Lompat ke isi

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Aparatur Sipil Negara

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Aparatur Sipil Negara

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik;
  3. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu diganti;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara;
Mengingat: Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang bekerja pada instansi dan perwakilan.
  2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang.
  3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang.
  4. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang sebagai Pegawai ASN.
  5. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai-nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
  6. Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai Pegawai ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
  7. Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan.
  8. Aparatur Eksekutif Senior adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Eksekutif Senior melalui seleksi secara nasional yang dilakukan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara dan diangkat oleh Presiden
  9. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen kebijakan pemerintahan, dan pembangunan.
  10. Pegawai Jabatan Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Administrasi pada instansi dan perwakilan.
  11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
  12. Pegawai Jabatan Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Fungsional pada instansi dan perwakilan.
  13. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat karier tertinggi pada instansi dan perwakilan.
  14. Instansi adalah instansi pusat dan instansi daerah.
  15. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non-struktural.
  16. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
  1. Perwakilan adalah perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang meliputi Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Konsulat Republik Indonesia, Perutusan Tetap Republik Indonesia pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Perwakilan Republik Indonesia yang bersifat sementara.
  2. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendayagunaan aparatur negara.
  3. Komisi Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga negara yang mandiri, bebas dari intervensi politik, dan diberi kewenangan untuk menetapkan regulasi mengenai profesi ASN, mengawasi Instansi dan Perwakilan dalam melaksanakan regulasi, dan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah lembaga yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
  5. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah badan yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI-NILAI DASAR,DAN KODE ETIK


Pasal 2
Penyelenggaraan manajemen ASN dilakukan berdasarkan asas:
  1. kepastian hukum;
  2. profesionalitas;
  3. proporsionalitas;
  4. keterpaduan;
  5. delegasi;
  6. netralitas;
  7. akuntabilitas;
  8. efektif dan efisien;
  9. keterbukaan;
  10. non-diskriminasi;
  11. persatuan dan kesatuan;
  12. keadilan dan kesetaraan; dan
  13. kesejahteraan.

Pasal 3
ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip:
  1. nilai dasar;
  2. kode etik;
  3. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
  4. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
  5. kualifikasi akademik;
  6. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
  7. profesionalitas jabatan.

Pasal 4
Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
  1. memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi negara Pancasila;
  2. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  3. menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
  4. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
  5. menciptakan lingkungan kerja yang non-diskriminatif;
  6. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
  7. mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
  8. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program Pemerintah;
  9. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
  10. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
  11. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama;
  12. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
  13. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
  14. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karir.

Pasal 5
  1. Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN.
  2. Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


BAB III
JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN


Bagian Kesatu
Jenis


Pasal 6
Pegawai ASN terdiri dari:
  1. PNS.
  2. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.


Bagian Kedua
Status


Pasal 7
  1. PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan pegawai yang berstatus pegawai tetap dan memiliki Nomor Induk Pegawai.
  2. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja dalam jangka waktu paling singkat 12 (dua belas) bulan pada Instansi dan Perwakilan.


Bagian Ketiga
Kedudukan


Pasal 8
  1. Pegawai ASN berkedudukan di pusat, daerah, dan perwakilan luar negeri.
  2. Pegawai ASN yang bekerja pada Instansi Pusat, Instansi Daerah, dan Perwakilan merupakan satu kesatuan ASN.

Pasal 9
  1. Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi dan Perwakilan.
  2. Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.


BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN


Bagian Kesatu
Fungsi


Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
  1. pelaksana kebijakan publik;
  2. pelayan publik; dan
  3. perekat bangsa.


Bagian Kedua
Tugas


Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
  1. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Negara;
  2. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
  3. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Bagian Ketiga
Peran


Pasal 12
Pegawai ASN berperan mewujudkan tujuan pembangunan nasional melalui pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.


BAB V
JABATAN ASN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 13
Jabatan ASN terdiri dari:
  1. Jabatan Administrasi;
  2. Jabatan Fungsional; dan
  3. Jabatan Eksekutif Senior.


Bagian Kedua
Jabatan Administrasi


Pasal 14
  1. Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri dari:
    1. jabatan pelaksana;
    2. jabatan pengawas; dan
    3. jabatan administrator.
  2. Ketentuan mengenai klasifikasi Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 15
  1. Jabatan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik, administrasi pemerintahan, dan pembangunan.
  2. Jabatan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana.
  3. Jabatan administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik, administrasi pemerintahan, dan pembangunan.

Pasal 16
  1. Setiap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
  2. Penetapan kompetensi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Jabatan Fungsional


Pasal 17
  1. Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.
  2. Jabatan fungsional keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
    1. ahli pertama;
    2. ahli muda;
    3. ahli madya, dan
    4. ahli utama.
  3. Jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
    1. pemula;
    2. terampil; dan
    3. mahir.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Keempat
Jabatan Eksekutif Senior


Pasal 18
  1. Jabatan Eksekutif Senior terdiri dari pejabat struktural tertinggi, staf ahli, analis kebijakan, dan pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  2. Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memimpin dan mendorong setiap Pegawai ASN pada Instansi dan Perwakilan melalui:
    1. kepeloporan dalam bidang:
      1. keahlian profesional;
      2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
      3. kepemimpinan manajemen.
    2. mengembangkan kerjasama dengan Instansi lain; dan
    3. keteladanan dalam mengamalkan nilai-nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik ASN.
  3. Setiap Jabatan Eksekutif Senior ditetapkan kompetensi, kualifikasi, integritas, dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
  4. Penetapan kompetensi, kualifikasi, integritas, dan persyaratan lain yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  5. Pejabat yang menduduki Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak atas gaji, tunjangan, dan jaminan sosial.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan dan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 19
  1. Pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan.
  2. Pengisian Jabatan Eksekutif Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  3. Pengisian Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KASN.
  4. Pejabat yang Berwenang atau pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan permintaan pengisian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mengajukan kompetensi dan kualifikasi serta jabatan yang lowong kepada KASN.
  5. KASN mengumumkan lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
  6. Calon Pejabat Eksekutif Senior yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
  7. KASN melakukan seleksi untuk memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  8. Sebelum menduduki jabatannya, calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mengucapkan sumpah/janji di hadapan pimpinan Instansi atau Perwakilan.


BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN


Bagian Kesatu
Hak


Paragraf 1
Pegawai Negeri Sipil

Pasal 20
Pegawai negeri sipil berhak memperoleh:
  1. gaji, tunjangan, dan kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya;
  2. cuti;
  3. pengembangan kompetensi;
  4. biaya perawatan;
  5. tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam dan sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun;
  6. uang duka; dan
  1. pensiun bagi yang telah mengabdi kepada negara dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Paragraf 2
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah

Pasal 21
  1. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah berhak memperoleh:
    1. honorarium yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya;
    2. tunjangan;
    3. cuti;
    4. pengembangan kompetensi;
    5. biaya kesehatan; dan
    6. uang duka.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.


Bagian Kedua
Kewajiban


Pasal 22
Pegawai ASN wajib:
  1. setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
  3. menaati semua ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
  5. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, tindakan, dan ucapan kepada setiap orang baik di dalam maupun di luar kedinasan; dan
  6. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VII
KELEMBAGAAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 23
  1. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan dan manajemen ASN.
  2. Untuk melakukan pembinaan profesi dan Pegawai ASN, Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaan pembinaan dan manajemen ASN kepada:
  1. Menteri, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan umum pendayagunaan Pegawai ASN;
  2. KASN, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan pembinaan profesi ASN dan pengawasan pelaksanaannya pada Instansi dan Perwakilan;
  3. LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian dan pengembangan administrasi pemerintahan negara, pembinaan pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk penjenjangan Aparatur Sipil Negara; dan
  4. BKN, berkaitan dengan kewenangan pembinaan manajemen Pegawai ASN, penyusunan materi seleksi umum calon Pegawai ASN, pembinaan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN, pemeliharaan dan pengembangan Sistem Informasi Pegawai ASN, dan pembinaan pendidikan fungsional analis kepegawaian.

Pasal 24
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a berwenang menetapkan kebijakan pendayagunaan Pegawai ASN sebagai berikut:
  1. menetapkan analisis keperluan Pegawai ASN untuk semua Instansi dan Perwakilan;
  2. menetapkan klasifikasi jabatan Pegawai ASN;
  3. menetapkan skala penggajian dan tunjangan Pegawai ASN;
  4. menetapkan sistem pensiun Pegawai ASN;
  5. melakukan pemindahan Pegawai ASN antarjabatan, antardaerah, dan antarInstansi;
  6. memberhentikan sementara Pegawai ASN yang diangkat sebagai Pejabat Negara dari status kepegawaiannya;
  7. mengaktifkan status kepegawaian Pegawai ASN yang telah menyelesaikan tugas sebagai Pejabat Negara;
  8. mengangkat kembali Pegawai ASN yang telah menyelesaikan masa bakti sebagai Pejabat Negara pada jabatan ASN;
  9. menindak Pejabat yang Berwenang atas penyimpangan terhadap tata cara manajemen Pegawai ASN yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; dan
  10. mengoordinasi pelaksanaan tugas BKN dan LAN.


Bagian Kedua
KASN


Paragraf 1
Sifat

Pasal 25
KASN merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Paragraf 2
Tujuan

Pasal 26
KASN bertujuan:
  1. meningkatkan kekuatan dan kemampuan ASN dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan negara;
  2. menjamin agar ASN bebas dari campur tangan politik;
  3. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara yang efektif, efisien, jujur, terbuka, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;
  4. menciptakan sistem kepegawaian sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  5. membangun ASN yang profesional, berkemampuan tinggi, berdedikasi, dan terdepan dalam manajemen kebijakan publik;
  6. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera; dan
  7. melakukan pembinaan Pejabat Eksekutif Senior.

Paragraf 3
Kedudukan

Pasal 27
KASN berkedudukan di ibukota negara.

Paragraf 4
Fungsi

Pasal 28
KASN berfungsi menetapkan peraturan mengenai profesi ASN dan mengawasi pelaksanaan regulasi tersebut oleh Instansi dan Perwakilan.

Paragraf 5
Tugas

Pasal 29
KASN bertugas:
  1. mempromosikan nilai-nilai dasar dan kode etik ASN;
  2. mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai dasar ASN oleh Instansi dan Perwakilan;
  3. menyusun pedoman analisis keperluan pegawai;
  4. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam penetapan kebutuhan pegawai;
  5. mengusulkan calon Pejabat Eksekutif Senior terpilih pada Instansi dan Perwakilan kepada Presiden untuk ditetapkan;
  6. menyusun, meninjau ulang, dan mengevaluasi kebijakan dan kinerja ASN pada Instansi dan Perwakilan;
  1. mengevaluasi sistem dan mekanisme kerja Instansi dan Perwakilan untuk menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin ASN; dan
  2. melakukan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6
Wewenang

Pasal 30
KASN berwenang:
  1. menetapkan peraturan mengenai kebijakan pembinaan profesi ASN;
  2. melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan pembinaan profesi ASN;
  3. melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran peraturan-peraturan pembinaan profesi ASN;
  4. melakukan manajemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior;
  5. menerima pengaduan atau masukan dari kepala daerah mengenai kinerja Pejabat yang Berwenang;
  6. melakukan mediasi antara kepala daerah dengan Pejabat yang Berwenang di daerah; dan
  7. melakukan penggantian Pejabat yang Berwenang pada Instansi daerah apabila diperlukan.

Pasal 31
KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya termasuk yang terkait dengan kebijakan dan kinerja ASN pada setiap akhir tahun kepada Presiden.

Paragraf 7
Susunan

Pasal 32
  1. KASN terdiri atas:
    1. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
    2. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
    3. 5 (lima) orang anggota.
  2. Dalam hal Ketua KASN berhalangan, Wakil Ketua KASN menjalankan tugas dan wewenang Ketua KASN.

Pasal 33
  1. KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh asisten KASN.
  2. Asisten KASN diangkat dan diberhentikan oleh Ketua KASN berdasarkan persetujuan rapat anggota KASN.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta tugas dan tanggung jawab asisten KASN diatur dengan Peraturan KASN.

Pasal 34
  1. KASN dibantu oleh sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.
  2. Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul KASN.
  3. Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal KASN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab Sekretariat Jenderal diatur dengan Peraturan Presiden.

Paragraf 8
Keanggotaan

Pasal 35
  1. Anggota KASN terdiri dari unsur sebagai berikut:
    1. wakil pemerintah sebanyak 1 (satu) orang;
    2. akademisi sebanyak 2 (dua) orang;
    3. tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang;
    4. wakil organisasi ASN sebanyak 1 (satu) orang; dan
    5. wakil daerah sebanyak 2 (dua) orang.
  2. Anggota KASN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. warga negara Indonesia;
    2. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    3. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya berusia 60 (enam puluh) tahun;
    4. tidak menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik;
    5. sehat jasmani dan rohani;
    6. memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang manajemen ASN;
    7. berpendidikan paling rendah pascasarjana (strata dua) di bidang administrasi negara, manajemen publik, ilmu hukum, dan/atau ilmu pemerintahan; dan
    8. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Paragraf 9
Seleksi Anggota KASN

Pasal 36
  1. Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang dibentuk oleh Menteri.
  2. Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri.
  3. Anggota tim seleksi harus memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang ASN.
  4. Tim seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden.

Paragraf 10
Pengangkatan dan pemberhentian

Pasal 37
  1. Presiden menetapkan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4).
  2. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
  3. Anggota KASN berhenti atau diberhentikan oleh Presiden pada masa jabatannya, apabila:
    1. meninggal dunia;
    2. mengundurkan diri;
    3. tidak sehat jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota KASN;
    4. dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau
    5. menjadi anggota partai politik dan/atau menduduki jabatan negara.

Pasal 38
  1. Anggota KASN yang berhenti pada masa jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) digantikan oleh calon anggota yang diusulkan oleh tim seleksi.
  2. Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh menteri.
  3. Tim seleksi mengusulkan calon anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan unsur keanggotaan KASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) kepada Presiden.
  4. Presiden mengesahkan anggota pengganti yang diusulkan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
  5. Masa tugas anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meneruskan sisa masa kerja anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Bagian Ketiga
LAN


Paragraf 1
Tugas dan Fungsi

Pasal 39
LAN bertugas:
  1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional tertentu di bidang administrasi negara;
  2. pengkajian kinerja kelembagaan dan sumber daya aparatur dalam rangka pembangunan administrasi negara dan peningkatan kualitas sumber daya aparatur;
Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/15 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/16 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/17 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/18 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/19 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/20 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/21 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/22 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/23
  1. Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.
  2. Penilaian kinerja PNS dapat juga dilakukan oleh bawahan kepada atasannya.
  3. Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat yang dicapai.
  4. Penilaian kinerja PNS dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi, dan transparan.
  5. Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja PNS.
  6. Hasil penilaian kinerja PNS dimanfaatkan untuk menjamin obyektivitas dalam pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.

Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diatur dalam Peraturan KASN.

Paragraf 8
Penggajian

Pasal 75
  1. Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab PNS.
  2. Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan PNS.
  3. Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Paragraf 9
Tunjangan

Pasal 76
  1. Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, PNS juga menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi gaji.

Pasal 77
  1. Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada PNS di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan.
  2. Dalam pemberian tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah wajib mengukur tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerahnya masing-masing.
  3. Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/25 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/26 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/27 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/28 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/29 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/30 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/31 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/32 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/33
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 120
Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN yang menerima pemberian atau janji dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 121
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN secara melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 122
Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam seleksi pengisian Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 123
Anggota KASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 124
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


BAB XV
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 125
Ketentuan mengenai pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 berlaku bagi pegawai ASN yang diangkat sejak 1 Januari 2013.

Pasal 126
Tim Seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden untuk ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 127
Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111 dilaksanakan secara nasional paling lambat tahun 2012.

Pasal 128
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 129
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah disebut sebagai Pegawai ASN.

Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 131
Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik bagi Jabatan Fungsional tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 133
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepegawaian harus disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 134
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


 

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,



 

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

Penjelasan

[sunting]
RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA

I. PENJELASAN UMUM
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan Aparatur Sipil Negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan Nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan pegawai Aparatur Sipil Negara. Pegawai Aparatur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan pegawai Aparatur Sipil Negara. Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political development) serta melalu pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.
Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, pegawai Aparatur Sipil Negara harus memiliki profesi dan manajemen Aparatur Sipil Negara yang berdasarkan pada asas merit atau perbandingan antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Manajemen Aparatur Sipil Negara perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam meliputi penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah, pengadaan, jabatan, pola karier, penggajian, tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan, sanksi dan pemberhentian, pensiun, dan perlindungan. Dengan adanya keseragaman, diharapkan akan tercipta penyelenggaraan manajemen Aparatur Sipil Negara yang memenuhi standar kualifikasi yang sama di seluruh Indonesia.

Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara dari pengaruh partai politik, dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Aparatur Sipil Negara, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, Aparatur Sipil Negara dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Untuk meningkatkan produktivitas dan menjamin kesejahteraan Aparatur Sipil Negara, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya. Selain itu, Aparatur Sipil Negara berhak memperoleh jaminan sosial. Pemberian gaji maupun jaminan sosial diselenggarakan oleh Pemerintah.
Dalam rangka penetapan kebijakan manajemen Aparatur Sipil Negara, dibentuk Komisi Aparatur Sipil Negara yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. Pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara ini untuk merumuskan peraturan tentang pelaksanaan standar, norma, prosedur, dan kebijakan mengenai Aparatur Sipil Negara. Komisi Aparatur Sipil Negara beranggotakan 7 (tujuh) orang yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, dan wakil daerah. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara ditetapkan dan diangkat oleh Presiden sebagai Kepala Negara untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Bagi pegawai Aparatur Sipil Negara dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana. Sanksi administrasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda.
Untuk membentuk Aparatur Sipil Negara yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu mengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" adalah dalam setiap kebijakan penyelenggaraan ASN, mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas profesionalitas" adalah mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas proporsionalitas" adalah mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Pegawai ASN.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" adalah pengelolaan Pegawai ASN didasarkan pada satu sistem pengelolaan yang terpadu secara nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas delegasi" adalah bahwa sebagian kewenangan pengelolaan ASN dapat didelegasikan pelaksanaannya kepada kementerian, Lembaga Pemerintah Nonkementerian, dan pemerintah daerah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas netralitas" adalah bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan ASN harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas efektif dan efisien" adalah bahwa dalam menyelenggarakan manajemen ASN sesuai dengan target atau tujuan dengan tepat waktu sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah bahwa dalam penyelenggaraan manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas non diskriminasi" adalah bahwa dalam penyelenggaraan manajemen ASN, KASN tidak membedakan perlakuan berdasarkan gender, suku, agama, ras dan golongan.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "asas persatuan dan kesatuan" adalah bahwa Pegawai ASN sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf l
Yang dimaksud dengan "asas keadilan dan kesetaraan" adalah bahwa pengaturan penyelenggaraan ASN harus mencerminkan

Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/40 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/41 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/42 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/43 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/44 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/45 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/46

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Cukup jelas.

Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Cukup jelas.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Cukup jelas.

Pasal 124

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

Pasal 127

Cukup jelas.

Pasal 128

Cukup jelas.

Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...