Propinsi Sumatera Utara/Bab 4

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

RODA REVOLUSI

  1. Atjeh.
  2. Sumatera Timur.
  3. Tapanuli.

RODA REVOLUSI.


PRESIDEN Sukarno menjatakan: „Tidak ada satu revolusi dapat mengatasi segenap rintangan-rintangannja dan kesulitan-kesulitannja, bilamana revolusi itu semangatnja tidak berkobar-kobar dan menjala-njala”.

Bung Hatta menulis: „Pimpinan dalam revolusi tidak dapat dituntut, melainkan diperoleh atas kepertjajaan rakjat kepada pemimpinnja. Pilihan rakjat mungkin salah, tetapi selama rakjat pertjaja pada pemimpinnja, selama itu revolusi didjundjungnja.

Hanja kepertjajaan rakjat akan kemenanganlah jang membawa kemenangan bagi revolusi”.

Sutan Sjahrir mengemukakan: „Revolusi kita ini jang keluar berupa revolusi nasional, djika dipandang dari dalam berupa revolusi kerakjatan. Meskipun kita telah berpuluh tahun berada didalam lalu lintas dunia modern, meskipun masjarakat negeri kita telah sangat dirobah dan dipengaruh olehnja akan tetapi diseluruh kehidupan rakjat kita, terutama didesa, alam penghidupan serta pikiran orang masih feodal. Pendjadjahan Belanda berpegang pada segala sisa-sisa feodalisme itu untuk menahan kemadjuan sedjarah bangsa kita. Begitu umpamanja pangreh pradja ta’ lain dari pada alat jang dibuat oleh pendjadjah Belanda dari warisan feodal masjarakat kita. Berupa-rupa aturan jang dilakukan atas rakjat kita didesa ta’ lain dari pada landjutan jang lebih teratur dari pada kebiasaan feodal, demikian penghargaan jang begitu rendah terhadap diri orang desa, jang masih dipandang setengah budak belian, bukan sadja dimata kaum ningrat kita, akan tetapi djuga didalam pandangan kaum pendjadjah Belanda”.

Mr. Mohammad Roem memberi kesimpulannja: „Rupanja revolusi itu tidak berlangsung hanja menurut usaha dan rentjana manusia, tapi ada pula sifat-sifat dalam hukum revolusi, jang merupakan hukum alam, jang ketjerdasan manusia hanja dapat menerima akibat-akibatnja”.

Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohammad Hassan pada 17 Agustus 1946 menjatakan: „Di Sumatera Timur dan Atjeh, Nica berhubungan dengan beberapa radja-radja atau pembantu-pembantunja dalam hal ini menimbulkan kemarahan hati rakjat jang terus mengambil tindakan terhadap bangsanja jang berchianat itu sampai menimbulkan revolusi sosial jang menjebabkan orang-orang jang tidak bersalah turut mendjadi korban”.

Mulai pada bulan Agustus 1945 Uleebalang-Uleebalang di Atjeh sudah mengadakan panitia-panitia buat menjambut kedatangan Belanda setjara besar-besaran. Mereka telah menjatakan dengan terang-terangan akan mengadakan pembalasan dendam kepada rakjat dan pemimpin-pemimpin jang mendjadi lawan politik mereka, jang telah memimpin pemberontakan terhadap Belanda waktu petjah perang Pacifik.

Pada bulan September ’45 Uleebalang-Uleebalang itu sudah kembali lagi memaksa rakjat buat bekerdja paksa pada kebun-kebun dan bangunan-bangunan mereka.

Teuku Daud Tjumbok dari Lammeulo, 20 km dari Sigli, mengadakan perhubungan dengan bekas kontrolir Belanda van Swier di Medan. Perhubungan ini melalui bekas serdadu Knil Sukardi dan seorang lagi jang bernama Ibrahim Pane.

Teuku Daud Tjumbok mendjalankan kegiatan mengumpulkan bekas-bekas tentera Knil didaerah Atjeh.

Pada tanggal 12 Oktober 1945 Teuku Daud Tjumbok menurunkan bendera Dwi Warna dari kantor Guntyo di Lammeulo.

Teuku Tjut Hassan membangunkan sebuah partai jang diberi nama „Pembangun Indonesia”. Anggota-anggotanja sebahagian besar terdiri dari kaum Uleebalang (feodaal).

Organisasi ini mengadakan hubungan dengan Palang Merah Internasional di Medan.

Pada tanggal 15 Oktober 1945 oleh ulama seluruh daerah Atjeh dikeluarkan maklumat jang mengandjurkan agar semua rakjat Atjeh turut serta dalam pembangunan kemerdekaan tanah air dan memberi kejakinan bahwa perdjuangan ini adalah sutji, jaitu Perang Sabil.


АТЈЕН.

Apa jang kedjadian didaerah Atjeh?

Dalam buku risalah „Revolusi Desember ’45 di Atjeh” atau „Pembasmian Pengchianat Tanah Air” jang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia Daerah Atjeh ditulis sebagai berikut:

„Pada tanggal 22 Oktober 1945 dengan bertempat di Beureunoeen dirumah Teuku Keumangan Umar seorang Uleebalang jang tertua dan jang sudah masjhur kedjahatannja kaum Uleebalang mengadakan suatu konperensi jang dihadiri oleh banjak Uleebalang-Uleebalang. Teuku Keumangan Umar sebagai praeadviseur dalam konperensi tsb, telah memberikan andjuran-andjuran kepada konperensi bahwa kaum Uleebalang harus mempertahankan kekuasaannja dengan memakai tjara-tjara seperti jang telah dipakai waktu melawan Keradjaan Atjeh dahulu. Teuku Keuwungan salah seorang pemberontak jang terbesar terhadap kekuasaan Keradjaan Atjeh jang sah dan penanda tangan korte verklaring dengan Belanda jang pertama. Dalam rapat ini kaum Uleebalang telah memutuskan akan mengadakan tentera sendiri untuk mendjadi backing dari gerakan mereka serta mengadakan organisasi mereka jang bernama „Markas Uleebalang”.

Dengan segera dibentuklah tentera liar tersebut dengan bertopengkan nama B.P.K. (Barisan Pendjaga Keamanan) di Lammeulo, tempat kedudukan markas Uleebalang, dengan dikepalai oleh Teuku Daud Tjumbok c.s. Tentera liar ini dihimpunkan dari orang - orang jang sudah rusak moralnja, bekas - bekas serdadu Belanda jang dipanggilkannja dari Medan dan berbagai tempat jang lain dan sebagian terdiri dari bekasbekas orang hukuman. Tentera ini dibagi dalam tiga golongan :
1. Barisan tiap Bintang : tugasnja memusnahkan rakjat jang tiada mau tunduk kepada kekuasaan mereka....
2. Barisan tjap Sauh ; tugasnja merampok segala harta benda rakjat jang mendjadi anggota barisan-barisan perdjuangan kemerdekaan , untuk biaja barisan ini.
3. Barisan tjap Tumbak ; tugasnja menangkap segala orang-orang tjerdik pandai untuk dipendjarakan atau dibunuh dan mentjulik gadis kaum pergerakan untuk tentera mereka .

Dengan melihat kepada tjara dan tugas jang diberikan kepada tentera ini sadja, sudah dapat dimengerti bagaimana tidak bertanggung djawabnja pengchianat-pengchianat ini. Persendjataan buat lasjkar terrorist ini ditanggung bersama oleh kaum Uleebalang seluruh Atjeh sehingga dalam sebentar waktu sadja tentera mereka sucah bersendjata lengkap. Sedang T.K.R. ( Tentera Keamanan Rakjat ) kepunjaan Pemerintah Republik Indonesia daerah Atjeh sendiri pada waktu itu kalah lengkap sendjatanja dengan tentera kaum Uleebalang ini sehingga untuk menghindarkan terdjadinja pertentangan bersendjata pada waktu itu, Pemerintah Republik Indonesia daerah Atjeh telah mengambil keputusan tidak akan menempatkan T.K.R. ditempat jang ada tentera Uleebalang dan dalam pada itu berusaha memberi pendjelasan kepada mereka dan mentjoba menjelesaikan segala sesuatu setjara damai , walaupun pihak Uieebalang senantiasa memperlihatkan sikap jang menentang dan tidak mau mengakui sahnja Pemerintah Republik Indonesia. Adjakan dari Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah Atjeh di Kutaradja jang mengharap dan meminta supaja segala perkara dapat diselesaikan setjara daniai dan baik- baik, didjawab dengan pedas dan kasar oleh Kepala Markas Uleebalang.


Perlu ditegaskan bahwa ada juga beberapa Uleebalang jang baik dan insaf kepada panggilan zaman, mereka mendjauhkan diri dan tidak mau tjampur dalam gerakan Markas Uleebalang, umpamanja Uleebalang Bentara Pineueng, Idi, dan beberapa orang lagi .


Setelah tentera mereka sudah mendapat tjukup latihan dan persendjataan, Markas Uleebalang mulai melakukan tindakan keras terhadap badan-badan perdjuangan kemerdekaan terutama sekali atas pemuda-pemuda P.R.I. ( Pemuda Republik Indonesia ) . Mereka melarang pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih, mengantjam rakjat umum jang memakai lentjana Merah Putih, dan merobek semua siaran-siaran dan pengumuman-pengumuman jang mengenai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 25 Oktober 1945 Markas Uleebalang mulai memerintahkan menangkapi pemuda-pemuda P.R.I. jang melakukan kewadjibannja sebagai pengawal nasional mendjaga kantor-kantor pos dan tilpon di kota Lammeulo.

5

65

Walaupun mengalami gentjatan-gentjatan jang demikian rakjat

umumnja dan terutama sekali pemuda-pemuda terus mendjalankan kewadjibannja dengan semangat jang bergelora.


Melihat semangat pemuda jang tiada kundjung padam ini Markas Uleebalang melakukan pula tindakan-tindakan jang lebih keras. Pada tanggal 3 Nopember 1945 beberapa orang pemimpin pemuda ditangkap dan dipukuli sampai berdarah dan beberapa orang diantaranja sampai pingsan. Pada tanggal 8 Nopember 1945 mereka merampas kantor P.R.I. di Lammeulo dan kantor tersebut didjadikannja tempat perdjudian sebagai edjekan, sedang kepada pemuka-pemuka dan anggota-anggota organisasi perdjuangan mulai saat itu tiada diizinkan lagi masuk kota Lammeulo.


Dengan demikian pada lahirnja Markas Uleebalang sudah dapat menindas dan menghantjurkan gerakan kemerdekaan diwilajah Lammeulo. Kota Lammeulo sudah bulat djatuh ketangan mereka dan sudah bersih dari anasir-anasir pentjinta kemerdekaan Indonesia.


Pada tanggal 25 Desember 1945 Markas Uleebalang memulai pula gerakannja untuk menduduki dan mengusai kota Sigli, karena Sigli suatu kota jang penting dan dengan menguasainja mereka dapat memutuskan djalan perhubungan antara seluruh organisasi perdjuangan kemerdekaan seluruh Atjeh. Ditengah malam buta tentera liar mereka mulai masuk kota Sigli dan terus menduduki tempat-tempat jang strategis. Rakjat umum dan pemuda dilarang memasuki kota. Tiada lama kemudian diluar kota rakjat jang ditahan tidak diperbolehkan masuk kota sudah beribu-ribu djumlahnja. Ketika itu kaum Uleebalang sedang berusaha sekuat-kuatnja agar supaja tentera Djepang jang pada saat tersebut masih ada dalam kota Sigli mau menjerahkan sendjatanja kepada mereka.


Pada waktu itu dikalangan rakjat dan pemuda timbul kekuatiran besar djika sendjata ini benar-benar diserahkan oleh Djepang kepada Uleebalang pastilah sendjata-sendjata ini akan dipergunakan buat penindas gerakan kemerdekaan.Pada waktu itu djuga pemuda dan rakjat umum telah menjatakan kepada pembesar-pembesar Djepang supaja sendjata-sendjata itu diserahkan ketangan Pemerintah Republik Indonesia daerah Atjeh dan sendjata itu djangan sekali-kali diserahkan kepada Uleebalang sebab hal ini akan membahajakan keamanan dan djiwa rakjat unium. Bahkan pemuda dan rakjat umum mengantjam djika Djepang tiada berbuat demikian, dan akan menjerahkan sendjata itu kepada Uleebalang, pemuda dan rakjat akan menjerbu Djepang lebih dahulu. Berhari-hari lamanja Djepang tiada memberikan keputusan apa-apa dan dalam pada itu rakjat makin berdujun-dujun berkumpul diluar kota Sigli untuk merebut sendjata tentera Djepang sebelum Djepang menjerahkan sendjata- sendjata itu kepada Uleebalang. Sedang kota masih didjaga djuga oleh tentera liar Uleebalang dengan sendjata lengkap sambil mengadakan perampokan dan pentjulikan disana sini dalam kota

66 Untuk mentjegah djatuhnja sendjata Djepang kepada Uleebalang achirnja rakjat sudah datang berpuluh-puluh ribu lagi banjaknja dan oleh karena tiada masuk kekota, mereka sudah penuh dapat disekeliling kota sehingga kemudian ternjata tentera Uleebalang jang menduduki kota sudah terkepung oleh ratusan ribu rakjat umum, sehingga achirnja mereka tiada berani lagi keluar dari kota. Melihat gerakan raksasa rakjat ini Markas Uleebalang merasa tjemas dan untuk membubarkan gerakan rakjat ini mereka telah melakukan tindakan-tindakan jang sangat ganas dan kedjam, dengan melepaskan tembakan-tembakan karabijn dan mitrailleur terhadap rakjat umum jang tidada bersendjata itu.

Inilah peristiwa jang sangat menjedihkan jang telah terdjadi di Sigli. Banjak rakjat telah mendjadi korban keganasan pengchianat-pengchianat bangsa ini.

Pembunuhan terhadap rakjat umum ini telah terdjadi beberapa hari lamanja mulai tanggal 4 sampai tanggal 6 Desember 1945. Massacre ini dapat dihentikan dengan susah pajah oleh pemimpin-pemimpin rakjat dan Pemerintah Republik Indonesia daerah Atjeh sesudah banjak rakjat djatuh mendjadi korban keganasan tentera terrorist Uleebalang. Walaupun demikian, disini ditjoba sekali lagi penjelesaian setjara damai.

Sementara menunggu keputusan jang berwadjib jang terachir pemimpin-pemimpin organisasi pemuda dan rakjat telah menanda tangani suatu modus vivendi dengan Markas Uleebalang jang berisi sjarat-sjarat sebagai berikut :

  1. Sendjata-sendjata jang telah diserahkan oleh Djepang kepada Markas Uleebalang haruslah diserahkan kepada Pemerintah Daerah Atjeh dan dibawa oleh T.K.R. ke Kutaradja.
  2. Tentera Uleebalang ditarik kembali dari Sigli ketempatnja semula.
  3. Kota Sigli diserahkan kembali kepada Pemerintah jang sah dan didjaga keamanannja oleh T.K.R., polisi dan alat-alat kekuasaan negara jang lain.
  4. Pihak rakjat dan pihak Uleebalang meninggalkan kota Sigli dan kembali ketempatnja masing-masing.
  5. Djika terdjadi perkosaan dan huru hara dalam pemulangan ini kepala dari masing-masing pihak dipertanggung djawabkan.

Demikianlah isi modus vivendi tersebut.

Dengan keuletan rakjat dan pemuda maksud Markas Uleebalang hendak merebut sendjata Djepang dan mengadakancoup di Sigli buat sementara mendjadi gagal.

Setelah modus vivendi tersebut selesai ditanda tangani tentera liar Uleebalang keluar lagi dari Sigli kembali ke Markas Besar mereka di Lammeulo. Bertentangan sekali dengan apa jang telah mereka ikrarkan, semua sendjata jang telah diserahkan Djepang kepada mereka, mereka larikan seluruhnja keluar kota, sebutir pelorpun tiada mereka serahkan kepada T.K.R. sesuai dengan perdjandjian dalam modus vivendi ; dan dalam penarikan mundur tentera mereka, mereka telah melakukan pula perbuatan-perbuatan terror disepandjang djalan jang mereka lalui sehingga banjak rakjat dan harta bendanja mendjadi korban. Mereka pulang seakan-akan tentera jang baru menang perang sambil menembak-nembak siapa sadja jang berdjumpa didjalanan jang disangka masuk golongan pemuda.

Dalam pada itu atas kegiatan organisasi-organisasi pemuda di Bireuen dan Idi beberapa kaki tangan kaum Uleebalang jang diutus ke Medan untuk berhubungan dengan Belanda dapat ditangkap, dokumen-dokumen mereka dapat dirampas. Terdapat djuga djumlah besar uang jang dikirim mereka sebagai sokongan buat Belanda. Berturut-turut tertangkap kaki tangan-kaki tangan Markas Uleebalang dalam melakukan perbuatan chianat itu dan dari pengakuan-pengakuan mereka ini diketahui dengan djelas betapa luasnja hubungan jang telah diperbuat antara Markas Uleebalang dengan Belanda, baik di Medan maupun di Sabang. Dari keterangan-keterangan orang-orang ini dapat diketahui bahwa usaha Markas Uleebalang buat menduduki kota Sigli dilakukan sesudah lebih dahulu ada pembitjaraan dengan Belanda. Kota Sigli diduduki lebih dahulu oleh Markas Uleebalang sebagai pembukaan djalan bagi pendaratan Belanda di Atjeh. Tetapi gerakan-gerakan rakjat dan apa jang telah terdjadi menggagalkan niat tersebut.

Pada tanggal 10 Desember Markas Uleebalang mengadakan rapatnja di Loeengputu. Dalam rapat ini mereka telah mengambil keputusan buat menangkap dan membunuh pemimpin-pemimpin pemuda dan pemimpin-pemimpin organisasi perdjuangan lainnja dan tindakan-tindakan ini harus sudah selesai didjalankan pada tanggal 25 Desember. Sehabis rapat ini mereka mengadakan manoeuvre besar-besaran dari tentera mereka dengan mempergunakan tembakan-tembakan karabijn, mitrailleur dan mortir sedang jang mendjadi sasaran mereka ialah rumah-rumah dan kampung-kampung rakjat. Machtsvertoon ini telah menimbulkan penderitaan jang tiada terhingga pula kepada rakjat.

Keputusan rapat mereka di Loeengputu ternjata didjalankan oleh Markas Uleebalang dengan consequent. Pada malam itu djuga tentera-tentera liar mereka mengadakan penjerbuan kedjam terhadap rumah pemimpin-pemimpin Pemuda diwilajah Lammeulo, Loeengputu dan lain-lain. Rumah-rumah pemimpin-pemimpin dirampok habis-habisan sedang orang-orang jang didjumpai ditembak mati. Pada hari-hari berikutnja hampir rata-rata pemimpin-pemimpin rakjat terutama pemudanja mendapat giliran dari terrorist-terrorist ini. Banjak diantara mereka jang tertangkap, disiksa dan dibunuh setjara kedjam sedang harta bendanja dirampas, rumahnja didjadikan abu.

Tindakan-tindakan terror terhadap gerakan kemerdekaan ini diteruskan dengan ganas oleh pengchianat-pengchianat bangsa ini. Keamanan dan ketenteraman dalam negeri sudah lenjap, tiada seorang manusiapun jang merasa aman terhadap keselamatan djiwa dan hak miliknja. Beratus orang jang ditangkap dan dibunuh, beratus rumah tangga jang sudah dirampok. Pada tanggal 16 Desember meriam dan mortirpun mulai dipergunakan mereka menembaki kampung-kampung disekitar Loeengputu dan Metareuëm (disekitar Lammeulo) karena penduduk kampung-kampung ini seluruhnja terdiri dari anggota Pemuda Republik Indonesia. Banjak kerusakan jang terdjadi, harta dan djiwa rakjat mendjadi korban. Tiada lama kemudian pembakaranpembakaranpun segera dimulai oleh mereka. Pada tanggal 20 Desember mereka telah membakar bangun-bangunan umum seperti sekolah agama di Titeue, kantor-kantor Kehakiman dimana-mana dibakar djuga oleh mereka sebab Hakim-hakim semuanja tidak mau tunduk kepada kekuasaan mereka.


Keganasan dan kekedjaman Markas Uleebalang ini sungguh sudah sampai kepuntjaknja. Polisi dan tentera Republik jang mendjadi alat Kekuasaan dari Pemerintah Republik Indonesia daerah Atjeh tidak dingkan dengan kekuasaan terrorist-terrorist ini. Rakjat berlarian kian kemari mentjari perlindungan menjelamatkan djiwa dan hak miliknja.


Achirnja pemuda dan rakjat tiada dapat bersabar lagi terhadap keadaan-keadaan jang seperti ini. Kesabaran sudah sampai pada batasnja. Pada waktu itulah segenap organisasi perdjuangan kemerdekaan rakjat dengan dipelopori oleh Pemuda Republik Indonesia mengambil keputusan akan melawan pengchianat bangsa dan tanah air ini dengan segala kekuatan jang ada. Pada tanggal 22 Desember dibentuklah MARKAS BESAR RAKJAT UMUM dengan berkedudukan sementara di Garot. Keputusan ini disambut oleh seluruh rakjat dengan perasaan lega. Markas Besar Rakjat Umum mendapat bantuan moreel dan materieel jang se-besar-besarnja dari seluruh rakjat Atjeh. Rakjat dari seluruh pelosok daerah Atjeh kadang -kadang dari djarak beratus-ratus km. dengan berdjalan kaki mengharungi hutan rimba datang memberi bantuan dengan sukarela kepada Markas Besarnja.


Dalam pada itu kekedjaman kaum Uleebalang makin bertambahtambah. Mereka mengadakan serangan-serangan membabi buta dengan mitrailleur dan meriam terhadap desa-desa jang penduduknja disangka terdiri dari anggota-anggota P.R.I. Pada tanggal 30 Desember mereka mengadakan serangan- serangan jang demikian terhadap Mukim Kampung Langga sambil merampok dan membakar rumah-rumah. Pada tanggal 31 Desember mereka menjerang lagi negeri Metareuem dengan mempergunakan sendjata meriam dan mitrailleur. Setelah rumah-rumah rakjat digedor habis-habisan, rumah- rumah itu lalu dibakar habis. Hampir semua rumah tangga rakjat dinegeri-negeri Metareuem, Ilot, Lala telah mendjadi abu .


Rakjat umum jang telah kehilangan hak milik dan rumah tangganja berlarian kesana kemari mentjari perlindungan.


Demikian kritisnja keadaan ketika Markas Besar Rakjat Umum mulai bertindak melindungi rakjat dan mempertahankan hukum-hukum negara. Sebelum memulai gerakannja Markas Besar Rakjat Umum mengeluarkan maklumat sebagai berikut :


,,Saudara- saudara kaum Muslimin !!


Perdjuangan kita sekarang adalah untuk menghapuskan segala kedjahatan dan pengchianatan terhadap bangsa dan tanah air !

69

Oleh karena itu, maka kami harap djanganlah kedjahatan itu terbit

dari pada kita :

  1. Djangan membakar rumah walaupun siapa punja.
  2. Djangan mengambil harta orang, walaupun jang tiada berharga.
  3. Segala orang jang ditangkap mesti diperlakukan dengan baik.
  4. Djangan sekali-kali memukul musuh jang sudah ditawan karena Allah tiada akan menolong orang-orang jang kedjam dan tiada menerima do'a mereka.


Sekianlah !"

(MARKAS BESAR RAKJAT UMUM) .


Setelah menerima amanat-amanat jang serupa ini maka barulah barisan rakjat menjerbu untuk menghantjurkan pengchianat - pengchianat itu dengan tekad jang teguh : menang atau gugur sebagai korban perdjuangan untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air.


Pada tanggal 8 Djanuari 1946 Markas Umum Tentera Daerah Atjeh jang memimpin T. K. R. Daerah Atjeh bersama- sama dengan Pemerintah Daerah Atjeh memberi ultimatum kepada Markas Uleebalang di Lammeule. Peringatan terachir ini berbunji sebagai berikut :


  ,,Dengan ini diberi tahukan kepada golongan jang berpusat di   Lammeulo dan tempat-tempat jang lain jang memegang sendjata   dan mengadakan perlawanan terhadap rakjat umum, supaja   menjerah dan menghentikan perlawanannja, mulai pukul 12 siang   hari Kemis tanggal 10 Djanuari 1946. Kalau tidak mau menjerah   dan memperhentikan perlawanannja maka mereka itu akan   ditundukkan dengan kekerasan” .


Atas nama Markas Umum Daerah Atjeh,

(Ketua)

Kol. SJAMAUN GAHARU


Atas nama Pemerintah R. I. Daerah Atjeh.

(Wk. Residen )

T. P. P. MOHAMMAD ALI


Ultimatum ini sama sekali tidak diatjuhkan oleh Markas Uleebalang bahkan ternjata makin menambah keganasan mereka.


Pertempuran-pertempuran hebat antara pihak rakjat dengan pihak pengchianat bangsa itu segera terdjadi daerah kabupaten Pidië, Meuredu, Loeengputu, Beureunoeen, Lammeulo, Keumala, dan lain-lain. Oleh karena kaum pengchianat tiada mendapat bantuan rakjat achirnja walaupun dengan sendjata jang serba kurang tetapi karena mendapat bantuan jang sebesar-besarnja dari segenap lapisan rakjat diseluruh Atjeh, Markas Besar Rakjat Umum telah dapat mematahkan tenaga pengchianat itu dengan merebut Markas Besar mereka jaitu kota Lammeulo pada tanggal 13 Djanuari 1946.


Setelah kota Lammeulo diduduki Markas Besar Rakjat Umum mengeluarkan pengumuman sebagai berikut :

70

MAKLUMAT.

  Pertempuran sudah selesai !

  Pengchianat-pengchianat tanah air sudah disapu bersih. Perlawanan partai Uleebalang sudah dapat dipatahkan oleh partai Rakjat. Perdjuangan ini dilaksanakan untuk membasmi sekalian pengchianat tanah air, Partai Uleebalang dan kaki tangan serta pengikutnja.

  Famili-famili pengchianat dan orang kampung jang tiada berdosa tiada akan diganggu, rakjat jang baik mesti tinggal ditempatnja masing-masing.

  Barang siapa jang masih bersifat chianat dan melawan terhadap rakjat atau mentjoba-tjoba gerakan chianat akan didjatuhkan hukuman mati.

  Dilarang keras merampok, merampas atau menggelapkan harta benda musuh (pengchianat ).

  Dilarang keras menjimpan, menjembunjikan atau menggelapkan untuk kepentingan sendiri sendjata-sendjata api dari segala djenis. Sendjata-sendjata api tersebut dari segala djenis mesti dengan segara diserahkan kepada kantor Markas Besar Rakjat Umum.

  Sekalian rakjat jang baik hendaklah tinggal aman tenteram dan siap sedia patuh menuruti perintah pemimpin-pemimpinnja.


(MARKAS BESAR RAKJAT UMUM).


  Ketika kota Lammeulo diduduki tidak semua pengchianat dapat ditangkap sebab beberapa djam sebelum kota Lammeulo djatuh mereka sudah melarikan diri kearah pergunungan sesudah merusakkan bangunan-bangunan penting jang ada dikota seperti centraal telefoon, pos, rumah-rumah dan sebagainja. Tetapi rakjat umum terus memburu dan menjusul pengchianat-pengchianat jang melarikan diri itu kegunung-gunung dan rimba-rimba. Pada tanggal 16 Djanuari 1946 Teuku Daud Tjumbok cs. jang mendjadi Pemimpin Markas Uleebalang dapat dibekuk oleh sepasukan barisan rakjat jang memburunja dirimba gunung Seulawah. Kemudian mereka digiring dengan kereta api ke Sigli. Di Sigli rakjat meminta supaja Teuku Daud Tjumbok menjerukan ,,MERDEKA" tiga kali.

  Kemudian pengchianat-pengchianat ini dibawa ke Sanggeue untuk diperiksa segala sebab-sebab dan asal usul jang telah menimbulkan perbuatannja jang sangat kedji itu.

  Dari pemeriksaan dan pengakuan pengchianat- pengchianat ini terbuktilah dengan seterang-terangnja bahwa mereka telah bekerdja sama dalam gerakan pengchianatannja dengan Nica dan ternjata pula hampir semua kaum Uleebalang di Atjeh turut tjampur dalam gerakan chianat tersebut. Hampir semua mereka telah turut memberi bantuan setjara terang-terangan atau setjara rahasia kepada Markas Uleebalang di   Lammeulo, Tetapi pada Waktu itu Markas Besar Rekjat Umum tidak bermaksud memperluas revolusi jang tak dapat dihindarkan lagi dikabupaten Pidie itu kekabupaten-kabupaten jang lain. Sedapat-dapatnja gelombang revolusi akan dibendung dikabupaten Pidie sadja dan dalam pada itu Markas Besar Rakjat Umum mengharapkan keinsafan kaum Uleebalang dikabupaten-kabupaten jang lain akan menjesuaikan diri dengan suasana kemerdekaan.

  Terhadap pengchianat-pengchianat dan kaki tangan musuh ini oleh Markas Besar Rakjat Umum telah didjatuhi hukuman-hukuman jang setimpal. Sedang kepada rakjat jang lantaran kebodohan telah terseret dalam kalangan pengchianat dan telah turut tertawan bersama-sama pengchianat oieh Markas Besar Rakjat diberikan penerangan dan pendjelasan-pendjelasan dan kemudian semua mereka ini dibebaskan kembali dan Markas Besar Rakjat mengharapkan keinsafan mereka dizaman kemerdekaan Ini,

  Tawanan-tawanan ini telah mentjeritakan dengan segala kedjudjuran betapa kedjam dan bengisnja tentera liar Uleebalang menjiksa orang-orang dari gerakan pemuda dan organisasi-organisaai kemerdekaan lainnja. Sambil memeriksa dipukuli, ditjentjang, dipotong sedikit demi sedikit bagian-bagian badannja dan djika mereka sudah puas melakukan segala matjam penjiksaan itu, lalu orang-orang jang malang itu dikuburkan hidup-hidup dengan tidak menunggu meninggalnja lebih dahulu. Tidak sedikit pula jang majat-majat mereka ditjampakkan didjalan-djalan atau dilemparkan dikali.

  Sesudah pengchianat-pengchianat dibekuk, hak milik mereka disita oleh Markas Besar Rakjat Umum sedang keluarga mereka jang masih hidup dibiajai oleh Markas. Buat sebagian besar harta benda kaum Uleebalang itu terdiri dari hak milik rakjat jang mereka ambil dengan djalan perkosaan dimasa jang sudah-sudah, Hak milik rakjat jang diambil dengan djalan tidak sah oleh kaum Uleebalang itu dikembalikan kepada jang berhak menerimanja oleh Madjelis Penimbang dari Markas Besar Rakjat setelah rakjat jang bersangkutan memberikan bukti-bukti dan keterangan-keterangan jang diperlukan, Anggota-anggota Madjelis Penimbang ini diangkat oleh Residen Atjeh dan dalam melakukan tugasnja berpedoman kepada ,,Peraturan menguasai harta pengchianat" jang diadakan oleh Komite Nasional Daerah Atjeh, jaitu peraturan no. 1 1946. Demikian djuga harta-harta agama (baitalmal) jang diambil oleh Uleebalang dimasa jang sudah-sudah untuk keperluan diri sendiri mereka dan harta-harta negara diambil oleh Markas Besar Rakjat, Harta-harta Baitalmal dikembalikan kepada Djawatan Agama dan harta negara jang lain dikembalikan kepada Pemerintah. Harta-harta pengchianat sendiri dipergunakan untuk pembajar rumah-rumah rakjat jang telah mereka bakar dan harta benda rakjat jang telah mereka rampas. Selehihnja dikembalikan kepada keluarga mereka jang masih tinggal.

  Pada tanggal 17 Djanuari 1946 Markas Besar Rakjat Umum jang sudah berkedudukan dengan resmi di Sigli mengeluarkan pengumumannja sebagai berikut :
MAKLUMAT PENDJELASAN.

,,Peperangan dan pertempuran jang maha seru dan dahsjat, jang telah terdjadi dalam wilajah Sigli - Lammeulo - Meureudu, terutama dalam kota Lammeulo sendiri, semendjak tanggal 22-12-1945 sampai tanggal 13-1-1946, adalah peperangan dan pertempuran antara pihak rakjat umum dari Negara Republik Indonesia dengan pihak pengchianat negara, musuh bangsa, kaki tangan Nica jang dipimpin oleh Markas Uleebalang dengan Teuku Daud Tjumbok sebagai kepalanja.

Pendirian rakjat umum ini dikuatkan pula oleh pemerintah jang tertinggi didaerah Atjeh dengan maklumatnja jang disiarkan di Sigli dan sekitarnja , pada tanggal 9-1-1946 dengan menjatakan bahwa :

,,PERDJUANGAN RAKJAT UMUM ADALAH PERDJUANGAN MEMBASMI PENGCHIANAT”.

Rakjat berdjuang 22 hari lamanja , dalam hudjan meriam dan peluru, dalam hudjan lebat jang sebenar-benarnja dalam menahan makan dan minum dan menahan diri dari sifat tidur, berkubu dalam hutan dan semak-semak dengan penuh kesabaran dan tawakkal untuk memusnahkan pengchianat tersebut dan untuk membawa keamanan dan kesopanan, untuk membela penderitaan saudara-saudaranja selaku rakjat dalam wilajah-wilajah jang pengchianat duduki itu.

Rakjat tjukup menderita kepedihan dan kepahitan, bukan sadja rakjat Indonesia Atjeh jang berada diwilajah tersebut bahkan Indonesia lainpun menderita djuga, pun bangsa Tionghoa menerima pula bermatjam-matjam antjaman dan perkosaan jang terhina dan terkutuk.

Penderitaan itu, bukan sadja rakjat menerima pada perasaan lahir tetapi pada batinpun tjukup mereka menderitanja disebabkan segala gerakan djiwa mereka jang menudju kearah kemerdekaan, mendapat halangan sehebat-hebatnja berbagai tjara, bahkan rakjat jang menghendaki kemerdekaan dengan tjara terang seperti membangunkan barisan-barisan perdjuangan, membangunkan Pemuda Republik Indonesia musnah dan terantjam djiwanja.

Sjukur Alhamdulillah, 22 hari rakjat berdjuang sarang-sarang pengchianat dan markas mereka dapat kita duduki satu persatu dan pada tanggal 13-1-1946 djatuhlah dengan sempurna pusat Markas Pengchianat itu, jaitu Lammeulo, sedang kepala pengchianat dan pengikut- pengikutnja dapat melarikan diri.

Tetapi Tuhan tiada mengizinkan pengchianat meradjalela lagi, maka pada tanggal 16-1-1946 disatu hutan dilembah gunung Seulawah, kepala pengchianat Teuku Daud Tjumbok cs. dapat dibekuk bersama kawan pengikutnja oleh Tentera Rakjat kita jang melakukan sapu bersih atas djedjak dan sarang-sarang musuh itu.

73 Sekarang dengan hantjur dan leburnja perdjuangan dan perlawanan pengchianat-pengchianat dengan tertangkapnja kepala pengchianat itu, mudah-mudahan rahmatlah bagi rakjat umum di Lammeulo, Meureudu , Sigli dan sekitarnja dalam hal kebahagian, keamanan dan kesentosaan dan kembanglah sjiar Negara Republik Indonesia melengkapi seluruh Atjeh.


Dalam masa peperangan jang maha hebat dan dahsjat itu karena tiada dapat memperbedakan pengikut pengchianat jang sebenarbenarnja dengan rakjat umum jang tiada tahu menahu dengan gerakan pengchianat tersebut tentu sadja banjak dan ada terdjadi hal-hal jang pintjang, maka djanganlah hendaknja kedjadian jang pintjang itu, untuk menetapkan sebagai alasan jang tudjuan perdjuangan rakjat umum itu tidak sutji adanja.


Supaja diinsafi bahwa tudjuan dan dasar perdjuangan rakjat ialah untuk merubuhkan pengchianat dan membina kemakmuran dan keamanan rakjat umum diwilajah-wilajah jang pengchianat duduki itu , supaja tertjiptalah dengan sempurna kemerdekaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Zaman merubuhkan sudah berdjalan dengan sempurna. Zaman pembinaan akan kita hadapi. Pembinaan jang dimaksud ialah untuk membawa keamanan dan kemakmuran Negara Republik Indonesia, maka djalan untuk melaksanakan itu bukanlah suatu soal jang mudah. Maka oleh sebab itu diharap sangat supaja segenap lapisan masjarakat, mulai dari kaum Ulama, bangsawan, pegawai negeri, sampai kepada masjarakat jang serendah-rendahnja djuga segala badanbadan (perserikatan- perserikatan) dalam negara Republik Indonesia politik atau tidaknja, membantu, memberi tundjangan dengan sebesar-besar minat dan keichlasan jang sebenarnja, supaja tjita-tjita rakjat jang didasarkan pada perdjuangannja itu sungguh membawa keamanan, kesentosaan dan kemakmuran buat daerah Sigli, Lammeulo dan Meureudu , dan Agunglah Negara Republik Indonesia didaerah tersebut.


Berbahagialah rakjat Lammeulo, Sigli, Meureudu, djajalah Negara Republik Indonesia disana.


„MERDEKA”

MARKAS BESAR RAKJAT UMUM.


Demikianlah antaranja bunji uraian jang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Republik Indonesia di Atjeh.


Markas Umum didirikan atas andjuran dari Komite Nasional Indonesia Daerah Atjeh. Komite Nasional adalah suara rakjat Atjeh , maka Markas Umum merupakan kesatuan tindakan perdjuangan rakjat Atjeh dalam lapangan pertahanan.


Anggota dari Markas Umum ini terdiri dari T.K.R., Polisi, Pesindo, Mudjahidin, K.S.O., P.S.I., P.T.T.R., P.N.I., P.K.I., Polisi Istimewa dan Palang Merah. Markas Umum inilah pada rapatnja, tanggal 8 Djanuari 1946 bertempat di Markas T.K.R. Kutaradja telah memutuskan dengan suara bulat untuk mengambil tindakan terus memusnahkan pengchianat-pengchianat di Tjumbok dan sekitarnja guna mengembalikan keamanan rakjat umum di Luhak Pidië.

Gerakan pembersihan ini kemudian ternjata tidak dapat dibatasi dilingkungan Daerah Luhak Atjeh Pidië sadja.

Berkenaan dengan ini Pemerintah Republik Indonesia Daerah Atjeh menjatakan : „Pada mulanja Markas Besar Rakjat Umum bermaksud akan membendung sedapat-dapatnja arus revolusi Desember itu dalam daerah kabupaten Pidië sadja dan sekali- kali tiada bermaksud akan mengadakan gerakan sapu bersih terhadap Uleebalang-Uleebalang diseluruh Atjeh walaupun bukti-bukti sudah njata bahwa hampir semua mereka turut tjampur dalam Markas Uleebalang dan gerakannja. Hal turut tjampurnja hampir semua Uleebalang dalam gerakan Markas Uleebalang lebih djelas lagi diketahui oleh Markas Besar Rakjat Umum dari pemeriksaan dan pengakuan-pengakuan pengchianat sendiri jang sudah tertawan. Walaupun demikian Markas Besar Rakjat Umum masih mengharapkan keinsjafan mereka, moga-moga kedjadian jang telah ter djadi dikabupaten Pidië akan dapat memberi peladjaran kepada kaum Uleebalang dikabupaten-kabupaten jang lain.

Tetapi ternjata harapan dan anggapan-anggapan ini salah sekali, sebab Uleebalang-Uleebalang jang ada dikabupaten-kabupaten Atjeh Utara, Atjeh Timur, Atjeh Besar, Atjeh Tengah dan Atjeh Barat dengan diam -diam masih meneruskan gerakan mereka dan pada bulan Pebruari 1946 Uleebalang-Uleebalang di Atjeh Utara dengan berpusat di Lho' Seumawe dan di Atjeh Timur dengan berpusat di Langsa mulai bertindak melakukan tindakan-tindakan pembalasan terhadap gerakan kemerdekaan atas nama mengambil bela dari kawan-kawan mereka jang sudah dibasmi rakjat dikabupaten Pidië.

Tindakan represaille dari mereka ini telah menjebabkan terdjadinja insiden-insiden di Atjeh Utara dan di Atjeh Timur.

Perbuatan-perbuatan mereka ini telah menjebabkan rakjat bergerak pula menangkapi hampir seluruh mereka diseluruh Atjeh".

SUMATERA TIMUR.

Mr. Sjafruddin Prawiranegara menulis dalam risalah ketjil „ Politik dan Revolusi Kita" : ,,Revolusi Indonesia adalah revolusi spontan ; kurang pimpinan, banjak kesalahan, Masjarakat dan bangsa Indonesia jang mengalami revolusi seperti sekarang ini, berputar kembali kepada dasar-dasar jang asli, sendi- sendi jang sehat dan murni. Systeem kolonial, jang berabad-abad oleh Belanda dipaksakan kepada bangsa Indonesia, didalam dan oleh revolusi kita disapu bersih dan bangsa Indonesia mengambil kedudukannja kembali sebagai bangsa dan manusia jang merdeka.

Tetapi sebelum keadaan jang asli itu tertjapai sepenuh- penuhnja artinja , selama revolusi kita ini masih belum selesai dan masih ber-

75 djalan, maka dengan sendirinja revolusi, perputaran itu berarti pula kekatjauan. Dalam prakteknja kekatjauan itu sering berudjud pembunuhan, penganiajaan, perkosaan dan perampokan terhadap orang-orang dan golongan-golongan jang nampaknja tidak berdosa. Hal ini boleh orang sajangkan, boleh orang tjela sekerasnja, tetapi tiap perobahan masjarakat jang besar rupa-rupanja ta' dapat dan belum pernah terdjadi dengan tidak disertai pertumpahan darah dan kekedjaman-kekedjaman jang lain.

Sering kita dengar dan mungkin sekali kita sendiri telah sering mengutjapkan, bahwa revolusi kita ini adalah dan seharusnja merupakan suatu revolusi nasional. Sebutan lawannja jang biasanja dipakai ialah, bahwa buat revolusi sosial, sekarang ini belum waktunja . Revolusi nasional dihadapkan kepada revolusi sosial, seolah-olah antara dua sebutan itu ada pertentangan isi. Padahal kita sama maklum, bahwa revolusi kita itu pertama kali bertudjuan menghapuskan systeem pendjadjahan dan kedua kalinja menjatukan seluruh bangsa Indonesia. Kedua tudjuan itu, apabila tertjapai, berarti penglaksanaan suatu perobahan besar dalam masjarakat Indonesia. Djadi revolusi kebangsaan atau nasional dengan sendirinja mengandung pula arti revolusi sosial, perobahan masjarakat jang radikal. Oleh karena itu, maka tidak tepat kalau revolusi nasional itu dihadapkan kepada revolusi sosial."

Apa jang terdjadi di Sumatera Timur ?

Dalam hubungan ini Residen Sumatera Timur, Mr. Luat Siregar, menjatakan : „Dari sedjak djaman Belanda Sumatera Timur terdiri dari kesultanan dan Keradjaan jang ketjil-ketjil dan waktu pengumuman kemerdekaan Indonesia keadaan ini diteruskan. Kesultanan dan keradjaan-keradjaan ini didjadikan menurut undang-undang dasar N.P Daerah Istimewa dan disamping Sultan- Sultan dan Radja ada wakil Pemerintah N.R.I. Tiap-tiap Sultan dan Radja mendjalankan pemerintahan seperti biasa (autocratisch) dan sebaliknja undang-undang dasar kita meminta pemerintahan jang bersusunan demokratis.

K.N.I. Daerah Sumatera Timur mengadakan Rapat pada bulan Djanuari 1946 dengan pt. Gubernur Sumatera, dengan para Sultan dan Radja dan Residen Sumatera Timur, (pada waktu itu T. Hafas) dan K.N.I. ini meminta kepada Gubernur, Residen dan para Sultan- Sultan dan Radja-Radja, supaja dalam tempo jang sesingkat- singkatnja para Sultan- Sultan dan Radja -Radja mengobah tjara pemerintahannja dari systeem autocratie kedemokrasi.

Sultan- Sultan dan Radja-Radja mendjandjikan akan menukar tjara pemerintahan mereka, tetapi sajang sekali mereka sangat lalai mendjalankan perobahan jang diminta oleh undang-undang dasar N.R.I.

Rakjat umumnja jang dipelopori oleh party-party politik semangkin tidak sabar lagi dengan keadaan serupa itu, apalagi ternjata dengan terang, bahwa para Sultan dan Radja hendak mempertahankan kedudukan mereka dan tjara pemerintahannja dengan mengumpulkan kekuatan disekitarnja dengan memakai sendjata jang lengkap. Beberapa perkumpulan didirikan atas andjuran mereka dan dipersendjatai lengkap,

76 umpamanja P.A.D.I. (Perkumpulan Anak Deli Islam), begitu djuga Cikeradjaan Langkat dan Asahan. Sendjata-sendjata ini berasal dari pihak sana dan perhubungan mereka itu djelas sekali memihak sana, walaupun mereka itu menjatakan menjokong Republik Indonesia.

Tiga bulan setelah musjawarat jang tersebut diatas terdjadilah jang tidak disangka-sangka, jaitu rakjat mengambil tindakan terhadap kepada Sultan- Sultan dan Radja-Radja dan pada bulan Maret 1946 itu terhapuslah ,,de facto" kekuasaan Sultan-Sultan dan Radja-Radja atas Daerah Istimewa."

Untuk meng-koordinir dan membulatkan perdjuangan maka oleh pemimpin-pemimpin organisasi-organisasi rakjat di Sumatera Timur dibentuk Markas Agung. Markas Agung ini merupakan kesatuan aksi dan kesatuan komando jang mempunjai hubungan jang erat dengan tentera, Komite Nasional dan Pemerintah.

Markas Agung mendesak terlaksananja dasar kerakjatan bagi pemerintahan di Sumatera Timur. Hal itu diperkuat dengan pengetahuan siasat jang ada pada Markas Agung bahwa kalangan Sultan-Sultan dan Radja-Radja mengadakan susunan kekuatan sekitarnja disertai persendjataan jang lengkap. Berlangsungnja keadaan jang demikian itu dapat membahajakan bagi keselamatan pembangunan kemerdekaan.

Pada tanggal 3 masuk 4 Maret 1946 berlangsunglah pergolakan di Sumatera Timur terhadap kekuasaan Sultan- Sultan dan Radja-Radja.

Pergolakan ini melalui organisasi-organisasi rakjat dan pemuda sesuai dengan kekuatan pengaruhnja sesetempat.

Misalnja, untuk Kabupaten Asahan terutama diserahkan kepada Pesindo, untuk Kabupaten Tanah Karo terutama diserahkan kepada Pesindo, di Kabupaten Langkat kepada Pesindo, P.K.I. dan P.N.I. di Serdang kepada Pesindo dan P.N.I., di Labuhan Batu kepada Pesindo, dan di Simelungun terutama kepada P.N.I., Pesindo dan Masjumi.

Pada waktu itu Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohammad Hassan beserta rombongannja dalam perdjalan inspeksi kedaerah-daerah Sumatera lainnja. Dr. M. Amir bertindak sebagai wakil Gubernur Sumatera.

Berhubung dengan pergolakan ini oleh wakil Gubernur Sumatera di umumkan bahwa sedjak djam 12 siang, 13 Maret 1946 Pemerintahan Sipil N.R.I. diseluruh Sumatera Timur dibubarkan dan sedjak saat itu diseluruh Sumatera Timur didjalankan Pemerintahan Militer.

Pada tanggal 7 Maret 1946 beribu-ribu rakjat berkumpul dalam satu rapat raksasa di Djalan Radja Medan. Rapat raksasa itu mendesak Komite Nasional supaja daerah-daerah istimewa dihapuskan. Rakjat berteriak dengan gegap-gempita : ,,Hapuskan daerah-istimewa ! Hapuskan pemerintahan keradjaan Deli ! Dirikan pemerintah dari Rakjat, oleh Rakjat dan untuk Rakjat ! ,,Kemudian oleh Residen Sumatera Timur (waktu itu M. Junus Nasution) telah diproklamirkan penghapusan daerah-istimewa.

Kemudian dibentuk satu Dewan Pemerintahan untuk Sumatera Timur jang terdiri dari 5 anggota, jaitu Dr. Gindo Siregar (ketua), A. Muthalio Moro (wakil ketua), M. Junus Nasution, H. Abdurrahman Sjihab dan M. Saleh Umar.   Mr. Luat Siregar Residen jang diperbantukan kepada Gubernur Sumatera ditundjuk mendjadi pasifikator jaitu untuk menjusun kembali Pemerintahan Sipil di Sumatera Timur.

  Pada tanggal 25 Maret 1946 pasifikator Mr. Luat Siregar mengumumkan nama-nama jang akan mendjadi Kepala-Kepala Pemerintahan di Wilajah-Wilajah Sumatera Timur. Nama-nama itu telah disetudjui oleh Kornite Nasional dan Volksfront.

  Pada tanggal 25 Maret 1946 djam 12 siang, Wakil Gubernur Sumatera mengumumkan bahwa mulai saat itu Pemerintahan Militer dihentikan dan Pemerintahan Sipil jang baru diserahkan untuk mendjalankan tugas pemerintahan.

  Pada tanggal 23 Maret 1948 Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohammad Hassan beserta rombongannja kembali ke-ibu kota Propinsi.

  Pada 15 April 1948 Dr. M. Amir melarikan diri ke kamp Belanda.


TAPANULI.


  Pergolakan di Atjeh dan Sumatera Timur djuga mempengaruhi alam keadaan di Tapanuli.

  Dalam hubungan ini, Binanga Siregar, pada waktu itu Bupati Umum dalam Pemerintahan Keresidenan di Tapanuli menjatakan : ,,Dibulan Djanuari 1946 perdjalanan pemerintahan mulai teratur. Kemudian dibulan Maret 1946, aliran-aliran revolusi ,,sosial” mulai mengalir dari Sumatera Timur. Kedudukan Kepala-kepala kuria dan Kepala kepala Kampung terantjam. ,,Revolusi sosial Sumatera Timur seakan-akan menular ke Tapanuli, tetapi dapat dihindarkan berkat usaha bersama dan perasaan mau mengalah dikalangan radja-radja”. *)

  Radja-Radja di Tapanuli, jaitu Kepala-kepala Luhak, Kepala-kepala Negeri, Kepala-kepala Kuria mengundurkan diri dari kedudukannja, dan demikian terhapuslah tjara dan susunan pemerintahan keradjaan di Tapanuli untuk diganti dengan pemerintahan jang berdasarkan atas pilihan rakjat.

  Keadaan ini telah dapat berlangsung di Tapanuli tanpa pertumpahan darah.

  Untuk menggantikan Kepala-kepala Kuria dan Kepala-kepala Kampung didjalankan ketetapan Residen Tapanuli tanggal 14 Maret 1946 No. 274 dan 11 Djanuari 1947 No. 1/DPT, dimana hak memilih diberikan kepada semua warga negara N.R.I, laki-laki maupun perempuan dewasa jang sekurang-kurangnja sudah satu tahun tinggal menetap dalam kampung jang bersangkutan.

  Jang berhak dipilih ialah laki-laki warga negara N.R.I, jang telah kawin sjah atau pernah kawin sjah, berumur sekurang-kurangnja 25 tahun dan setinggi-tingginja 55 tahun.

  Untuk mentjegah kemungkinan timbulnja soal-soal hak kedudukan dalam adat dinjatakan bahwa Kepala-kepala Kampung jang terpilih menurut peraturan baru tidak dengan sendirinja mendjadi Kepala Adat.

  • ) Dalam buku ,,Perdjuangan Rakjat”.