kecil, umur, pekerjaan dan tempat tinggal saksi, serta pula hubungan kekeluargaan sedarah atau semenda, yang sekiranya ada di antara mereka itu dengan pihak-pihak yang bersangkutan. (BS. 13, 60; KUHPerd. 76 dst., 272, 281.) (s.d.t. dg. S. 1928-546.)Bila hal itu merupakan perkawinan yang kedua kalinya sesudah perkawinan yang dahulu putus, maka akta perkawinan itu harus mencantumkan pula hari tanggal dan nama tempat perkawinan terdahulu dilakukan.

Pasal 62. Bila suatu perkawinan dilangsungkan dengan kuasa ataupun di data suatu rumah khusus, maka hal itu harus disebutkan dengan tegas dalam akta perkawinan. (BS. 12, 24 ' KUHPerd. 77, 79, 99.)

Pasal 63. Penyalinan akta perkawinan yang dilakukan di luar negeri, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 83 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hann dilakukan dalam daftar yang sedang berjalan di tempat tinggal suami-istri itu. (AB. 18; KUHPerd. 84.)

Pasal 64. (s.d.u. dg. S. 1916-532; S. 1937-595.) Akta pencatatan tentang perceraian dan akta tentang putusnya perkawinan sesudah pisah meja dan ranjang, harus berisi: (BS. 10; S. 1946-24 pasal 2 dan pasal 3.) 10. nama keturunan, nama keeil, pekerjaan dan tempat tinggal suami dan istri dengan mencantumkan siapa di antara mereka berdua itu yang meminta pencatatannya; 20. penyebutan keputusan hakim tentang perceraian atau pemutusan perkawinan sesudah pisah meja dan ranjang, yang salinannya tetap disematkan didalam daftarnya; 30. penyebutan tentang surat kesaksian panitera yang membuktikan bahwa terhadap keputusan hakim itu tidak dapat lagi diajukan perlawanan dengan upaya yang sah. (KUHPerd. 21 1.) Akta itu harus dicatat ke dalam daftar perkawinan menurut urutan penanggalannya, dan selain itu, pihak yang memperoleh perceraian perkawinan atau pemutusan perkawinan sesudah pisah meja dan rawang, diwajibkan untuk mengusahakan, pihak yang lainnya berwenang untuk meminta, agar supaya tentang hal itu dicatat pada pinggir halaman akta perkawinan. (BS. 11, 14, 24, 26; KUHPerd. 205, 221; Pv. 83 dst., 336, 385 dst., 402 dst., 831 dst.)

Bagian 5. Akta Kematian.

Pasal 65. (s.d.u. dg. S. 1916-,739; S. 1917-18; S. 1937-595.) Laporan kematian disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat orang itu meninggal dunia dalam waktu tiga hari, atau jika kematian terjadi di tempat yang jauhnya lebih dari sepuluh pal dari gedung tempat akta catatan sipil dibuat, selambat-lambatnya pada hari kesepuluh sesudah kematian itu, tidak termasuk hari Minggu dan hari-hari yang disamakan dengan hari itu. Pasal 37 alinea kedua Reglemen ini berlaku dalam hal ini. Pegawai itu membuat akta kematian menurut keterangan lisan atau dalam pasal 15, menurut surat keterangan tertulis pelapor. Yang berwenang untuk melaporkan ialah siapa saja yang mengetahui dengan mata kepala sendiri tentang kematian itu. Bila ternyata bahwa orang yang meninggal durda telah mempunyai tempat tinggal di lain tempat, pegawai catatan sipil yang bersangkutan akan memberikan kutipan dari register kematian untuk disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal semula yang dapat diketahui dari orang yang meninggal dunia itu, untuk diadakan catatan yang sama seperti di atas di tempat tinggal semula. (s.d. u. dg. S. 1905-342.) Bila ternyata bahwa orang yang meninggal dunia itu mempunyai tempat kediaman di lain tempat, maka pegawai catatan sipil yang menerima laporan itu mengirimkan petikan daftar yang berisi akta kematian, kepada pegawai catatan sipil di tempat kediaman terakhir orang yang meninggal dunia itu, supaya dapat juga dicatatkan dalam daftar di tempat itu. Jika ternyata bahwa orang yang meninggal dunia itu bertempat kediaman di luar daerah Indonesia, maka petikan itu harus dikirimkan kepada Gubernur Jenderal dengan perantaraan kepala pemerintahan daerah dan oleh Gubernur Jenderal petikan itu dikirimkan kepada Menteri Urusan Seberang Lautan. Jika orang yang meninggal dulunya tidak mempunyai tempat kediaman yang diketahui orang, maka petikan dari daftar tentang kematiannya itu harus dikirimkan kepada pegawai catatan sipil di Jakarta, yang harus menyalin petikan itu ke dalam daftar yang sedang berjalan. (BS. 5, 13, 67 dst., 71 dst.; Ordonansi Successie 32; S. 1854-60 di bawah BS. 67; S. 1925-59 pasal 32 jo. S. 1930-3.) (s.d.t. dg. S. 1852-6.) Jika orang yang meninggal itu dahulunya termasuk golongan pelaut Belanda, maka pegawai catatan sipil harus mengirimkan suatu petikan dari daftar tentang kematian itu kepada Departemen Marine di Jakarta, yang selanjutnya harus mengirimkan petikan itu kepada Kementerian Marine di Negeri Belanda.

Pasal 66. Bila kematian itu terjadi di pulau lain yang bukan tempat kedudukan pegawai catatan sipil, demikian pula jika antara tempat kematian dan tempat laporan yang harus dilakukan sukar perhubungannya meskipun kedua tempat itu terletak di sebuah pulau yang sama sehingga ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam pasal yang lalu tidak dapat dilakukan, maka orang-orang yang bersangkutan itu dapat mengirimkan surat laporan yang dimaksud dalam pasal 15 pada kesempatan yang pertama.Akan tetapi laporan itu harus sudah ditulis selambat-lambatnya pada hari yang kesepuluh sesudah kematian itu. (BS. 38.)

Pasal 66a. (s.d.t. dg. S. 1923-458; s.d.u. dg. S. 1926-513jo. S. 1937-595.) Yang wajib melaporkan tentang kematian, dengan tidak mengurangi kewajiban yang dikenakan kepada pihak lain menurut Reglemen ini dan kewenangan menurut pasal 65 alinea pertama: a. semua anggota keluarga serumah yang telah dewasa dari lorang yang meninggal dunia; b. bila tidak ada atau sedang berhalangan orang-orang sebagaimana dimaksudkan dalam huruf a, dokter yang memeriksa kematian itu; c. bila tidak ada atau sedang berhalangan orang-orang yang dimaksudkan dalam huruf a dan b, pelayan yang telah dewasa dari orang yang meninggal dunia dan temannya serumah atau orang yang berkediaman dalam satu pekarangan tempat tinggal yang meninggal dunia; d. bila kematian terjadi dalam suatu hotel, rumah penginapan atau tempat yang seperti itu, maka pengurus tempat itu berkewajiban pula melaporkan tentang kematian itu; (S. 1925-59 jo. S. 1930-3 pasal 32.) e. bila tidak ada atau sedang berhalangan orang-orang yang dimaksudkan dalam huruf a, b, c dan d, maka yang berkewajiban melaporkan ialah orang yang menyelenggarakan penguburan mayat itu.

Pasal 67. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Akta kematian harus berisi: 10. nama keturunan, nama kecil, umur, pekerjaan dan tempat tinggal orang yang meninggal dunia dan juga hari dan jam kematiannya; 20. nama keturunan dan nama kecil suami atau istri orang yang meninggal dunia kalau yang meninggal dunia itu telah kawin atau dahulunya beristri atau bersuami, dan kalau yang meninggal dunia dahulunya beberapa kali kawin, semua nama keturunan dan nama kecil istri-istri atau suami-suaminya yang dahulu itu; 30. nama keturunan, nama kecil, umur dan pekerjaan pelapor. Akta kematian harus berisi pula, sekedar dapat diketahui, nama keturunan, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua yang meninggal dunia dan tempat kelahirannya. (BS. 10 dst., 14.)

Pasal 68. Pegawai catatan sipil tidak boleh membuat akta kematian mengenai bayi yang baru lahir, kalau belum nyata kepadanya bahwa kelahiran anak itu sudah dicatatkan dalam daftar yang diperuntukkan bagi keperluan itu. Kalau kelahiran anak itu belum ditulis dalam daftarnya, maka Pegawai itu tidak boleh menyebutkan dalam daftar kematian bahwa anak itu meninggal dunia, tetapi hanya boleh menyatakan bahwa anak itu tidak bernyawa. Jika dalam hal itu ia ragu-ragu atas kebenaran laporan itu, ia dapat mendesak supaya anak itu diperlihatkan kepadanya. (s.d. u. dg. S. 1937-595.) la harus menerima pula keterangan dari pelapor tentang nama keturunan, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua anak itu dengan penyebutan tentang tahun, bulan, hari dan jam ketika anak itu dilahirkan. Akta itu dicatatkan menurut penanggalannya dalam daftar kematian, tanpa ditetapkan apakah anak itu dilahirkan hidup atau mati. (BS. 10, 37, 43; KUHPerd. 2, 836, 1679; S. 1925-59 jo. 1930-3 pasal 32.)

Pasal 69. Dalam jarak sepuluh pal dari gedung tempat daftar catatan sipil diselenggarakan, tidak boleh orang menguburkan mayat tanpa surat izin, yang bebas dari bea meterai dan tanpa dipungut bayaran, Yang diberikan oleh pegawai catatan sipil, setelah ia memastikan kalau ditimbangnya perlu, bahwa orang itu meninggal dunia. Izin itu tidak boleh diberikan oleh pegawai catatan sipil, kalau belum lewat dua belas jam sejak orang itu meninggal, kecuali bila oleh polisi diberi izin atau diperintahkan supaya mayat itu dikuburkan dalam waktu yang kurang daripada itu. (BS. 70, 72 dst.) (s.d.t. dg. S. 1907-236.) Di tempat-tempat yang ditunjuk oleh Kepala Jawatan Kesehatan berdasarkan pasal 46 ayat (1) Reglemen Jawatan Kesehatan Sipil di Indonesia (S. 1882-97) sebagaimana bunyi pasal itu menurut pasal 1 ordonansi tanggal 3 Mei 1907 (S. 1907-236), izin termaksud dalam alinea pertama pasal ini untuk menguburkan mayat tidak boleh diberikan oleh pegawai catatan sipil, kecuali kalau sudah diterimanya surat keterangan kematian yang tersebut dalam pasal 46 ayat (1) tersebut di muka dan sampul berisi surat keterangan tentang sebab kematian, sebagaimana dimaksudkan pada pasal 46 ayat (1) tersebut, berdasarkan ayat (8) huruf a pasal itu. (s.d.t. dg. S. 1907-236.) Pegawai catatan sipil melampirkan surat keterangan kematian itu pada surat izin menguburkan mayat itu. (s.d.t. dg. S. 1907-236; S. 1914-606.) Semua sampul yang diterima oleh pegawai catatan sipil yang berisi surat keterangan tentang sebab kematian diberi nomor urut olehnya dan dikirimkan kepada Kepala Jawatan Kesehatan Sipil pada saat-saat yang ditentukan olehnya. (s.d.t. dg. S. 1917-497.) Pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai catatan sipil terhadap ketentuan dalam pasal ini, dihukum dengan denda sebanyak-banyaknya seratus gulden.

Pasal 70. (s.d. u. dg. S, 1937-595.) Bila letak tempat penguburan lebih jauh dari sepuluh pal dari gedung tempat akta-akta catatan sipil dibuat, maka mayat boleh dikubur tanpa mendapat izin terlebih dahulu, asal saja mayat itu tidak dikubur sebelum lewat dua puluh empat jam sesudah orang itu meninggal dunia dan penguburan itu dihadiri oleh seorang saksi yang telah benar-benar melihat mayat itu. Pada waktu dimasukkan laporan kematian, harus dilampirkan surat keterangan yang tertulis di atas kertas tanpa meterai dan ditandatangani oleh saksi itu, untuk membuktikan bahwa penguburan mayat itu dilakukan menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal ini. Surat keterangan demikian itu tidak usah dilampirkan kalau laporan itu dilakukan oleh orang itu juga yang hadir sebagai saksi pada waktu menguburkan mayat itu, asal saja hal itu dinyatakan dalam akta kematian. Dalam hal laporan kematian itu dibuat dengan surat, dan mayat itu harus dikuburkan di tempat yang jauhnya sebagaimana ditentukan dalam alinea pertama, maka orang yang melaporkan harus hadir menyaksikan penguburan mayat itu. (BS. 69.)

Pasal 71. (s.d.u. dg. S. 1864-28; S. 1937-595.) Bila ada s.eorang meninggal dalam rumah sakit umum atau militer atau bila ada mayat diterima di rumah sakit itu untuk dikubur, maka kepala atau pengurus rumah sakit itu ataupun salah seorang dokter atau perwira kesehatan yang bekerja di situ, diwajibkan untuk dalam dua puluh empat jam mengirimkan laporan tertulis, menurut formulir Yang sudah ditentukan, kepada pegawai catatan sipil, yang harus menyalin laporan itu menurut ketentuan tersebut dalam pasal 15 alinea kedua. (S. 1925-59jo. S. 1930-3 pasal 32.) Dalam hal Yang demikian tidak perlu ada surat izin atau surat keterangan untuk mengubur mayat itu. (BS. 39, 69.)

Pasal 72. Bila ada tanda-tanda atau gejala-gejala bahwa orang yang meninggal disebabkan oleh kekerasan atau padanya ada hal-ihwal lain yang menyebabkan persangkaan kematiannya demikian, maka tidak boleh dilakukan penguburan bila belum dilakukan pemeriksaan mayat secara hukum. (BS. 69; Sv. 36 dst.) (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Dalam berita acara tentang pemeriksaan mayat itu harus sedapat-dapatnya diterangkan nama keturunan, nama kecil, umur, tempat lahir, pekerjaan dan tempat tinggal orang Yang meninggal itu. (BS. 67, 73.)

Pasal 73. (s.d. u. dg. S. 1937-595.) Pegawai Yang membuat berita acara pemeriksaan itu diwajibkan dengan segera sesudah pemeriksaan melaporkan kepada pegawai catatan sipil segata sesuatu Yang perlu untuk membuat akta kematian. Alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 65 berlaku dalam hal ini.

Pasal 74. (s. d. u. dg. S. 1937-595.) Para panitera pada pengadilan-pengadilan, atau para pegawai yang menggantikan mereka diwajibkan untuk dalam waktu dua puluh empat jam sesudah pelaksanaan suatu keputusan hukuman mati melaporkan kepada pegawai catatan sipil di tempat keputusan itu dijalankan tentang kematian terhukum itu, dan memberikan segala penjelasan yang diperlukan menurut pasal 67 untuk membuat akta kematiannya. (BS. 75; Sv. 340.) Bila terjadi kematian di lembaga pemasyarakatan atau lembaga semacam itu maka sipir atau pimpinan lembaga itu diwajibkan untuk menyampaikan laporan sedemikian itu juga. (s.d,t. dg. S. 1919-339jo. S. 1917-18.) Bila pelaksanaan keputusan atau kematian yang termaksud dalam pasal ini terjadi pada hari Minggu atau pada salah satu hari yang disamakan dengan hari Minggu menurut pasal 37 alinea kedua Reglemen ini ataupun pada hari sebelum hari itu, maka laporan itu boleh dilakukan selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya. Alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 65 berlaku pula dalam hal ini.

Pasal 75. Dalam hal terjadi kematian karena kekerasan, atau karena pelaksanaan hukuman mati atas diri seorang terhukum ataupun kematian dalam rumah penjara, maka hal-ihwal tentang kematian demikian tidak usah disebutkan dalam daftar kematian, melainkan akta kematian itu disusun secara biasa menurut bentuk yang diatur dalam pasal 67. (BS. 10, 74.)

Pasal 76. Bila terjadi kematian dalam pelayaran laut di kapal yang termasuk kapal Indonesia, maka akta kematian itu harus dicatat dalam buku harian kapal itu dalam waktu dua puluh empat jam oleh kapten atau nakhodanya, di hadapan dua orang saksi yang ada di kapal itu. Pada pencatatan akta tersebut berlaku pasal 46 alinea kedua. (BS. 11, 13, 46, 65, 77; KUHD 341, 341 d, 348.)

Pasal 77. Mengenai peristiwa-peristiwa kematian termaksud dalam pasal 76 harus diikuti ketentuan-ketentuan dalam pasal 47 dan pasal 48 tentang akta-akta kelahiran, dengan pengertian bahwa apa Yang ditentukan dalam pasal-pasal itu tentang tempat tinggal orang tua anak, harus diterapkan terhadap tempat tinggal yang meninggal dunia.

Pasal 78. Bila dalam suatu pelayaran laut seorang penduduk Indonesia meninggal dunia di kapal Belanda, kemudian kapal ini singgah di pelabuhan Indonesia, maka harus dilakukan menurut pasal 49, dengan pengertian bahwa salinan yang kedua sebagaimana dimaksudkan dalam pasal itu harus dikirimkan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal yang meninggal dunia. (KUHPerd. 23.)

Pasal 79. (s.d. u. dg. S. 1907-205 p@al 3jo. S. 1919--816.) Bila dalam pelayaran laut ada orang meninggal di kapal Indonesia, sedang nakhoda atau salah seorang perwiranya bukan orang Eropa atau yang disamakan dengan itu, maka kematian itu harus dilaporkan menurut peraturan biasa kepada pegawai catalan sipil di tempat yang pertama kali disinggahi oleh kapal itu. (BS. 50, 65.)

Pasal 80. Bila ada kematian sesudah kapal mengalami kerusakan berat, maka kematian itu dapat dilaporkan kepada pegawai catatan sipil di tempat yang pertama kali dalam wilayah Indonesia dicapai oleh orang-orang yang mengalami kerusakan kapal itu. Alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 65 berlaku dalam hal-hal yang tersebut dalam pasal ini dan pasal sebelum ini. (BS. 51.)

Pasal 81. Bila ada kematian di kapal Indonesia yang sedang berlabuh di pelabuhan Indonesia, maka laporan tentang kematian demikian harus dilakukan menurut peraturan biasa kepada pegawai catatan sipil setempat, kecuali kalau sekiranya tidak ada kemungkinan untuk meninggalkan kapal itu guna menyampaikan laporan itu, yang dalam hal demikian harus dilakukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 76 dan 77. Para pegawai catatan sipil setempat diwajibkan pula, bila diminta kepadanya, untuk menerima juga laporan dan pembuatan akta kematian yang terjadi di kapal lain daripada kapal-kapal Indonesia (kapal asing) yang sedang berlabuh di pelabuhan Indonesia. (BS. 52.)

Pasal 81a. (s.d.t. dg. S. 1933-327jo. 338.) Petikan dari buku harian kapal, termaksud dalam pasal pasal 77 sampai dengan pasal 81, bebas bea meterai.

Pasal 82. Semua salinan akta kematian yang dikirimkan dari Negeri Belanda oleh pemerintah di sana kepada Gubemur Jenderal mengenai kematian penduduk Indonesia dalam kapal Belanda atau di Negeri Belanda, harus dikirimkan oleh Gubemur Jenderal kepada pegawai catatan sipil di tempat kediaman terakhir orang yang meninggal dunia, untuk dicatat dalam daftar yang sedang berjalan.

Pasal 83. (s. d. u. dg. S. 1870-1 1 0.) Pemberitahuan yang diharuskan dalam alinea terakhir pasal 360 Kitab Undang-undang Hukum Perdata harus disampaikan dalam waktu dua puluh empat jam sejak saat laporan tentang kematian dan tentang perlangsungan perkawinan kedua kalinya atau perkawinan yang selanjutnya. (s. d. t. dg. S. 1916-339jo. S. 191 7-18.) Jikalau laporan kepada pegawai catatan sipil ataupun pelangsungan perkawinan itu terjadi pada hari Minggu atau salah satu hari yang disamakan dengan hari Minggu sebagaimana ditentukan dalam pasal 37 alinea kedua Reglemen ini, atau sehari sebelumnya, maka laporan itu dapat dilakukan selambat-lambatnya pada hari kerja yang belikutnya.

Pasal 84. Pencatatan ke dalam daftar-daftar catatan sipil biasa tentang kematian anggota angkatan perang yang meninggal dunia dalam perjalanan untuk berperang, di medan perang, dalam pertempuran, pada waktu pasukan-pasukan itu berlayar di laut, ataupun dalam dinas negara di luar Indonesia, dilakukan menurut peraturan-peraturan tersen tentang hal itu yang telah diadakan atau akan diadakan.

Pasal 84a. (s. a. t. dg. S. 1946-136.) Bila terbukti bahwa daftar-daftar kematian tidak pernah ada, bahwa daftar-daftar itu telah hilang, bahwa suatu akta yang telah dicatatkan tidak ada lagi di dalamnya, ataupun hal-ihwal yang khusus menghalang-halangi pencatatan akta kematian, maka kematian itu dapat dibuktikan dengan saksi-saksi, maupun dengan surat-surat.

Ketentuan Penutup. 85. Dengan S. 1867-3 tidak berlaku lagi.

86. (Dihapus dg. S. 1866-55; sejak berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang lama.)

Pasal 87. (s.d.t. dg. S. 1851-64; s.d.u. dg. S. 1917-497.) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pasal 69 dan pasal 70 Reglemen ini, bila dilakukan oleh orang-orang khusus, dihukum dengan denda sebanyak- banyaknya seratus gulden.