Propinsi Sumatera Utara/Bab 20

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
MEMBANGUN EKONOMI NASIONAL.
  1. Pengantar.
  2. Perkebunan.
  3. Soal-soal Tanah dan Perusahaan Asing.
  4. Karet Rakjat.
  5. Pertanian.
  6. Koperasi Rakjat.
  7. Kehewanan dan Peternakan.
  8. Perikanan.
  9. Usaha Pembangunan Djalan-djalan.
  10. Lalu-lintas Perdagangan.
  11. Menudju Industrialisasi.

MEMBANGUN EKONOMI NASIONAL.



PENGANTAR.

Perekonomian sesuatu negeri, kata Wakil Presiden Drs. M. Hatta. pada umumnja ditentukan oleh tiga hal. Pertama, kekajaan tanahnja. Kedua, kedudukannja terhadap negeri lain dalam lingkungan Internasional. Ketiga, sifat dan ketjakapan rakjat serta tjita- tjitanja. Terhadap Indonesia harus ditambah satu pasal lagi , jaitu sedjarahnja sebagai tanah djadjahan. Oleh karena Indonesia meringkuk dalam pendjadjahan Belanda, lebih tiga abad lamanja , maka keadaan perekonomiannja seluruhnja tidak sebagaimana mestinja menurut faktor-faktor jang tersebut diatas. Indonesia tanahnja kaja , menghasilkan harta bagi dunia luaran beratus djuta saban tahun . Tetapi rakjat Indonesia sendiri hidup miskin dan sengsara ditengah-tengah kekajaannja jang melimpah.

,,Udjud pendjadjahan Belanda tidak lain melainkan mendjadikan Indonesia sebagai sumber keuntungan semata-mata . Dahulu sumber itu dikuasai dengan sistem monopoli V.O.C. dan Cultuurstelsel . Sedjak muntjulnja kapitalisme liberal sesudah tahun 1870 Indonesia dipandang semata-mata sebagai suatu onderneming besar, untuk menghasilkan barang-barang bagi pasar dunia. Dasar ekonominja ialah ,, export ekonomi" . Pasar didalam negeri diabaikan semata-mata , sebab tidak mendatangkan keuntungan jang sebesar-besarnja” .

,,Sistem ini memutar udjung djadi pangkal. Dasar tiap-tiap perekonomian ialah mentjapai keperluan hidup rakjat. Mana jang tidak dapat dihasilkan sendiri, didatangkan dari luar negeri, diimport . Barulah datang export untuk membajar import tadi.

Sebaliknja jang kita dapati di Indonesia beratus tahun lamanja.

,,Demikianlah faktor-faktor, jang harus menentukan perekonomian Indonesia, tidak bisa bekerdja atas pengaruh pendjadjahan Belanda. Tetapi faktor-faktor itu masih ada ; hanja faktor jang ketiga , jaitu ketjakapan rakjat serta tjita-tjitanja, jang lemah duduknja karena penindasan jang lebih tiga abad lamanja itu".

Kesulitan ekonomi Indonesia tidak akan beres, kalau tidak dimulai dengan melikwideer politik perekonomian militer Djepang, jang berdasarkan kepada regionalisme, jaitu sistem blok-blokan . Dalam sistem itu tiaptiap daerah diseluruh Indonesia berusaha untuk mentjukupi sendiri segala keperluan hidupnja . Akibat dari pada sistem itu ialah pembagian keperluan hidup jang tidak rata . Barang jang berlebih pada satu daerah tidak dapat dikirimkan kepada daerah lain jang berkekurangan.

Tiap-tiap daerah mempunjai kelebihan satu matjam barang, disebelah kekurangan akan barang -barang lain . Tetapi tindakan tukar-menukar


525

kelebihan barang tidak dapat dilangsungkan, karena tiap-tiap daerah mulai mengutamakan kepentingan daerahnja sendiri. Barang masuk dibolehkan, barang keluar ditjegah. Karena itu dagang gelap meradjalela”.

Sebagai akibat dari pada politik perekonomian Djepang jang menjita dan memeras dengan harga jang djauh lebih rendah dari pada ongkos produksi, maka banjak sekali kemunduran dalam pertanian dan perkebunan. Dimana-mana terlihat bekas dari pada pemerasan hasil.

Djuga penghasilan pada banjak mundurnja. Bukan sadja karena bandjir atau musim kemarau melainkan djuga karena terlalu banjak tenaga tani dikerahkan sebagai romusha.

Bahaja kekurangan dalam pertanian akan mengantjam terus, djika kita tidak sanggup mengatur pembagian tenaga pekerdja jang seimbang antara produksi dan perdjuangan. Banjak pemuda tani jang ditarik ketempat perdjuangan atau kebelakang tempat perdjuangan, dengan tiada mempergunakannja sepenuh-penuhnja. Oleh karena itu banjak sawah dan ladang jang terlantar atau tidak sempurna dikerdjakan. Penghasilan mundur. Djikalau barisan perdjuangan dan pendjagaan teratur setjara rasionil dengan mengadakan koordinasi jang tepat, maka banjak sekali tenaga jang separoh menganggur dalam lapangan ini jang dapat dikerahkan kembali untuk mengintensifkan produksi.

Demikian djuga perternakan dan perikanan. Dalam daerah inilah terdapat kemunduran jang sebesar-besarnja. Pembaruan jang berdasar kepada plan jang teratur harus didjalankan dengan selekas-lekasnja. Bahwa hutan jang banjak tandus harus dibarui dengan selekas-lekasnja tidak perlu dipaparkan dengan pandjang lebar. Kita semua tahu bahwa keadaan hutan penting artinja bagi pertahanan”.

Disaat kita sedang menghadapi revolusi nasional, revolusi sosial, djuga kita menghadapi „revolusi monetair”, jaitu revolusi uang. Kita menghadapi keadaan jang gandjil, jang belum pernah kita alami dalam sedjarah. Kita melepaskan Indonesia dari belenggu pendjadjahan akan tetapi kita tidak mempunjai mata uang sendiri. Mata uang jang dipakai jaitu uang kertas Djepang. Tentang hal uang ini telah lama mendjadi buah fikiran bagi seluruh rakjat, karena uang kertas Djepang begitu buruk pengaruhnja terhadap kehidupan perekonomian dan perdagangan kita umumnja. Jang lebih merasakan hal ini ialah kaum buruh. Harga uang Djepang rendah sekali, sedangkan harga barang-barang keperluan sehari-hari amat tinggi. Uang djadi inflasi, karena terlalu banjak dihamburkan ketengah-tengah masjarakat. Di Sumatera sadja uang Djepang ini diperedarkan lebih kurang dua ribu djuta rupiah sedangkan sebelum petjah perang dengan Djepang hanja berdjumlah kira-kira seratus djuta rupiah sadja. (Ada jang menaksir lebih 3½ miljard rupiah, jaitu sepuluh kali djumlah uang jang diperedarkan Belanda sebelum perang diseluruh Indonesia).

Apakah tindakan Pemerintah untuk menghindarkan inflasi itu? Ada beberapa djalan jang dapat dipikirkan oleh Pemerintah di Sumatera waktu itu, untuk menghilangkan inflasi, umpamanja: menarik kembali uang kertas Rp. 100.- supaja didaftarkan dan ditjap, mengeluarkan schatkistpromesse (surat perbendaharaan negara ) , obligasi dsb .-nja,akan tetapi Pemerintah di Sumatera tidak berhak bertindak sendiri kedjurusan itu, karena tindakan-tindakan keuangan chususnja harus ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Djalan jang sebaik-baiknja ialah mengeluarkan uang Republik Indonesia sendiri. Dalam hal inipun Pemerintah mengalami banjak kesulitan, berhubung dengan soal - soal tehnik. Pertjetakan jang penting-penting di Djawa telah diserbu Inggeris, sedangkan kertas dan tintapun sangat sukar memperolehnja.
 Sebelum mengeluarkan uang Republik, Pemerintah Pusat mengadakan pindjaman nasional, untuk menarik kembali uang kertas Djepang, sambil mempergunakannja untuk keperluan pembangunan negara. Setelah uang Djepang ditarik dari peredaran, uang kertas jang dikeluarkan oleh Pemerintah tidak dapat dipertahankan nilainja dalam pandangan umum. Kesukaran-kesukaran jang timbul karena kurang persediaan uang, sedangkan perdjuangan menentang pendjadjahan menghendaki tindakan serba tjepat maka pemerintah daerah telah mengeluarkan uang sendiri. Bahkan Kabupaten-kabupaten diantara uang kertas " jang tahun 1948 dan 1949 djuga mengeluarkan kekuatannja sebenarnja sama dengan bon sadja, misalnja di Labuhan Batu, Asahan, Tapanuli , Nias, Atjeh Timur dan front Kutatjane/Karo. Beberapa djumlahnja semua ini, sukar ditentukan karena keteranganketerangan tentang ini telah sukar memperolehnja . Memang , djika njata-njata pengalaman-pengalaman sedemikian timbul semata-mata untuk melantjarkan gerakan tentera dan lasjkar kita serta meligatkan roda pemerintahan disaat- saat jang genting dan berbahaja itu , rakjat dapat merelakan segala sesuatunja jang dipandang sebagai pengorbanan jang ichlas untuk ibu pertiwi.
 Pemerintah memerlukan uang banjak sekali untuk membelandjai matjam-matjam usaha berhubung dengan pembinaan negara, pertahanan, kemakmuran, kesosialan, pendidikan dst.nja .
 Dengan U. U. tanggal 29 April 1946 No. 4 oleh P. J. M. Presiden Negara Republik Indonesia diputuskan , bahwa guna keperluan pembangunan Negara diadakan pindjaman nasional 1946 sedjumlah Rp. 1.000.000.000.- dibagi atas 2 bagian. Bagian pertama sedjumlah Rp. 500.000.000.- dikeluarkan di Sumatera untuk kepentingan pemerintahan di Sumatera , demikian Gubernur Sumatera memaklumkan .
 Menurut maklumat Gubernur Sumatera jang diatas tanggal 16 Mei 1946 , dalam pindjaman Nasional ini dibolehkan turut segala golongan bangsa, tetapi setelah diperoleh pendjelasan dari Pemerintah Pusat, maka dengan maklumat Gubernur Sumatera jang ditanda tangani oleh Gubernur Mr. Teuku Hassan No. 2579, bertanggal 28 Mei 1946 telah ditegaskan bahwa surat- surat obligasi dari pindjaman nasional 1946 hanja boleh dimiliki oleh warga negara Republik Indonesia . Surat- surat pengakuan hutang tersebut tidak dapat dilepaskan (didjual, digadaikan, diwarisi dsb.) kepada warga negara-negara lain, atau kepada badan hukum negara lain.

527

 Pindjaman nasional ini mendapat sokongan dari partai-partai dan

organisasi rakjat, baik di Sumatera Timur, Tapanuli dan Atjeh. Oleh partai-partai dan organisasi di Atjeh misalnja , dikeluarkan maklumatbersama, jang bunjinja :

MA'LUMAT BERSAMA PARTAI-PARTAI DAERAH ATJEH.

 Kami dari Pimpinan Umum Pesindo, Masjumi, P.K.I., Muhammadijah, Mudjahidin, P.N.I. , P.B.I., Perwari, B.P.I., Serpi , Tani, Sebuka, P.M. P. , Persik dan P.S.I. Daerah Atjeh :
Memperhatikan :

 Undang-undang tanggal 29 April 1946 No. 4, dalam mana oleh pjin . Presiden Republik Indonesia telah diputuskan guna keperluan pembangunan Negara suatu pindjaman Nasional sedjumlah Rp . 1.000.000.000.— , jang mana setengahnja dikeluarkan di Sumatera untuk keperluan Pemerintahan Sumatera ;

Mengingat :

 Pentingnja pindjaman Nasional ini untuk segera dilaksanakan, supaja pembangunan dan pembinaan Negara dalam arti jang seluas-luasnja dapat diudjudkan dengan segera ;

Mengandjurkan :

 Kepada seluruh tjabang - tjabang dan ranting-ranting dari Pesindo, Masjumi, P.K.I., Muhammadijah , Madjahidin, P.N.I., P.B.I., Perwari, B.P.I., Serpi, Tani, Serbuka , P.M.P. , Persik dan P.S.I. didaerah Atjeh, supaja bersama-sama menggiatkan, menjarankan dan turut membeli obligasi dari Pindjaman Nasional tahun 1946 itu .

Kotaradja, 20 Djuni 1946.

 Pada mulanja rakjat tidak mengerti maksud obligasi ini. Malah ada jang berpikir sebaliknja , bahwa Pemerintah dengan ini memberi kesempatan bagi rakjat untuk memindjam uang dari Pemerintah. Koordinas! penerangan antara instansi- instansi pemerintahan dan partai/organisasi waktu itu sangat baik dan membawa hasil jang memuaskan.
 Pemerintah di Sumatera memperoleh keuangan dari tjukai , bea dan padjak jang dipungut dari rakjat. Peraturan padjak jang berlaku masih didasarkan atas belasting politik pendjadjahan dan bukan atas dasar kesosialan ( padjak upah ) serta melemahkan semangat perekonomian (vennootschapbelasting dan oorlogswinstbelasting) . Telah semendjak dari awalnja Pemerintah bermaksud menghapuskan dasar-dasar politik belasting pendjadjahan ini , melenjapkan peraturan-peraturan jang menghalangi kehidupan rakjat, serta menggantinja dengan peraturan-peraturan baru, sehingga rakjat mengalami kegembiraan dalam usaha-usaha penghidupan seumumnja.
528 Pendapatan jang diterima dari pemungutan bea dan padjak itu diseluruh Sumatera umumnja hanja memadai untuk membelandjai biaja sehari-hari ; untuk pengeluaran jang luar biasa, misalnja biaja ketenteraan jang besar djumlahnja harus ditjari dari sumber penghasilan jang lain. Pengeluaran-pengeluaran jang besar ini tidak akan dapat ditutup sematamata dengan menaikkan bea dan padjak ataupun mengadakan padjak-padjak baru.

Untuk mendapat uang, Pemerintah harus berusaha dengan djalan memadjukan perekonomian .

Sesudah kekuasaan pentadbiran militer Djepang terhapus , maka dengan giat Pemerintah memindahkan seluruh perkebunan, kilang-kilang, tambang minjak dan segala alat-alat produksi ketangan kekuasaan N.R.I. Pemerintah menguasai alat-alat produksi bersifat memelihara sebaikbaiknja berdasar atas maklumat politik Republik Indonesia jang menjatakan bahwa, segala milik bangsa asing selain dari pada jang diperlukan oleh negara kita untuk diusahakan oleh negara sendiri, dikembalikan kepada jang ber-hak, serta jang diambil oleh negara akan dibajar kerugiannja dengan seadil-adilnja.

Untuk perkebunan diadakan Dewan Perkebunan jang terdiri atas seorang jang ditundjuk Pemerintah Sumatera seorang dari anggota Badan Pekerdja D. P. R. Sumatera dan seorang lagi dari golongan buruh perkebunan. Dewan perkebunan inilah jang menjelenggarakan pemeliharaan , produksi, pendjualan produksi dan djuga pengawasan pemeliharaan kaum buruh perkebunan.

Pendjualan produksi seperti getah dan minjak kelapa sawit, didasarkan atas keperluan uang untuk gadji-gadji kaum buruh perkebunan, pemeliharaan kebun-kebun, makanan dan pakaian kaum buruh itu. Dalam penjelenggaraan urusan pakaian buruh-buruh tsb. Pemerintah mendapat sokongan penuh dari P. S. B. I. ( Persatuan Sarikat Buruh Indonesia ) suatu vakcentrale jang diketuai oleh sdr. Abdul Xarim M. S.

Djuga makanan kaum buruh ini sangat diperhatikan . Berton- ton getah dipertukarkan dengan beras untuk menjantuni makanan mereka dan untuk tahun-tahun berikut sebahagian kaum buruh mengerdjakan pekerdjaan pertanian untuk mentjukupi makanan .

Produksi dari perkebunan sedapat mungkin diteruskan . Betul perkebunan getah kekurangan bahan-bahan seperti tjuka (mierenzuur) tetapi senantiasa Pemerintah berusaha mendatangkan bahan- bahan ini dari Malaya , Singapura.

Begitu djuga sikap jang diambil oleh Pemerintah terhadap tambang minjak di Pangkalan Berandan dan sekitarnja . Boleh dikatakan pabrik tambang minjak ini pada mulanja 2 telah rusak karena pemboman Sekutu semendjak bulan Djanuari 1945, tetapi begitupun kaum buruh tambang minjak bergiat sekuat- kuatnja untuk memperbaikinja dan sesudah setahun proklamasi kemerdekaan produksi minjak mulai menjenangkan . Matjam- matjam minjak dikeluarkan dari Pangkalan Berandan dan hanja karena kesukaran alat-alat pengangkutan djua maka minjak-minjak ini tidak mudah disebarkan diseluruh Suma

34

529

tera. Disini djuga perhatian Pemerintah terhadap kaum buruh tambang

minjak besar sekali. Terutama makanan dan pakaian diusahakan dengan hasil pendjualan minjak itu.

 Semasa pemerintahan Belanda pertambangan minjak di Sumatera Utara dikuasai sepenuhnja oleh maskapai-maskapai asing seperti B.P.M., Stanvac, NIAM, Pusat administrasi jang mengurus produksi penjimpanan, pendjualannja dll. berkedudukan di Medan, sedangkan konsesi-konsesi terdapat di Atjeh jaitu Djulu Rajeu, Pasch, Perlak, Kualasimpang dll . dan di Langkat seperti Pulau Tabuan, Pulau Pandjang, Serangdjaja,. Wampu dll. Sumber-sumber minjak terbesar ada didaerah tersebut diatas , sedangkan pabriknja (raffinaderijen) adalah di Pangkalan Berandan. Tempat penjimpanan minjak ada di Medan, Pangkalansusu, Belawan dll. Djumlah kaum buruh jang langsung ada hubungannja dengan pertambangan minjak ini ± 10.000 orang, jang bekerdja dalam satu perusahaan jang organisasinja teratur baik.

 Selama pemerintahan Djepang kegiatan usaha berdjalan terus , hanja pimpinan dan tjara bekerdja berlainan. Disana-sini diadakan perobahan-perobahan dalam pimpinan, organisasi dll. Raffinaderij dan penjimpanan minjak dibangunkan di Batu Tengkul (diluar konsesi semula) untuk keperluan strategi Djepang.

 Selama revolusi berlakulah pembumi hangusan dan perbuatanperbuatan jang tidak dapat dipertanggung djawabkan. Alat-alat, bangunan-bangunan, bahan-bahan minjak dll. musnah dan banjak barang-barang penting hilang tidak keruan.

 Pada agressi Belanda pertama pada tanggal 13 Agustus 1947 djam 4 pagi, diwaktu tentera Belanda melakukan desakan terus-menerus, Kota Pangkalan Berandan beserta minjaknja dibumi hanguskan. Sementara itu di Atjeh diteruskan usaha -usaha dalam lapangan pertambangan minjak ini setjara darurat, dalam bentuk organisasi usaha jang tidak tentu kedudukan hukumnja.

 Konsesi-konsesi tambang minjak, pabrik-pabrik dan tempat penjimpanan minjak dikuasai oleh bangsa Indonesia, dengan pusatnja Langsa buat Atjeh dan Pangkalan Berandan buat Sumatera Timur.

 Kekuasaan mendjalankan perusahaan minjak di Atjeh dan Langkat ini dalam praktek diperoleh sebagai akibat revolusi dan ,,manoever" pemerintah daerah untuk sekedar mengatasi kekeruhan-kekeruhan dan kesulitan-kesulitan jang kian mendalam dengan djalan melegalisasi pimpinan darurat tersebut dengan mengeluarkan surat-surat ketetapan jang sebenarnja tidak mempunjai dasar hukum jang kuat.

 Dalam keadaan seperti ini, dimana tjara meletakkan pertanggungan djawab tidak diatur dengan tegas, tentu pimpinan tidak dapat bertindak tegas dan bebas. Disamping itu pimpinan kekurangan modal untuk melantjarkan usahanja, kekurangan bahan dan kekurangan tenaga pimpinan technis-organisatoris, sehingga mengakibatkan timbulnja rupa-rupa exces.

530  Antara buruh dan madjikan terdapat ketjurigaan. Buruh merasa nasibnja kurang dibela dan menjangka ada segolongan jang dapat hidup mewah.

 Djangankan mendatangkan atau membangunkan installasi-installasi baru, installasi- installasi jang lamapun kurang terpelihara. Dilihat dari segi keselamatan buruh dan penduduk sekitarnja, seharusnja sudah patut installasi- installasi ini diganti.

 Banjak buruh-buruh minjak ini telah mentjari lapangan hidup lain, dengan perasaan ketjewa dan hati luka. Sebenarnja duduk persoalan bukan karena kemungkinan kurang produksi, hanja karena tidak tegasnja kedudukan hukum dari pimpinan dan organisasi perusahaan.

 Baik dikalangan buruh dan pimpinan , atau dikalangan pemimpin-pemimpin dipusat terdapat perbedaan pendapat mengenai status tambang minjak ini. Ada jang memandang perlu dinasionalisasi dan ada jang memperhitungkan praktis lebih menguntungkan djika untuk sementara waktu dikembalikan kepada pemiliknja sesuai dengan persetudjuan K. M. B.

 Tergantung-gantungnja persoalan ini sangat merugikan kaum buruh chususnja dan negara pada umumnja.

 Untuk membantu Pemerintah dalam soal urusan makanan rakjat kegiatan-kegiatan dikalangan pemuka-pemuka rakjat, organisasi-organisasi dan badan-badan perdjuangan rakjat telah menumbuhkan suatu organisasi bernama Badan Perekonomian Rakjat (disingkatkan BAPER) jang bertudjuan mengurus makanan rakjat, disamping usaha -usaha Pemerintah. Kedjadian ini beberapa lama sesudah dikibarkan Sang Saka Merah Putih (4 Oktober 1945), dengan dipusatkan sementara waktu di Pusat Pasar No. 126 Medan. Berhubung dengan modal pendorong tiada diperoleh dari Pemerintah, apalagi Djepang dan Sekutu waktu itu masih berada di Medan, maka modal jang diperlukan dikumpulkan dari rakjat terutama para hartawan. BAPER mengalami kesukaran dalam pengumpulan modal ini, sehingga tidak dapat bekerdja effectif.

 Dengan besluit Gubernur Sumatera (waktu itu ditanda-tangani oleh Gubernur Muda, Dr. M. Amir), pada awal tahun 1946 BAPER ini dibubarkan dan sebagai gantinja diterima konsep jang dimadjukan oleh kalangan jang tertentu, pemimpin-pemimpin rakjat, untuk membangunkan kedua badan ERRI ENRI (Ekonomi Rakjat Republik Indonesia/ Ekonomi Negara Republik Indonesia).

 Kemudian pusat ERRI/ENRI dipindahkan ke Pematangsiantar sedangkan kedaerah-daerah Tapanuli dan Atjeh tjabang- tjabangnja telah ditebarkan pula. Sebagaimana adanja Volksfront telah menimbulkan exces-exces jang membingungkan, demikian djuga ERRI/ENRI ini telah menimbulkan peristiwa- peristiwa jang tidak enak. Dimana-mana timbul ketjurigaan dan perasaan gelisah melihat tindakan-tindakan jang diluar garis hukum dan menggontjangkan kepertjajaan rakjat, misalnja pengambilan barang-barang dari toko-toko dan mengumpulkan barang-barang perhiasan rakjat dengan tiada djaminan jang kuat.

531  Pada tanggal 1 Mei 1946 Pemerintah bertindak menghapuskan ERRI/ENRI ini sedangkan beberapa orang pengurusnja ditahan oleh C. P. M. untuk pemeriksaan.

 Perekonomian rakjat umumnja disokong oleh Pemerintah dengan mengandjurkan tjara koperasi dan menggerakkan kaum tani menudju langkah-langkah jang tjerkas dalam usahanja membangunkan Koperasi Pertanian, guna memenuhi sedapat mungkin keperluan-keperluan kaum tani dan djuga menolong Pemerintah dalam mengumpulkan padi, jaitu sumbangan kaum tani untuk meneruskan perdjuangan menentang pendjadjahan.

 Persawahan diperluas dan banjak tanah-tanah kosong mendjelma mendjadi ladang atau sawah. Semasa pemerintahan Sultan-sultan dan radja-radja, rakjat sukar sekali memperoleh sebidang tanah untuk dimiliki sebagai perladangan atau sawah, karena hak Sultan dan radja jang bermatjam-matjam itu. Setelah kekuasaan feodal-feodal ini dihapuskan, Pemerintah memberi kesempatan kepada rakjat untuk memakai tanah untuk pertanian dan mengandjurkan masjarakat supaja melipat gandakan hasil makanan guna kepentingan rakjat. Sumatera Timur belum dapat ,,self- supporting" dalam soal bahan makanan, tetapi kekurangan ini, kira-kira 4 dari djumlah jang diperlukan seluruhnja dapat ditutup oleh keresidenan Tapanuli dan Kutatjane ( Atjeh ) dengan tukaran minjak dan pakaian.

 Kesulitan perekonomian jang dirasai waktu itu djuga disebabkan oleh tindakan-tindakan Belanda jang memblokkir pelabuhan-pelabuhan. Pertama, untuk mentjeraikan Djawa dari Sumatera dan kedua supaja Sumatera tidak dapat berhubungan dengan dunia luar.

 Disamping blokkade ini, Belanda melakukan propokasi dibelakang front dengan melakukan ,,serangan berbisik", serangan ekonomi jang litjin, dengan djalan membandjirkan uang Djepang palsu dikalangan rakjat, memasukkan barang-barang lux dari luar negeri, seperti rokok, makanan dalam kaleng, sabun wangi, minjak wangi dsb.-nja serta menahan bahan-bahan penting, seperti kain, ban motor, tjuka, getah dil. supaja rakjat bermewah-mewah dengan barang-barang lux itu, tetapi sulit memperoleh barang-barang jang penting.

 Berkat persatuan dikalangan partai-partai, semangat perdjuangan dan kesediaan berkorban jang besar, perobahan- perobahan menudju perbaikan mulai nampak. Makanan penduduk djauh menjenangkan, dibanding dengan keadaan semasa Djepang menjerah. Mendjelang tahun kedua proklamasi kemerdekaan, penduduk jang berpakaian goni atau kulit-kulit kaju (terap) hampir tiada kelihatan lagi.

 Akan tetapi perbaikan- perbaikan dilapangan ekonomi tidak semudah dan setjepat jang disangkakan oleh rakjat datangnja. Kerusakankerusakan dilapangan ekonomi begitu dahsjat, apalagi ekonomi nasional kita sebenarnja tidak beroleh kesempatan berkembang semendjak pemerintahan Belanda sampai kezaman pendudukan Djepang. Sesudah Belanda memasuki Sumatera Timur kemudian Tapanuli kembali (pada agressi militer pertama ), Pemerintah Daerah harus berusaha segiat-giatnja

532 menggembirakan semangat ekonomi dikalangan rakjat jang turut berkorban untuk tjita-tjita kemerdekaan ini. Tak dapat dimungkiri bahwa disamping djutaan rakjat jang sudi berkorban, terdapat sedjumlan manusia, baik bangsa Indonesia atau bangsa asing jang menangguk diair keruh. Disamping usaha-usaha dagang kita jang tak kendor-kendor semangatnja untuk menembus blokkade Belanda dilautan, kedapatan pedagang-pedagang jang mentjari keuntungan sendiri. Dengan tidak memikirkan penderitaan rakjat, beras misalnja diseludupkan keluar negeri (Penang dan Singapura). Jang lebih tjilaka lagi didjual kepada Nica di Sumatera Timur. Ternak demikian pula. Selain dari menambah penderitaan rakjat, negara dirugikan berpuluh djuta setiap tahun.

 Pada tanggal 5 Nopember 1948 Gubernur Militer Atjeh, Langkat dan Tanah Karo, telah melarang pengeluaran beras dan bahan-bahan makanan lain seperti djagung dan tepung sagu dari daerah Militer Atjeh Langkat dan Tanah Karo, demikian pula antara Kabupaten dengan Kabupaten lain, ketjuali untuk keperluan- keperluan jang telah diizinkan Pemerintah. Pengeluaran ternakpun dilarang.

 Keadaan ekonomi semakin buruk. Semasa pemerintahan darurat (P.D.R.I. ) oleh Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Utara, Mr. S.M. Amin telah diusahakan dengan bantuan-bantuan Dewan Pemerintahan Daerah untuk memperbaiki djalan ekonomi ini. Setelah Mr. Sjafruddin Prawiranegara keluar dari hutan-hutan gerilja memimpin P.D.R.I., untuk pertama kali, sebagai Wakil Perdana Menteri, beliau telah berpidato dirapat raksasa dimuka mesdjid Raya Kutaradja (tgl. 29/30-8-'49 l) menjerukan supaja seluruh lapisan masjarakat menginsjafi tugas jang berat dari Pemerintah dan seluruh anggota masjarakat. Untuk membajangkan keadaan perekonomian tidak lama sebelum penjerahan kedaulatan itu, ada baiknja dimuatkan disini bahagian-bahagian penting dari seruan Djawatan Penerangan Sumatera Utara, waktu itu berkedudukan di Kutaradja, jang bunjinja antara lain demikian:

,,NAIKNJA HARGA BARANG DI DAERAH INI".

 Dalam bulan Maret 1942 Pemerintah Djepang masuk ke Daerah ini. Pada waktu itu harga beras umumnja kira-kira Rp.0.10 (sepuluh sen) sebambu. Dan harga ini pada achir pemerintahan Djepang, jaitu dalam Agustus 1945, jaitu R.12.50 sebambu. Djadi diantara waktu pemerintahan Djepang masuk hingga achirnja, jang berarti lamanja 41 bulan, harga beras naik mendjadi 125 kali. Dalam bulan ini (September 1949), harga beras telah mentjapai Rp. 400.- (empat ratus rupiah Orips) sebambu jang berarti Rp . 40.000,- uang Djepang. Djadi dari Agustus 1945 sampai September 1949 jang lamanja 4 tahun 1 bulan atau 49 bulan, harga beras telah naik mendjadi kira-kira 3200 kali.

 Keadaan jang terus menerus begini, jang berarti semakin hari semakin djatuh nilaian harga uang Orips dibandingkan dengan harga barang atau dalam perkataan jang terkenal dipasar-pasar sekarang 533 dengan sebutan „koers naik”, jaitu koers jang dibandingkan dengan uang Dollar di Straits akan terus menerus dengan tidak ada habis-habisnja, djika tidak ditjari usaha-usaha untuk menghapuskannja, atau setidak-tidaknja membatasinja, jang achirnja dapat mentjapai hingga „koers” Dollar ini mendjadi serendah mungkin.

Kenaikan harga barang jang terus menerus ini dengan sendirinja mengakibatkan penghidupan rakjat kutjar-katjir, terutama pula bagi „kaum buruh” dan djuga mereka jang tidak mempunjai harta-harta jang menghasilkan, misalnja petani ketjil dan lain-lain. Djuga dapat ternjata dengan keadaan jang begini, bahwa orang jang mempunjai barang, menaikkan barangnja dengan sewenang-wenang dengan tidak memikirkan, apakah akibat penghidupan rakjat dengan harga barang-barang jang terus menerus membubung tinggi ini.

Keadaan ini dapat berdjalan terus selama ini, karena djumlah barang jang masuk dari luar negeri atau Daerah (import) sangat sedikit, djika dibandingkan dengan keperluan jang dihadjati oleh rakjat di Daerah ini, dan disamping itu djuga karena banjaknja djumlah uang Orips jang beredar, sehingga terdjadilah, seolah-olah perebutan pembelian barang-barang, jang dengan sendirinja mereka jang mempunjai barang-barang itu dapat menaruhkan harga menurut kesukaannja sadja, jang sudah tentu hanja didasarkan atas kepentingan mentjari laba sebesar-besarnja.

Berhubung dengan hal-hal jang diatas ini, maka Pemerintah melantjarkan usaha-usaha jang pada hemat Pemerintah dapat memperbaiki dengan tjara berangsur-angsur dan bertingkat-tingkat, supaja kemakmuran di Daerah ini dapat dirasai oleh setiap rakjat, terutama oleh mereka jang termasuk golongan orang jang dinamakan „consumenten” (orang jang butuh kepada barang-barang untuk keperluan sehari-hari).


USAHA-USAHA JANG SUDAH DILAKUKAN PEMERINTAH.

  1. Pemerintah mendjual barang-barang jang penting untuk keperluan rakjat (untuk langkah jang pertama, jaitu jang berupakan kain, gula pasir, tepung dan korek-api), jang didjual ditoko-toko jang telah ditentukan oleh Pemerintah, dengan harga jang telah ditetapkan oleh Pemerintah pula.
  2. Barang-barang ini hanja boleh dibeli dengan Coupon dibagikan oleh Pemerintah kepada rakjat, dengan melalui instansi-instansi Pemerintah jang ditentukan (Kepala-kepala Kampung atau lain-lain).
  3. Pemerintah telah mengadakan perembukan dengan Himpunan Saudagar, baik jang terdiri dari bangsa Tionghoa ataupun Indonesia dan para saudagar lainnja. Para saudagar ini telah menerima penetapan Pemerintah, bahwa mulai tanggal 23 September 1949 koors uang Orips dengan Dollar Straits, jaitu: $ 1.— dengan Rp. 1000.— (sebagai pendjelasan: Sebelum tanggal tersebut koers telah meningkat 1: 2200.—). Kepada rakjat diandjurkan, hendaklah rakjat untuk sementara dapat menahan nafsu untuk membeli, agar pembelian rakjat benar-benar hanja jang perlu sadja. Disamping itu bagi rakjat jang menghasilkan jaitu petani, peternak, nelajan dan lain-lain dapat menginsafi djuga tudjuan Pemerintah ini, jaitu walaupun harga barang-barang hasil didalam negeri belum diberikan batasan harga akan tetapi karena untuk barang Import, telah ditentukan harga koers sebagai tersebut diatas tadi, hendaklah mereka dengan sendirinja mempunjai kemauan untuk menurunkan harganja, menurut apa jang telah dilakukan oleh Pemerintah terhadap barang-barang Import.

Dalam daerah-daerah pendudukan pemasukan barang-barang luar negeri terutama berada dalam tangan „the big five” jang terkenal. Berhubung dengan kesulitan-kesulitan dalam soal devisen dan pengangkutan maka oleh Pemerintah Republik untuk memasukkan barang-barang dari luar negeri, dipakai peraturan tjara „barter” (Atjeh dan Nias).

Dalam hubungan export dan import ini banjak usaha-usaha dagang nasional jang dengan berani menjeludup, mengelakkan blokkade Belanda. Kegiatan-kegiatan jang besar nampak di Tapanuli dan Atjeh. Beberapa kali kapal-kapal jang membawa bahan-bahan atau barang-barang penting diserkap dan disita oleh Belanda, tetapi para pedagang kita tidak berhenti-hentinja mentjari ichtiar untuk menembus blokkade Belanda ini. Disamping itu negara djuga banjak mengalami kerugian akibat perbuatan-perbuatan pedagang-pedagang bangsa kita dan bangsa asing jang sering berdaja-upaja meloloskan diri dari ikatan peraturan-peraturan jang berlaku.  Perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara, kebanjakan adalah milik asing, jang sedjak pendudukan Djepang ditinggalkan oleh pemiliknja, telah diexploitir oleh Djepang. Sedjak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia perkebunan-perkebunan itu diselenggarakan oleh bangsa Indonesia. Perkebunan Negara, kemudian ada jang diusahakan sendiri oleh badan-badan perdjuangan.


 Pengembalian kepada pemilik-pemiliknja semula barulah berlaku sedjak tahun 1947 didaerah-daerah jang diduduki tentera Belanda seperti Sumatera Timur. Walaupun pada triwulan terachir tahun 1946 disekitar kota Medan dimana tentera Belanda mendapat kedudukan berhubung dengan timbang terimanja dengan tentera Sekutu sebagai akibat perdjandjian Linggardjati, telah ada djuga dua perkebunan asing jang diambil over kembali oleh pemiliknja.


 Dalam tahun 1947 pengembalian meluas hingga daerah Simelungun, Langkat sampai Tandjungpura dan Asahan. Dalam tahun 1948 dan 1949 hal ini diteruskan didaerah Asahan dan Langkat.


 Maka ketika pengakuan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia ditahun 1949 tinggal kebun-kebun jang terletak didaerah kekuasaan Republik Indonesia, terutama di Atjeh, belum dikembalikan kepada pemiliknja. Beberapa kebun di Tapanuli jang pemiliknja belum bersedia menerimanja kembali, barulah pada tahun 1950 diterima kembali oleh pemiliknja.


 Dalam tahun 1947 oleh pihak Belanda jang berkuasa di Sumatera Timur, untuk kepentingan perkebunan-perkebunan besar, dibentuk suatu instansi jang dinamai,,Vertegenwoordiging E.Z.L.V. S.O.K.", jang tugasnja pertama-tama ditudjukan kepada perkembangan ekonomi setelah perang dunia ke 2 berachir. Ketika itu kebun-kebun besar jang terletak didaerah Atjeh Timur, Tengah dan Barat belum termasuk dalam lingkungannja.


 Setelah kedaulatan Indonesia diakui pada bulan Desember 1949 maka pemilik-pemilik asing dari kebun-kebun di Atjeh telah mengadjukan permintaan untuk mengexploiteer dan merehabiliteer kembali kebunkebun jang telah mereka tinggalkan sedjak pendudukan Djepang. Maka untuk melaksanakan keinginan-keinginan mereka ini diperlukan satu badan jang dapat melakukan dan mendjalankan procedure jang berhubungan dengan pengembalian milik-milik asing. Bahkan, bukan itu sadja, tetapi sangatlah penting pula artinja satu badan jang merupakan voelhoorn dari Djawatan Perkebunan di Djakarta, dan menjelesaikan masalah-masalah perkebunan dan menjaksikan perkembang-perkembangannja dari dekat. Maka pada tanggal 15 Pebruari 1951 dengan pengutusan sdr. R. Sutedjo dari Djakarta lahirlah Perwakilan Djawatan Perkebunan Sumatera Utara untuk mengambil persiapan-persiapan jang diperlukan kearah pelaksanaan maksud tersebut tadi.  Setjara teori-nja pekerdjaan ini hanja tinggal melandjutkan sadja pekerdjaan dari Vertegenwoordiging E.Z. — L.V. tadinja, tapi dalam prakteknja bermatjam-matjam kesukaran harus dulu dilaluinja, terutama dalam soal tenaga, alat-alat komunikasi dan lain-lain peralatan.

 Ketika terbentuk Kantor Perwakilan Djawatan Perkebunan Sumatera Utara, seperti dikatakan tadi, belum ada perkebunan di Atjeh jang dikembalikan kepada pemiliknja. Tapi sedjak awal 1950 sudah dua kali diadakan penindjauan (survey-party) oleh wakil-wakil pemilik jang berkedudukan di Medan. Belum dilaksanakannja pengembalian adalah karena belum terdapat persesuaian mengenai djumlah besarnja ganti kerugian.

 Maka sampai sekian djauh, penjelenggaraan kebun-kebun di Atjeh sebagian besar dilakukan oleh badan jang bernama „Perusahaan Perkebunan Negara". Beberapa kebun diselenggarakan oleh 4 perusahaanperusahaan dagang sebagai akibat hutang Perusahaan Perkebunan Negara itu kepada badan-badan tersebut. Dua kebun Pemerintah (Pusat Perkebunan Negara, jang berkantor pusat di Djakarta) dikerdjakan oleh orang-orang perseorangan. Untuk mendapat tjara jang sebaik-baiknja dalam usaha pengembalian ini, berkali-kali diadakan pertukaran pikiran dengan Gubernur dan lain-lain instansi. Djuga dengan pihak pemilik diadakan pembitjaraan-pembitjaraan.

 Mengingat keadaan-keadaan didaerah dan sikap satu sarikat buruh jang tidak mau turut serta dalam Panitya Pengembalian Perusahaan Perkebunan Milik Asing dan untuk melantjarkan djalannja pengembalian diambil keputusan untuk tidak membentuk P4 M.A. Maka mengingat bahwa P.P.N.-lah kelak jang harus melakukan timbang terima dengan pemiliknja masing-masing, Gubernur memerintahkan kepada P.P.N. agar memberitahukan kepada badan-badan jang menduduki kebun supaja segera menjerahkan kebun-kebun itu kembali kepada P.P.N.

 Untuk mengetahui keadaan kebun-kebun dengan sebenar-benarnja maka diadakan survey-party untuk membuat constateringsrapporten jang berdjalan di Atjeh Timur mulai 5 April 1951, Atjeh Barat 10 April 1951 dan Atjeh Tengah 25 April 1951. Berdasarkan hasil-hasil constatering ini, diadakan perundingan-perundingan lebih landjut mengenai hutang-piutang. Maka achirnja sesudah melalui beberapa tingkatan pembitjaraan jang belum membawa keputusan terutama tentang soal besarnja penggantian kerugian, mengingat bahwa lebih lama tertundanja pengembalian tidak menguntungkan bagi usaha pembangunan didaerah Atjeh, Gubernur mengambil ketetapan bahwa djumlah penggantian kerugian jang harus dipenuhi oleh pemilik jang ingin kembali mengerdjakan kebunnja adalah sebesar Rp. 87,50 per ha luas tanaman. Berdasarkan ketetapan ini Gubernur mengeluarkan surat-surat keputusan untuk mengembalikan kebun-kebun didaerah Atjeh atas permohonan pemiliknja masing-masing, dengan sjarat-sjarat sebagaimana tertera dalam surat bersama tiga kementerian pada bulan Maret 1950. Penglaksanaan pengembalian itu dimulai dengan kebun- kebun di Atjeh Barat tgl. 25 September 1951 dan sampai awal 1952 telah ada 30 kebun jang dikembalikan.  Tidak semua kebun-kebun jang dikembalikan, dikerdjakan sendiri oleh pemiliknja. Hal ini disebabkan beberapa kesulitan jang terdapat didalam organisasi beberapa pemilik sendiri. Kebun-kebun jang tidak dikerdjakan sendiri oleh pemiliknja ini, disewakan kepada penjewa-penjewa, orang-orang partikelir, jang dinamakan „pachter”. Ada 15 kebun di Atjeh jang disewakan demikian.

 Djalannja timbangterima berlangsung baik.

 Sementara itu pada awal 1952 masih terdapat kebun besar dan beberapa kebun ketjil di Atjeh (di Tapanuli : 2) jang belum dikembalikan kepada pemiliknja, berhubung dengan beberapa hal jang belum dapat diatasi oleh pihak sipemilik. Di̟ Atjeh misalnja ada 3 kebun (Bukit Pandjang, Pulau Tiga, Bandar Lampahan) jang sesudah diserahkan, sipemilik tidak dapat menjediakan uang untuk biaja penjelenggaraannja, maka haknja atas kebun tersebut ditanggalkan oleh sipemilik. Keputusan tentang penanggalan hak itu sedang dikerdjakan oleh Pemerintah Daerah. Untuk sementara penjelenggaraan kebun-kebun itu oleh Gubernur Sum. Utara diserahkan kepada pemerintah kabupaten, jang menjewakannja kepada seorang pachter di Takengon.

 Sementara itu dari pihak H.V.A. dinjatakan bahwa selama 3 tahun mereka belum akan kembali kepada 2 lagi kebunnja di Atjeh (Alur Djambu, Buluh Blang Ara). Maka Pemerintah mengichtiarkan penjelenggaraan kebun-kebun itu. Alur Djambu dipersewakan mulai Djuli 1952 dan penjelenggaraan kebun Buluh Blang Ara diurus oleh Pemerintah Kabupaten.

 Selain itu ada lagi 2 kebun jang mau ditanggalkan haknja oleh sipemiliknja, dan kebun kelapa sawit Pantai Kiara masih dimintakan tempo 3 tahun oleh wakil pemiliknja untuk menentukan sikapnja. Dimana permintaan waktu demikian tidak sampai menimbulkan gangguan (misalnja tidak ada buruh kebun itu lagi) maka hal itu dapat diluluskan.

 Pada bulan-bulan permulaan dari penjerahan kebun-kebun itu selalu terdjadi pertentangan antara buruh dengan pengusaha kebun, hal mana adalah lumrah dalam masa peralihan dimana masing-masing pihak harus menjelaraskan diri dengan kenjataan-kenjataan jang berubah. Tapi pertentangan-pertentangan itu achirnja semua dapat diselesaikan.

DI SUMATERA TIMUR.

 Pada awal tahun 1951 di Sumatera Timur masih terdapat beberapa kebun jang belum diusahakan kembali oleh pemiliknja, jaitu didaerah-daerah jang tadinja tidak sempat diduduki tentera Belanda. Pengembalian ini kemudian diusahakan sesudah pembentukan Perwakilan Djawatan Perkebunan Sumatera Utara, Berhubung dengan tidak bersedianja Sarbupri duduk dalam P4 M.A., maka dengan memperhatikan faktor-faktor jang memungkinkan memperlambat usaha pengembalian bilamana diadakan suatu Panitya, maka dengan mufakat pihak Gubernur, urusan pengembalian ini diserahkan kepada Koordinator Sumatera Timur dan Perwakilan Djawatan Perkebunan Sumatera Utara.

 Sesudah melalui beberapa taraf usaha, jang dimulai dengan pembitjaraan-pembitjaraan dengan wakil pengusaha-pengusaha pada bulan Maret 1951, dan mengadakan constateringsrapporten, maka dengan surat keputusan Gubernur Sum. Utara tgl. 10 April 1951, 4 kebun di Langkat (Glen Bernë, Bukit Nias, Tutura dan Pantai Buaja) dikembalikan kepada pemiliknja, sementara dengan surat keputusan Gubernur Sum. Utara tgl. 16 Djuli 1951 No. 25/K/Agr menjusul pula pengembalian 3 kebun-kebun Padang Langkat Estates kepada pemiliknja jang meminta dikembalikan kebun-kebun miliknja itu.

 Para pemilik jang menerima kembali kebun-kebun tersebut, seperti djuga di Atjeh, tidak mengusahakannja sendiri, tetapi mempersewakannja. Alasan mereka untuk tidak menjelenggarakannja sendiri ialah karena kebun-kebun tersebut sudah terlalu rusak.

DI ATJEH.

 Dalam periode sebelum Kantor Perwakilan Djawatan Perkebunan Sumatera Utara terbentuk, sudah ada 7 perkebunan didaerah Tapanuli jang telah diselenggarakan oleh pemiliknja, jaitu: Batangtoru, Hapesong, Molombu, Marpinggan, Pidjor Koling, Songkunur, Sigala-gala.

 Sesudah pada bulan Maret 1951 dimulai pembitjaraan tentang pengembalian lain-lain perkebunan di Tapanuli, maka dengan surat putusan Gubernur Sum. Utara tgl. 19 Mei 1951 no. 19/K/Agr, 20/K/Agr dan 21/K/Agr, berdasarkan permohonan pemiliknja dan mengingat bahwa terbengkalainja kebun-kebun itu merugikan rakjat didaerah itu, maka dikembalikanlah kebun-kebun Pandurungan, Anggoli, Pinang Sore, Lapian, Lumut dan Badiri dikabupaten Tapanuli Tengah. Dua kebun di Tapanuli Selatan dikembalikan pada tahun 1952 kepada pemiliknja jang mempersewakan kebun-kebun itu kepada dua orang Tionghoa di Medan.

SERANGDJAJA.

 Dalam membitjarakan status kebun-kebun ini perlu ditjatatkan istimewa disini status kebun karet Serangdjaja kepunjaan R.C.M.A. dikabupaten Langkat (luasnja ± 4000 ha). Semasa pendudukan Djepang, perkebunan tersebut dimasukkan dalam organisasi perkebunan Atjeh dan semasa pemerintahan R.I. diurus oleh P.P.N. Atjeh.

 Kebun itu terbagi 5. Dalam tahun 1950 bagian V-nja (Damar Tjondong) oleh Gubernur propinsi otonomi Atjeh dengan suratnja no. 984/18/Oem tgl. 16/2-1950 diberikan kepada bekas-bekas pedjuang dibawah pimpinan sdr. Soeleiman Saleh untuk diusahakan. Bagian-bagian lainnja masih dikuasai oleh buruh-burunnja dengan diketuai sdr. Soeropawiro.

 Setelah penetapan batas jang tertentu antara daerah Atjeh dan Sumatera Timur maka daerah dimana kebun Serangdjaja terletak, kembali lagi kekabupaten Langkat. Dengan suratnja no. 408/59 tgl. 7/9-1950 Bupati Langkat membenarkan Sarbupri ditempat tersebut untuk meneruskan pengusahaan bagian I s/d IV (jang disebut Serangdjaja) dengan perdjandjian bahwa 100, dari penghasilan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Langkat, tetapi Damar Tjondong (bagian V) tidak diusik-usik dan tetap diselenggarakan oleh bekas-bekas pedjuang tersebut tadi jang telah membentuk N.V. dibagian itu.

 Sementara itu ternjata konsesi Serangdjaja telah habis mulai tgl. 16/11-1949, R.C,M.A. jang ditangai pendiriannja mengenai perkebunan itu, pada mulanja dibulan April 1951 pernah mengutarakan tidak sanggup mengexploitir Serangdjaja karena pohon-pohonnja telah rusak. Berhubung dengan itu, telah dimaksud untuk menjerahkan penjelenggaraan perkebunan itu kepada Biro Rekonstruksi Nasional sebagai tempat berusaha bagi bekas-bekas pedjuang, mulai 1/11-1951, tetapi berhubung dengan beberapa kesulitan teknis mengenai soal buruh dsbnja, maka sampai bulan Desember 1952, B.R.N. belum bersedia menerima penjelenggaraan itu. Sementara itu bagian V-nja masih tetap diusahakan oleh bekas-bekas pedjuang,

 Sementara itu, R.C,M.A, jang mendengar perkebunan itu akan diserahkan kepada B.R.N., mengadakan hubungan dengan Gubernur Sumatera Utara dan mengatakan bahwa mereka tidak pernah menjatakan tidak akan kembali lagi ke Serangdjaja. Sesudah diadakan rundingan berkali-kali maka dengan suratnja no. 300/X/424 ttgL 19-12-1951 menjatakan, bahwa mereka menjerahkan penjelenggaraan Serangdjaja kepada Gubernur untuk 2 tahun terhitung mulai 24 September 1951, sambil menunggu dikabulkannja permintaan optie, dalam masa mana R.C.M.A, tidak akan minta kerugian apa-apa dan sebaliknja tidak akan memikul beban apa-apa, Lain dari itu mereka meminta haknja melikwideer gedung-gedung dan bangun-bangunan dikebun Serangdjaja seperti tertjantum dalam pasal 23 dari konsesi tersebut.

 Gubernur Sum. Utara berkehendak menjerahkan penjelenggaraan kebon Serangdjaja kepada beberapa & dengan perdjandjian sewa-menjewa.

PEMULIHAN PRODUKSI

Sesudah kebun-kebun dikembalikan mulailah perbaikan-perbaikan dilakukan oleh pemilik, mula-mula terhadap alat-alat penghasilan jang hanjak mengalami kerusakan selama pendudukan Djepang dan akibat pembumi hangusan waktu revolusi. Serentak segeralah pula dimulai memperbaiki produksi kembali.

 Sesudah perang. dunia mengalami kekurangan akan hasil kebun seperti minjak kelapa sawit, serat, karet, tembakau Deli. Harga hasil kebun menaik karenanja.

 Perbaikan alat-alat penghasil kebun berakibat naiknja hasil.

 Pada umumnja pembaharuan tanaman tidak/belum difikirkan. Membongkar tanaman untuk ditanami baru berarti mengurangi hasil dalam beberapa tahun.

 Keadaan jang demikian ini tidak berlaku untuk tanaman kelapa sawit, sebab makin tua makin tinggi tanamannja sehingga pemungut hasil tidak berani memandjatnja. Tanaman sawit jang tua tidak ikut lagi dalam penghasilan, hingga harus dibongkar dan diganti dengan tanaman jang baru.

PERKEMBANGAN PERBURUHAN.

 Sesudah pengakuan kedaulatan Indonesia pada Desember 1949, timbullah kembali kegiatan sarikat-sarikat buruh. Perbaikan-perbaikan nasib dituntutnja, dimana tidak djarang sendjata terachir ,,pemogokan" dipergunakan. Pada permulaan tahun 1950 dan 1951 timbul pemogokan totaal dikebun tembakau di Sumatera Timur. Kebun-kebun tembakau menderita kerugian jang tidak sedikit pada waktu itu.

 Untuk mentjukupi kekurangan tenaga, telah didatangkan pekerdja-pekerdja dari Djawa. Untuk buruh-buruh jang didatangkan itu harus disediakan dulu perumahan jang lajak oleh kebun.

 Selain mendatangkan pekerdja-pekerdja baru kekurangan tenaga ditutup dengan tjara-tjara bekerdja jang rasioneel. Alat-alat jang modern didatangkan. Pada herontginningen, pokok-pokok jang tua tidak perlu dibongkar, tetapi tjukup dimatikan dengan obat. Djuga tractor-tractor dipergunakan untuk pembongkaran pokok. Pembadjakan tanah, pemupukan d.s.b. dikerdjakan dengan alat-alat modern jang digerakkan oleh tractor. Pembantrasan ulat dikebun tembakau tidak perlu lagi didjalankan dengan mentjari ulat-ulat tsb. satu per satu jang selain dapat merusakkan daun djuga dapat menularkan penjakit virus jang berbahaja, tetapi tjukup dengan penjemporotan obat dengan ,,mistblower" jang ditarik dibelakang Jeep atau tractor. Malahan tjara jang sedemikian ini sekarang telah dianggap tua dengan dipakainja kapal terbang ringan.

 Mula-mula pemakaian alat-alat modern itu dipergunakan untuk menutupi kekurangan tenaga. Oleh karena upah pekerdja dengan sociale voorzieningen-nja makin lama makin tinggi, maka alat-alat tsb, dipergunakan djuga untuk meringankan ongkos exploitasi.

 Untuk menghindarkan ongkos exploitasi jang tinggi ada beberapa kebun seluruhnja atau sebagian diusahakan oleh seorang penjewa atau aannemer. Ini mengenai kebun-kebun djelek jang djika diusahakan sebagaimana mestinja akan mengalami kerugian. Penjewa atau pemborong dapat bekerdja murah, karena mereka kebanjakan mempergunakan tenaga dari kampung. Tidak perlu disediakan rumah baginja karena tinggalnja dirumah sendiri, atau djika perlu dibuatkan rumah pondok jang tidak memakan biaja banjak. Pekerdja-pekerdja ini tidak berorganisasi hingga tidak dapat menuntut, Menjimpang dari keadaan tersebut diatas keadaan penjewaan kebun di Atjeh Timur ada baik.

Selain pemogokan djuga pendudukan tanah perkebunan oleh penduduk mempersukar usaha para pengusaha. Occupatie tanah ini kebanjakan terdapat dikebun-kebun tembakau dan disana sini djuga dikebun tanaman keras di Sumatera Timur. Sebagai akibat dari pendudukan tanah kebun tersebut telah ada beberapa jang ditutup. Hal ini telah mendapat perhatian dari pihak Pemerintah dan sedang diselesaikan .

KEAMANAN.

Keamanan diperkebunan- diperkebunan pada tahun 1948 dan 1949 selalu djuga terganggu, tetapi gangguan- gangguan ini adalah bersifat politis selaras dengan perkembangan suasana dikala itu.

Sesudah kedaulatan Indonesia diakui, keamanan umumnja baik. Pada tahun 1951 terdjadi disekitar Delitua gangguan keamanan oleh gerombolan bersendjata jang belum dapat menjesuaikan diri kedalam masjarakat sesudah timbul masa pembangunan. Tetapi keadaan ini segera dapat diatasi oleh pihak berwadjib. Selama tahun 1952 tiada tertjatat hal-hal luar biasa dalam keamanan diperkebunan- diperkebunan.

PENJELENGGARAAN DAN PENGHASILAN

Marilah kini kita tindjau penjelenggaraan dan penghasilan- penghasilan dikebun-kebun sesudah dikembalikan kepada pemiliknja.

Tembakau.

Pada tahun 1948 telah seluruhnja perkebunan tembakau dikabupaten Deli Serdang kembali kepada pemiliknja. Dan pada tahun 1949 sebahagian besar dari 44 perkebunan dari sebelum perang, mana-mana jang tidak musnah atau rusak betul , telah bekerdja kembali walaupun disana- sini ada beberapa kebun jang digabungkan mendjadi satu untuk dapat lebih efficient. Bangsal-bangsal didirikan kembali dan bangun-bangunan jang rusak dan dibutuhkan telah dibangunkan kembali. Karena kurangnja tenaga berat (tjangkol dan babat ) dan naiknja upah dan ongkos tjatu, maka pengusaha mengadakan pertjobaan setjara besar-besaran dengan tenaga mesin dan hasilnja adalah sangat memuaskan. Seandainja mesinmesin tersebut tidak ada , maka penggarapan tanah jang dikerdjakan dalam tahun 1951 untuk tahun 1952 tidak akan dapat selesai pada waktunja.

Pada tahun 1951 , djika dibandingkan dengan tahun-tahun jang telah lalu, maka luas tanaman mendjadi kurang dan djika dibandingkan dengan angka-angka sebelum perang, maka luas tanaman hanja 30 % sadja, seperti jang dapat dilihat dibawah ini :

542

Tahun Luas tanaman dalam veld
1939 20.079
1940 17.864
1949 7.139
1950 6.992
1951 6.552

Mundurnja luas tanaman tembakau dalam tahun-tahun terachir ini disebabkan beberapa kesulitan jang dialami oleh perkebunan. Kesulitan pertama ialah soal tanah . Semasa pendudukan Djepang banjak tanah perkebunan tembakau jang didjadikan ladang untuk menambah bahan makanan. Hal jang demikian ini bertambah banjak waktu agressie. Luas tanah-tanah ini djika dibandingkan dengan luas konsesi hanja sedikit sekali, tetapi oleh karena letaknja berserak-serak maka sukar untuk perkebunan untuk mendapat tanah jang berdekat-dekatan (aaneengesloten) dan jang belum pernah didjadikan ladang.

Pada bulan Pebruari 1951 terdjadi pemogokan umum jang mengganggu pekerjaan pemindahan bibit persemaian kepenanaman luas. Bulan Djuni 1951 timbul pula kesulitan karena organisasi buruh melarang anggotanja mendjalankan pekerdjaan lembur selama belum terdapat keputusan tentang uang lembur tersebut. Pekerdjaan jang terganggu karena ini ialah pekerdjaan menjunduk (aanrijgen) tembakau dibangsal jang sudah kering. Walaupun tidak semua buruh mentaati perintah organisasinja, tapi tidak sedikit djuga pekerdjaan dihentikan waktu habis tempo kerdja dan daun tembakau dibiarkan dalam bangsal mendjadi kuning atau busuk. Djuga karena tidak ada kerdja lembur ini, maka pekerdjaan lolosan tembakau jang biasa dilakukan malam, tidak didjalankan lagi, sehingga mengakibatkan bangsal penuh tembakau dan tiada tempat lagi untuk petikan baru, Maka daun jang telah tua tidak dapat dipetik lagi dan kering dipohonnja. Hal-hal jang tersebut diatas, sangat mengurangi kwaliteit tembakau. Disampingnja djumlah produksipun sudah berkurang seperti terlihat sbb :

Tahun Luas tanaman dalam veld Hasil dalam pak
1939 20.079 151,550
1940 17.864 138.810
1949 7.139 70.224
1950 6.992 48.897
1951 6.552 42.000 *)
*) (taxatie )

543 Dengan merosotnja produksi dan mutu tembakau, maka kenaikan upah dan sociale voorzieningen untuk buruh dirasa berat, sehingga 6 kebun jang disebut boven -- onderneming ditutup oleh pengusahanja menurut pengusaha tembakaunja tidak begitu laku diluar-negeri - sedangkan beberapa kebun lain didjadikan bagian dari kebun jang berdekatan letaknja.

Seperti diketahui dekblad Deli termasjhur diseluruh dunia dan Hasil tembakau merupakan salah satu sumber penghasilan Negara. dalam tahun 1951 hanja 1/3 dari sebelum perang dan mutunja amat berkurang.

Sungguhpun masih djauh dibawah sebelum perang, tapi pada tahun 1951 dimana tidak ada pemogokan seperti pada tahun 1951 hasil kwalitatief adalah lebih baik. Djuga kwantitatief tertjatat hasil lebih baik ketjuali dibeberapa kebun jang mengalami kemunduran . Kemunduran ini disebabkan keadaan buruh setempat dan tjara pemungutan daun jang diperkeras, hingga banjak jang tidak ikut dipungut . Satu kebun jang terendah hasilnja ( ± 350 kg/ha ) terpaksa ditutup pada bulan Agustus 1952 (Mabar) .

Demikianlah keadaan perkebunan -perkebunan tembakau .

Tanaman keras.

 Tentang tanaman keras , maka pada umumnja, kebun -kebunpun diselenggarakan sendiri oleh pemilik. Didaerah Atjeh Timur, Langkat, Asahan dan Tapanuli Selatan, seperti telah dikatakan diatas tadi, ada beberapa kebun jang pengusahanja sebagian atau seluruhnja diserahkan kepada pachter atau aannemer . Biasanja ini mengenai tanaman karet jang kurang baik dan tidak akan dapat menutup ongkos exploitasi djika diselenggarakan sendiri oleh pemilik menurut taraf perkebunan besar.Para pachter/aannemer tersebut kebanjakan terdiri dari bangsa Indonesia,Untuk dapat sebagian ketjil dari orang Tionghoa atau bangsa lain. bekerdja dengan untung maka sociale zorg tidak begitu dipentingkan.Upah, tjatu dan sociale voorzieningen lainnja adalah lebih kurang dari jang didapat diperkebunan-diperkebunan besar jang dikerdjakan oleh pemiliknja . Soal perumahan tidak/kurang mendapat perhatian. Pekerdja biasanja terdiri dari orang-orang kampung jang sudah ada rumah sendiri. Tapi diketjualikan dari keadaan- keadaan tersebut diatas, adalah keadaan dikebun-kebun di Atjeh Timur jang dipersewakan kepada pachter, dimana tampak penjelenggaraan jang dapat disetarafkan dengan penjelenggaraan perkebunan besar. Hanja soal perumahan adakalanja masih kurang diperhatikan. Tapi diingat pula selandjutnja bahwa dibeberapa kebun di Langkat jang diselenggarakan sendiri oleh sipemilik soal perumahan djuga masih ada jang belum mendapat perhatian pemilik sebagaimana mestinja, maka hal ini dapat dimaafkan bagi pachter-pachter di Atjeh Timur jang belum begitu kuat keuangannja dan jang harus pula mengeluarkan uang banjak pada waktu permulaan untuk pesangon kepada buruh-buruh jang berlebihan dan untuk perbaikan - perbaikan kebun.

544

Teh.

 Tentang teh dapat dikatakan bahwa pada tahun 1950 luas tanaman teh pemetikan ada 9.148 ha dengan hasil dalam tahun tersebut 38.901.160 pound daun teh basah atau 8.313.252 pound teh kering.

 Dalam tahun 1951 tampak kenaikan hasil , jaitu : pada 10 perkebunan (sedjak Djuli hanja 9 sesudah ditutupnja buat sementara perkebunan teh Haboko di Asahan karena ketinggalan ongkos pembikinan djika dibanding dengan harga pasar waktu itu ) dengan rata- rata luas tanaman teh pemerikan 8.768 ha, djumlah hasil adalah 51.426. 510 pound teh basah atau 10.919.117 pound teh kering. (Ini berarti kenaikan hasil 2.605.865 pound teh kering dari penghasilan ditahun 1950 ) .

 Dari penghasilan 1951 itu telah diangkut dari kebun : untuk export 7.566.463 pound dan untuk pemakaian dalam negeri : 3.214.284 pound.

 Pada bulan Pebruari 1951 ada terdjadi pemogokan jang menjebabkan merosotnja penghasilan sampai lebih dari separoh penghasilan bulan jang lalu, tapi segera keadaan ini dapat diperbaiki dan tahun produksi 1951 dapat ditutup dengan kenaikan hasil dari tahun 1950, walaupun sedjak ditutupnja satu kebun di Asahan, luas tanah pemetikan berkurang +380 ha.

 Pada tahun 1952, bulan Agustus ditutup pula dua kebun kepunjaan Sumatera Tea Estates (Mardjandji dan Martoba ) karena menderita kerugian. Kebun-kebun ini pada awal tahun 1953 dibuka kembali oleh Bank Industri Negara jang mengambil over exploitasinja .

 Demikianlah pada achir tahun 1952, luas tanaman teh pemetikan ada 6.867 ha . Hasil pada tahun 1952 adalah 13.157.082 pound teh kering. Djadi, tampak kenaikan djuga.

Serat.

 Awal 1950 ada 5 kebun menghasilkan, kemudian 4.Dalam bulan Djanuari 1951 sampai Djuli 1951 kembali 5 kebun menghasilkan. Mulai Djuli 1951 kebun Bekalla terpaksa menghentikan rentjana karena kesukaran dalam penjelenggaraannja menanam. Antara lain disebabkan wilde occupaties .

 Luas tanaman jang menghasilkan dalam tahun 1950 ada 814 ha dengan djumlah penghasilan serat dalam tahun 1951 : 5.690.007 kg.

 Luas tanaman jang menghasilkan dalam tahun 1951 adalah 888 ha dan djumlah penghasilan setahun itu adalah 10.808.285 kg serat . Maka dibandingkan dengan tahun 1950, ada kenaikan 5.118.278 kg, jang seandainja kebun Bekalla tidak ditutup kenaikan itu diharap lebih lagi . Itupun pada bulan Pebruari 1951 penghasilan turun lk 1/5 dari penghasilan bulan Djanuari 1951 karena pemogokan, tapi kemudian penghasilan diperbaiki .

 Angka-angka dari izin export jang dikeluarkan tahun 1951 menundjukkan bahwa hampir 75 % ( 7.462.50 ton ) dari djumlah pengeluaran (9.788.69 ton) , bahan itu dikirimkan ke Amerika sedangkan untuk pemakaian dalam negeri hanja ± 1 % (138.13 ton ) dari djumlah jang dikeluarkan.



35

545

 Pada tahun 1952 ada 4 perkebunan jang menghasilkan dengan luas

7.935 ha. Penghasilan ialah 20.239.786 kg, terbagi sbb : agave : 14-355.184 kg dan manilla 5.884.602 kg ( taksiran semula dari pengusaha- pengusaha kebun adalah 11.851 ton) .

Kelapa sawit.

 Dalam tahun 1950 terdapat 30 kebun kelapa sawit dengan seluas 59.120 ha jang menghasilkan . Penghasilan tahun 1950 adalah 124.614.312 ag minjak dan 30,572.035 kg bidji kelapa sawit.
 Dalam tahun 1951 terdapat 30 kebun kelapa sawit jang mengandung seluas 61.196 ha tanaman jang menghasilkan. Penghasilan tahun 1951 berkurang dari penghasilan 1950 , jaitu : 114.860.883 kg minjak dan 29.855. 969 kg bidji kelapa sawit. Djadi , berkurang masing-masing : 9.753.429 kg minjak dan 716.066 kg bidji kelapa sawit. Kemunduran ini sebagian besar adalah akibat dari pemogokan- pemogokan dalam waktu tersebut. Pemogokan dalam bulan Pebruari 1951 menjebabkan mundurnja penghasilan bulan itu hingga lk . 1/5 dari bulan sebelumnja.
 Dalam tahun 1952 di Sumatera Timur tertjatat 30 kebun kelapa sawit dengan luas jang bisa menghasilkan 66.765 ha dan jang dipungut hasilnja adalah 64.756 ha . Dibandingkan dengan tahun 1951 , angka penghasilan meningkat. Ini karena penambahan tenaga.
 Penanaman baru dibeberapa kebun diadakan menurut rentjana jang tertentu . Malahan ada kebun jang mengadakan konversi dari karet kekelapa sawit.
 Djumlah hasil tahun 1952 di Sumatera Timur adalah 136.641.100 kg minjak kelapa sawit dan 36.635.930 kg bidji kelapa sawit ( rata-rata penghasilan resp . ialah 2.111 kg/ha dan 566 kg/ha ) . Pembikinan minjak bidji kelapa sawit belum/tidak diadakan.
 Di Atjeh, dalam tahun 1952 telah bekerdja kembali 2 kebun kelapa sawit mulai Nopember. Luas kebun jang dipungut hasilnya 1026 ha sedangkan jang bisa berhasil ada 1934 ha . Tidak dipungutnja seluruh hasil adalah karena kekurangan tenaga. Sebagian besar tanaman terdiri dari tanaman sedang umurnja. Lain-lain kebun, 5 di Atjeh Timur dan 1 di Atjeh Barat, belum bekerdja karena paberik sedang/akan dibangun kembali.
 Djumlah hasil dari Atjeh tahun 1952 adalah 802.200 kg minjak dan 73.600 kg bidji kelapa sawit.
 Menurut angka-angka dari izin export , dalam tahun 1950 diexport 112.052.61 ton minjak dan 34.344.84 ton bidji kelapa sawit.
 Dalam tahun 1951 diangkat dari kebun untuk diexport : 111.292.458 kg minjak kelapa sawit dan 28.647.877 kg bidji kelapa sawit. Pada tahun 1952 akan diexport 124.181.65 ton minjak kelapa sawit dan 29.475.22 ton bidji kelapa sawit.
 Bahan-bahan ini untuk sebagian besar dikirim kenegeri Belanda, Amerika, Inggeris, Djerman dan sebagian ketjil ke Djepang. Pemakaian dalam negeri merupakan angka 3.139.674 kg (3 % ) minjak dan 634.885 kg (22 % ) bidji kelapa sawit menurut tjatetan tahun 1951 .

546 Pada permulaan tahun 1950 banjaknja kebun jang menghasilkan ada 129 dan pada achir tahun 1950 meningkat djadi 135 dengan luas tanaman jang disadap 120.598 ha. Luas ini telah menghasilkan untuk tahun itu 92.339.649 kg karet, terdiri dari sheets 56.072.548 kg (61 %), crepe 14.859.705 kg (16 %), zoolcrepe 3.597.713 kg (4 %), latex 9.618.527 kg (10 %) dan lain-lain djenis 8.161.156 kg (9 %).

Pada awal tahun 1951 terdapat 144 dan achir tahun itu 150 kebun jang menghasilkan ċengan luas tanaman jang disadap 139.318 ha. Hasil tahun 1951 adalah 101, 173.964 kg karet, terdiri dari sheets 59.741.198 kg (59 %), crepe 15.738.798 kg (16 %), zoolcrepe 3.159.580 kg (3 %), latex 12.762.498 kg (12 %) dan lain-lain djenis 9.771.890 kg (10 %). Maka dibanding dengan tahun 1950, dalam tahun 1951 luas tanaman jang disadap maupun penghasilan karet mengundjukkan kenaikan jaitu 18.720 ha dan 8,834,315 kg karet.

Penghasilan perkebunan karet tidak terhindar pula dari pemogokan. Hal ini berlangsung pada bulan Pebruari 1951 dengan telah merosotkan hasil sehingga hampir 1/3-nja dari hasil bulan Djanuari 1951. Pada waktu itu didaerah Tapanuli tak terdapat pemogokan karena pemilik telah mendului melaksanakan tuntutan para buruh perkebunan pada umumnja dengan pengertian, bahwa kelak jang sedemikian itu akan diadakan perhitungan lagi bila tuntutan itu telah dikabulkan. Selain dari itu, sarikat buruh jang terdapat disana jaitu S.B.P. (Sarikat Buruh Perkebunan) setjara organisatoris keatas tidak tergabung kepada suatu centraal organisatie. Dengan demikian penghasilan karet didaerah Tapanuli pada waktu itu dapat berlangsung terus.

Perlu dikemukakan bahwa pada umumnja dan terutama di Tapanuli dikebun-kebun sendiri terdapat gangguan berupa penjadapan setjara gelap dan pentjurian latex, soal mana pada achir tahun 1951 dapat diperketjil karena adanja tjampur tangan jang berwadjib.

Menurut angka-angka dari izin export tahun 1951 maka djumlah karet perkebunan jang dikeluarkan dalam tahun 1951 adalah 97.543.24 ton. Sebagian besar dikirimkan ke Amerika (41.461.52 ton), Negeri Belanda (21.369.65 ton), Malaya (11.895.31 ton) dan Inggeris (10.489.95 ton). Karet jang diexport itu terdiri sbb : Smoked sheets I s/d V 52.302.18 ton, crepe 23.083.82 ton, latex 10,966.31 ton, scrap & lumps 7.506.78 ton, zoolcrepe 2.208.42 ton, sheets cuttings 1.445.73 ton, Unsmoked sheets „R” 30. ton (djumlah 97.543.24 ton).

Untuk menindjau perkembangan perkebunan karet ditahun 1952, baiklah kita mengikuti dahulu keadaan didaerah Sumatera Timur. Dalam tahun 1952 luas areal jang „ada dalam penghasilan” adalah lebih besar dari ditahun 1951 ; ditahun 1951 ada tanaman jang „berhasil” tapi tidak dipungut hasilnja karena kurangnja tenaga. Dengan datangnja tenagatenaga baru dari Djawa jang tidak sedikit, maka bagian-bagian tersebut sudah dapatlah dipungut hasilnja, walaupun belum seluruhnja . Selain itu ada pula bagian jang sudah mendjadi belukar. Biasanja disini terdapat pokok-pokok tua atau pokok- pokok jang dulunja sudah rusak, hingga djika dibersihkan dan dipungut hasilnja setjara bedrijf tidak akan dapat menutupi ongkos. Bagian-bagian jang demikian ini diberikan kepada aannemer untuk dihasilkannja. Untuk ini aannemer tersebut harus menjetorkan sebagian dari hasil kepada pemilik kebun berupa latex atau sheet jang digiling dengan tangan atau berupa uang. Pengusahaan tersebut tidak dapat setaraf dengan perkebunan besar. Menurut angka-angka jang diperoleh maka disebagian besar kebun-kebun ini terdapat tanaman tua (diatas 20 tahun) sedangkan jang dibawah 20 tahun hanja kira-kira ada 20 %. Ini dapat dimengerti karena mulai tahun 1942 hingga tahun 1948 tidak diadakan penanaman baru, sedangkan tanaman tahun 1940 dan 1942 kebanjakan ditebang pada waktu pendudukan Djepang untuk penanaman bahan makanan.

Mulai tahun 1949 barulah ada jang mulai dengan penanaman baru. Dalam tahun 1952 djuga diadakan penanaman baru tapi djarang-djarang. Para pengusaha insaf bahwa harus diadakan rejuvenasi karena pada suatu waktu mereka akan mempunjai tanaman jang terlalu tua hingga tidak akan dapat bersaingan lagi. Sebagian para pengusaha mempergunakan belum adanja ketentuan reorganisasi tanah sebagai alasan untuk tidak mengadakan penanaman baru dalam tahun 1952. Sebagian lagi, terutama kebun-kebun Inggeris, mengemukakan alasan bahwa pada waktu ini tidak dapat didatangkan modal baru.

Begitupun, beberapa maskapai sudah mulai mendjalankan rentjana penanaman baru dengan tertentu , diantaranja H. V. A., Socfin , Cultuur Mij „de Oostkust” , dll.

Pada awal tahun 1950 djumlah kebun jang tertjatat ada 150. Bulan Agustus kebun Dolok Barus ditutup hingga pada penutup 1952 masih tertjatat 149 kebun. Beberapa kebun ketjil masih belum ditjatat dan belum mengirimkan daftar produksinja kepada Djawatan Perkebunan.

Luas tanaman jang berhasil ada 208.008 ha, tapi jang dipungut hasilnja belum seluas 170,268 ha. Jang 37.740 ha tidak disadap, adalah karena kekurangan tenaga penderes. Djumlah hasil ditahun 1952 adalah 149.601.464 kg. karet, terdiri dari : Sheets 84.641.861 kg., crepe 19.983.384 kg. , zoolcrepe 2.265,031 kg. , latex 15.810.532 kg. dan lain-lain djenis 26.900.656 kg. Djadi, hasil tahun 1952 adalah 149.601.464 kg. atau 878 kg/ha setahun ( tahun 1951 : 712 kg/ha ). Menurut taksiran sebermula dari pengusaha-pengusaha kebun, hasil tahun 1952 hanja 128.454.020 kg.

Di Atjeh, dalam tahun 1952 djumlah kebun jang tertjatat ada 33. Selain itu masih ada beberapa kebun jang belum diusahakan kembali.

Djumlah luas tanaman jang bisa berhasil ada 29.819 ha, tapi jang dipungut hasilnja baru 22.693 ha. 77 % dari tanaman tersebut telah lebih dari 20 tahun umurnja. Penanaman baru sedjak mulai perang belum diadakan. Penjelenggaraan kebun sebagian besar didjalankan oleh pachter/aannemer bangsa Indonesia. Hasil belum dapat dikatakan baik karena rusaknja kulit pada tahun jang lalu. („Atoom-tap” sudah biasa pada waktu itu) . Selain dari itu tanaman jang dulunja djadi belukar baru dalam semester kedua tahun 1952 dapat dibersihkan.

Djumlah hasil adalah 7.532.340 kg., terdiri dari : Sheets 6.249.612 kg, dan lain-lain djenis 1.282.728 kg., (crepe, zoolcrepe dan latex belum dihasilkan). Angka-angka ini adalah diperoleh sedjak bulan Agustus, karena sebelum itu sebagian besar belum diperdapat.

Di Tapanuli, dalam tahun 1952 tertjatat 7 kebun , luasnja jang bisa menghasilkan 6.171 ha, sedangkan jang dipungut hasilnja 3.662 ha ; hal ini karena kekurangan tenaga. Untuk memperbanjak dan meninggikan mutu hasil maka dalam tahun 1952 dapat ditambah 2 paberik sheet. Tanaman jang lebih dari 20 tahun umurnja ada lk. 75 %. Penanaman baru belum diadakan.

Penjelenggaraan kebun-kebun dilakukan oleh penjewa. Pada dua kebun (Simpang Gambir dan Pantiluban) penjelenggaraannja sangat djelek sehingga kebun- kebun itu ditarik kembali oleh sipemilik untuk dikerdjakan sendiri.

Djumlah hasil di Tapanuli tahun 1952 adalah 2.621.836 kg, terdiri dari sheets 478.458 kg, crepe 2.123.390 kg, lain-lain djenis 19.988 kg. (zoolcrepe dan latex belum dihasilkan). Djadi, rata-rata penghasilan ialah 1716 kg/ha.

SOAL TANAH PERTEMBAKAUAN.

Pemakaian tanah-tanah perkebunan (konsesi) jang dilakukan sedjak masa pendudukan Djepang oleh penduduk jang memerlukan tanah untuk perhumaan, terutama sekali adalah mergenai perkebunan-perkebunan tembakau dimana memang disengadja beberapa luas tanah dihutankan dulu beberapa lama untuk menggemukkannja.

Ini dipandang oleh penduduk sebagai tanah kosong jang tidak dipergunakan. Mula-mula pemakaian tanah-tanah demikian banjak terdapat didekat-dekat kota dan djalan-djalan besar, tetapi lama-lama tanahtanah jang disediakan untuk penanaman tahun 1952 dan 1953 dipakai djuga. Dilihat sepintas lalu, pemakaian tanah-tanah untuk pertembakauan itu tidak menjukarkan perkebunan untuk meneruskan usahanja, karena luas tanah masih lebar sekali. Tapi jang dirasa sulit oleh perkebunan ialah karena pengambilan itu tidak merupakan satu tumpukan (aaneengesloten geheel) hingga tanah jang tinggal itu djuga tidak merupakan jang demikian. Rentjana-rentjana untuk tahun 1952 misalnja terpaksa diubah oleh perkebunan. Tidak djarang tanah jang telah dikerdjakanpun diduduki, sehingga terpaksa pindah ketanah jang direntjanakan untuk tahun 1953. Penggantian-penggantian tanah ini terkadang membawa konsekwensi jang berat, karena bangsal-bangsal jang belum waktunja dipindah, harus dipindahkan kelain tempat atau harus diangkut daun tembakau jang baru dipungut kebangsal-bangsal jang djauh nja, jang berarti naiknja percentage kerusakan daun dan tambahnja ongkos pengangkutan. Kesulitan-kesulitan soal tanah ini sedang diselesaikan oleh Pemerintah Daerah menurut surat ketetapan Gubernur Sumatera Utara no. 36/K/Agr tgl. 28/9-1951 berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No. Agr 12/5/14 tgl. 28/6 1951.


TENAGA PEKERDJA.


Tenaga pekerdja terasa masih kurang sekali. Menurut keterangan AVROS sadja, mereka membutuhkan ditahun 1952, 30.000 tenaga untuk seluruh Sumatera Utara. Apabila diingat bahwa djumlah luas tanaman belum seluruhnja dikerdjakan, maka kebutuhan penambahan tenaga tersebut dapat dimengerti.


Dalam tahun 1952 telah didatangkan dari Djawa sedjumlah 8.206 laki-laki dan 6.171 wanita sebagai buruh jang mengikat perdjandjian (dalam djumlah-djumlah ini belum terhitung keluarga).


Sebaliknja pekerdja-pekerdja jang telah habis masa perdjandjiannja dengan perkebunan, ada jang minta kembali. Djumlah ini ± 7 % dari tenaga jang didatangkan.


Djumlah buruh perkebunan di Sumatera Timur pada achir 1952, adalah 171.646 orang.


Berdasarkan persetudjuan antara buruh dan madjikan maka perusahaan-perusahaan perkebunan harus memberikan tjatu beras kepada buruhnja dengan tjuma-tjuma. Beras jang dibutuhkan ini dibeli oleh perkebunan dari BAMA (Jajasan Bahan Makanan).


Dalam tahun 1952 , djumlah beras jang diterima oleh kebun-kebun adalah 80.961 ton.


Kebun-kebun didaerah Atjeh banjak jang membeli beras diluar (tidak dari BAMA).


EXPORT 1952.


Sebagai penutup dari ichtisar tentang perkembangan perkebunan ini, kita tjantumkan dibawah ini lagi beberapa angka-angka dari Kantor Urusan Export tentang export pada tahun 1952 dari Sumatera Utara :

Tembakau : 2.779.26 ton, serat nenas : 22.795.22 ton, teh : 5.911.57 ton, minjak kelapa sawit 124.181.65 ton, bidji kelapa sawit : 29.475.22 ton, Karet : 175.585.74 ton, terdiri dari Sheets 103.185.12 ton, crepe : 45.015.09 ton, zoolcrepe : 3.924.64 ton, latex : 22.126.09 ton, scraps/lumps : 1.334.80 ton.




SOAL-SOAL TANAH DAN PERUSAHAAN ASING.


Di Tapanuli dan Atjeh, tanah tidak mendjadi persoalan umum. Tidak ada perobahan atau perkembangan baru sebagai akibat dari tuntutan rakjat supaja tanah-tanah tertentu dibagi-bagikan kepada rakjat, sebagaimana kedjadian di Sumatera Timur. Oleh sebab itu mengenai pasal ini, ketjuali jang mengenai djumlah perkebunan asing, kebanjakan akan dibitjarakan persoalan tanah di Sumatera Timur.


PERSOALAN TANAH DI SUMATERA TIMUR SEBELUM PERANG.


Pada masa sebelum perang, tanah-tanah onderneming terdiri atas tanah-tanah konsesi jang diberikan untuk 75 sampai 99 tahun. Oleh sebab tanah-tanah dikatakan berada dibawah kuasa keradjaan-keradjaan maka konsesi diberikan oleh zelfbestuurders dengan „advies” Residen. Kemudian dirobah mendjadi erfpacht untuk masa 75 tahun supaja uniformeel.


Sebenarnja hanja sedikit djumlah konsesi atau erfpacht jang masa habisnja lebih lama dari 40 tahun. Sebagian besar telah habis waktunja, tetapi ada jang disambung kembali.


Kepada petani diberikan tanah untuk perumahan, tanah 100 depa keliling kampung dan 4 bahu tanah untuk diusahakan ditambah dengan terbukanja kesempatan untuk menerima djaluran (bekas tanaman tembakau tahun itu) dari pihak perkebunan. Sudah tentu pembagian jang rata dan baik tidak diperoleh. Anak bumi putera asli dan jang dinamakan anak dagang (dari daerah lain) diperbedakan. Keinsjafan jang begitu kurangnja dikalangan petani memudahkan pemerintah pendjadjahan Belanda mendjalankan politik kemakmurannja jang menindas rakjat, dibantu oleh butanja mata radja-radja bumi putera terhadap usaha-usaha memakmurkan rakjatnja. Kaum tani kebanjakan memperoleh sebidang ketjil tanah dan hidup dalam kemiskinan dan kebodohan.


Pada waktu pendudukan Djepang, kebanjakan perkebunan-perkebunan „menganggur”. Sebagai usaha untuk menimbun bahan² makanan jang dipakai untuk kepentingan politik perang, Djepang membolehkan rakjat membuka tanah untuk perladangan dan persawahan seluas kesanggupan tenaganja.


SESUDAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA.


Suasana revolusi tidak memberikan kesempatan luas untuk meneliti segala pelaksanaan undang-undang dan peraturan-peraturan. Petani-petani membuka tanah-tanah perkebunan dan harus diakui bahwa sedikit banjaknja hal ini menguntungkan perdjuangan rakjat. Tetapi sangat berlebih-lebihan sekali bila dixatakan bahwa petani-petani jang menduduki tanah-tanah perkebunan inilah jang memberi makan pedjuangpedjuang kita diberbagai front. Umumnja rakjat telah diliputi perasaan ,,merdeka”, sehingga hubungan-hubungan hukum jang mengikat tanah itu dipandang tidak berlaku lagi.


Dengan peraturan Residen Sumatera Timur dari N. R. I., Mr. Abu Bakar Djaar, No. 1138/VI/ 16 , tgl . 1 Mei 1947, dibolehkan para petani memakai tanah- tanah kosong setjara pindjam termasuk tanah-tanah konsesi jang tidak mempunjai tanaman asli . Hak pakai setjara pindjam ini lamanja 5 tahun, dengan sjarat-sjarat jang ditentukan, diantaranja tidak boleh ditanami dengan tanaman keras (jang berumur lebih dari satu tahun). Kemudian ternjata sjarat-sjarat ini tidak selamanja dipatuhi.


Selingan sedjarah dengan adanja pendudukan Belanda kembali dan berdirinja Negara Sumatera Timur, mengembalikan kekuasaan pihak pengusaha-pengusaha perkebunan maka tjara membagi tanah djaluran berulang kembali.


Dengan ketetapan Gubernur Djenderal tgl. 8 Djuni 1948 No. 1 ditetapkan berlakunja „ Ordonansi memakai tanah dengan tiada hak" (Stbl. H.B. 1948 No. 110 dan 111), jang disiarkan oleh Wali Negara Sumatera Timur dengan ketetapan tanggal 23 Djuni 1948 No. 16/1948), maksudnja menentukan bahwa orang jang memakai tanah dengan tiada hak dapat dihukum. Rupanja beslit Residen R.I. Sumatera Timur, tgl. 1 Mei 1947 No. 1138/VI/16 tidak diindahkan oleh pihak Belanda dan N.S.T. Dalam beslit ini ditundjuk kekuasaan Djabatan Pertanian pada waktu itu untuk membagi-bagikan tanah kepada orang-orang jang benar-benar membutuhkannja dengan tjara pindjam. Melihat gelombang-gelombang penduduk terutama jang datang dari Tapanuli dan Tanah Karo kedaerah-daerah kabupaten Deli/ Serdang dan Langkat, maka semasa RIS dikeluarkanlah maklumat bersama jang ditanda tangani oleh Gubernur Militer VII Sumatera Utara dan Wali Negara Sumatera Timur, tanggal 22 Mei 1950 No. 248/1950 dan G.M./P . 25 jang isinja ialah mempermaklumkan kepada penduduk di Sumatera Timur seluruhnja :

  1. bahwa Undang-undang dan Peraturan-peraturan, jang berhubung dengan hal-hal, jang diterangkan pada pasal 1. sebagai tersebut dalam Staatsblad 1948 No. 110 dan No. 111 , jang telah disiarkan oleh Wali Negara Sumatera Timur dalam Warta Rasmi 1948 No. 14 masih tetap berlaku dan pembagian/pemakaian tanah- tanah seperti tersebut diatas harus menuruti pedoman-pedoman (tjara) jang sudah diadakan oleh Pemerintah.
  2. tidak diakui sah hak-hak jang diambil oleh mereka, baik dengan perantaraan Organisasi-organisasi tani, maupun setjara seseorang, dergan kemauannja sendiri dan dengan tidak mengindahkan peraturan-peraturan Pemerintah, menguasai atau menjuruh/mengandjurkan mengusahai tanah Pemerintah jang kosong, tanah erfpacht dan tanah konsesi perkebunan.
  3. barang siapapun jang memakai/mengusahai tanah -tanah jang masuk tanah Pemerintah jang kosong, tanah erfpacht dan tanah konsesi perkebunan dengan tidak sah, atau tidak menurut peraturan, walau-


552 pun untuk tudjuan apa sekalipun, dapat dituntut dan dihukum, dan segala barang-barang tak tetap kepunjaannja jang ada diatas tanah-tanah itu dapat disita.

IV. mereka, jang sebut dalam ketenteraman akan diambil tidak patuh kepada peraturan-peraturan jang terMaklumat ini, dapat dianggap sebagai pengatjau dan ketertiban, umum, sehingga terhadap mereka tindakan-tindakan jang semestinja.

WAKTU P.P.N.K.S.T. DAN SESUDAHNJA,

 Dengan diperolehnja persesuaian mengenai penjelesaian persoalan Negara-negara Bagian, sehingga terbentuk Negara Kesatuan pada tgl. 15 Agustus 1950 dan diadakan persiapan- persiapan untuk membentuk Propinsi Sumatera Utara , maka persoalan tanah di Sumatera Timur chususnja mendjadi satu tugas jang penting diantara tugas-tugas P.P. N.K.S.T. ( Panitia Persiapan Negara Kesatuan buat Sumatera Timur). Soal-soal agraria dan ekonomi mendjadi pasal IV dari urgensi Program P.P.N.K.S.T. jang dibuat tanggal 20 Djuli 1950.
 Chusus untuk menghadapi penjelesaian persoalan tanah ini oleh Kementerian Dalam Negeri waktu itu diperbantukan sdr. Abdul Hakim. Ahli Besar Pertanian, kepada Ketua P.P.N.K.S.T. Beliaulah jang menjusun rentjana pekerjaan panitia urusan tanah Pusat di Medan dan tiabang-tjabang di Kabupaten serta perobahan-perobahan prinsip susunan pemakaian tanah diseluruh Sumatera Timur jang kemudian disahkan oleh P.P.N.K.S.T.
 Diachir rentjana ini Ketua Panitia Urusan Tanah Pertanian (disingkatkan P.U.T.P.) sdr. Munar S. Hamidjojo membubuhkan tjatatan jang bunjinja:
 Setelah membuat beberapa perobahan redaksi dan lain-lain menurut keputusan-keputusan rapat P.U.T.P. tanggal 10, 12, 30 Oktober dan tanggal 19 Desember 1950 jang tidak melanggar prinsipnja dari tjara melaksanakan Urgensi Program P.P.N.K.S.T. tanggal 21 Djuli 1950 jang mengenai fatsal IV soal Agraria dan Ekonomi jang dibuat oleh Pemerintah tgl. 26 September 1950, maka tjara tersebut diatas sjah adanja .

Medan, tgl. 22 Djanuari 1951 .

Ketua P.U.T.P.

(Koordinator Pemerintah Sumatera Timur) .

d.t.o. Munar S. Hamidjojo.

Setelah rentjana ini selesai (selandjutnja disebutkan „rentjana Sarimin”, menurut nama Ketua P.P.N.K.S.T. dan Acting Gubernur Sumatera Utara, Sarimin Reksodihardjo), sdr. Abdul Hakim kembali ke Djakarta sedangkan Panitia Pusat Pembagian Tanah (jang kemudian atas putusan rapat dinamakan Panitia Urusan Tanah Pertanian) berdjalan terus dengan diketuai oleh Koordinator Pemerintahan buat Sumatera Timur, sdr. Munar S. Hamidjojo.

Dalam perundingan-perundingan antara Panitia dengan pihak pengusaha-pengusaha perkebunan telah diperoleh persetudjuan, bahwa oleh onderneming-onderneming jang bergabung dalam D.P.V. dari tanah-tanah konsesinja jang 255.000 ha, akan dikembalikan kepada Pemerintah seluas 130.000 ha. Sedangkan A.V.R.O.S. jang mula-mula telah mengira-ngira dapat melepaskan tanah korsesinja kembali seluas 200.000 ha, telah mentjoba melambat-lambatkan pelaksanaan dan selalu berdalih dengan meminta ketegasan Pemerintah dengan adanja rentjana perobahan U.U. agraria jang baru. Hingga sekarang belum ada kepastian.

Dengan maklumatnja No. 2/K, tgl. 2 Djanuari 1951, Koordinator Pemerintahan Sumatera Timur mentjabut beslit Residen R.I. Sumatera Timur, tgl. 1 Mei 1947 No. 1138/VI/ 16, jang memberi kekuasaan kepada Djabatan Pertanian pada waktu itu, untuk membagi-bagikan tanah kepada rakjat setjara pindjam.

Pada mulanja terdapat kesukaran-kesukaran, karena petani jang menerima tanah menurut beslit Residen No. 1138 /VI/16 itu, banjak jg tidak bersedia melepaskan tanahnja (dibolehkan sampai 5 ha untuk satu kelamin). Tetapi bagaimanapun hal ini tidak dapat dipertahankan karena dalam beslit djuga dinjatakan bahwa setinggi-tingginja arti tanah itu hanja baru dipindjamkan.

Seperti telah didjelaskan, semasa pendudukan Djepang, rakjat dibolehkan memakai tanah-tanah kosong, malah ada djuga dibagikan tanahtanah jang telah ditanami tanaman keras. Pengambilan-pengambilan tanah kian leluasa sesudah masa proklamasi dan sedjalan dengan perkembangan partai-partai diwaktu itu, timbullah berbagai -bagai serikatserikat tani jang menampung persoalan-persoalan tanah ini dan menjalurkannja kedaerah dan ke Pusat.

Persoalan tanah ini semakin hangat dengan mengalirnja penduduk dari Tapanuli (terutama sebelah Utara) ke Sumatera Timur jang mengambil tanah-tanah kosong dengan tidak melalui pembagian-pembagian Pemerintah. Dengan maksud jang baik, dengan menghargakan saluransaluran organisasi tani ini, oleh P.P.N.K.S.T. telah dibentuk suatu panitia jang bertugas mentjari penjelesaian persoalan pembagian tanah ini setjara overall.

Dalam panitia ini duduk wakil-wakil organisasi-organisasi tani, seperti Geraktani, B.T.I., Sekata, R.T.I., Gabungan Persatuan Buruh Tani, Gabungan Buruh Tani Tionghoa Sumatera Timur dan wakil Sarbupri. Panitia ini mempunjai tjabang- tjabangnja dikabupaten jang diketuai oleh Bupati.

Dalam kesibukan P.P.N.K.S.T. mempersiapkan pembentukan Propinsi Sumatera Utara, Panitia Urusan Tanah Pertanian Pusat dan tjabangtjabangnja di Kabupaten tidak dapat berkembang dengan pesat usahanja. Diantara kesulitan-kesulitan jang melambatkan pelaksanaan ialah karena tidak tentunja fonds untuk Panitia -panitia itu , Gerak dan usaha Panitia djadi terbatas sekali . Demikianlah waktu Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim dilantik pada tgl . 25 Djanuari 1951 persoalan tanah ini belum mentjapai penjelesaian dalam bentuk jang njata . Dan tiada lama sesudah pelantikan Gubernur ini , Koordinatorschap Pemerintahan buat Sumatera Timur dihapuskan dan persoalan tanah ini dimasukkan mendjadi urusan bhg . Agraria pada Kantor Gubernur.

PELAKSANAAN SESUDAH GUBERNUR ABD. HAKIM.

Sedjak semula Gubernur Abd . Hakim telah menegaskan bahwa pemetjahan prinsip-prinsip persoalan tanah ini adalah masuk kompetensi Pemerintah Pusat. Sebab itu beliau senantiasa menunggu tindakan- tindakan Pemerintah Pusat terhadap perundang -undangan mengenai Agraria ini.

Semasa Kabinet Sukiman Suwirjo telah disiapkan oleh Kementerian Agraria suatu rentjana U.U. Darurat mengenai reorganisasi pemakaian tanah di Sumatera Timur, tetapi hingga sekarang belum dimadjukan ke Parlemen.

Gubernur Abd . Hakim merasa tidak puas dengan sekedar pemungutan pernjataan pendirian dan sikap mengenai persoalan tanah ini, sebab chawatir hasilnja akan sama sadja dengan maklumat bersama Panglima Tentera dan Wali Negara Sumatera Timur tempo hari. Sebab itu Gubernur mendesak supaja Kementerian Dalam Negeri menegaskan patokan apa jang harus dibuat. Desakan ini berhasil dengan keluarnja putusan Menteri Dalam Negeri tgl. 28 Djuni 1951 No. Agr . 12/5/14, dimana dibenarkan pihak D.P.V. mengusahakan terus tanah konsesi dan erfpacht seluas 125.000 ha dan selebihnja, 130.000 ha, diserahkan kembali kepada Pemerintah, sebagaimana dulunja telah dibitjarakan oleh Panitia Urusan Tanah Pertanian dengan Pihak D.P.V. Dalam putusan ini Gubernur diminta supaja dalam tempo 3 bulan telah dapat menetapkan diniana letaknja tanah-tanah jang 125.000 ha itu.

Pada tanggal 28 September 1951 , Gubernur Sumatera Utara mengeluarkan ketetapan No. 36/K/ Agr, untuk memenuhi Keputusan Menteri Dalam Negeri, dimana diputuskan bahwa diantara djumlah jang harus dikembalikan kepada Pemerintah itu termasuk tanah-tanah jang berada dikiri kanan djalan-djalan besar.

  1. Tandjungpura- Bindjei-Medan-Tebingtinggi;
  2. Medan-Bandar baru

Demikian pula harus dikembalikan tanah-tanah persawahan jang sudah ada, tanah-tanah perkampungan dan tanah dipinggir sungai dan keliling mata-mata air. Untuk menghadapi keputusan Menteri Dalam Negeri No. Agr/12,5/14, Gubernur telah membentuk sebuah panitia agraria jang dinamakan ,,Komisi Agraria Sumatera Timur", dengan ketetapannja tgl. 15 Agustus 1951, No. 26/K/Agr. Komisi ini diketuai oleh Bupati d p. sdr. Munar S. Hamidjojo. Dengan ini dapat dimengerti,

555

bahwa Panitia jang dibentuk dizaman P.P.N.K.S.T. itu setjara geruisloos telah bubar sendirinja.

Untuk lebih effektifnja pembagian tanah ini , Kantor Penjelenggaraan Pembagian Tanah dibentuk dengan dikepalai oleh seorang Residen (sdr. Muda Siregar), dalam hal ini sesuai dengan U.U. reorganisasi tanah jang sebenarnja masih bersifat rentjana.

Pada tgl . 29 Desember 1951 telah selesai disusun rentjana pedoman pelaksanaan pembagian tanah untuk taraf pertama , dimana diatur hingga pelaksanaan setjara detailnja. Ini disusul dengan tuntutan jang dibuat tgl. 11 Pebruari 1952.

Pada pedoman jang tersebut diatas dengan tegas pada pasal III disebutkan, bahwa tjara bekerdjanja Techniek Agraria tetap memperhatikan:

  1. Rentjana U.U. Darurat tentang reorganisasi pemakaian tanah di Sumatera Timur.
  2. Tjara melaksanakan Urgensi program P.P.N.K.S.T.

Pada taraf ini dianggap telah tiba masanja untuk bergerak dilapangan pelaksanaan jang dimaksud, maka pada tanggal 15 Maret 1952 dimulailah pembagian tanah pertama setjara undian di Ketjamatan Kwala, Kabupaten Langkat . Reaksi petani baik , ketjuali beberapa pertanjaan jang dimadjukan karena salah pengertian dan achirnja dapat diselesaikan dengan baik. Semendjak itu diteruskan pembagian tanah itu berpedoman kepada rentjana jang telah disusun . Biasanja procedure pengundian dilakukan demikian:

Sesudah kata pembukaan oleh Ass. Wedana setempat, berbitjara Bupati (djika turut hadir), diiringi oleh pendjelasan dan nasihat dari kantor Penjelenggara Pembagian Tanah, biasanja oleh Residen Muda Siregar dan/atau Bupati d/p Munar S. Hamidjojo, kemudian baru dipanggil petani-petani jang telah didaftarkan seorang demi seorang. Ia dibiarkan memilih kartu jang telah berisi nomor petak -petak tanah jang diundi.

Sesudah didaftarkan lalu diumumkan.

REAKSI ATAS PEMBAGIAN TANAH.

Jang mula-mula mereageer ialah organisasi -organisasi Sekata dan Petani. Jang mendjadi keberatan selalu dikemukakan perpindahan dari tanah jang telah diduduki kepada tanah perolehan undian, karena telah mendirikan rumah disana, menanam tanam-tanaman jang bersifat tanaman kekal, seperti buah-buahan, kelapa d.1.1. Ada pula didengar keterangan kechawatiran organisasi-organisasi tani tertentu jang akan kehilangan compactheid organisasinja apabila anggota-anggota berserak sebagai akibat undian.

Ada pertjobaan -pertjobaan untuk menggagalkan undian, misalnja seperti jang kedjadian di Ketjamatan Bindjei, pada pembagian undian tgl. 22 Maret 1952. Waktu para petani dipanggil seorangpun tiada mau tampil kemuka. Tetapi sesudah diberikan pendjelasan lebih djauh dan

556 diterangkan bagaimana ruginja djika mereka tiada memahamkan maksud baik dari Pemerintah maka undian berdjalan dengan lantjar kembali.

 Setelah mempersaksikan bahwa pembagian tanah tjara undian ini berdjalan terus, organisasi-organisasi tani jang menentang kebidjaksanaan pemerintah daerah dalam soal pembagian tanah ini, menjalurkan opposisinja, baik dengan djalan mengirim delegasinja ke Djakarta, atau dengan menggolakkan semangat tani serta mempengaruhi pendapat umum dengan revolusi-revolusi, mosi-mosi, kawat jang diambil dalam rapat-rapat atau konperensi. Dari pihak pers tulisan-tulisan jang menentang dimuat dengan gigih oleh harian-harian ,,Waspada ”, „Rakjat” dan sesudah ,,Rakjat" ditutup diteruskan oleh harian jang baru terbit, ,,Pendorong".
 Sekalipun begitu, pemerintah daerah tetap atas keb djaksanaannja. Nampaknja pelaksanaan mengalami kesulitan, tetapi ada tanda-tanda bahwa djika sikap ini dipertahankan achirnja kaum tani akan menurut, karena kaum tani tidak dapat bertahan terus djika dihadapkan untuk memilih antara disiplin organisasi dan soal kehidupan. Pemimpin-pemimpin organisasi nampaknja tidak dapat terus menerus mempermainkan sentimen para petani jang menginginkan kepastian penghidupan itu .

PERUSAHAAN ASING.

 Pada tahun 1862, Jacob Nienhuijs datang ketanah Deli untuk mengadakan pertjobaan penanaman tembakau, sesudah pertjobaan perkebunan tembakau di Djawa berhasil baik, Lima tahun kemudian H.V.A. (Handels Vereniging Amsterdam) jang melihat kemungkinan-kemungkinan baik dalam djurusan ini mejakinkan diperolehnja keuntungan- keuntungan besar dengan investasi modalnja jang kuat. Segera H.V.A. merobah perusahaannja dari perdagangan import-export mendjadi penanaman modal dalam perkebunan-perkebunan. H.V.A. djuga mengarahkan perhatian kepada penanaman selain tembakau seperti teh, serat, karet dan kelapa sawit. Tetapi HVA tidak dibiarkan sendirian untuk mengaut keuntungan dalam lapangan ini. Kemudian menjusul maskapai-maskapai lain, seperti Deli Maatschappij, Den-Batavia Mij., Senembah Maatschappij dan Tabaks Mij. Arendsburg. Semuanja mengchususkan perusahaannja pada penanaman tembakau. Achirmja perkebunan ini meluas ke Atjeh Timur, Atjeh Tengah (kebun tusam), Atjeh Barat, Atjeh Selatan dan Tapanuli.
 Ada baiknja didjelaskan disini bahwa djumlah perkebunan- perkebunan di Sumatera Utara ada sebanjak 316 , jaitu 252 di Sumatera Timur, 49 di Atjeh dan 15 di Tapanuli dengan areaal berturut-turut 623.488 ha, 51.782 ha dan 11.798 ha belum dihitung perkebunan- perkebunan tusam di Atjeh seluas 135.000 ha. Diantara perkebunan-perkebunan jang 316 di Sumatera Timur, terdapat 153 perkebunan-perkebunan karet, 34 kelapa sawit, 16 teh, 5 serat dan 44 tembakau; di Atjeh terdapat 36 karet, 12 kelapa sawit dan satu teh sedangkan di Tapanuli semua perkebunan jang 15 itu adalah karet belaka. Sebagian besar perkebunan-perkebunan ini ada dalam tangan AVROS dan DPV.

557

Bagaimanapun tidak senangnja para pengusaha-pengusaha perkebunan asing menghadapi rakjat jang haus tanah itu mereka tjukup mengerti bahwa kaum tani ini tidak sampai mempengaruhi djalannja produksi. Kegontjangan dikalangan pengusaha-pengusaha asing adalah terutama ditimbulkan oleh kaum buruhnja jang dalam mengusahakan tertjapainja suatu taraf kehidupan jang lumajan tidak segan-segan mempergunakan haknja untuk mogok.

Jang mengambil peranan penting dalam hal ini ialah: Sarbupri/Sobsi dan Perbupri/Gobsu (Gabungan Organisasi Buruh Sumatera Utara). Begitu hebat pukulan-pukulan itu adanja, sehingga pengusaha-pengusaha perkebunan Belanda pernah melahirkan rasa ketjewanja, serta mentjoba menakut-nakuti dengan mengatakan, djika pemogokan-pemogokan ini berdjalan terus produksi akan lumpuh sama sekali dan mereka akan memindahkan investasi modalnja dari Sumatera Timur ke Afrika, terutama untuk penanaman kelapa sawit.

Memang akibat pemogokan ini terasa benar pada perkebunan kelapa sawit. Produksi minjak sawit jang pada tahun 1950 dapat mentjapai 103.581 ton, pada tahun 1951 telah turun djadi 94.584 ton. Tetapi begitupun, pada umumnja produksi tidak terempas. Produksi karet onderneming di Sumatera Timur selama tahun 1951 berdjumlah 97.543 ton atau kurang lebih 29% lebih banjak dari produksi tahun 1950 jang djumlahnja ± 75.651 ton. (Pada tahun 1951 Sumatera Timur mengeluarkan = 45% dari hasil karet seluruh Indonesia jang berdjumlah 210.000 ton).

Bidji sawit turun dari 25.301 ton djadi 23.503 ton sedangkan serat (vezels) dari 4.541 ton naik djadi 8.154 ton. Pemakaian telah dalam negeri hanja 14%. Selebihnja (dibulatkan kembali 100 %) adalah sebagai berikut:

Negeri Belanda 65%
Inggeris 17%
Amerika 11%
Negara-negara lain 7%

Diambil angka-angka dalam tahun 1950 dan 1951, sengadja hendak menundjukkan produksi disaat gelombang-gelombang pemogokan sedang memukul sehebat-hebatnja. Perbaikan ini djuga diperoleh dengan diambilnja tindakan tegas oleh Kabinet Natsir dahulu sekitar pemogokan pada perusahaan-perusahaan jang dianggap vitaal.


KARET RAKJAT

 Karet adalah suatu soal jang selalu menarik perhatian dari masjarakat ramai, terutama dari mereka jang bergerak dilapangan ekonomi : kaum pedagang, ahli-ahli teknik, para pengusaha perkebunan, baik didalam, maupun diluar negeri.

 Berkat kemadjuan teknik diabad jang modern ini, dunia manusia semakin mengerti, bahwa karet itu sebagai bahan produksi. sangat penting sekali adanja. Dari padanja bukan sadja lagi puluhan, bahkan ratusan djenis barang-barang jang dapat diperbuat, jang dibutuhkan oleh manusia, baik dimasa damai, maupun dimasa perang.

 Ditanan-air kita Indonesia, jang terkenal kesuburan buminja ini, sudahlah sedjak lama pula karet itu diusahakan, sebelum lagi perang dunia kedua meletus. Perusahaan karet ini kita kenal pula dalam dua gelongan, pertama oleh kaum modal besar bangsa asing dengan "ondernemingen” atau ,estates"-nja jang lebar-lebar lagi modern, sedang jang lainnja adalah dilakukan oleh bangsa kita sendiri dan inlah jang disebut sKkaret rakjat”.

 Adapun karet jang telah dihasilkan dari ondernemingen ataupun dari kebun-kebun karet rakjat itu tidaklah seterusnja diolah dan didjadikan parang-barang jang berguna langsung bagi kehidupan dinegeri ini sendiri, melainkan diutamakan untuk eksport, untuk perdagangan dengan luar negeri. Indonesia sendiri tiada mempunjai industri karet, jang dapat mengolah (memfabriceer) bahan karet itu mendjadi barang-barang sudah.

 Industri karet jang besar-besar, jang dapat memfabriceer bahan karet itu dalam bentuk ber-djenis-djenis barang keperluan hidup, hanjalah terdapat diluar negeri, terutama di-negara-negara Eropah dan Amerika.

 Dalam hal jang demikian, karet Indonesia hanjalah diusahakan untuk bahan jang ditawarkan bagi keperluan perindustrian karet diluar negeri itu.

 Kaum modal besar bangsa asing telah melihat pula, betapa baiknja tanah-tanah jang ada dikepulauan kita ini untuk diperusahai sebagai perkebunan karet jang njata penting sekali artinja itu, baik dari segi perindustrian maupun dari segi perdagangan.

 Dengan adanja sistim-sistim jang dilakukan oleh pemerintahan kolonial diwaktu itu, mudahlah djua kaum modal besar bangsa asing itu mendapatkan tanah-tanah jang dibutuhkannja untuk perkebunan karetnja itu, Di Sumatera Utara tanah-tanah jang diberikan seperti itu — disebut "tanah-tanah konsesi” — terdapat kebanjakan didaerah Sumatera Timur.

 Disamping itu rakjat jang terbuka pula matanja kepada mentjari keuntungan dari perusahaan penanaman karet itu, tidak mau ketinggalan berkebun karet. Dan sungguhpun tidak semadju onderneming-onderneming dari kaum modal besar bangsa asing itu, namun perusahaan karet rakjat tersebut tidak kurang artinja dalam memainkan peranan terhadap kehidupan sosial maupun ekonomi masjarakat Indonesia pada umumnja, masjarakat petani dan buruh pada chususnja . Sebagai suatu mata perdagangan keluar negeri, karet itupun telah merupakan suatu sumber penghidupan jang tidak ketjil artinja bagi rakjat Indonesia, chususnja di -,,daerah-daerah karet". Malah sebagaimana halnja dengan beras bahan makanan jang vitaal itu demikian pulalah karet , turun naiknja dipasar perdagangan tidak sedikit mempengaruhi langsung penghidupan rakjat sehari-hari.


Dengan demikian, karet rakjatpun tidak urung menarik perhatian berbagai-bagai golongan, baik dipihak Pemerintah, maupun dipihak masjarakat rakjat sendiri . Sesuai dengan masing-masing kepentingan, maka perhatian tersebut dapat dilihat dari sudut- sudut politik, sosial,ekonomi maupun teknik.


Sebelum perang dunia kedua, penghasilan karet Indonesia hampir sama banjaknja dengan penghasilan karet Semenandjung Malaya, jaitu berdjumlah kira-kira 40% dari penghasilan karet sedunia.


Dengan demikian , karet Indonesia untuk pasaran dunia sudah mendapat dua saingan, pertama didalam negeri sendiri dengan karet ondernemingen kaum modal besar bangsa asing, jang dalam segala hal adalah lebih mampu dan lebih teratur, dan kedua dengan karet dari Malaya tersebut.


Dan lebih hebat lagi, dimana persaingan itu tidak sampai disitu sadja.


Kemadjuan teknik meningkat terus. Dengan pendapatan baru dilapangan ilmu -pisah, orang sudah berhasil pula meniru karet alam dengan apa jang disebut ,,karet sintetis". Karet jang kemudian ini (di Amerika!) telah menempuh perkembangan jang madju pesat pula selama dan sesudah perang dunia kedua.


Demikianlah karet rakjat kita, bukan sadja terhadap saingan didalam dan diluar, akan tetapi lebih-lebih terhadap karet sintetis itu, harus dipikirkan suatu masa depan jang mengandung djaminan -djaminan untuk kelangsungan hidupnja.


Tegasnja dalam persaingan antara satu sama lain penghasilan karet ini (antara karet rakjat dengan karet onderneming, antara jang asli dengan jang sintetis) kita harus melihat adanja satu patokan dari sekarang, jaitu: Siapa jang dapat menghasilkan jang terbaik dengan biaja jang terendah, itulah jang menang nanti!


Inilah jang perlu diperhatikan mengenai karet rakjat kita, jang dihubungkan dengan dunia perdagangan, telah njata seperti tadi dikatakan, merupakan sumber penghidupan jang tidak ketjil artinja bagi rakjat Indonesia.


Untuk mendjaga, supaja sumber penghidupan itu djangan lenjap ataupun mundur, sudah barang tentu perlu diambil tindakan-tindakan jang dapat didjalankan seeffektif- effektifnja. Sebelum soal ini kita perkatakan lebih djauh, marilah kita tindjau dahulu, bagaimana sebenarnja karet rakjat selama ini dihasilkan dan disalurkan kedalam perdagangan keluar negeri.


560 Sebelum perang dunia kedua, umumnja pengusaha-pengusaha karet rakjat di Sumatera Utara memperbuat slabs (getah bantal) sadja. Hanja didaerah Tapanuli agak terketjuali , dimana telah banjak djuga pengusaha-pengusaha karet rakjat memperbuat city crepe, jang langsung dapat diexport keluar negeri.

Baik pembuatan city crepe ini, maupun perusahaan karet rakjat pada umumnja, terhenti semasa perang dunia kedua. Hampir seluruh alat-alat produksi karet rakjat itu tidak dipelihara oleh para pemiliknja, sehingga sesudah peperangan berachir, perusahaan produksi karet rakjat pada umumnja, pembuatan city crepe pada chususnja, tak dapat dilandjutkan.

Dimasa jang demikian, penjelesaian pembikinan slabs mendjadi blanket terdjadi buat sebagian besar di Singapura. Ongkos-ongkos penjelesaian pembikinan slabs ini dan pendapatan atas hasil terachir (blanket) djatuh ketangan orang lain diluar negeri, begitu djuga keuntungan dalam melakukan pembelian-pengumpulan-adalah djatuh ketangan agen-agen diluar negeri, sedang pengusaha-pengusaha slabs (pembikin-pembikin bahan) jang tidak urung mengeluarkan biaja dan tenaga, hanja menerima pembajaran jang rendah sekali.

Akan tetapi sedjak tahun 1949 dapat dimulai perbaikan-perbaikan pada penghasilan karet rakjat tersebut.

Di Sumatera Timur telah dimulai usaha-usaha kedjurusan perbaikan mutu karet rakjat dan hasilnja sampai saat ini adalah memuaskan.

Didaerah Tapanuli, dalam tahun 1950, masih dihasilkan karet jang bermutu rendah sadja, seperti slabs, getah selendang dan lain-lain. Akan tetapi dalam tahun berikutnja (1951) kelihatan perubahan jang besar, dimana rakjat memperbuat smoked sheet dan sheet angin.

Rumah-rumah asap banjak didirikan oleh rakjat dan tempat-tempat pengolahan latex mendjadi unsmoked sheet dengan lekas bertambah banjak. Pemakaian alat-alat baru, seperti gilingan, bak pembeku, saringan sudah djauh bertambah banjak dan perkembangannja sampai saat ini adalah memuaskan.

Djuga didaerah Atjeh orang tidak ketinggalan, sungguhpun perubahan itu lebih lambat datangnja.

Sebelum tahun 1952, hampir-hampir tiada rakjat jang memperbuat smoked sheet ataupun unsmoked sheet. Maka dalam tahun 1952, perobahan-perobahan nampaknja sangat besar, perkembangan kedjurusan memperbuat sheet sangat baik adanja . Ini dirasakan benar di Atjeh Timur dan Atjeh Utara. Dimana rakjat tadinja hanja memperbuat slabs dan lain-lain jang bermutu rendah, maka sekarang sudah dapat memperbuat smoked sheet jang bermutu II dan III, bahkan ada djuga sedikit Jang bermutu I.

Dipasaran Medan, smoked sheet Atjeh malah mendapat penghargaan jang lebih baik dari jang dihasilkan oleh Tapanuli maupun Sumatera Timur.

Demikianlah perkembangan jang tertjapai dalam tahun 1952, dan djika dibandingkan ber-turut-turut dengan tahun-tahun sebelum itu, jaitu

36

561

sedjak tahun 1949, njatalah djuga, bahwa perusahaan karet rakjat di Sumatera Utara ini berikut produksi kapasitetnja adalah madju dengan pesat, tahun demi tahun.

Pengeluaran getah sheet selama tahun 1952 (sedjumlah 47.004.786,9 kg) dibandingkan dengan pengeluaran selama tahun 1951 sadja (sedjumlah 35.232.344 kg), njata meningkat 33,4 %. Sebaliknja djumlah pengeluaran getah remilling selama tahun 1952 (ada 18.711.465 kg) dibandingkan dengan selama tahun 1951 (ada 100.411.287 kg), njata pula sangat menurun. Ini - dari sudut produksi - adalah suatu kemadjuan atau suatu perobahan jang besar oleh pengusaha karet di Sumatera Utara ini dengan keterangan, bahwa pengusaha karet rakjat didaerah propinsi ini telah meninggalkan djauh pembuatan slabs (getah bantal), jaitu bahan untuk remilling, dengan mengalihkan usaha kepada pembuatan sheet, jang pasarannja diluar negeri lebih baik dari pasaran blanket, sedang alat-alatnjapun lebih murah dan sederhana sadja.

Dari sudut perdagangan dapat pula dilihat, bahwa mengenai mutu jang terbaik dari pengeluaran karet rakjat itu (sheet I, II , III), dibandingkan dengan sebelum penghapusan peraturan indusemen atas mutu karet (10 Pebruari 1951), maka kelihatan angka-angka menurun dalam tahun-tahun 1951 dan 1952, Akan tetapi ini adalah karakter jang biasa dalam perdagangan, jang sebaliknja agak merugikan bagi pengusaha dan perluasan kemadjuan.

Dilihat pula djumlah djenderal pengeluaran karet rakjat dalam tahun 1952 (ada 65.716.251,9 kg), dibandingkan dengan dalam tahun 1951 (ada 135.643.631 kg), maka kelihatan kemunduran sampai 51,5%.

Ditindjau dari segi penghasilan (produksi), maka kemunduran ini bukan karena merosotnja hasil pekerdjaan, akan tetapi hasil pekerdjaan itulah jang malah bertambah baik pada djenisnja (bukan mutunja!), dari kebiasaan memperbuat slabs beralih kepada pembuatan sheets.

Sebaliknja, bersamaan dengan ini, ditindjau dari segi perniagaan, maka berdasarkan pandangan umum, kemunduran pengeluaran karet rakjat itu adalah berhubung dengan merosotnja harga karet sedjak pertengahan bulan Pebruari 1952, jang sampai pada achir tahun 1952 masih belum kembali sebagaimana diharapkan. Ini adalah akibat dari tindakan G.S.A. di Amerika mengenai pembatasan pembelian dan penurunan harga atas djenis dan mutu karet dan sebagainja.

Tambahan lagi persaingan harga antara karet alam dengan karet tiruan (sintetis)-jang sudah disinggung pada permulaan tadi-adalah membawa pengaruh jang sangat besar, dimana produksi karet tiruan itu mentjapai kemadjuan jang luas, dengan sebaliknja menggontjangkan kedudukan karet alam (di Indonesia), terutama karet rakjat!

Maka dalam hal jang demikian, jang dapat ditjatat sebagai bantuan dalam djangka pendek bagi usaha mempertahankan produksi dan menggiatkan eksport karet rakjat itu hanjalah perobahan-perobahan jang dilakukan Pemerintah mengenai peraturan- peraturan keuangan, seperti penurunan bea keluar dan peraturan-peraturan perekonomian lainnja atas karet dari Republik Indonesia.

562 Selebihnja soal-soal jang mengenai perdagangan dan pengeluaran karet rakjat didalam dan keluar masih sadja buat seluruhnja atau buat sebahagian besar dikuasai oleh kedudukan modal besar maupun organisasi jang didjalankan oleh bangsa asing, bahkan djuga oleh modal dan organisasi dari bangsa Indonesia sendiri, jang didjalankan serupa dengan tjara pemakaian modal asing itu.


Pengalaman-pengalaman kita sendiri dilapangan perdagangan, baik didalam maupun diluar negeri masih sedikit sekali, sehingga usaha-usaha perbaikan kedjurusan ini tidak mungkin akan tertjapai dalam waktu jang singkat. Apalagi sesudah diketahui, bahwa perusahaan perdagangan karet menghendaki modal jang besar, sedang sifat-sifat dan kegunaannja sebagai bahan mentah ataupun setengah masak banjak sedikitnja menghadapi risiko-risiko dalam perdagangan. Akan tetapi bagaimanapun djuga banjaknja seluk-beluk kesulitan perdagangan didalam maupun diluar negeri ini, namun usaha-usaha kedjurusan perbaikannja untuk dan oleh bangsa Indonesia sendiri, perlu sekali diusahakan dengan segera dan usaha-usaha ini adalah mendjadi tugas kita bersama.


 Pada dasarnja kedudukan karet kita adalah kuat, akan tetapi lemah nampaknja berhubung dengan harga pasarannja bergantung pada luar negeri.


Demikianlah pula, setelah kita ikuti bagaimana perkembangan karet rakjat itu, bahwa disatu pihak ia telah merupakan suatu sumber kemakmuran jang sedianja banjak dapat diharapkan daripadanja, akan tetapi sajang, dipihak lain ia tak dapat mengelakkan pengaruh-pengaruh jang menekan dari luar, maka sudahlah pula waktunja bagi kita untuk memikirkan suatu masa depan bagi karet rakjat itu, dimana ia setjara lebih langsung dan lebih pasti dapat mendjadi sumbangan bagi kemakmuran rakjat.


Selagi karet rakjat hanja diusahakan untuk ikut serta dalam pemungutan keuntungan dari perdagangan keluar negeri, maka selama itu pula kita harus bersusah pajah mengatasi kesulitan-kesulitan, jang semata-mata untuk dapat bersaingan sadja dengan karet alam dan karet tiruan dipasaran dunia.


Untuk itu kita harus berichtiar, se-dapat-dapatnja memelihara dan mempertahankan mutu karet kita, supaja tidak kalah dari saingan-saingannja.


Akan tetapi jang lebih penting sebenarnja daripada itu ialah, bahwa Indonesia-Merdeka harus berbeda keadaannja dengan Indonesia sebelum merdeka. Indonesia Merdeka bukan sekadar mewarisi Indonesia djadjahan dahulu sadja, jang mengenai soal karet ini umpamanja hanja merupakan suatu gudang persediaan bahan mentah belaka. Apa arti dan akibat keadaan seperti itu sebenarnja sudah lebih dahulu kita dapati sebagai peladjaran jang diberikan oleh sedjarah pendudukan Djepang ditanah air kita, ditengah-tengah berkobarnja perang dunia kedua.  Njatanja, pengeluaran karet rakjat keluar negeri mendjadi terhentisama sekali dan pengusaha-pengusaha karetpun terpaksa menghentikan usahanja.

 Berlainan keadaannja, andai kata industri-industri karet ada ditanah air kita ini. Produksi karet kita akan dapat berdjalan terus, disalurkan kepada pembikinan barang-barang sudah, jang dapat memenuhi keperluan hidup rakjat se-hari-hari.

 Kalaupun industri karet itu dikatakan ada djuga di Indonesia, maka itu hanjalah terdapat dipulau Djawa sadja, dimana produksi karet djustru sedikit sekali didapati,

 Maka sudahlah datang waktunja dalam Indonesia Merdeka ini, dimana semestinja timbul minat dan auto-activiteit rakjat untuk mendjadikan karet rakjat itu sendiri dalam bentuk barang-barang sudah, jang begitu kita butuhkan dibanjak segi lapangan kehidupan kita. Sedjalan dengan ini perlu adanja perlindungan dari Pemerintah terhadap usaha-usaha perindustrian nasional guna mengatasi persaingan dengan perusahaan-perusahaan kaum modal bangsa asing jang rata-rata lebih mampu dan lebih teratur organisasinja.

 Sementara itu harus terus dilandjutkan usaha-usaha dan daja-ichtiar untuk memperbaiki mutu karet rakjat itu, hingga lebih baik dari jang telah dapat dikerdjakan sekarang. Akan tetapi ini adalah dengan keinsjafan, bahwa kalau selama ini kegunaannja mungkin hanja didorong oleh motif keuntungan perdagangan (eksport) se-mata-mata, maka sekarang dan selandjutnja adalah karena memenuhi tuntutan jang lebih pembangunan pantas dan mulia, jaitu untuk suatu usaha raksasa nasional kita! Tegasnja kebaikan mutu karet kita itu bukan se-mata-mata disusah-pajahkan, supaja laku dipasaran luar negeri sadja, akan tetapi disamping itu tidak kurang untuk disalurkan pula dengan se-baikbaiknja dalam rangkaian produksi pembangunan nasional!

 Dilihat dari segi kepentingan karet rakjat di Sumatera Utara pada masa ini, maka dalam garis besarnja adalah usaha-usaha jang perlu sebagian sudah mulai — didjalankan sebagai berikut :

a Usaha-usaha memperbaiki/memperbaharui kebun-kebun jang telah ada atau jang sudah tua, mendjadikan kebun-kebun karet jang baru.
b.Usaha-usaha membasmi penjakit-penjakit kulit pada pohon karet dan pada tanaman karet dan andjuran-andjuran jang seluas-luasnja dengan memakai obat-obatan baru. Dalam beberapa kebun rakjat diperbuat tjontoh pemakaian obat-obatan ini.
C.Usaha-usaha dalam pemeliharaan perkebunan karet rakjat dan pemeliharaan terhadap tanah agar memakai pupuk hidjau penutup tanah dan untuk menambah kesuburan tanah, demikian djuga pendjagaan tanah agar djangan terdjadi erosi, terutama pada kebunkebun jang baru. d. Usaha-usaha dilapangan perbaikan mutu karet rakjat ( batja getah

asap) terdiri atas :

1. Memasukkan (mengimport) alat-alat dan bahan-bahan keperluan pengusaha karet sebanjak-banjaknja dan seberapa mungkin mengusahakan harga jang serendah-rendahnja.
2. Memudahkan diperolehnja bahan-bahan dan alat-alat ini oleh si pengusaha Karet Rakjat (mengadakan sub-agenten pada beberapa tempat).
3. Mengandjurkan pembikinan rumah asap kampung dimana sadja masih perlu dan menurut perhitungan akan menambah keuntungan kepada produsen-produsen.
4. Mengandjurkan pembikinan sortasi-inrichting pada beberapa tempat-tempat (5 orang pegawai telah dalam didikan untuk sortasi Karet Rakjat).
5. Mengadakan beberapa model-bedrijven jang lebih baik pada beberapa tempat. Dimaksud mengadakan 2 modal di Sumatera Timur, jaitu 1 di Bandar Tinggi jang kini telah selesai didirikan dan 1 di Tandjung Medan (Rantau Prapat) pada kebun proeftap jang dulu.
Gilingan-gilingan jang dipakai untuk perusahaan-perusahaan jaitu gilingan tangan jang lebih besar ukurannja dan lebih lazim dipakai dikampung-kampung.
Disamping ini Djawatan Karet Rakjat Pusat telah mengirim 5 unit gilingan karet lengkap jang didjalankan mesin- mesin.
Menurut keputusan Kantor Karet Rakjat Pusat 2 dari jang 5 unit ini akan dipergunakan untuk Sumatera Utara, jaitu 1 unit untuk Sumatera Timur dan 1 unit untuk Tapanuli.
Mesin-mesin tersebut telah ada di Medan.

e.Memberikan credit kepada pengusaha-pengusaha karet berupa bahanbahan/alat-alat dan modal jang terbatas.

  Untuk memudahkan dan melantjarkan usaha-usaha ini, Kantor Karet Rakjat Sumatera Utara sedang menindjau dan mempertimbangkan dan kalau ada kemungkinan memutuskan soal-soal jang tersebut dibawah ini:

a. Menghidupkan kembali ,,rubber-keur" jang dulu, dengan penger-tian dimana perlunja mengubah/menambahnja dan menjesuaikannja kepada keadaan sekarang.
b. Melarang pengeluaran segala matjam karet mentah dan setengah masak.
C. Membatasi pembikinan djenis-djenis blanket dari Karet jang berasal dari perkebunan rakjat (diizinkan hanja sebanjak jang ditetapkan dalam lisensi semula).



565
    d. Menindjau kembali surat izin kilang remilling jang telah dikeluarkan dan sampai sekarang belum didjalankan (didirikan).
    e. Menindjau kembali surat izin kilang remilling jang telah diberikan kepada dan atas nama Indonesia tetapi diusahakan dan dimodali bangsa asing.
    f. Membatasi/melarang mendirikan rumah asap dagang dengan memakai modal asing.
    g. Memberikan premie kepada pengusaha-pengusaha kilang-kilang dan rumah asap kampung jang memperbuat smoked-sheet bermutu I dan II dalam djangka waktu jang tertentu.
    e. Usaha-usaha dalam soal perniagaan dan export karet rakjat.
    f. Industri.

PERTANIAN.

I. Keadaan pertanian.

Sedjak masa sebelum perang Sumatera Utara dikenal sebagai daerah jang tidak tjukup menghasilkan bahan makanan untuk kebutuhan sendiri. Hal ini terus berlangsung sampai pada masa sesudah habis perang. Diwaktu import beras boleh dikatakan terhenti seluruhnja, sangat terasa akibat kekurangan beras ini, sehingga rakjat tani jang menghasilkan beraspun terpaksa mentjampur makanannja dengan bahan-bahan lain seperti djagung, ubi dan katjang . Dari ketiga daerah dalam Propinsi Sumatera Utara hanjalah Atjeh jang dapat menghasilkan kebutuhan sendiri malahan dapat mengeluarkan beras ke Sumatera Timur, sedang Daerah Tapanuli dan Sumatera Timur memerlukan beras dari luar. Import beras ke Sumatera Timur dalam tahun-tahun sebelum perang menundjukkan angka-angka sbb.

tahun Dari luar Negeri (Ton) Dari Jawa (Ton) Djumlah (Ton)
1934 133.628 4.285 137.913
1935 144.369 8.319 152.686
1936 104.971 48.562 153,522
1937 87.627 84.923 172.550
1938 170.636 10.088 180.724
1939 144,579 66.026 210.605
1940 33.122 67.158 99.280
1941 s/d Nopember 56.400
Dari angka-angka jang tersebut diatas ternjata bahwa tiap tahun import beras kian meningkat, jang dapat dinjatakan sebagai suatu petundjuk, bahwa hasil pertanian bahan makanan tiap tahun mengalami kemunduran bila dibandingkan dengan kebutuhan daerah. Angka import tahun 1940 dan 1941 menundjukkan, bagaimana besarnja bahaja mengantjam, bila politik bahan makanan digantungkan pada import beras dari luar Negeri terutama didalam suasana dunia jang genting.

Sebaliknja dengan mengusahakan agar tiap daerah dapat mentjukupi kebutuhan makanan sendiri, kita bukan sadja mengurangi bahaja kelaparan, tetapi dengan setjara langsung djuga mengurangi pengeluaran deviezen guna bahan-bahan konsumsi dan dapatlah uang tersebut kiranja dipergunakan buat barang-barang kapital guna pembangunan misalnja: tractor-tractor, mesin-mesin dll. Kedjurusan pertanian rakjat wadjib ditumpahkan perhatian jang lebih besar dari jang sudah-sudah oleh Pemerintah, bukan dengan rentjana-rentjana, tetapi perlu diambil tindakan-tindakan jang njata didalam memberikan sokongan-sokongan, bantuan untuk memadjukan setiap usaha-usaha pertanian.

Sebagian besar penduduk adalah termasuk dalam golongan tani, sehingga bila kepentingan golongan ini lebih diperhatikan lagi dari jang sudah-sudah, maka akan tertjapai beberapa keuntungan-keuntungan:

  1. Kejakinan dan penghargaan golongan ini terhadap Pemerintah makin bertambah kuat,
  2. Usaha-usaha jang tidak dapat dilaksanakan karena kekurangan tenaga, dapat dilandjutkan,
  3. Tjara-tjara bekerdja dapat diperbaiki sehingga effisiensi dapat dipertinggi,
  4. Dengan sendirinja hasil akan meningkat,
  5. Akibatnja, kemakmuran rakjat turut meningkat dengan terbagi-baginja uang digolongan rakjat banjak, djadi tidak lagi berlonggok-longgok ditangan para importir ataupun golongan dagang menengah (middenstanders).

Djika tidak ada tindakan-tindakan jang njata kedjurusan perbaikan terhadap golongan petani-petani ini, besar sekali kemungkinan penghasilan bahan makanan jang ada sekarang inipun akan merosot lagi. Sebagai akibat dari penderitaan-penderitaan beberapa tahun jang lalu, dimana banjak kedjadian kekurangan makanan (ondervoeding) maka kesempurnaan djasmani dan rohani petani-petani banjak terganggu, sehingga tenaga dan kegiatan petani djauh mundur dari pada masa sebelum perang. Hal ini ditambah lagi dengan propaganda-propaganda dan saranan-saranan jang tidak tepat tentang suasana kemerdekaan dimasa lampau, sehingga rakjat jang belum berpengetahuan membajangkan didalam angan-angannja, bila telah merdeka, dengan sendirinja akan makmur, senang. Sekalipun keadaan ini telah berkurang, tetapi pengalaman menundjukkan bahwa kesan-kesan jang tersebut, belum hilang sama sekali dan keketjewaan masih banjak kedapatan pada masjarakat tani, sehingga kemauan bekerdja berkurang, maka timbullah rasa enggan pada banjak kaum tani untuk meneruskan perusahaan pertaniannja, lalu pergi kelapangan lain: perniagaan dan memburuh. Terlebih-lebih mengingat penghasilan jang lebih lumajan diperoleh mereka dilapangan perburuhan dan perniagaan, ditambah lagi dengan tiadanja persediaan bahan makanan jang tjukup, maka tidaklah heran djika sering kedjadian petani-petani meninggalkan lapangan pertanian ataupun mengerdjakan pertanian sebagai pekerdjaan sambilan sadja, sehingga hasilnja merosot.

Selandjutnja faktor hak tanah merupakan satu hambatan djuga bagi kemadjuan pertanian sebagaimana telah kedjadian dalam tahun-tahun jang telah liwat. Dengan tiada kepastian didalam soal pembagian dan hak tanah-tanah pertanian, umumnja petani-petani berada didalam kebimbangan dan ketjemasan tentang perusahaan pertaniannja.

Dengan adanja penerangan-penerangan (provocatie-provocatie) jang tidak tepat dari fihak jang tidak mengetahui, banjak petani-petani dari beberapa tempat di Tapanuli mendjual tanah-tanah persawahannja dan pergi ke Sumatera Timur dengan harapan akan dapat memperoleh tanah-tanah jang subur.

Banjak diantara mereka ini jang sesampainja ditempat jang baru, tidak dapat meneruskan usahanja bertani dan terpaksa pergi kelapangan lain.

Faktor perhubungan dan pengangkutanpun turut memegang peranan didalam kegiatan mempertinggi hasil-hasil pertanian. Dengan buruknja pengangkutan, maka biaja-biaja untuk penjaluran hasil-hasil kepada pihak pemakai mendjadi tinggi, sehingga harganja tidak sebanding dengan ongkos-ongkos, menjebabkan kemauan menanam mendjadi turun. Demikian djuga hasil-hasil jang ada tidak dapat dibagi-bagikan ketempat lain.

Hal ini dapat njata sekali terasa didaerah beras Kotatjane dan daerah sajur-majur dan beras di Takengon.

Kesehatan rakjat jang djauh dari memuaskanpun turut memegang peranan, sebab njatalah, bahwa rakjat jang penjakitan tidak akan dapat mentjapai prestasi jang tinggi didalam pekerdjaannja. Hal ini dapat djelas terasa dimasa lampau waktu berdjangkitnja wabah tjatjar di Atjeh Barat, sehingga banjak sawah-sawah jang terbengkalai, dengan akibatnja kekurangan hasil. Dengan memperbaiki kesehatan rakjat penghasil ini, dapatlah hasil usaha mereka meningkat.

Perdagangan hasil bumi jang berada ditangan kaum modal jang terdiri dari pihak asing. jang menekankan harga dengan sekehendak hatinja dimasa petani-petani didalam kesulitan-kesulitan (waktu patjeklik) menimbulkan keadaan jang sangat sulit diatasi oleh petani-petani (ngidjon sisteem), sehingga keadaan ekonomi mereka tetap tertekan, tetapi dalam hal ini telah diadakan pengawasan.

Daerah Penduduk Luas Tanaman Padi Hasil ton beras Kebutuhan makanan dan bibit (ton beras) Kelebihan kekurangan ton beras
Sawah ha. Ladang ha. Djumlah ha.
Atjeh 1.156.080 125.750 52.069 177.819 249.960 155.625 + 94.333
S. Timur 2.206.000 52.400 70.100 122.500 151.600 289.475 - 137.875
Tapanuli 1.330.376 88.248 42.818 131.066 159.178 176.094- - 16.916
Djul. 4.692.456 266.398 164.987 431.385 560.738 621.194 - 60.456

Dari daftar ini ternjata bahwa rata-rata hasil beras di Sumatera Utara adalah 5.607.380 : 431.385 = 13 q beras per ha tanaman padi (sawah ladang) setahun. Rata- rata hasil 1 ha sawah adalah 3.98 X 2.370 qt 266,398 = 15 q beras setahun dan rata-ratanja hasil 1 ha ladang 1.625. Olo: 164.587 10 q beras setahun. Djadi untuk menutupi kebutuhan sendiri dengan dasar penghasilan seperti jang sekarang, harus ada perluasan ± 40,300 ha sawah ataupun + 60.500 ha ladang ataupun diambil perbandingan luas sawah dan ladang sekarang (26:16) harus ada perluasan 28.600 ha sawah dan 17.600 ha ladang djumlah 46.200 ha tanaman padi (sawah dan ladang).

II. IKLIM.

Keadaan hudjan pada daerah-daerah Sumatera Utara berbeda satu dengan lainnja . Di Atjeh, misalnja, menurut tjatatan tahun 1941, turun hudjan lebih banjak disebelah pantai barat ( Meulaboh) . Menurut pengambilan beberapa tahun rata-rata turun hudjan +3557 mm, Bahagian pantai sebelah timur mulai dari Lho' Sukon hingga ke Langsa dari 2026 mm sampai 2368 mm, sedangkan di Atjeh Besar hingga Bireuen turun hudjan ini berkurang, rata-rata hanja 1608 mm. Di Tapanuli turun hudjan sepandjang tahunnja adalah baik dibagian tanah rendah, ketjuali pada bulan Djuni dan Djuli , begitupun tidak kurang dari 200 – 250 mm. Perbedaan musim kemarau dengan musim hudjan hampir tidak ada. Angka-angka turun hudjan sebanjak 3500 – 4500 mm setahun didaerah ini dianggap biasa. Didaerah-daerah pegunungan turun hudjan berkurang. Rata-rata 2000 mm atau lebih sedikit.

569

Adapun di Sumatera Timur turun hudjan rata-rata 2400 mm dan dibeberapa tempat kedapatan sampai 3000 mm. Rata-rata sebulan antara 100 dengan 300 mm. Didaerah ini boleh dikatakan terdapat dua musim penghudjan jaitu musim penghudjan ketjil dari bulan Maret — Mei dan musim penghudjan lebat dari Djuni — Djanuari. Dalam bulan-bulan Februari dan Djuni/Djuli keadaan kemarau, dengan djumlah hudjan kadang-kadang turun sampai dibawah 100 mm sebulan. Pada beberapa tempat terdapat perbedaan, malah kadang-kadang meningkat sampai 500 mm sebulan.

Karena turunnja hudjan — lebih-lebih di Atjeh — tidak rata seluruhnja, maka untuk mentjapai produksi jang stabil, soal pengairan sangat pentingnja di Sumatera Utara.

III. Keadaan tunah.

Sebahagian besar tanah di Atjeh menundjukkan tanda-tanda tanah praetertair dan tertiair, sehingga dapat dipahami bahwa tanah-tanahnja tidak termasuk dalam klas tanah jang subur betul. Hanja sedikit jang terdjadi dari tanah jong vulkanisch" terutama disekitar Boerni Telong. Terutama sekali disebelah Timur dari gunung ini tanahnja sangat baik, terdiri dari lapisan humus jang tebal berwarna tjoklat tua (diepbruin) dan dibawahnja kedapatan lapisan jang gembur (doorlatend) terdiri dari tanah pegunungan dan abu (vulkanisch gruis en as). Tidak ada kedapatan perkebunan-perkebunan besar diseluruh tanah pegunungan Atjeh, memang ditilik dari sudut keadaan tanahnja tidaklah mengherankan. Tanaman-tanaman pendudukpun umumnja hanja kedapatan ditanah-tanah rendah dan lembah-lembah, jang mendapat bunga tanah hanjut dari pegunungan, sehingga keadaannja baik. Djuga sawah-sawah didataran Atjeh Utara bukanlah tanah persawahan jang dapat dikatakan subur, tetapi berhubung dengan penduduk disini mengerdjakan tanahnja dengan agak sempurna, maka penghasilannja dapat dikatakan masih bagus. Perkebunan-perkebunan besar ada kedapatan disebelah pantai Barat dan Timur seakan-akan merupakan sambungan dari daerah perkebunan S. Timur.

Melihat keadaan tanahnja itu, dapat diharapkan bahwa dengan mempergunakan pupuk buatan penghasilan tanaman penduduk dapat meningkat lagi.

Tanah-tanah jang terbentuk dengan djalan „verwering” dari batu-batu kuno (oergesteenten) jang meliputi sebagian besar Tapanuli umumnja tidak subur dan mengandung banjak „kiezel”. Hanja ditempat-tempat dimana tanah ini ditutupi oleh lapisan atas jang terdiri dari tanah „jong vulkanisch” keadaannja lebih subur. Disebabkan oleh bandjir disungai-sungai, maka tanah-tanah lembah dan tanah-tanah rendah mendapat tanah-tanah jang mengandung lebih banjak zat makanan.

Ladang-ladang disekitar G. Malintang misalnja terdiri dari pertjampuran tanah-tanah vulkanisch dan dapat menghasilkan padi ± 30 qha. Lebih ke Selatan lagi disekitar Udjung Gading Kedapatan djuga tanah-tenah jang terasal dari tarah vulkanisch dan memberi hasil padi ± 25 q/ha.

Ditempat-tempat jang lapisan atasnja telah hanjut, penghasilan padinja sangat rendah.

Dataran rendah Sumatera Timur terdiri dari „Kwartiaire afzettingen” (slik, pasir, tanah liat, leem, veen dll). Lebih djauh kepedalaman, tanah bukit-bukit dan pegunungan terdiri terutama dari tanah-tanah vulkanisch (andesiet, lipariet) dengan hanja sedikit sekali tanah-tanah tertiair atau jang lebih tua lagi. Terdjadinja „lipariet-tuffen” dapat dibajangkan sebagai hasil dari suatu eruptie jang sangat hebat, jang djuga menjebabkan terdjadinja Danau Toba dan menghasilkan tanah-tanah masam (zuur-materiaal). Kemudian terdjadi beberapa eruptie, setjara ketjil-ketjil, jang menghasilkan bahagian-bahagian basa (andesiet) basische bestanddelen). Tanah abu hitam adalah tanah jang sangat. baik untuk tanaman tembakau, apalagi keadaan musim hudjannja adalah sepadan dengan keinginan tanaman tersebut,

Tanah-tanah lipariet bukanlah tanah subur, tetapi masih baik dipergunakan untuk tanaman keras seperti karet, teh, kelapa sawit dan benang serat (vezel), Buat tanaman penduduk tanah ini perlu dibantu dengan pupuk pospor, sebab kenjataan tanah-tanah tersebut kekurangan zat pospor.

IV. Penanaman pertumbuhan dan pemungutan dari tanaman-tanamanmakanan

1. Padi sawah

SUMATERA TIMUR:

Dibandingkan dengan tahun jang silam, dalam tahun 1951 luas penanaman padi sawah agak berkurang dan mundurnja terutama sekitar kebun-kebun, karet. Hanja di Kabupaten Simelungun dan Kabupaten Karo luas tanaman padi sawah bertambah, dan hal ini adalah disebabkan didaerah ini petani-petani lebih erat perhubungannja dengan perusahaannja dari pada di Kabupaten-kabupaten lain dan Kabupaten Karo tidak ada kebun getah jang mengganggu.

Dibeberapa tempat minat petani-petani memang besar untuk membuka persawahan baru, akan tetapi ketentuan mengenai hak tanah jang belum selesai menghambat penglaksanaan tjita-tjitu mereka.

Disamping itu ada lagi tanah-tanah persawahan jang telah ditinggalkan penduduk disebabkan kerusakan pengairan dan penduduk tiada mampu untuk memperbaikinja kembali, sehingga tanah tersebut tinggal terbengkalai.

Dengan adanja bantuan dari R.K.I telah mulai dibuka kembali tanah-tanah persawahan tersebut, sungguhpun belum seluruhnja diperusahai. Selain dari pada bantuan keuangan, diberikan djuga bantuan persediaan bibit jang baik kepada petani-petani jang baru pindah tersebut.

Penanaman padi di Sumatera Timur djuga memperhatikan turunnja hujan. Ketjuali di Simelungun dan Karo hampir saban bulan ada pengutipan hasil karena dikedua Kabupaten ini penanaman padi berlainan dari pada didaerah lain dan penanaman tidak serentak seluruhnja.

Harus diingat bahwa sawah-sawah ini tidak seluruhnja mempunjai pengairan jang teratur, akan tetapi sebahagian terdiri atas sawah jang berpengairan tetap, ada jang diairi setjara kampung, ada sawah tadahan (hudjan) dan sawah rawa.

Seperti halnja dalam tahun-tahun jang liwat, banjak diantara petani-petani menemui kesulitan dalam hal menjediakan bibit padi jang baik sehingga terasa benar perlunja pihak Djawatan Pertanian Rakjat mengadakan persediaan bibit jang baik.

Perluasan persawahan di Sumatera Timur masih dapat dilaksanakan dengan rentjana jang luas, bila para petani dapat memperoleh bantuan dalam usaha mereka, serta ketentuan tentang hak milik tanah telah diselesaikan,

ATJEH.

Angka-angka jang djelas tentang luasnja penanaman padi sawah di Atjeh dimasa sebelum perang tidak ada, begitupun penanaman padi sawah dalam musim padi 1950/1951 djauh kurang dari pada jang ditanam sebelum perang. Kekurangan atau ketiadaan pemeliharaan jang sempurna atas bangun-bangunan serta tali air dimasa perang dan dimasa revolusi menjebabkan banjak bangun-bangunan pengairan rusak, baik sebahagian atau seluruhnja, sehingga beribu-ribu ha sawah djadi kurang hasilnja, malah banjak diantaranja sama sekali tiada dapat diusahakan penduduk lagi.

Kabupaten-kabupaten Atjeh Barat dan Atjeh Selatan jang dimasa lampau dinamakan gudang beras dan sanggup mengeluarkan beras keluar, menimbulkan kechawatiran akan kekurangan beras, berhubung dengan banjaknja sawah-sawah jang tidak diusahakan. Ini terdjadi karena dimusím tumin kesawah, harga minjak nilam melambung tinggi, sehingga banjak petani-petani meninggalkan persawahannja dan lebih suka mengusahakan minjak nilam sebagai gantinja. Menurut taksiran kedjadian ini mengurangi penanaman kira-kira 1/3 dari seluruh luas sawah. Berdjangkitnja wabah tjatjar ditahun 1950 jang banjak mengambil korban djuga mempengaruhi penanaman padi. Tidak heran djika pada penghabisan tahun 1951, kekurangan beras didaerah-daerah ini terutama kabupaten Atjeh Selatan tidak dapat dielakkan lagi.

Kesulitan djalan dan alat-alat pengangkutan menjebabkan banjak halangan untuk mengirim bantuan pada waktunja, sehingga harga beras membubung sampai Rp 4.50 sekg., sedang dikabupaten lain hanja Rp. 3,— atau kurang. Banjak penduduk mentjampur beras dengan ubi, umbut pisang atau pisang muda, malah penduduk jang tidak mampu banjak jang tidak dapat memasak nasi lagi.

Djuga kabupaten Atjeh Tengah dikenal sebagai gudang beras (Kutatjane), tetapi beras tidak dapat dialirkan ke Atjeh Selatan karena perhubungan tidak ada. Dikabunaten-kabupaten Atjeh Utara dan Atjeh Timur hasil padi kurang dari biasa, karena diwaktu mudanja menderita kekurangan air sampai 2 bulan lamanja, sedang petani-petani dikabupaten Atjeh Timur banjak jang terpengaruh oleh angan-angan hendak memperoleh uang dengan mudah dikebun karet sehingga pemeliharaan sawah djadi terlantar.

Tidak teraturnja hudjan diwaktu menanam, ditambah dengan larinja petan kelapangan karet menjebabkan masa menanam tidak teratur dan terlambat, sehingga mendjelang panen banjak menderita gangguan walang sangit, Penanaman padi musim 1951/1952 lebih teratur dengan lebih baiknja turun hudjan dan djuga mata pentjaharian dilapangan karet dan minjak nilam telah kurang menarik seperti tahun jang lampau. Iklim jang tiba-tiba kering dalam bulan Oktober 1951 menjebabkan penanaman padi dibeberapa tempat terpaksa diundurkan. Akan tetapi setelah mulai lagi hudjan, kelambatan ini ditjoba mengatasinja, sehingga sekalipun setjara terburu 75% dari luas persawahan jang diharapkan dapat ditanami.

Dalam usaha memulihkan kembali persawahan-persawahan jang telah rusak djuga telah diberikan bantuan dari dana R.K.I. 1951 untuk usaha-usaha memperbaiki pengairan-pengairan,

TAPANULI.

Didaerah ini pemungutan hasil padi sawah lebih luas serta hasilnja lebih tinggi. Dari tjatetan-tjatetan ternjata bahwa hasil rata-rata per ha turut meningkat dalam tahun 1951 sampai ± 17%. Ini adalah disebabkan oleh pemeliharaan jang lebih sempurna dari tahun jang silam, serta gangguan babi dapat dibanteras dengan ratjun babi, Luas dan hasil persawahan ini dapat meningkat lagi bila pemulihan-pemulihan kembali pengairan-pengairan sawah jang telah rusak dan pembukaan-pembukaan sawah baru dapat dilantjarkan djalannja dengan memberikan bantuan bantuan alat terutama bahan-bahan semen.

Sematjam gangguan lain di Tapanuli Selatan ialah harimau jang dalam satu waktu mengganas sehingga upara petani tidak berani keluar kesawah-sawah jang agak djauh dari kampung.

Pupuk buatan jang telah didjandjikan untuk penanaman padi, tidak lantjar djalannja distribusinja. Untuk mempertinggi hasil didaerah ini pemulihan pengairan dan pembagian pupuk jang tjukup dalam waktunja adalah sangat penting. 2. Padi ladang.

 Sungguhpun telah diusahakan penanaman padi sebanjak mungkin disawah-sawah, pada masa ini penanaman padi diladang masih menduduki tempat jang penting, terutama didaerah Sumatera Timur, dimana luas perladangan melebihi luas persawahan.

 Dalam soal perladangan umumnja kesukaran mengerdjakan tanah amat menghambat perluasan penanaman padi, karena alat-alat jang dipergunakanpun hanja tjangkol sadja. Apakah mesin-mesin dapat dipergunakan dengan berhasil baik didaerah ini masih menghendaki penjelidikan jang seksama.

 Pemeliharaan tanah diabaikan. Pada beberapa tempat telah diadakan demonstrasi penanaman pupuk hidjau dan pemakaian pupuk buatan, dengan mendapat perhatian jang lumajan dari penduduk. Akan tetapi sajang, persediaan pupuk tidak mentjukupi, sehingga usaha-usaha kedjurusan ini sangat terbatas.

 Kemunduran panen padi ladang di Sumatera Timur adalah terutama sekali disebabkan oleh tingginja penghasilan dilapangan perburuhan, terutama diperusahaan-perusahaan karet, sehingga tanaman-tanaman padi ladang dan sawah kurang mendapat perhatian . Melihat keadaannja panen tahun 1952 lebih luas dari panen tahun 1951. Hal ini disebabkan oleh keadaan keamanan jang telah bertambah baik, harga getah mulai turun ditambah dengan penerangan-penerangan jang mengandjurkan perluasan tanaman padi¸ Andjuran ini kelihatan mulai dapat perhatian setelah penduduk mengalami kesukaran hidup selama tahun- tahun jang lewat.

 Didaerah Atjeh boleh dikatakan dalam tahun-tahun jang lampau penanaman padi ladang tidak begitu besar artinja. Tjatatan tentang angka-angka hasil padi ladang kurang djelas. Luas tanaman padi ladang di Tapanuli berkurang, akan tetapi hasil rata-rata perha. meningkat sehingga hasil seluruhnja hampir sama dengan tahun jang silam. Susutnja luas tanaman ini mungkin karena lapangan perburuhan dianggap menguntungkan dan djuga karena perpindahan penduduk ke Sumatera Timur jang banjak terdjadi. Luas tanaman padi ladang jang bertambah ialah di Nias dimana masih besar kemungkinan perluasan tanaman padi.

3. Tanaman muda.

 Tanaman polowidjo sesudah musim padi di Sumatera Utara masih belum mendapat perhatian sepenuhnja dari penduduk. Hal ini ternjata dari luasnja penanaman padi jang tertjatat dalam tahun 1951 di Sumatera Timur 110.000 ha, sedang luas panen tanaman muda sesudah itu hanja kira -kira 32.000 ha.

 Galibnja tanaman muda ini hanja untuk keperluan sendiri, sehingga penanamannjapun tidak berapa luas buat setiap kelamin. Dikabupaten Simelungun di Sumatera Timur dan Pidie di Atjeh telah mulai kelihatan penanaman polowidjo jang agak luas, terutama djenis katjang, dan djagung, jang hasilnja djuga banjak diperdagangkan. Ubi kaju dan

574 djagung kebanjakan dipergunakan untuk makanan pendjelang d'waktu tjukup makanan dan sebagai tjampuran beras dimasa petjeklik.

 Luas tanaman muda di Sumatera Timur selama panen tahun 1951 adalah 32.165 ha. Djenis tanaman muda jang diusahakan ialah djagung, ubi kaju, ubi djalar, katjang tanah, katjang kedelai, katjang hidjau dll.

 Dalam usaha memperbesar minat penduduk terhadap penanaman polowidjo ini, telah diadakan perlombaan-perlombaan setempat sebagai pertjobaan dikabupaten Asahan dan Simelungun dan ternjata mendapat perhatian dari para petani, walaupun hadiah-hadiah jang diadakan hanja berupakan hadiah ketjil, seperti tjangkol dan pupuk, jang rasanja patut djadi perhatian untuk masa jang akan datang.

 Di Tapanuli keadaan tanaman muda tjukup baik. Luas panen dalam tahun 1951 adalah 30.087 ha, terdiri atas djagung, ubi kaju, ubi djalar, katjang tanah dan katjang hidjau. Penghasilan ubi kaju di Tapanuli rendah sekali, sebab didaratan Tapanuli ubi kaju ini hampir semuanja ditanami ditanah jang kurus dan tidak baik dipergunakan untuk tanaman lain, berlain sedikit dikabupaten Nias. Penanaman tanaman muda masih kurang mendapat perhatian penduduk daerah ini bila dibandingkan dengan Sumatera Timur.

V. KEADAAN MAKANAN.

 Menurut angka-angka jang diperoleh ternjata hanja daerah Atjehlah jang sanggup menghasilkan lebih dari kebutuhannja sendiri, malah dapat mengeluarkan kelebihan kedaerah lain (S. Timur dan Tapanuli), Akan tetapi untuk menutupi kekurangan di Sumatera Timur dan Tapanuli hasil Atjeh masih belum mentjukupi. Daerah Sumatera Timur adalah daerah jang terbanjak kekurangan beras. Hal ini disebabkan oleh politik Pemerintah asing dizaman djadjahan mengenai tanah-tanah pertanian dan politik berasnja. Tanah-tanah jang baik untuk pertanian hampir seluruhnja dikuasai oleh pihak perkebunan asing, dan untuk penduduk hanja tinggal sedikit tanah sekeliling perkampungan jang hampir tidak berarti, jaitu tanah-tanah jang memang sukar didjadikan sawah (pegunungan dan rawa-rawa). Kepada petani-petani tidak terluang kesempatan untuk memperkembang kegiatannja dalam hal pertanian. Untuk melindungi kepentingan perkebunan-perkebunan jang banjak di Sumatera Timur, tidak diusahakan penanaman padi. Seperti dikatakan beras diimport dari luar negeri dan sebahagian didatangkan dari Djawa. Akibat dari politik ini masih terasa sampai sekarang, terbukti dengan perbandingan luas sawah dengan ladang ditiga daerah-daerah di Sumatera Utara sangat sekali berbeda.

 Kesukaran beras di Atjeh Barat dan Selatan sebagai akibat dari penjakit tjatjar dan tingginja harga minjak nilam jang banjak menggoda para petani, telah mendjadikan harga padi membubung sampai Rp. 4.50 'se-kg jaitu harga jang tertinggi di Sumatera Utara selama tahun 1951. Dengan dimulainja panen padi pada achir bulan Desember 1951, maka keadaan jang genting tersebut dapat ditolong dan harga beraspun turun kembali.

575

VI. IMPOR DAN EKSPOR.

 Dengan banjaknja impor beras kedaerah Sumatera Utara, membubungnja harga beras dapat ditjegah. Harga tekstil dan barang-barang lain pada achir tahun turun perlahan-lahan. Sajang keperluan para petani agak kurang banjak dimasukkan sehingga sangat sulit bagi petani-petani jang telah agak madju untuk memperoleh barang-barang jang diperlukan untuk mempertinggi produksi (alat-alat, pupuk dll).

 Ekspor hasil pertanian rakjat jang terpenting hanja karet, menjusul kopra, pinang dan sedikit minjak daun nilam dari Atjeh, serta kemenjan dari Tapanuli jang kebanjakannja dikirim ke Djawa.

 Pengeluaran kopra dari Atjeh selama tahun 1951 telah mentjapai taraf sebelum perang (tahun 1935 ± 9150 ton; 1938 ± 10.305 ton dan tahun 1951 ± 10.000 ton). Pengeluaran pinang baru 50% dari ekspor tahun 1938 (tahun 1938 ± 26.057 ton dan 1951 ± 13.000 ton). Dari kabupaten Nias dalam setahun diekspor ± 12.000 ton kopra, jang achirnja merosot setelah peraturan barter ditjabut kembali dalam bulan Desember 1951. Ekspor lada tidak ada artinja lagi, sedangkan dimasa sebelum perang banjak ekspor lada dari Atjeh telah mentjapai djumlah ± 1.492 ton (1938).

VII. HARGA PASARAN.

Harga beras mentjapai puntjaknja dalam bulan Mei, Oktober dan Nopember 1951, jaitu Rp. 3.10 per kg. dikota Medan. Kesulitan-kesulitan dalam soal pengangkutan beras dari luar negeri ke Sumatera Utara, pemogokan-pemogokan dipelabuhan, menimbulkan kegontjangan dalam pasaran beras sehingga harganja membubung. Sesudah panen dikabupaten Simelungun demikian djuga padi-padi ladang di Sumatera Timur dalam bulan Desember 1951 maka harga beras turun kembali.

VIII. ICHTISAR HASIL TANAMAN-TANAMAN PERDAGANGAN RAKJAT.

 Sebagai akibat dari politik perlindungan terhadap perkebunan bangsa asing pada djaman lampau, maka penanaman tanaman perdagangan boleh dikatakan hampir-hampir tidak berkembang, terutama di Sumatera Timur. Didaerah Atjeh, tanaman jang penting sebelum perang ialah kelapa (kopra) pinang, lada, nilam dan kopi, sedangkan di Tapanuli banjak dikeluarkan kopra, kemenjan dan kopi. Pada masa ini jang masih dikeluarkan keluar daerah hanja kopra, pinang dan sedikit kemenjan.

а. Kelapa:

 Tanaman ini terdapat kebanjakan di daerah Atjeh, disepandjang pantai, di Kabupaten Nias dan Tapanuli-Tengah, Kabupaten Asahan dan Deli/Serdang. Dalam tahun 1951 ini Atjeh mengeluarkan ± 10.000

576 ton kopra keluar daerah ( th , 1938 = 10.305 ton) dan Tapanuli menghasilkan rata-rata 1.000 ton kopra sebulan, jang terutama berasal dari Kabupaten Nias . Di Sumatera Timur, perusahaan kopra ada di Kabupaten Asahan dengan penghasilan kira-kira 2.325 ton selama tahun ini dan 1.260 ton minjak kelapa , jang semata-mata diperdjual belikan untuk konsumsi dalam negeri . Di Kabupaten Deli/Serdang, perusahaan kopra boleh dikatakan tidak ada, akan tetapi buah kelapa jang dihasilkannja banjak dibawa ke Kabupaten- kabupaten lain.

 Melihat keadaan tanaman jang umumnja terdiri dari tanaman jang telah tua, maka untuk mentjegah kemunduran hasil, sangat dirasa perlunja menambah penanaman baru dan untuk mempertjepat ini perlu diadakan kebun-kebun pembibitan.

Umumnja keadaan tanaman baik. Tidak ada gangguan dan penjakit jang penting.

b.Pinang

 Tanaman ini hanja penting artinja bagi penduduk daerah Atjeh, sedang di Sumatera Timur dan Tapanuli tanaman ini tidak mendapat perhatian karena keadaan pasaran. Ekspor pinang dari Atjeh selama tahun 1951 ada + 13.000 ton, sedang tahun 1938 ada 26.057 ton.Berhubung pasaran tidak begitu baik maka tanaman pinang ini tidak diperluas lagi , sedang di Sumatera Timur pokok -pokok pinang ditebang untuk didjual batangnja , didekat pantai untuk alat penangkapikan dilaut dan didaratan untuk alat-alat perumahan kampungkampung.

 Kemungkinan pasarannja akan ramai tidak kelihatan bajangannja.

C.Nilam :

 Terutama diusahakan orang di Kabupaten Atjeh Barat dan Atjeh Selatan, sedang di Sumatera Timur dan Tapanuli telah djuga dimulai memperusahainja sedikit , jaitu di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Tapanuli Utara.

 Berhubung dengan harga tanaman ini sangat labiel, maka perluasan penanaman jang tetap, tidak ada.

 Pada penghabisan tahun 1950, harga minjak nilam membubung sampai-sampai Rp. 400 , - per Kg dan pada penghabisan tahun 1951 minjak nilam berharga Rp . 60. sampai Rp . 70.- per Kg. sehingga perhatian untuk menanam nilam sangat merosot.

 Export dari Atjeh selama tahun 1951 ada ± 10.5 ton daun kering dan 3 ton minjak nilam ( tahun 1938 = 326 ton daun dan 18 ton minjak) .

d.Kemenjan :

 Tapanuli adalah satu -satunja daerah penghasil kemenjan jang penting di Indonesia di sedjak masa sebelum perang. Pengeluaran dari daerah ini dalam tahun-tahun sebelum perang adalah sebagai berikut :


37

577


Tahun Keluar negeri (ton) Kedaerahan lain di Indonesia: Djawa (ton) Lain² (ton) Jumlah (ton)

1935 1645 2839 67 4551
1936 1603 2805 83 4491
1937 1485 3531 80 5036
1938 1697 3298 85 5080

Dalam tahun-tahun sesudah perang, hasil ini turun, Antara tahun 1946 sampai dengan 1948 diexport rata-rata 185 ton kemenjan sebulan atau kira-kira 2.200 ton setahun, dan sedjak tahun 1949 berhubung dengan export keluar negeri tidak menguntungkan sebagai akibat dari peraturan-peraturan jang ada, maka pengeluaran kemenjan hanja dilakukan ke Djawa, semata-mata mengenai kwaliteit 1 dan 2, sebanjak kira-kira 60 ton scbulan.

e. Lada:

Sebelum perang, lada merupakan tanaman jang mendapat kedudukan penting. Disebabkan kekurangan pemeliharaan dan penjakit akar selama masa peperangan maka tanaman ini telah hampir lenjap. Dari 4.000 ha tanaman lada sebelum perang di Atjeh, hanja ada lagi kira-kira 140 ha pada achir tahun 1951, jang antaranja kira-kira 80 ha memberi hasil dan jang selebihnja adalah tanaman baru.

Usaha-usaha untuk memperluas tanaman ini masih didjalankan, terutama usaha untuk mengadakan bibit jang baik. Untuk menghindarkan kemusnahan oleh penjakit seperti jang telah dialami pada masa jang lampau, dipergunakan djenis Belantung jang telah ternjata tahan pada afstervingsziekte.

Dalam tahun 1951 penghasilan hanja kira-kira 15 ton (export tahun 1938 = 1492 ton).

f. Kopi:

Tanaman ini jang dizaman lampau telah mendapat kedudukan jang penting djuga di Atjeh dan di Tapanuli, kini telah kurang hasilnja. Pohon-pohon telah tua dan perlu diganti apalagi pohon-pohon ini bukanlah berasal dari pohon jang telah dipilih.

Kegiatan penduduk untuk memperluas (memperbaharui) kebun kopinja ada kelihatan, akan tetapi seringkali usaha ini terbentur pada soal persediaan bibit jang baik. Dalam hal ini dimana mungkin Djawatan Pertanian Rakjat memberikan bantuannja serta memberikan penerangan tjara mengadakan bibit jang baik, dan direntjanakan akan mengadakan kebun perbibitan setjukupnja, bila keadaan keuangan dan kepegawaian serta alat-alat perlengkapan telah mengizinkan.

Luas tanaman kopi penduduk di Sumatera Utara adalah kira-kira

sebagai berikut:
Daerah: Luas ha. Hasil ton (1951)
Tapanuli 4.848 1.822
Atjeh 1.470 693
Sumatera Timur 395 286

Djumlah: 6.713 2.801

Menurut taksiran kasar kebun-kebun kopi jang telah berbuah rata-rata dapat menghasilkan 5 q/ha setahun kopi bidji, Hasil ini sebenarnja tidak mentjukupi kebutuhan dalam negeri. Usaha-usaha beberapa golongan untuk mengeluarkan kopi keluar negeri setjara gelap, dapat ditjegah dengan mengadakan penangkapan-penangkapan jang diadakan oleh alat-alat kekuasaan Negara. Ini menundjukkan bahwa pasaran kopi diluar negeri dapat memberi keuntungan. Usaha-usaha kedjurusan perbaikan tanaman perlu diperluas.

g. Tembakau:

Tanaman ini tetap mendapat perhatian penduduk. Akan tetapi pada masa jang terachir kelihatan tanda-tanda kemunduran perusahaan ini, disebabkan banjaknja sigaret jang dimasukkan dari luar daerah. Berhubung dengan pemakaian sigaret kelihatan kian meningkat, serta untuk kepentingan perindustrian sigaret diperlukan tembakau jang baik, maka telah diadakan tindakan pertama memasukkan djenis tembakau sigaret Virginia Gold Dollar untuk ditjcbakan penanamannja di Sumatera Utara ini. Bagaimana hasil penanaman ini belum lagi dapat dipastikan.

Dari Daerah Atjeh dilapurkan bahwa selama tahun 1951 disana adapanen tembakau seluas ± 3.400 ha dengan hasil 1.360 ha dengan hasil 390 ton dan di Tapanuli 760 ha dengan hasil 4.610 ha dengan hasil 2.277 ton.

Perdagangan dan perindusterian tembakau kebanjakan berada ditangan bangsa asing.

Pertjobaan menambah hasil tembakau dengan memupuk dengan Z. A. di Kabupaten Karo, tidak memberikan harapan baik, karena mutu tembakaunja berkurang, walaupun hasil daun memang bertambah.

h. Tebu:

Didjaman pergolakan jang baru lalu, dikala perhubungan dengan luar Daerah terputus, tanaman ini mendapat kemadjuan jang pesat di Daerah Atjeh, terutama di Kabupaten Atjeh Tengah dan Pidie. Selama tahun 1951, di Atjeh ada panen tebu seluas ± 5.100 ha dan menghasilkan ± 7.100 ton gula tebu merah. Di Kabupaten Tapanuli Utara ada 255 ha tebu jang menghasilkan 410 ton gula tebu.

Setelah perhubungan dengan Djawa baik kembali dan pemasukan gula pasir telah lantjar djalannja, maka gula tebu penduduk terdesak kedudukannja, sehingga perusahaan ini kian mundur djuga. Mendengar

579

kabar-kabar tentang penutupan beberapa perkebunan tebu di Djawa, serta melihat kepentingan kedudukan gula Indonesia dimana sebelum perang, maka dengan bantuan Pemerintah berupa alat-alat penggilingan dan pemasakan gula jang sederhana, besar harapan tanaman ini akan dapat dimadjukan sebagai satu perusahaan rakjat jang berarti, untuk membantu persediaan gula kebutuhan dalam negeri. Melihat luasnja tanah-tanah jang masih terbuka, soalnja amat menarik perhatian, apakah belum tiba masanja mengadakan persiapan-persiapan untuk mempergiat penanaman tebu ini oleh rakjat?

Hanja menunggu pimpinan jang achli dalam hal tebu dan gula!

i. Tjengkih:

Tanaman ini terutama terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan, dimana terdapat ± 133 ha tanaman tjengkih dengan hasil 66,5 ton dan di Kabupaten Tapanuli Utara 18 ha dengan hasil 7 ton sehingga daerah Tapanuli menghasilkan 73,5 ton.

Melihat adanja kemungkinan-kemungkinan tanaman-tanaman perdagangan ini untuk dimadjukan, maka untuk kemakmuran rakjat daerah ini telah tiba masanja sikap seperti djaman sebelum perang, jang kurang mementingkan kemadjuan pertanian daerah ini ditukar, sehingga perbaikan dan kemadjuan segera mendjelma dialam kenjataan.

IX. MEKANISASI

Didalam lapangan mekanisasi pertanian belum dapat didjalankan usaha-usaha jang njata walaupun telah diadakan beberapa kali penindjauan-penindjauan dari Pusat tentang hal ini.

Lima orang Penjuluh jang dikirim dari Pusat ke Medan setjara detachering, chusus untuk mempeladjari seluk-beluk mekanisasi dalam lapangan pertanian, telah kembali, setelah mereka dipekerdjakan pada beberapa perkebunan jang mempunjai perusahaan bermesin.

Kelandjutan hal ini masih belum ada kepastiannja.

Atas initiatief para petani di Kabupaten Karo, telah dimasukkan kesana tractor ukuran ketjil, jang dipergunakan untuk mengerdjakan tanah sadja. Ternjata, bahwa tractor jang dimasukkan ini tidak memenuhi harapan semula, karena tenaga bekerdjanja kurang memuaskan, mungkin karena keadaan tanah disana.

Sungguhpun demikian petani-petani didaerah tersebut tetap berkeinginan untuk memesan lagi mesin-mesin jang lebih besar untuk kemadjuan pertanian.

Melihat kegiatan (autoactiviteit) jang begini besarnja dikalangan petani sendiri dan melihat kesungguhan dan kemampuan petani-petani tersebut didalam hal ini, maka untuk mentjapai hasil jang sebaik-baiknja, terasa benar perlunja mengadakan dengan setjepat mungkin persiapan-persiapan untuk mengadakan penjelidikan sendiri dalam hal mekanisasi pertanian, supaja Djawatan Pertanian dapat memberikan nasehat-nasehat atau pemandangan-pemandangan, agar dapat ditjegah keketjewaan pada pemesan-pemesan tractor dibelakang hari.

Keuangan dan pegawai jang sanggup mengendalikan mesin-mesin tadi, perlu disediakan dengan segera, agar Pemerintah sendiri dapat memberikan pimpinan sebaik-baiknja.

X. PENDIDIKAN PERTANIAN.

Pemandangan:

Menurut tjatjah djiwa tahun 1930 penduduk Propinsi Sumatera Utara, terutama daerah Tapanuli, kira-kira 15% telah pandai membatja dan menulis. Dari persentase ini nampak bahwa penduduk Sumatera Utara mempunja minat besar untuk menuntut ilmu pengetahuan. Diantara landbouwbedrijfsscholen jang didirikan sebelum perang di Indonesia ini, termasuklah landbouwbedrijfsschool Sibarani (didirikan tahun 1927) dan landbouwbedrijfsschool Padangbalangka (1937) jang paling lama usianja jaitu sampai keagressi kedua achir tahun 1948.

Sesudah diperoleh persetudjuan untuk mendirikan Sekolah Usaha Tani di Sumatera Utara, dengan segera sekoloh-sekolah ini didirikan dengan memperoleh tjukup murid-murid, malah tjalon-tjalon murid ada 3 kali lipat banjaknja dari pada murid-murid jang akan diterima.

Pada sekolah-sekolah ini diberikan didikan teori dan praktek pertanian kepada pemuda-pemuda jang ingin mendjadi tani jang berpengetahuan selama dua tahun agar dengan demikian mereka dapat diharapkan djadi pelopor menudju kebangkitan pertanian jang lebih modern dari sekarang.

Djuga buat sekolah Pertanian landjutan, tjalon-tjalon ditahun 1951 adalah lebih banjak daripada murid-murid jang akan diterima. Untuk sekolah-sekolah Pertanian Menengah Atas di Indonesia ini, Sumatera Utara adalah mempunjai 75 orang tjalon, dan jang diterima sebagai murid tjuma 7 orang.

Melihat minat jang besar untuk menempuh sekolah pertanian ini, maka dalam Anggaran-Belandja tahun 1952 telah diusulkan supaja didirikan lagi 4 Sekolah Usaha Tani dan 1 Sekolah Pertanian Menengah Atas di Propinsi Sumatera Utara.

1. Sekolah Usaha Tani Marihat,

Sekolah ini didirikan untuk daerah Sumatera Timur. Berhubung dengan bangun-bangunan untuk sekolah ini masih harus didirikan lagi, maka sekolah ini baru dapat dibuka pada 1 September 1951 dengan 20 orang murid berasal dari seluruh Kabupaten-kabupaten di Sumatera Timur. Sampai achir tahun 1951 sekolah ini berdjalan dengan lantjar. Sekolah ini masih ditumpangkan pada kebun pertjobaan Marihat padahal kebun ini sebenarnja tidak tjukup luas untuk praktek murid-murid S.U.T. maka dimaksud supaja sekolah ini dipindahkan ketempat lain disekitar Pematang Siantar. Pimpinan sementara dipegang olehseorang pegawai jang mempunjai diploma normaalschool met pantjasan opleiding.

2. Sekolah Usaha Tani Sibarani:

Sekolah baru dapat dimulai pada awal Nopember 1951 dengan 30 murid. Terlambatnja berdiri sekolah ini adalah disebabkan sebahagian dari bangun-bangunan jang lama sudah rusak dan harus didirikan dan sebagian diperbaiki kembali. Sekɔlah ini berdjalan dengan lantjar dibawah pimpinan seorang Penjuluh-Kepala Pertanian dibantu oleh seorang mantri-tani, lepasan S.P.M. Padangbalangka.

3. Sekolah Usaha Tani Padangbalangka:

Berhubung di Daerah Atjeh belum dapat diperoleh tanab untuk persekolahan, maka begroting untuk sekolah Atjeh itu dipakai sadja untuk menghidupkan kembali sekolah Tani Padangbalangka mendjadi Sekolah Usaha Tani. Sekolah ini dimulai pada awal Desember 1951 dengan 20 orang murid. Sekolah ini berdjalan lantjar dibawah pimpinan Kepala Djawatan Pertanian Rakjat Tapanuli-Selatan dengan dibantu oleh 2 Pengamat Pertanian lepasan S.P.M. Padangbalangka.

4. Sekolah Usaha Tani Takengon, Atjeh Tengah belum menerima murid:

Menurut rentjana segera akan menjusul Sekolah-sekolah Usaha Tani di Kutaradja, Kaban-djahe atau Berastagi dan Gunungsitoli.

5. S.P.M.A. (Sekolah Pertanian Menengah Atas):

Memperhatikan besarnja minat pemuda-pemuda lepasan S.M.P. bahagian B untuk menuntut ilmu pertanian di Sumatera Utara dan mengingat bahwa dari 75 orang tjalon dari Sumatera Utara tjuma 7 orang dapat diterima sebagai murid ditahun 1951 di Indonesia ini, maka dipandang sangat perlu untuk mendirikan satu S.P.M.A. di Medan untuk Sumatera Utara.

Dari segala pihak dan djurusan diperoleh sokongan untuk berdirinja sekolah ini di Sumatera Utara.

Guru-gurunja diperoleh disekitar Medan dan tanah untuk tempat bangun-bangunan persekolahan disanggupi oleh Wali Kota Medan sedangkan tanah seluas 25 ha untuk praktek murid dekat tanah persekolahan itu diperoleh dari kantor Urusan Agraria.

Sekolah Pertanian Menengah Atas jang pertama di Sumatera Utara ini telah dibuka pada tanggal 1 September 1952,

582 6. Karena tidak semua kaum tani dapat diberikan pendidikan tjara sekolah maka sangatlah besar faedahnja pembangunan balai jang dapat didekati oleh para petani dalam masjarakatnja. Di Sumatera Utara terdapat 12 Balai Pendidikan Masjarakat Desa (B.P.M.D.) jaitu 8 di Sumatera Timur, 3 di Tapanuli dan 1 di Atjeh.

XI. PERKEBUNAN RAKJAT.

a. Sajur-majur.

Penanaman sajur-majur di Sumatera Utara dalam tahun 1951 mendapat kemadjuan dari tahun-tahun jang silam. Umumnja diseluruh Sumatera Utara sajur-majur ditanam orang hanja untuk kebutuhan setempat, terketjuali dipegunungan dimana ditanam djuga sajur-sajur untuk diexport.

Dibahagian-bahagian jang berhawa panas di Sumatera Timur, biasanja kedapatan pula kebun-kebun sajur kepunjaan orang Tionghoa, jang hasilnja didjual dipasaran, sedang bibit dari sajur- sajur ini seperti sesawi, lobak, ketimun, salade Tjina, kutjai dan lain-lain di-import dari luar Negeri dengan persetudjuan Djawatan Pertanian.

Dibagian-bagian jang berhawa dingin, petani- petani telah biasa menanam tanaman sajur-sajur jang bibitnja biasanja berasal dari Eropah. Daerah-daerah jang terpenting di Sumatera Utara untuk penanaman sajur-sajur Eropah ini ialah,

Di Sumatera Timur : Tanah Karo dan Simelungun bahagian pegunungan;

Di Tapanuli : Humbang, Silindung dan Samosir dan sebelum perang turut Toba, Dairi dan Sipiriok.

Di Atjeh : Takengon, waktu ini karena djalan lalu lintas kurang beres, ditanami sajur-sajur Eropah untuk kebutuhan penduduk sadja.

1. Bibit sajur-majur.

Bibit sajur-majur untuk Sumatera Utara didatangkan dari negeri Belanda untuk tanah-tanah jang berhawa sedjuk, umpamanja bibit kool, sajur putih, wortel, prei, tomaat, erwten dan lain-lain.

Untuk tanah-tanah berhawa panas dari Tiongkok umpamanja sesawi, lobak, kutjai dan lain-lain.

Bibit ini didatangkan dengan persetudjuan Djawatan Pertanian dan Deviezen Instituut. Untuk mengurangi pengeluaran depisen dan untuk mendjaga kebutuhan diwaktu terputusnja perhubungan dengan luar negeri, sudah pada tempatnja di Sumatera Utara ini diadakan pembibitan sajur-majur, pada tiap-tiap daerah satu sampai dua tempat, djadi untuk seluruh Propinsi 4 sampai 6 tempat.

Permintaan depisen untuk saudagar-saudagar bibit dan Djawatan jang dapat persetudjuan, adalah seperti berikut:

Untuk 1950: Bibit sajur-sajur dari Tiongkok 501 kg.
 "  "  dari Eropah: buat
saudagar bibit 3828.5 "
Buat Djawatan 90 "
__________
    Djumlah 4419.5 kg.
Untuk 1951: Bibit sajur-sajur dari Tiongkok/Japan 866. kg.
 "  "   dari Eropah untuk
buat saudagar bibit 2322.74 "
Buat Djawatan 116.95"
__________
    Djumlah 3303.69 kg.

2. Luas penanaman sajur-majur.

Sebagaimana telah disebutkan, penanaman sajuran pada mulanja dimaksud untuk kebutuhan sendiri jang luasnja ta' dapat ditentukan. Tetapi jang terpenting ialah penanaman sajuran jang perkebunannja dilakukan setjara intensief. Buat Sumatera Timur pada tanah berhawa panas jang panas jang diusahakan orang Tionghoa ditaksir ± 250-300 ha, jang bibitnja didatangkan dari Tiongkok dan sebahagian diperoleh mereka dari tanaman sendiri.

Luas penanaman sajur-sajur di tanah Karo dan Simelungun jang hasilnja djuga disediakan untuk export adalah 1447 ha (tahun 1951).

Di Tapanuli luas penanaman sajur-majur berkurang dibandingkan dengan keadaan sebelum perang karena djalan-djalan perhubungan belum baik semuanja. Luas penanaman ini ditanah Batak boleh disebut kira-kira serupa dengan Tanah Karo ja'ni ± 1500 ha. setahun. Sebahagian penghasilannja di-export keluar dengan melalui Belawan.

Luas penanaman sajur- sajur di Atjeh waktu ini ± 500 — 800 ha., ja'ni untuk konsumsi dalam negeri sadja. Sebelum perang di Takengon dihasilkan 2500 ton sajur setahun dan dari hasil ini di-export keluar negeri 2000 ton setahun.

Luas penanaman sajuran di Sumatera Utara dapat dilipat-gandakan lagi bila djalan-djalan kedaerah-daerah kebun sajur telah baik semuanja, dan djika penduduk telah lebih banjak mengetahui tentang chasiatnja sajur-sajur bagi kesehatan.

3. Perniagaan sajur-majur.

Pusat perniagaan sajur-majur jang terpenting di Sumatera Utara, ialah di pegunungan di Kabandjahe dan Brastagi untuk Tanah Karo, dan Seribu Dolok untuk Simelungun (sebahagian besar dari hasil-hasil sajur-sajuran dari Simelungun didjual pula Pematang Siantar dan Medan.

Pemasukan dan harga sajur-majur di Kabandjahe dan Brastagi adalah seperti berikut

Pada tahun 1950: 1934.4 ton dengan harga Rp. 1.594.700,—

    1951: 2406.3 ton dengan harga Rp. 2.042.755,— Pengeluaran sajur-majur dari Sumatera Utara keluar negeri (Malaya) dengan melalui pelabuhan Belawan dalam tahun-tahun 1948, 1949, 1950 dan 1951 berturut-turut adalah sebagai berikut: 309 ton, 3031.2 ton, 11225.92 ton dan 11710.01 ton.

Export tahunan 1950 dan 1951 telah melebihi export sebelum perang jang ditaksir 8000 ton setahun.

Perlu diterangkan bahwa dalam angka export ini terhitung mulai 1950 telah termasuk pula hasil-hasil perkebunan kool dari Tapanuli Utara, jang kwaliteitnja menurut keterangan dari saudagar-saudagar kool ada lebih tinggi dari kwaliteit kool Tanah Karo. Kool dari Tapanuli Utara mempunjai telur (krop) jang lebih keras dan lebih tahan untuk di export, karena ini harganja pun lebih tinggi.

Menurut lapuran dari Perwakilan Indonesia di Singapura perniagaan sajur-majur di Malaya mempunjai 2 musim, ja’ni;

a. Musim hudjan antara Oktober - April diwaktu banjak sajuran datang dari Tiongkok jang lebih murah harganja dari sajuran jang datang dari Indonesia. Dengan sendirinja harga sajur diwaktu ini mencjadi turun karena persaingan, jaitu antara 7 - 20 dollar per picol.

b. Musim kering, antara April - September, diwaktu sajur dari Tiongkok tidak datang lagi, sehingga sajur-majur dari Indonesia lebih banjak diminta dan harga sajur-sajur membubung dari 13 - 45 dollar per picol.

Bagi para petani Indonesia, untuk mendapat keuntungan sebesarbesarnja dari perkebunan sajur, hendaklah tahu memilih waktu menanam sajuran sebanjak-banjaknja agar pergambilan hasil tepat pada sa'at harga sajur di Malaya membubung karena tidak datang sajur Tiongkok.

Sajur-sajur jang paling banjak dikeluarkan dari Sumatera Utara jalah kool dan sajur putih. Sajang sesudah habis perang, sajur putih jang dikeluarkan dari Sumatera Utara kurang tahan, banjak jang busuk, ja'ni: 30-40%, sedangkan sebelum perang hanja ± 10-15%

Sebagai akibat lekas busuknja sajur putih tersebut harga sajur putih bisa turun.

Menurut pemeriksaan jang djuga telah dilakukan oleh pegawai Perwakilan Indonesia dari Singapura jang datang pada permulaan 1951 ke Medan, kesalahan jang menjebabkan lekas busuknja sajur putih itu terletak diluar urusan petani kita, jaitu karena kerandjang pengiriman terlalu besar. Seharusnja diganti dengan kerandjang jang lebihi ketjil jang memuat 40 60 kg sajur dan karena terlalu lama kerandjangkerandjang jang berisi sajur tadi bertimbun di pelabuhan Belawan pada tempat jang panas dan jang tidak ada pertukaran udara.

Diwaktu belakangan ini omelan tentang busuknja sajur-sajur tadi tidak didengar lagi. Istimewa di Medan, exporteur sajur-majur telah membuat los-los penjimpanan hasil-hasil sajur sampai datang sa'atnja untuk dimasukkan dalam kapal, djadi tidak usah bertimbun lama-lama lagi di Belawan.

585

4. Kentang.

Sebelum perang dunia ke II penanaman kentang di Sumatera Utara terkenal djuga

di daerah Sumatera Timur :  Tanah Karo dan Simelungun;
  Tapanuli :  Dairi, Samosir, Humbang, dan Sipirok.
  Atjeh :  Takengon.

Setelah petjah perang, maka penanaman kentang ini kurang mendapat perhatian petani-petani sedang bibit untuk memperbaiki penanaman kepunjaan penduduk, tidak dapat diadakan dan didatangkan lagi.

Dalam tahun 1949 dan 1950 segala daja upaja didjalankan untuk mengimport kentang dari negeri Belanda guna memperbaiki penanaman kentang didaerah Sumatera Utara ini, tetapi sia-sia belaka.

Dalam tahun 1951 telah diusahakan lagi untuk mendatangkan 70 ton bibit kentang dari negeri Belanda, dan pada bulan Pebruari 1952 60 ton bibit kentang dari negeri Belanda, sedang pada telah tiba 50 achir 1951 2 orang saudagar-saudagar bibit dengan perantaraan Djawatan Pertanian telah dapat mengimport 20 ton bibit kentang dari negeri Belanda.

Luas penanaman kentang jang dipungut hasilnja di Sumatera Timur Fada tahun 1951 ada kira -kira dua kali lebih banjak dari tahun 1950, ja'ni:

1951 : 455 ha dengan taksiran hasil 2700 ton;

1950 : 222 ha dengan taksiran hasil 1300 ton.

Export kentang dalam tahun 1951 ke Malaya adalah 147 ton.

5. Buah-buahan.

Dimana-mana di Sumatera didapati pohon buah-buahan, tetapi umumnja mempunjai taraf sebagai tanaman pekarangan. Sebagai perkebunan tersendiri umumnja, masih djarang kedapatan, ketjuali dibagian Karo buat tanaman djeruk Keprok, sebagai pusat: kampung Sukaradja, Pernantian dan disekitar Bindjei Brahrang buat tanaman rambutan; antara Medan dan Belawan banjak manggis, djambu, langsat dan sawo; antara Perbaungan dan Tebingtinggi, mangga (kwaliteit rendah), durian, langsat, rambutan, sawo; disekitar Pematang Siantar djeruk Siam, sawo; sedang di Padang Sidempuan terdapat salak.

Djumlah pohon buah-buahan masih djauh dari tjukup untuk kebutuhan rakjat, sedang kwaliteitnja buah-buahan itu pada umumnja masih rendah.

Memperhatikan hal tersebut diatas, Djawatan Pertanian masih mempunjai lapangan pekerdjaan jang sangat luas untuk memperluas penanaman buah-buahan tersebut serta memperbanjak djenisnja.

Menurut pendaftaran pohon djeruk Keprok di Tanah Karo jang dilakukan sebelum perang (dalam tahun 1936) ialah 16221 batang jang telah berbuah dan 16948 batang jang belum berbuah.  Dari djumlah ini telah banjak mati diwaktu pendudukan Djepang dan diwaktu revolusi karena kurang dipelihara dan karena penjakit, sedang pertambahan tidak ada.
 Sebahagian djeruk Keprok jang dihasilkan di Tanah Karo sekali-kali ada diexport ke Malaya, ja'ni Mei 1951 12,7 ton, Djuni 1951 22,5 ton, Djuli 1951 43,8 ton dan Agustus 1951 6 ton.

6. Perkebunan Bunga.
 Perkebunan bunga di Sumatera Utara dapat dilakukan petani disemua tempat jang sedjuk hawanja, seperti Takengon, Tanah Karo, Simelungun bahagian pegunungan, Tanah Batak dan Sipirok, tetapi berhubung dengan pengangkutan dan perhubungan, maka untuk perkebunan bunga-bunga jang dapat memberi untung sebanjak-banjaknja kepada petani, hanja Tanah Karo-lah jang paling baik letaknja.  Pusat dari perkebunan bunga di Tanah Karo terletak di Tongkoh, sekitar Brastagi dan Kabandjahe.
 Luas penanaman bunga-bunga untuk diperdagangkan ditempattempat jang disebut diatas adalah kira-kira 20-30 ha. Pengeluaran bunga-bunga hanja ditudjukan ke Kota Medan jang mengeluarkannja ke Kota-kota ketjil di Sumatera Timur.
 Ditaksir bahwa dalam sebulan ada pengeluaran bunga-bunga dari Tanah Karo sebanjak 250.000 tangkai atau dalam satu tahun 3 djuta tangkai.
 Djumlah ini dapat dinaikkan lagi atau kebun-kebun bunga masih dapat diperluas, bilamana larangan pemasukan bunga ke Malaya karena penjakit theepokken (blister blight), dibatalkan. Sebagai diketahui sebelum perang, pengeluaran bunga ke Malaya tidak dilarang dan banjak djuga bunga-bunga jang diangkut dengan kapal terbang ketanah seberang. Dapat ditjatat bahwa Singapura sadja meminta paling sedikit 80.000 tangkai gladiool saban bulan, jang sajang ta' dapat diberikan karena larangan tersebut. Pengangkutan djarak jauh, bunga gladioollah jang tahan.
 Djenis bunga jang ditanam ditanah Karo ialah jang paling banjak: Chrysanthemum, Gladiolus, Roos, Dahlias, Anjeliers, Gerbera dan Asters; jang agak kurang sedikit Tuberoos, Calla, Kerklelie, kroonlelie dan lain-lain.
 Berhubung dengan tidak datangnja bibit-bibit baru lagi dari Eropah sedjak pendudukan Djepang sampai dengan diwaktu revolusi, maka kwaliteit bunga-bunga di Tanah Karo sangat lekas mundur. Betul sesudah perhubungan dengan luar negeri terbuka kembali, bibit dari beberapa djenis bunga mulai didatangkan dari Eropah, tetapi hal ini belum tjukup untuk memperbaiki kwaliteit bunga-bunga di Tanah Karo, sedang dari antara pengusaha-pengusaha bunga di Tanah Karo hampir tidak ada orang jang berusaha untuk mengadakan seleksi. Sangat kesal hati melihat bahwa bunga-bunga jang berharga seperti Chrysanthemum, roos, dahlia, gladiool dan lain-lain telah begitu turun mutunja sehingga

587

sebenarnja bunga-bunga jang sekarang menurut ukuran internasional tak dapat didjual dipasaran lagi. Hal degenerasi ini sangat njata kelihatan pada bunga-bunga Chrysanthemum, gladiolen, lelies dan Roos.

Dalam hal ini hanjalah bahagian Perkebunan dari Djawatan Pertanian Rakjat dapat mengadakan usaha supaja kwaliteit bunga dari petani direhabiliteer ja’ni dengan djalan:

  1. Pada waktu jang tertentu mendatangkan benih-benih dari Eropah jang kwaliteitnja tinggi untuk: a. disebarkan kepada penduduk dan b. memperbanjaknja dikebun pertjobaan sendiri, dan hasilnja kelak disebarkan kepada penduduk sebagai bibit.
  2. Mengadakan seleksi dikebun pertjobaan sendiri, dan dari jang terbaik benihnja disebarkan kepada penduduk.
  3. Sedjadjar dengan jang disebut dalam hal-hal 1 dan 2 memberikan penerangan kepada petani bagaimana memperkebunkan djenis-djenis bunga setjara jang sebaik-baiknja, mengadakan seleksi, memupuk, membanteras gangguan dan penjakit dan lain sebagainja.

7. Kebun-kebun Pertjobaan.

Sumatera Utara mempunjai kebun-kebun pertjobaan jang keadaannja didaerah jang tiga (Sumatera Timur, Atjeh dan Tapanuli) sangat berbeda-beda berhubung dengan perobahan-perobahan besar dalam pemerintahan dan politik sedjak pendudukan Djepang (mulai 1942). Boleh dikatakan bahwa selama pergolakan politik, kebun-kebun tersebut tidak mendapat urusan dan kebanjakan dari tanam-tanaman jang ada didalamnja telah mati atau merana karena tumbuhnja rumput-rumput dan semak-semak jang meradjalela. Kebun-kebun dalam 3 daerah adalah seperti berikut:

A. Sumatera Timur:

  1. Kebun Pertjobaan buah-buahan Gedong Djohore (Medan) 14 m diatas permukaan laut. Luas kebun ini 12.3 ha dan direntjanakan sebagai kebun sentral (centrale proeftuin). Dalam kebun ini tinggal seorang Mantri Kepala, Wahab setelah Mantri Kepala Suradiredja dipindahkan ke Djawa. Ada maksud untuk menempatkan seorang Opzichter untuk mengepalai kebun pertjobaan ini menambah tenaga Mentri Kepala jang sekarang, seterusnja seorang Mantri Muda. Diwaktu pendudukan Djepang sampai tahun 1947, kebun pertjobaan dan pembibitan buah-buahan ini tidak diurus lagi, hingga menjerupai hutan belukar, dan banjak sudah dari antara pohon-pohon jang telah mati. Sedjak tahun 1948, dimulai mengusahakan kembali kebun ini, dengan lebih dahulu menebang segala semak-semak dan penutup lobang-lobang perlindungan jang digali tentera Djepang.
    Baharu dalam tahun 1949 dimulai mengganti tanam-tanaman jang mati jang berdjumlah ± 50% dari jang telah ada sebelum perang; serta mengadakan pesamaian kembali. Untuk mengganti jang mati dipakai bibit dari pesamaian jang sudah berumur beberapa tahun sebagai stumps. 2. Kebun Pertjobaan buah-buahan Tandjung Djati (Bindjei 28 m diatas laut.

Luas kebun Pertjobaan ini adalah 8,2112 ha. dan dipimpin 1 Mantri.
Dalam kebun ini berada:

1 rumah mantri
2 kantor sambil gudang.

Dimaksud akan mendirikan rumah buruh barang beberapa pintu. Dari tanaman buah-buahan jang telah banjak mati diwaktu perang, telah banjak pula disisip dengan bibit dari kebun Pertjobaan Gedong Djohore dan dari Djawa.

3. Kebun Pertjobaan sajur/bunga-bunga Kota Gadung (1300 dari permukaan laut.

Kebun ini mempunjai luas 2.1 ha dan terletak diantara Brastagi dan Kabandjahe. Dalam kebun ini ada 1 rumah Pasanggarahan jang telah siap diperbaiki dan 1 rumah Mantri dan rumah buruh.

4. Kebun Pertjobaan buah-buahan Sukaradja ± 1000 m dari permukaan laut.

Kebun ini mempunjai luas 2 ha. dan terletak ± 35 ha. dari Kabandjahe dikaki gunung Sinabung didaerah perkebunan djeruk Keprok jang terkenal diseantero Sumatera Utara.

5. Kebun Pertjobaan buah-buahan Marihat + 430 m. diatas laut.

Kebun ini mempunjai luas 10 ha, tetapi jang chusus didjadikan kebun buah-buahan hanjalah 1,25 ha, selainnja teruntuk sawah, tanaman muda dan perikanan.

6. Kebun Pertjobaan Simandjarundjung 170 m diatas permukaan laut.

Kebun pertjobaan ini mempunjai luas 5½ ha dan mempunjai persediaan perluasan (reserve) 2 ha lagi. Kebun pertjobaan ini baharu pada achir 1951 diperdapat dan diistimewakan untuk kebun pertjobaan dan pembibitan.

7. Kebun Pertjobaan buah-buahan Sipaku dekat Tandjung Balai 10 m diatas permukaan laut.

Luas kebun pertjobaan ini adalah 1,5 ha, dan ditanami dengan collectie buah-buahan.

8. Kebun Pertjobaan Aek Tapa dekat Rantau Prapat 40 m diatas permukaan laut.

B. Tapanuli.

1. Kebun Pertjobaan Huta Radja, tinggi dari muka laut 1200 m.

Kebun Pertjobaan ini baharu pada achir 1951 kembali kepada Djawatan Pertanian terletak ditepi djalan besar antara Tarutung dan Siborong-borong dan dimaksud untuk mendjadikan zaadhoeve, dan beberapa ha akan disediakan untuk pertjobaan pelbagai djenis pohon buah-buahan untuk tanah dingin dan djuga untuk sajur-majur dan bunga-bunga. 2. Kebun Pertjobaan Mangga di Tomok tinggi 908 m dari muka laut.

Kebun Pertjobaan ini terletak dipinggir Timur Danau Toba, di Pulau Samosir jang agak kering hawanja dan mempunjai luas ± 1 Ha.

3. Kebun Pertjobaan dan pembibitan buah-buahan Rianiate, tinggi 906 m dari muka laut.

Kebun Pertjobaan ini terletak dipinggir Barat Danau Toba dipulau Samosir, dan mempunjai luas ± 2 ha. dan didirikan dalam tahun 1939.

4. Kebun Pertjobaan Mangga di Sekolah Pertanian Sibarani tinggi dari muka laut 920 meter.

Kebun pertjobaan ini terletak dipinggir Danau Toba dalam pekarangan Sekolah Pertanian Sibarani dekat Balige.

5. Kebun Pertjobaan dalam sekolah Pertanian Padang Balangka, tinggi dari muka laut ± 500 meter.

Dalam pekarangan Sekolah Pertanian Padang Belangka Padang Sidempuan ada 7.5 ha penanaman buah-buahan dan sajur majur jang sesudah pendudukan Djepang banjak mendapat kerusakan.

6. Kebun Pertjobaan Djeruk Lbn. Djulu, tinggi 1100 m. dari muka laut.

Selain daripada itu telah dibuka pada empat tempat Pertjobaan Perusahaan Tanah Kering, jaitu 1. Tigapanah, Kabupaten Tanah Karo; 2. Udjung Bandar, Kabupaten Labuhan Batu; 3. Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara dan 4. Simagomago, Kabupaten Tapanuli Selatan.


C. Atjeh.

Didaerah Atjeh hanja kedapatan 1 Kebun Pertjobaan — pembibitan buah-buahan luas 4 ha. jaitu di Sareë ± 100 — 150 m. dari muka laut, Kewedanaan Seulimeum Kabupaten Atjeh Besar, jang pada achir tahun 1951 diadakan persiapan untuk memulihkan (rehabilitasi). Sebagai usaha pertama telah disemaikan untuk didjadikan onderstammen:

Mangga : 10.000 batang.
Rambutan : 15.000 batang.
Djeruk : 10,000 batang.


XII. USAHA-USAHA DILAPANGAN PERTANIAN.

Usaha-usaha dalam lapangan pertanian untuk mempertinggi produksi ialah memperluas dan mempertinggi hasil per ha tanaman.

Memperluas tanaman dapat diusahakan apabila disamping pengairan-pengairan besar dibuka pengairan ketjil. Dengan ini diharapkan luas tanaman dapat bertambah di Sumatera Timur seluas 57.000 ha, di Atjeh 28.000 ha dan di Tapanuli 70.000 ha. Bila dari setiap 1 ha sawah ini dapat diharapkan hasil 1 ton beras, maka hasil seluruhnja sudah dapat dinaikkan dengan 155.000 ton beras, suatu djumlah jang telah dapat menutupi kekurangan setahun seperti adanja dalam tahun ini.

Dalam usaha mempertinggi hasil setiap ha ini termasuk :

  1. memperbaiki pengairan jang rusak. Di Sumatera Utara misalnja hampir 80.000 ha sawah menderita kekurangan air. Bila dengan perbaikan pengairan dapat dinaikkan hasil 10% maka ini berarti kenaikan sebanjak 10% × 8000 X 15 qt beras = 12.000 ton beras setiap tahun.
    Apalagi djika sebagian dari perladangan jang sekarang dapat diairi (menurut taksiran sekurang-kurangnja 10 % dapat diairi) maka akan diperoleh sawah seluas 18.000 ha jang berarti penambahan produksi ± 8.000 ton beras setahun.
  2. mengadakan stasion buat seleksi bibit. Tjara memusatkan seleksi di Bogor seperti sekarang melambatkan kemadjuan dalam soal meratanja pembibitan jang baik dan murni. Seiring dengan ini, mengadakan kebun-kebun pembibitan jang dapat memenuhi hadjat para petani akan bibit-bibit jang terpilih baik-baik. Dalam rentjana ini termasuk usaha mengadakan pembibitan tanaman jang masuk perdagangan, seperti kopi, lada, kulit manis, tjengkeh, rami, kapas, nilam, tembakau, kemenjan dan kelapa.
  3. memperbanjak pemakaian pupuk. Hasil-hasil pertjobaan di Sumatera Timur menundjukkan bahwa dengan mempergunakan pupuk DS 1 q untuk 1 ha, hasil padi bertambah 3 à 6 q gabah kering.
    Di Kabupaten Simelungun, pemakaian pupuk SS (superstikfos) 1 q/ha padi ladang dapat menambah 6 q gabah. Demikian djuga pupuk 2A, Agrofos dan pupuk hidjau menambah tinggi hasil padi.
  4. memperbaiki tjara mengusahakan tanah-tanah kering.
  5. mempergiat pembanterasan hama penjakit dan gangguan tanaman.
  6. memperbanjak Balai Pendidikan Masjarakat Desa (B.P.M.D.).
  7. mengadakan kursus-kursus mantri dan lain-lain.
  8. mendirikan sekolah-sekoiah tani diantaranja Sekolah Pertanian Menengah Atas (S.P.M.A.).
  9. mengadakan sajembara.
  10. Demonstrasi-demonstrasi dan penerangan-penerangan.
  11. menjediakan alat-alat pertanian jang baik dan menudju mekanisasi pertanian rakjat.
Sebagian usaha-usaha tersebut telah berdjalan dan sebahagian masih dalam rentjana atau persiapan. Pelaksanaan semua bergantung kepada factor-factor keuangan, tenaga-tenaga ahli dan alat-alat perlengkapan Djawatan Pertanian Rakjat dengan bekerdja-sama dengan djawatan-djawatan lain.

KOPERASI RAKJAT.

„Koperasi” sebagai istilah sudah umum kita kenal chususnja di Sumatera Utara, sedjak sebelum perang jakni semasa pendjadjahan Hindia-Belanda. Akan tetapi kita dizaman itu tidak mengenal banjak tentang koperasi itu didalam pertumbuhannja sebagai suatu organisasi atau badan usaha jang bertindak dilapangan perekonomian.

Bagaimana lemah dan miskinnja kita dilapangan perekonomian semasa kolonial Hindia Belanda dulu, sudahlah tjukup dimaklumi. Dan sedianja, kalau koperasi itu sudah dari mulanja dikembangkan dan dapat berkembang sebagaimana lajaknja ditengah-tengah rakjat jang miskin-modal ini, maka barang tentu keadaan perekonomian kita jang diwariskan oleh masa jang lampau itu tidak seburuk sekarang.

Dari satu pihak kita dapat melihat sedjarah jang mengutarakan, bahwa pengertian (idee) berkoperasi itu sebenarnjalah didatangkan kepada kita semasa kolonial dan djustru dimana kita sangat mengalami kemiskinan modal. Akan tetapi dipihak lain kitapun dapat pula melihat, bahwa idee jang didatangkan itu telah tidak banjak dapat menolong, dimana kepentingan- kepentingan kolonial sebenarnja lebih banjak bertumbuk dengan kepentingan- kepentingan rakjat sendiri jang tertindas!

Mula pertama mengenai koperasi di Indonesia adalah suatu peraturan jang semata-mata dilakukan untuk perkumpulan koperasi, jaitu „Peraturan tentang perkumpulan koperasi” jang diumumkan dalam Staatsblad 1915 No. 431, jang sama bunjinja dengan Undang-undang Koperasi tahun 1876 dinegeri Belanda.

Peraturan sedemikian kenjataan djua tidak sesuai dengan keadaan penduduk di Indonesia, sehingga untuk melaksanakannja, tertumbuklah orang dengan berbagai-bagai kesulitan. Kesudahannja usaha-usaha rakjat untuk memadjukan gerakan koperasi — jang sebenarnja adalah satu-satunja tumpuan pengharapannja jang terbaik untuk perbaikan perekonomiannja — menemui kegagalan.

Oleh pihak berkuasa (Pemerintah), lalu diperbuat peraturan baru mengenai koperasi, jaitu „Peraturan Perkumpulan Koperasi Bumiputra” (Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen) jang diumumkan dalam Staatsblad 1927 No. 91.

Dalam peraturan jang baru ini, Pemerintah disamping mengadakan dasar-dasar hukum koperasi jang sesuai dengan keadaan dinegeri ini, mendidik pula anak negeri untuk mentjapai pengertian berkoperasi. Pemerintah memberikan pimpinan dan penerangan tentang dasar-dasar koperasi, memberikan beberapa kelonggaran (kelonggaran tentang segel, pembebasan padjak), mengawasi dan memeriksa urusan perusahaan dan sebagainja.

Peraturan Staatsblad 1927 No. 91 itu diubah pula kemudian dengan peraturan Staatsblad 1949 No. 179 dan ini djugalah jang dipakai sampai pada waktu sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Oleh Pemerintah kita sudan pula selesai diperbuat suatu rentjana Undang-undang baru, akan tetapi hingga saat uraian ini disusun belum mendapat pengesahan dari Parlemen.

Adapun tugas untuk menjelenggarakan apa jang termasuk dalam Peraturan Koperasi dimasa Hindia Belanda dahulu diserahkan mulamula kepada Kepala Volkscredietwezen jang bergelar Adviseur voor het Volkscredietwezen. Dan dengan datangnja perobahan peraturan dengan Staatsblad 1927 No. 91, gelar pendjabat itu diubah pula mendjadi Adviseur voor Volkscredietwezen en Coöperatie dan orangnja ialah dr. J.H. Boeke, jang dapat pula dipandang sebagai „bapa” Peraturan Perkumpulan Koperasi Bumiputra.

Djawatan Koperasi (Cooperatiedienst) jang sebenarnja baru terbentuk pada tahun 1930. Djawatan tersebut termasuk kepada Volkscredietwezen, suatu bahagian dari Departement Binnenlandsch Bestuur (Pemerintahan Dalam Negeri). Djadi dengan demikian Djawatan Koperasipun masuk bahagian pemerintahan dalam negeri djuga.

Dalam tahun 1939 Djawatan Koperasi diubah mendjadi Dienst voor Coöperatie en Binnenlanůsche Handel dan dengan demikian mendjadi sebahagian dari Departement Economische Zaken.

Dalam tahun berikutnja (1940) diadakan pegawainja untuk propinsipropinsi Djawa/Madura, jang bergelar Gewestelijk Ambtenaar. Untuk Sumatera — jang waktu itu adalah suatu gouvernement — didudukkan djuga seorang Gewestelijk Ambtenaar, jaitu bertempat di Palembang.

Hingga balatentara Djepang mendarat, maka selama pendudukan balatentara ini, boleh dikatakan diseluruh Sumatera tiada didapati Djawatan Koperasi. Baru sesudah Proklamasi Kemerdekaan, oleh Djawatan Koperasi jang berpusat di Djokja, dimulai kembali pembukaan tjabang-tjabang di daerah-daerah.

Djawatan Koperasi untuk didaerah Sumatera Timur bertempat di Tebing Tinggi, untuk daerah Tapanuli di Sibolga, sedang Pematang Siantar mendjadi tempat kedudukan Djawatan Koperasi untuk Propinsi Sumatera.

Didaerah pendudukan tentara Belanda di Medan dibentuk pula kembali Dienst voor Coöperatie en Binnenlandsche Handel, jaitu untuk daerah Sumatera Timur. Dan dengan terbentuknja Negara Sumatera Timur, djawatan ini diubah namanja mendjadi Djawatan Koperasi dan Perniagaan Dalam Negeri.

Hingga terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka Djawatan Koperasi dan Perniagaan Dalam Negeri untuk daerah Sumatera Timur tersebut diubah achirnja mendjadi Inspeksi Koperasi Sumatera Utara, jang daerah kuwasaannja meliputi propinsi Sumatera Utara. Dan daripadanja, bahagian Perniagaan Dalam Negeri dimasukkan kepada Djawatan Organisasi Usaha Rakjat, jang dipropinsi Sumatera Utara diwakili oleh Inspeksi Organisasi Usaha Rakjat.

Apa jang dapat ditarik sekarang dalam hal ini sebagai perbandingan antara perkembangan sebelum perang dengan perkembangan sesudah Indonesia Merdeka ialah, bahwa kesempatan untuk memadjukan usaha koperasi dikalangan rakjat jang luas, njata bertambah besar dan memang telah digunakan djuga sedapat-dapatnja.

Kalau sebelum perang semasa Hindia-Belanda, hanja ada 1 orang pegawai Pemerintah, jaitu jang berkedudukan di Palembang, untuk mengurus hal-hal jang mengenai koperasi buah satu pulau Sumatera, maka sekarang Inspeksi jang meliputi daerah propinsi Sumatera Utara sadja malah diatur landjutannja kebawah, dengan Tjabang- tjabang Inspeksi ditiap-tiap daerah Kabupaten.

Akan tetapi djangan pula dikira, bahwa segala sesuatu dalam hubungan pembukaan Tjabang-tjabang Inspeksi ditiap-tiap Kabupaten itu adalah muda dan telah dilangsungkan dengan lantjar begitu sadja.!

Terutama sekali kesulitan jang harus dirasai ialah dilapangan persediaan tenaga jang memenuhi sjarat untuk memimpin Tjabangtjabang Inspeksi itu. Sebab mereka setidak tidaknja harus tamatan M.U.L.O. (sebelum perang) ataupun S.M.P. itupun sesudah mendjadi pegawai, diharuskan mengikuti applicatiecursus selama 1 bulan dan optrekcursus selama 3 bulan, jang diadakan baik di Bogor maupun di Bukittinggi.

Berhubung dengan kesulitan tentang tenaga jang memenuhi sjarat itu, maka hingga saat uraian ini disusun, baru 9 buah Tjabang Inspeksi sadja jang dapat dibuka dipropinsi Sumatera Utara, jaitu di:

  1. Kabupaten Deli Serdang (Medan)
  2. Kabupaten Tanah Karo (Kabandjahe)
  3. Kabupaten Labuhan Batu (Rantau Prapat)
  4. Kabupaten Simelungun (Pematang Siantar)
  5. Kabupaten Tapanuli Utara (Tarutung)
  6. Kabupaten Tapanuli Tengah/Nias (Sibolga)
  7. Kabupaten Tapanuli Selatan (Padangsidempuan )
  8. Kabupaten Atjeh Timur (Langsa) dan
  9. Kabupaten Atjeh Barat (Meulaboh).

Sebenarnja Koperasi itu sebagai organisasi atau badan usaha dilapangan perekonomian, membutuhkan pengertian atau realisasi, jang tidak mudah ditjapai begitu sadja oleh setiap orang, sekalipun sudah tidak lagi butahuruf ataupun sudah terpeladjar. Ini pula menegaskan sebaliknja, bahwa semakinlah koperasi itu tidak dapat diharapkan berkembang madju ditengah-tengah masjarakat jang butahuruf dan pitjik pengetahuannja!

Demikianlah keadaan semasa Hindia Belanda, prosentase butahuruf adalah sedemikian besarnja sebagai ukuran kepitjikan ketjerdasan dikalangan massa rakjat. Dalam pada itu pulalah aktivitet pengembangan koperasi itu, baik didalam usaha maupun didalam pengertian, adalah minimaal sekali, sehingga tidaklah mengherankan, kalau perkembangan koperasi jang diwariskan dari zaman Hindia-Belanda itu telah tidak dapat mentjatat angka kemadjuan jang lumajan.

Dimana sadja gerakan koperasi itu ada, maka kemadjuan jang ditjapainja adalah sebenarnja buat sebagian besar tergantung pada tingkat pengetahuan jang sudah lumajan dari rakjat umum. Begitulah di Denmark, dinegeri Belanda, Swedia, Amerika dan lain- lain negeri Barat. Dari sana dapat dikatakan dengan pendek koperasi madju sedjadjar dengan pengetahuan rakjatnja .

Belum begitu dengan kita di Utara. Indonesia, chususnja di Sumatera utara.

Segera sesudah dibuka kembali perwakilan Djawatan Koperasi didaerah ini, maka dilakukanlah pemeriksaan terhadap perkumpulanperkumpulan Koperasi jang didapati didaerah ini, baik jang didirikan sedjak sebelum perang, maupun sedjak pendudukan Djepang atau sesudah Proklamasi Kemerdekaan.

Ternjata, bahwa sebahagian besar - untuk tidak dikatakan semuanja - perkumpulan-perkumpulan Koperasi itu adalah namanja sadja ,,Koperasi", padahal organisasinja, sifatnja dan usahanja adalah bertentangan dengan dasar-dasar koperasi, sebagaimana termaktub didalam Peraturan Koperasi.

Untuk apa koperasi sebenarnja dan apa gunanja didirikan bagi mereka-mereka jang mendjadi anggotanja, adalah sedikit sekali, dipahami.

Suatu kenjataan ialah, bahwa kebanjakan diantara perkumpulanperkumpulan Koperasi itu tiada lama umurnja.

Disamping kurangnja pengertian, jang mendjadi halangan terbesar bagi kelangsungan hidup Koperasi itu, tidaklah pula djarang kedapatan, bahwa pengurus-pengurusnja tiada lurus, sedang anggota-anggota tiada setia.

Dalam pada itu orang lekas sadja menagih bukti faedah dan manfaat dari koperasi itu . Pada hal mestinja haruslah diketahui, bahwa lain dari perkumpulan-perkumpulan dagang jang lain, maka suatu perkumpulan Koperasi, jang biasanja didirikan oleh orang-orang jang lemah ekonominja, tidak akan memperlihatkan buktinja jang njata dalam tempoh 1-2 tahun sadja. Begitu di Indonesia, pun begitu diluar Indonesia!

Bukti jang sebenarnja pada sesuatu perkumpulan koperasi bukanlah datang dari orang-orang lain atau dari pihak berkuasa (Pemerintah), melainkan haruslah dari anggota-anggota perkumpulan koperasi itu sendiri. Kalau dilibatkan djuga disini Pemerintah, maka soalnja adalah, bahwa Pemerintah hanja memberikan pimpinan dan petundjuk serta dimana perlu, setelah perkumpulan koperasi itu sendiri menundjukkan kemauan dan bukti keuletannja, Pemerintah dapat membantunja dengan pindjaman (kredit). Djadi koperasi itu sendiri harus bekerdja menurut dasar-dasar koperasi, patuh kepada peraturan-peraturan jang telah ditetapkannja dan sebagainja.

Oleh sebab itu pula, sebelum pembuktian itu dipenuhi, djanganlah orang lekas- lekas menjangsikan, apakah benar koperasi dapat memperbaiki kehidupan rakjat?

595

Maka dari adanja kesangsian sedemikian, disamping keketjewaan tentang kedjudjuran para pengurus dan lain-lainnja, dapatlah dipahami, bahwa tugas pertama dan jang terpenting dipikul oleh Djawatan Koperasi sesudah Indonesia-Merdeka, chususnja di Sumatera Utara, ialah mengembalikan kepertjajaan rakjat kepada koperasi! Dalam hubungan ini penting sekali arti penerangan-penerangan jang dapat mentjapai hati ketjil rakjat.

Segera disamping penerangan-penerangan itu, maka diberikanlah pula bimbingan kepada pengurus-pengurus dan para anggota perkumpulan-perkumpulan koperasi jang sudah ada itu, untuk memperbaiki anggaran dasarnja, agar sesuai dengan Peraturan Koperasi, hingga kelak dapat disjahkan sebagai suatu perkumpulan koperasi jang sewadjarnja.

Dalam rangkaian bimbingan jang diberikan itu, penting pula adanja pendidikan kader-kader koperasi.

Akan tetapi soal inipun telah tidak pula mudah dipetjahkan, dimana tenaga-tenaga pengadjar untuk Kursus Kader Koperasi (K.K.K.) itu harus terdiri atas pegawai-pegawai Tjabang Inspeksi Koperasi dimasing-masing Kabupaten. Seperti sudah dikatakan, mentjari tenaga-tenaga jang memenuhi sjarat untuk memimpin Tjabang-tjabang Inspeksi ditiap-tiap Kabupaten itu sadja sudah tidak sedikit menemui kesulitan-kesulitan.

Ada djuga satu dua Kabupaten jang dapat mengatasi kesulitan tentang persediaan tenaga jang memenuhi sjarat itu. Akan tetapi usaha berikutnja tertumbuk lagi dengan kesulitan jang lain, jaitu ketiadaan tempat ruangan bagi penjelenggaraan kursus.

Menurut jang diaturkan, ruangan untuk tempat melangsungkan Kursus Kader Koperasi itu hanja boleh didapatkan dengan djalan sewa, tidak boleh didirikan.

Setelah bermatjam-matjam usaha dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut, tetapi tidak djuga berhasil, sedang perkumpulau-perkumpulan koperasi terus djua mendesak, supaja K.K.K. itu lekas dapat dilangsungkan, maka dalam bulan Nopember tahun 1952 diadakanlah suatu rapat antara Inspeksi Koperasi Sumatera Utara dengan perkumpulan-perkumpulan Koperasi didaerah Sumatera Timur, jang agak kuat keuangannja.

Rapat ini mengambil keputusan untuk mendirikan sadja sebuah gedung darurat, jang ditaksir harganja Rp. 16.500.— Biaja untuk itu ditanggung oleh Koperasi-koperasi itu sendiri.

Inspeksi Koperasi sendiri dapat menjediakan tenaga-tenaga untuk memberikan peladjaran.

Setelah kesulitan-kesulitan achirnja dapat diatasi dengan djalan demikian, maka didirikanlah gedung darurat itu di Medan dan pada tanggal 15 Desember 1952 dapatlah K.K.K. itu dimulai dengan angkatan pertama, jang terdiri atas 42 orang murid. Murid-murid ini terlebih dulu diambil dari koperasi-koperasi jang turut membiajai pendirian gedung darurat itu. Sjarat-sjarat untuk diterima beladjar pada K.K.K. itu ialah : a. setidak- tidaknja tamat Sekolah Rakjat b. berumur serendah -rendahnja 25 tahun dan C. anggota atau pengurus dari sesuatu Koperasi.

Djika tempat masih mengizinkan, maka orang -orang jang mempunjai minat jang penuh kepada gerakan koperasipun dapat djuga diterima beladjar.

Mereka jang mengikuti K.K.K. itu sebagai peladjar, tidaklah sesudah lulus lantas mendjadi pegawai Djawatan Koperasi, melainkan kembali kekoperasinja masing-masing untuk memperbaiki organisasi maupun pembukaan koperasi-koperasi itu. Selain daripada itu mereka dapat dipertjajakan oleh Djawatan Koperasi untuk memberikan penerangan-penerangan tentang Koperasi didalam daerahnja kepada penduduk jang hendak mendirikan perkumpulan koperasi .

Oleh karena tiap-tiap kursus itu lamanja hanja 1 bulan, maka pada tanggal 17 Djanuari 1953 berachirlah K.K.K. angkatan pertama tersebut dengan hasil 33 orang lulus dan 9 orang tidak lulus.

Hasil angkatan pertama itu sungguh memuaskan. Setelah dilakukan pemeriksaan, kenjataan , bahwa mereka jang telah mengikuti K.K.K. itu telah memperbaiki pembukuan - pembukuan dan organisasi-organisasi koperasi mereka masing-masing. Dan seperti jang diharapkan semula, merekapun telah banjak pula memberikan penerangan- penerangan dan petundjuk-petundjuk kepada orang-orang jang hendak mendirikan perkumpulan- perkumpulan koperasi didalam daerahnja ataupun memberikan bantuan-bantuan kepada koperasi - koperasi jang telah berdiri .

Pada tanggal 26 Djanuari 1953 K.K.K. tersebut dilandjutkan dengan angkatan kedua , dengan djumlah murid 32 orang. Didalamnja turut 2 orang murid dari Atjeh . Dan hasil angkatan kedua ini : 27 orang lulus,5 orang tidak lulus.

Dengan selesainja K.K.K. angkatan kedua ini sadja sudah terdapat kader-kader koperasi di Sumatera Utara sedjumlah 42 + 32 = 74 orang, berasal dari kabupaten- kabupaten Deli Serdang ( 30 orang ) , Karo (17 orang) , Asahan ( 11 orang) , Labuhanbatu ( 2 orang) , Simelungun (12 orang ) , Atjeh Utara ( 1 orang ) , dan Atjeh Pidië ( 1 orang) .

Menurut rantjangan Inspeksi Koperasi Sumatera Utara dalam tahun 1953 akan diadakan 12 angkatan peladjar lagi bagi K.K.K. tersebut. Dan djika masing-masing angkatan berdjumlah 35 orang, maka pada achir tahun 1953 tertjapailah djumlah kader koperasi di Sumatera Utara sebanjak 12 × 35 orang + 74 orang 494 orang .

Kalau kita kenangkan kembali disini , bahwa ketjerdasan belum meluas, malah masih djauh dari memadai dikalangan massa rakjat banjak kita, sedang pertumbuhan koperasi chususnja di Sumatera Utara baru sesudah Proklamasi Kemerdekaan mulai dikembangkan, maka sudah tentu djumlah kader seperti jang tertjatat diatas belum lagi mentjukupi benar-benar.

597

Akan tetapi suatu hal adalah njata, bahwa hasil baik pada permillaan usaha itulah jang mendjadi harapan baik pula terhadap perkembangan jang akan dihadapi selandjutnja.

Dengan mereka jang telah lulus dari K.K.K, tersebut, perhubungan dipelihara terus oleh Djawatan Koperasi. Jang demikian ini adalah penting sekali artinja, sebab dengan djalan begitu mereka terus-menerus dapat memupuk pengetahuan kekoperasiannja, jang dalam keadaan lain boleh djadi akan hilang kembali!

Demikianlah dengan usaha-usaha seperti tersebut diatas, maka sedikit gerakan koperasi dipropinsi Sumatera Utara dapat dialirkan kepada perkumpulan koperasi jang sebenarnja untuk mentjapai kembali kepertjajaan rakjat.

Pada malam mendjelang Hari Koperasi kedua — 12 Djuli 1952 — Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta dalam pidato radionja tarakan, bahwa pada achir tahun 1951 telah ada sedjumlah ± 6000 buah koperasi diseluruh Indonesia dengan mempunjai anggota sedjumlah 1 djuta orang, uang simpanan sebanjak Rp. 35.000.000,— dan uang tjadangan lebih kurang Rp. 11.500.000,—.

Adapun dari angka-angka tersebut Sumatera Utara mempunjai bahagian: 181 buah koperasi jang mempunjai anggota sedjumlah 18.183 orang, uang simpanan sebanjak Rp. 1.782.720.88 dan uang tjadangan Rp. 48.544,855.

Menurut statistik setengah tahun kemudian dari pada itu, djadi pada achir Djuni 1952 djumlah koperasi itu di Sumatera Utara meningkat mendjadi 295 buah dengan uang simpanan sedjumlah Rp 2,368.792,02

Djika djumlah tersebut dibandingkan dengan djumlah modal dari kaum importir misalnja, jang dapat mengimport barang-barang buatan luar negeri, memang „modal“ koperasi-koperasi ini mungkin hanja berupa beberapa titik air sadja. Akan tetapi satu hal sudah djelas, jaitu uang Jang ada pada koperasi-koperasi itu ialah uang „asli-Indonesia", kepunjaan orang-orang Indonesia 100%. Djika disebutkan Rp. 100.— ja memanglah Rp. 100.— jang dipunjai koperasi itu dan seterusnja. Tiada didalamnja pesero jang hanja didalam tas, belum berbajar, saham-saham blanko, melainkan jang ada — jang ada! Tiada uang jang diselundupkan kedalamnja dari orang-orang jang bertopeng kambing djinak, padahal sebenarnja serigala jang buas rakus.

Bolehlah diberanikan disini mentjatat, bahwa baru dalam 2—3 tahun sadja sesudah Indonesia Merdeka gerakan koperasi di Sumatera Utara ini dituntun dan dibimbing oleh djawatan Pemerintah, sudah dapat dilihat, bahwa ideologi dan pengertian koperasi didaerah propinsi ini mulai tertanam dengan baik ditengah-tengah topan dan pukulan-pukulan hebat dari pergolakan pertukaran konstellasi ekonomi djadjahan kesuatu bentuk ekonomi jang bersendikan kebangsaan.

Untuk masa depan pengertian dan keuletan berkoperasi itu adalah diharapkan lebih banjak lagi gandanja dari jang sudah-sudah, Njatanja adalah masih banjak lagi lapangan jang harus dimasuki oleh gerakan koperasi, chususnja di Sumatera Utara.

Dan kita tidak pula melihat sebab-sebab mengapa keharusan itu tidak akan dapat diisi.

Djustru pengalaman jang sudah-sudahlah, bagaimana sulitnja menggerakkan koperasi itu kiranja telah tjukup membuktikan dan menjedarkan bagi kita, bahwa dalam mentjari kemakmuran itu simanusia adalah berhadapan dengan alam jang kikir, jang tidak memberikan begitu sadja barang sesuatu. Tiap-tiap usaha meminta tenaga maupun biaja. Ini adalah hukum alam jang berupa undang-undang besi dalam penghidupan masjarakat.

Dalam pada itu memang dapat pula dilihat, bahwa dizaman peralihan ini jaitu dari segi perekonomian - dari jang berdasarkan politik djadjahan kepada jang berbentuk nasional - ada perseorangan-perseorangan maupun badan-badan jang dapat dengan sekali putar mendjadi kajaraja, akan tetapi tidak urung dengan bersilat pentjak, mengelakkan ketentuan-ketentuan jang diatur oleh Undang-undang Negara.

Sungguh dalam zaman peralihan ini sekali- sekali terasa dan terbukti, bahwa lebih mudah dan lekas mentjapai kekajaan sendiri itu dengan tidak segan-segan membelakangi kepentingan-kepentingan Negara dan Bangsa daripada dengan bekerdja diatas garis jang lurus dengan tidak merugikan- tak usahlah dahulu disebut ,,menguntungkan" Negara!

Akan tetapi, bagaimananjapun tidaklah disangsikan bahwa tjita-tjita kemakmuran jang merata dan perekonomian bersama jang berazaskan kekeluargaan itu djualah pada achirnja jang akan mentjapai kemenangan.

Dalam hal ini besarlah arti peranan jang dilakukan oleh para pentjinta dan para petugas perkumpulan-perkumpulan koperasi. Semakin sedar semakin bergiat mereka, semakin dekat dan semakin njata pulalah hasil kemenangan tjita-tjita koperasi itu!




599

KEHEWANAN DAN PETERNAKAN.

Letak, keadaan tanah dan penduduk.

Menurut letak geografis dan keadaan tanah, menurut keadaan dan kebiasaan penduduk, propinsi Sumatera Utara ternjata baik untuk didjadikan daerah pertjobaan dan tempat usaha pertama kearah peternakan modern jang lebih efficient dan produktif dari pada peternakan jang ada sekarang. Hal ini didjelaskan setjara ringkas dibawah ini.

Sumatera Utara jang luasnja hampir sama dengan pulau Djawa, disebelah timurnja terletak Selat Malaka, djalan laut jang paling banjak dilajari kapal di Indonesia. Kian lama kian terasa pentingnja selat ini sebagai djalan laut jang memperhubungkan negara-negara Eropah dan sekitar Laut Hindia dengan negara-negara di Pasifik.

Sumatera Utara tidak seluas Sumatera Tengah atau Sumatera Selatan, tetapi Sumatera Utara mempunjai complex tanah dataran-tinggti memandjang ketenggara sampai lewat pertengahan Tapanuli. Disini sedikit turun dan naik lagi untuk melandjutkan bukit barisan ke Sumatera Barat. Pandjang tanah tinggi ini ± 600 kilometer dan sebahagian besar lebarnja lebih dari 100 kilometer; disebelah utara makin keudjung lebih sempit,

Oleh lembah Alas, tanah-tinggi ini dibagi atas bagian utara dan selatan. Sebelah utara sebagai dataran jang terluas kita sebut dataran-tinggi Gajo dengan pusatnja Laut Tawar (1200 meter diatas permukaan laut). Sebelah selatan terletak dataran-tinggi Karo dipisahkan dari dataran-tinggi Toba oleh danau Toba (960 meter diatas permukaan laut). Tanah-tinggi jang luas ini, selain bagiannja jang datar, banjak bergunung-gunung dengan bukit-bukit barisan. Banjak tempat-tempat didataran-tinggi ini jang tingginja lebih 1000 meter, sedangkan ketimur dan kebarat berangsur-angsur makin rendah.

Disebelah barat terdapat dataran-rendah jang sempit dan dibeberapa tempat pegunungan sampai dekat laut, hanja disebelah selatan sekitar Natal ada bertambah lebar. Dataran-rendah sebelah timur di Atjeh djuga sempit, jang semakin luas di Sumatera Timur dan bertambah keselatan. Diselatan dataran-rendah itu meluas dan berangsur-angsur naik kebarat menudju dataran Padang Lawas.

Banjaknja dataran-tinggi ini dan tjukupnja turun hudjan menjebabkan banjak terdapat tenaga air jang akan mempermudah tumbuhnja industrialisasi di Sumatera Utara.

Sebagian besar daerah Sumatera masih terdiri dari hutan, lebih-lebih di Atjeh dimana hampir 75% dari tanah masih ditutup hutan. Selainnja banjak terdapat padang rumput. Atjeh terkenal dengan banjaknja padang-rumput jang dinamai „blang” (400.000 ha padang-rumput dan lebih dari 400.000 ha padang-rumput bertjampur belukar). Di Tapanuli djuga terdapat banjak padang-rumput terutama di Padang Lawas dan datarar-tinggi Toba. Demikian djuga di Sumatera Timur.

 Turun hudjan tjukup. Dibahagian Timur Atjeh sedang (20.000 m.m.
 Turun hudjan tjukup. Dibahagian Timur Atjeh sedang (2.000 m.m. - 3000 m.m.) dan dibahagian barat lebih banjak, bahkan dibeberapa tempat lebih dari 4000 m.m.
 Sekalipun daerah Sumatera Utara lebih ketjil dibandingkan dengan Sumatera Tengah atau Sumatera Selatan, djumlah penduduknja lebih banjak. Djumlah penduduk sekarang telah mendekati angka 5.000.000.
 Diantara penduduk jang umumnja beragama Islam, terdapat 1,2 djuta orang memeluk agama Kristen, sebahagian besar dari Tapanuli Utara. Dipulau Nias, tanah Karo dan Simelungun penduduk sebagian besar beragama Kristen, atau animisme. Penduduk umumnja gemar minum susu. Selainnja di Atjeh susu dibuat minjak samin; di Tapanuli Selatan susu diasamkan dalam bambu untuk membuat dadih sedangkan di Tapanuli Utara untuk memperoleh dadih ini dipergunakan bahan tjairan pengental dari beberapa tumbuh-tumbuhan. Dadih ini dimakan dengan nasi sebagai lauk.

Kearah mana peternakan harus ditudjukan :

"In agricultural countries with a high standard of living half or more of the arable land is used to raise food for farm animals"
(Dari : Introductory Economic Geography, oleh Klimm, Starkey and Race).


 Motto jang disebut diatas menundjukkan betapa besar ketinggalan kita dalam peternakan. Djika kita mau madju dalam peternakan bangsa-bangsa hewan jang ada pada kita sekarang dengan methode menternaknja harus dirombak sama sekali. Disini tidak pada tempatnja untuk mendjelaskannja, untuk ini dibutuhkan karangan tersendiri. Tjukup dikatakan, bahwa hatsil jang kita peroleh dari hewan kita berupa product, tenaga dan rabuk dibanding dengan pekerdjaan jang dibutuhkannja memberi tingkatan penghidupan jang paling rendah, lebih rendah lagi dari upah kuli dionderneming di Djawa dalam zaman Belanda.
 Ada memang beberapa perketjualian akan tetapi ini hanja sedikit sekali sadja dibanding dengan peternakan rationeel jang umum itu, dan perketjualian umumnja ada ditangan bangsa asing.
 Selainnja itu, pada umumnja dan jang terhebat dipulau Djawa jang padat penduduknja itu, hewan terpaksa hampir ditahan dirumah, jang empunja harus mentjari sendiri makanannja dan hewan jang hanja memberi sedikit hatsil itu tidak mengupahi tjukup pekerdjaan banjak jang dibutuhkannja.

 Djika kita mau meninggikan tingkatan sipemelihara hewan, kita harus mengambil bangsa-bangsa hewan dan tjara-tjara berternak jang efficient di Eropah, U.S.A. Australia dan New Sealand. Negara-negara ini semuanja terletak dizone jang sedang (gematigd klimaat) dengan iklimnja jang lebih dingin dari pada umumnja di negara-negara jang tropis.


601

Keistimewaan Sumatera Utara sebagai tempat permulaan pembangunan peternakan.

Komplex dari factor-factor jang telah dibitjarakan dalam bab „keadaan tanah dan penduduk” menundjukkan baiknja Sumatera Utara sebagai daerah dimana akan dimulai usaha-usaha pertama dan pertjobaan memperbaharui peternakan kearah peternakan jang rasioneel dan efficient.

Djika kita mau memindahkan hewan dari suatu daerah kedaerah lain jang djauh, kita harus memilih tempat jang paling sesuai iklimnja untuk menjingkirkan sedapat-dapatnja kerugian jang disebabkan oleh akklimatisasi. Dalam hal ini kita mau memindahkan hewan dari daerah jang sedang iklimnja, djadi tempat jang paling tjotjok ialah memilih daerah-daerah jang dingin (tinggi) di Negara kita jang tropis ini.

Dalam daerah tinggi jang luas di Sumatera Utara dengan tjukup variasinja kearah jang lebih panas memberi djaminan memperoleh banjak tempat jang paling tjotjok untuk ternak jang akan dimasukkan dari luar Negeri itu dengan kemungkinannja memperluas usaha setjara besar-besaran.

Djuga meniru animal industry dari Negara-negara jang sedang iklimnja lebih muda didaerah-daerah kita jang tinggi letaknja. Dalam hal ini kita ingat pertjobaan-pertjobaan membuat mentega di Bandung.

Umumnja hewan jang produktif itu asalnja dari tempat-tempat jang kurang atau sedang hudjannja. Daerah-daerah pegunungan Sumatera Utara umumnja tidak terlalu basah seperti sering kita dapati dilain-lain daerah pegunungan.

Sumatera Utara telah tjukup penduduknja untuk usaha pembangunan. Didaerah jang terlalu sedikit penduduknja sukar memulai usaha karena kekurangan tenaga pekerdja ataupun orang sipembeli. Dalam hal ini perlu disebut djuga Sumatera Barat jang dalam banjak hal sesuai keadaannja dengan Sumatera Utara kearah mana usaha akan mudah diperluas.

Daerah cultuur Deli dan Malaya dan kota Singapura jang besar memberi djaminan daerah sipembeli untuk hatsil peternakan jang diperoleh, Didaerah cultuur Deli dan Malaya terdapat specialisasi dalam produksi jaitu kearah perkebunan dan oleh karenanja membutuhkan banjak bahan makanan.

Banjaknja sipembeli akan bertambah lagi dengan dilaksanakannja rentjana pembangunan untuk pulau harapan ini. Selat Malaka jang banjak dilajari mempermudah pengangkutan hatsil.

Dalam zaman jang modern ini bukan diluar kemungkinan lagi mengangkut bahan-bahan makanan jang berharga dan lekas rusak seperti susu murni dan telor melalui udara. Danau Toba dan Laut Tawar dapat dipergunakan sebagai lapangan terbang jang murah.

Penduduk ekonomis tjukup kuat dan perspektif ekonominja tjukup djauh untuk menerima dan mengusahakan methode produksi baru. Didalam daerah jang terlalu miskin penduduknja sering pembangunan perusahaan tidak mungkin karena kurangnja modal. Telah umumnja minum susu atau makan bahan makanan dari susu mempermudah menerimanja peternakan sapi susu jang banjak menghasilkan.
 Untuk ini perlu ditjatat bahwa titik berat dari usaha memadjukan peternakan dinegara-negara jang telah tinggi tingkatan peternakannja diletakkan pada memperbaiki sapi susu.
 Padang-rumput jang banjak dapat dipergunakan untuk memadjukan setjara besar-besaran pemeliharaan hewan setjara extensif (lihat seterusnja bab jang berikut).
 Didaerah Gajo orang telah biasa mempergunakan kuda untuk pekerdjaan pertanian. Hal ini mempermudah mentjoba mempergunakan kuda-kuda Belgia jang besar itu untuk pertanian kita.
 Djawatan Kehewanan mudah memperoleh tempat-tempat pertjobaan peternakan atau perusahaan peternakan karena masih banjaknja tanah jang kosong.
Kearah mana usaha dapat ditudjukan.
 Telah sering diakui bhwa rakjat Indonesia umumnja, terutama di Djawa, hidup dalam keadaan chronis kekurangan makanan putih telur. Disamping makanan daging teristimewa harus diletakkan titik berat kepada susu dan telur. Dua matjam bahan makanan jang disebut dibelakang lebih-lebih dibutuhkan oleh baji dan anak jang belum dewasa. Perut baji sukar mentjerna bahan makanan jang biasa dimakan orang dewasa. Mendjadi umumnja minum susu akan sangat mempertinggi kesehatan baji dan mengurangi kematian baji jang begitu banjak.
 Perlu lagi disebut baiknja susu dan telur untuk menambah kekuatan badan sisakit jang oleh karenanja lebih mudah menjembuhkannja. Hal- hal jang diterangkan diatas mengatakan bahwa titik berat dari usaha Djawatan Kehewanan sekarang harus diletakkan kepada memperbanjak bahan makanan asal dari hewan dan tidak lagi seperti dulu tenaga hewan jang diutamakan. Tentu jang disebut dibelakang ini tetap memerlukan perhatian jang besar.
a. Perternakan extensif.
 Sungguhpun perkataan extensif kurang tepat didengar didalam dunia jang modern ini, peternakan extensif masih tetap mempunjai kedudukan jang sangat penting dalam dunia peternakan. Export bahanbahan asal dari hewan jang terbesar terdapat dari peternakan extensif di Australia, Argentina, Afrika Selatan dan lain-lain. Memang peternakan extensif inilah tjara jang paling mudah dan sederhana untuk membuat produktif suatu daerah jang luas dan masih sedikit penduduknja dengan mempergunakan paling sedikit tenaga.
 Seperti jang telah dikatakan diatas daerah Sumatera Utara mempunjai sangat banjak padang- rumput. Oleh karena hudjannja lebihbanjak dari pada kepulauan Timor, per hechtare dapat memberi makan lebih banjak hewan dari pada dikepulauan Timor tersebut. Didalamnja musim kering dikepulauan Timor sering terdapat hewan mendjadi kurus karena kekurangan air dan rumput . Dari padang- padang rumput di Sumatera Utara paling sedikit dapat hidup 1.000.000 hewan besar dengan memeliharanja seextensif-extensifnja. Ini menambah banjak kepada kekurangan chronis terdapat putihtelur di Indonesia.

Di Sumatera Utara peternakan extensif ini sudah banjak terdapat, djadi kita tidak perlu mengadakan pertjobaan lagi (jang biasanja memakan banjak waktu dan modal). Tjukup meluaskannja sadja, dalam hal ini dapat diambil tjontoh dan pengalaman jang diperoleh dikepulauan Timor. Untuk peternakan extensif ini sementara dapat kita pergunakan djenis-djenis hewan kita sendiri dan akan memberi tjukup penghasilan untuk jang mengusahakannja lebih baik djika kita perbaiki dengan hewan jang lebih tjepat besar.

Pertanian djauh lebih banjak memberi hatsil dari suatu kesatuan tanah dari pada peternakan extensif. Dengan bertambahnja penduduk akan lebih banjak mempergunakan tanah dan oleh karenanja peternakan extensif lambat laun harus diganti dengan jang intensif.

Termasuk golongan peternakan extensif ini djuga pemeliharaan domba bulu jang dapat ditjoba lagi didaerah-daerah diatas 1000 meter disekitar Danau Toba dan Laut Tawar.

b. Peternakan sapi susu dan kambing susu.

Di Sumatera Utara ada banjak terdapat perusahaan susu jang mempergunakan sapi -sapi Hindia. Bangsa hewan ini harus diganti dengan bangsa sapi Belanda jang djauh lebih produktif. Sudah banjak pengalaman tentang pemeliharaan bangsa sapi ini di Djawa. Apa masih ada tinggal sapi Belanda berasal dari perusahaan susu di Medan jang mempergunakan bangsa itu kita tidak tahu.

Dalam memadjukan perusahaan susu untuk mengurangi ongkos dan mempertjepat tambah banjaknja disamping memasukkan sapi-sapi djantan dan betina peranakan sapi Belanda dari Djawa jang dikawinkan dengan sapi - sapi djantan tulen tadi.

Kita tidak boleh terus-menerus tergantung dari pemasukan hewan dari luar negeri untuk memperbaiki sapi Belanda jang sudah ada dinegeri kita seperti jang terdjadi dalam zaman Belanda. Dinegeri kita jang tropis ini achirnja harus kita dapat selekteer sapi susu jang menghasilkan banjak diantara sapi jang sudah lama turun-temurun disini dan sudah menjesuaikan dirinja pada iklimnja .

Tentang pemeliharaan sapi susu Belanda di Indonesia sebagian besar stadium pertjobaan telah dilewati dan telah dapat kita mulai memasukan sapi Belanda setjara banjak-banjak.

Peternakan kambing untuk para petani ketjil susu djuga perlu diperhatikan teristimewa

c. Peternakan unggas bertelur.

Djika vaccin pseudopest-burung jang ditjobakan di Bogor terdapat baik terbukalah djalan untuk memadjukan peternakan ajam dengan hampir tidak ada batasnja . Iklim jang tropis memberi djaminan tidak adanja musim kekurangan makanan . Bangsa ajam jang hasilkan banjak telur dari luar negeri dapat dimasukkan lebih dulu kedaerah-daerah dingin di Sumatera Utara.

Tentang itik kita telah mempunjai bangsa jang baik pada itik asli kita. Tinggal lagi menjempurnakannja¸

d. Peternakan hewan pekerdja.

Kuda jang besar-besar seperti terdapat dinegara-negara jang sedang iklimnja (tjontoh kuda Belgia) djauh lebih efficient sebagai hewan pekerdja untuk pertanian dari pada lembu. Memang dari besarnja sadja (belum dari lebih tjepatnja) ini sudah terang, lembu pekerdja kita umumnja hanja 1/5 sampai 1/3 berat kuda pekerdja Belgia itu.

Tinggal sekarang pertanjaan apakah kuda Belgia itu dapat hidup dengan baik di Indonesia, untuk ini daerah-daerah dataran-tinggi jang luas di Sumatera sangat baik sebagai tempat pertjobaan. Teristimewa dalam hal ini dibutuhkan kedataran dan keluasan supaja kekuatan dan ketjepatannja tjukup menguntungkan. Pertjobaan diluaskan kedaerahdaerah jang lebih rendah djika terbukti pertjobaan ini berhasil.

Kebiasaan orang didaerah Gajo mempergunakan kuda untuk pertanian memberi harapan baik kepada pertjobaan ini. Kerbau sukar akan diganti oleh hewan lain ditanah sawah jang dalam lumpurnja. Dinegaranegara jang modern, banjak penduduknja dan tanah datarnja kurang luas terbukti hewan masih tetap mempertahankan kedudukannja dalam pekcidjaan pertanian seperti kita dapati di Eropah Barat .

e. Peternakan babi.

Dikalangan penduduk Sumatera Utara jang beragama Kristen atau Animis dapat dimadjukan peternakan babi, hewan jang banjak hatsilnja sebagai hewan potongan. Djuga disini d.butuhkan perbaikan dari djenis-djenis babi luar-negeri jang djauh lebih besar. Ampas dari fabrik-fabrik jang mengerdjakan hatsil pertanian dapat dipergunakan oleh ternak itu.

f. Peternakan lain.

Peternakan lain sedikit sekali artinja dikemudian hari sehingga kita tidak bitjarakan disini. Kambing potongan seandainja adalah hewan jang paling onproduktif jang kita kenal. Tentu djika kita katakan sapi susu sudah diborongnja djuga sebagai potongan dan untuk rabuknja, sungguhpun kearah susu jang diperfeksioneer. Begitu djuga halnja dengan matjam- matjam peternakan lain.

Hewan jang dimasukkan kedaerah-daerah jang tinggi itu lambat laun dengan sendirinja akan berkembang ketempat- tempat jang lebih rendah dan achinja akan membiasakan dirinja djuga ditempat jang panas. Pekerdjaan Djawatan Kehewananlah untuk mengadakan seleksi jang sebaik-baiknja diantara hewan ini sehingga achirnja memperoleh bangsa hewan jang tetap mempertahankan atau memperbaiki produksinja didaerah jang lain iklimnja dari tempat asalnja itu.

 Di Sumatera Utara Djawatan Kehewanan dapat membuat usaha jang dimulai dengan kombinasi mempraktekkan perternakan extensif setjara besar-besaran dan pertjobaan-pertjobaan perternakan intensif dengan mempergunakan bangsa-bangsa hewan dari luar Negeri jang satu mendjadi buffer terhadap jang lain, artinja menangkap kerugiankerugian jang selalu dialami dalam pertjobaan- pertjobaan jang meminta waktu jang lama.

Kepegawaian.

 Bahwa Sumatera Utara dalam zaman Belanda sudah terhitung daerah jang penting tentang perternakan terbukti dari banjaknja pegawainja jang hanja dilebihi oleh kepulauan Timor.

 Di Sumatera Utara dalam tahun 1940 ada 14 Dokter Hewan ditambah dengan Inspektur untuk Sumatera di Medan.

 Diantara jang 14 orang itu terdapat 5 orang di Tapanuli dan 3 orang di Sumatera Timur. Atjeh jang lebih luas dan dipandang dari sudut perternakan tidak kalah pentingnja dengan Tapanuli hanja mempunjai 3 Dokter Hewan, djumlah mana dipandang sama sekali tidak tjukup dan oleh Dokter Hewan Kepala Daerah waktu itu telah dibuat lapuran tentang itu akan tetapi berhubung dengan datangnja perang belum dapat diperbaiki.


Adanja pegawai Djawatan Kehewanan di Sumatera

Utara dalam tahun 1940.


Dokter Mantri Djuru Pegawai
Hewan Hewan Pemeriksa adminis-
daging trasi
Atjeh 3 13 4 1
Tapanuli 5 9 23 1
Sumatera Timur 3) 3 22 1
Kota Medan 2) 2 ѵ 1 ?
Pematang Siantar 1) - 1 ?
Djumlah : 14 29 51 3

  √ Mantri laboratorium dan „Mantri voor het Voerwezen”.


 Selainnja 6 Dokter Hewan di Sumatera Timur dan kota-kotanja tersebut diatas beberapa perkebunan jang besar masih mempunjai Dokter Hewannja sendiri- sendiri.

 Dizaman pendudukan Djepang, urusan kehewanan ini mengalami kemunduran, sampai kezaman kemerdekaan.

 Beberapa tahun tidak seorangpun Dokter Hewan melakukan tugasnja sampai tanggal 23 Agustus 1949, Dokter Sahar diangkat mendjadi Inspektur Djawatan Kehewanan Propinsi Sumatera Utara, dibantu oleh Dokter Hewan B. Napitupulu. Oleh karena sukarnja perhubungan kedaerah-daerah Tapanuli dan Sumatera Timur, kedua Dokter Hewan tersebut praktis hanja mendjalankan pekerdjaan didaerah Atjeh.

Kursus Mantri Hewan.

Dalam pembangunan Djawatan Kehewanan di Atjeh dan Tapanuli dialami kekurangan tenaga Mantri. Karena itu dibuka kursus, dimana tenaga-tenaga dimaksud dapat dididik. Di Atjeh didikan telah selesai dan kekurangan Mantri pun telah dapat dipenuhi.

Pada achir tahun kursus di Tapanuli masih terus berlangsung dan belum dapat menghasilkan Mantri-mantri.

Waktu penjerahan Djawatan Kehewanan Sumatera Utara ke Propinsi autonoom dilaksanakan pada permulaan Nopember 1951, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tanggal tahun 1951 No. 48. Pada ultimo 1951 tenaga-tenaga Dokter Hewan dan Mantri pada Djawatan Kehewanan Propinsi Sumatera Utara tersusun seperti berikut :

Djawatan Kehewanan Kantor Propinsi Sumatera Utara.

  1 Inspektur/Kepala Djawatan

  1 Dokter Hewan kl . 1 d/p

  1 Mantri Hewan

Djawatan Kehewanan Daerah Atjeh.

  1 Dokter Hewan Kl. I

  1 Dokter Hewan Kl . II d/p

  7 Mantri Hewan Kepala

  18 Mantri Hewan

Djawatan Kehewanan Daerah Tapanuli.

  1 Dokter Hewan

  1 Dokter Hewan d/p

  8 Mantri Hewan Kepala

  20 Mantri Pemeriksa Daging Kepala

  2 Mantri Pemeriksa Daging

Djawatan Kehewanan Daerah Sumatera Timur.

  1 Dokter Hewan Kl. I

  3 Mantri Kepala Kehewanan

  8 Mantri Pemeriksa Daging Kepala

  10 Mantri Pemeriksa Daging

  1 Mantri Hewan

Pemberantasan penjakit.

Selama hampir 4 tahun zaman Merdeka sudah barang tentu tidak ada tjatatan tentang penjakit menular oleh karena tidak ada tenaga ahli jang dapat memastikannja. Sungguhpun begitu ada kedengaran desas desus bahwa dibeberapa tempat banjak terdapat kematian hewan. Quarantaine.

Bangunan-bangunan quarantaine tidak lagi didapatkan karena telah lama rusak dan hingga sekarang tidak ada gantinja.

Didaerah Atjeh masih berlaku Maklumat Koordinator Pemerintahan di Kutaradja tentang pengeluaran hewan, jang selain surat keterangan Djawatan Kehewanan , harus disjahkan dengan surat idzin pengangkutan dari Kantor Urusan Export buat pengangkutan interinsulair dan dengan surat idzin pengeluaran buat pengeluaran keluar Negeri.

Pengeluaran hewan potongan terdjadi dari pelabuhan-pelabuhan Sinabang, Meulaboh, Ulee Lheuë, Belawan dan Gunung Sitoli dengan tudjuan :

Dari Atjeh ke Sumatera Timur, dari Belawan ke Bagansiapi-api, dari Gunung Sitoli ke Tapanuli (Sibolga).

Perlu diperhatikan disini, bahwa penjakit jang sering terdapat didaerah Atjeh ialah penjakit Surra, jang mempunjai obatnja Naganoll jang mudjarrab. Untuk mempertinggi prestige Djawatan Kehewanan hal mana perlu untuk pekerdjaan seterusnja, sangat dibutuhkan Naganoll itu.

Brusella Abortus Bang jang menjebabkan penjakit sane didaerai Atjeh, menimbulkan banjak kerugian dikalangan peternakan sampai sekarang belum ada obatnja jang baik atau methode pembanterasan jang efficient (Penjakit ini tidak terhitung penjakit menular dalam undang-undang) .

Penjakit hewan menular menurut undang-undang.

Selama tahun 1951 didapatkan penjakit- penjakit menular seperti disebut dibawah ini.

1. Septichaemia haemorhagica.

Didaerah Tapanuli Utara penjakit tersebut berdjangkit dan mendjalar di 9 Ketjamatan. Hewan-hewan jang mendjadi korban ialah : sapi 2, kerbau 8 dan babi 23 dengan kesemuanja berachir mati atau dipotong.

Diagnose S. H. dapat disjahkan Balai Penjelidikan Penjakit Hewan di Bogor dengan pemeriksaan bahan- bahan penjakit.

Tindakan- tindakan Djawatan Kehewanan dalam pemberantasan penjakit ini terdiri atas vaccinasi besar-besaran didaerah penjakit berdjangkit dan daerah-daerah sekitarnja. Berkat usaha pemberantasan maka penjakit dapat ditjegah mendjalarnja.

Di Kabupaten Simelungun (Sumatera Timur) sebagai landjutan suntikan ditahun 1950 berlangsung vaccinasi terhadap S. H. Berkat tindakan pemberantasan ini maka di Simelungun djuga penjakit Septichaemie dapat ditjegah mendjalarnja.

Sebagai diketahui menurut pengalaman S. H. belum pernah didapatkan di Tapanuli dan baru ini kali didjumpai. Kemungkinan besar penjakit ini dimasukkan di Tapanuli dengan import hewan-hewan potongan dari lain-lain daerah.

Sebagai persangkaan kedua dikemukakan dapatkah S. H. dengan sendirinja timbul disesuatu daerah jang dahulunja senantiasa bebas dari penjakit ini (pengaruh iklim terhadap virulentie misalnja) .

2. Apethae Epizootica.

Penjakit ini didapatkan di Kabupaten-kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah (daerah Tapanuli) dan Kabupaten-kabupaten Simelungun dan Karo (daerah Sumatera Timur). Boleh dikatakan bahwa penjakit ini mempunjai sifat tidak keras (mild) dan perkembangannja pun hanja terbatas sadja. Didaerah-daerah Tapanuli djumlah hewan sakit : 54 ekor sapi dan 97 ekor kerbau. Diantaranja sembuh 97 ekor kerbau dan 54 ekor sapi , dipotong 11 sapi. Didaerah Sumatera Timur jang sakit 64 sapi dan 100 kerbau, sembuh 63 sapi dan 99 kerbau ; dipotong 1 sapi dan 1 kerbau. Pemberantasan dilakukan dengan djalan pengasingan dan pengobatan dengan desinfectansia .

3. Scabies.

Penjakit kulit ini menurut kebiasaan tidak dipandang penting oleh pendudukan dan oleh karena itu tidak diterima laporan tentang adanja pada hewan ternak . Setjara incidenteel penjakit ini disanasini didjumpai oleh pegawai Kehewanan dan setjara demikian dapat diduga bahwa penjakit kudis selama tahun 1951 tidak meluas berdjangkitnja.

Hanja di fokstation Siborong-borong (Tarutung ) scabies terdapat pada babi-babi jang didatangkan dari Djawa, terutama babi-babi muda jang menderita sangat hingga menjebabkan matinja .

Djumlah jang sakit kudis 103 babi. Diantaranja mati 71 dan sembuh 32 babi.

4. Surra.

Penjakit darah dimaksud diatas terdapat diseluruh Sumatera Utara. Pemberantasan dilakukan dengan djalan pemeriksaan darah umum, pengobatan, pengasingan dan djika perlu penutupan daerah (besmetverklaring).

5. Rabies.

Penjakit andjing gila selama tahun 1951 tidak didapatkan di Sumatera Utara.

Andjing, kutjing, kera jang telah menggigit dimasukkan dalam observatie untuk diperiksa lebih landjut terhadap penjakit andjing gila.

Penjakit-penjakit hewan lain djuga kedapatan.

39 Hygiene.

A.Hygiene Daging.

a. Pemotongan hewan selama 1951 adalah sebagai berikut :

Daerah Kuda Sapi Kerbau Kambing Biri2 Babi Andjing
Atjeh * ) - 11007 7600 1789 108 4339 -
Tapanuli 514 4017 3770 - - 8603 148
S. Timur 82 3541 15741 18893 100 72118 -
Djumlah 596 18565 26841 20682 208 85060 148


Angka-angka potongan tersebut diatas itu didapatkan dari rumah-rumah potongan umum/partikulir dan sebagian dari Kantor-kantor Pamong Pradja.


Mengingat keadaan umum dimasa sekarang jang belum begitu teratur itu dapatlah dimengerti bahwa pemotongan gelap tetap berdjalan terus dan amat sukar diberantasnja.


Pemeriksaan hewan betina sebagai dimaksudkan Undang-undang pemotongan hewan besar (Slachtordonantie groot hoornvee) karena keadaan umum belum begitu teratur hanja dapat diselenggarakan di Sumatera Timur (Kabupaten Simelungun).


Hygiene susu.

Perusahaan-perusahaan susu di Sumatera Utara umumnja masih dalam keadaan primitief dan diselenggarakan oleh orang-orang Sikh. Hewan-hewannja terdiri atas sapi-sapi Benggala dan produksinja per sapi ± 3 - 4 L sadja.


Oleh pegawai-pegawai Kehewanan senantiasa diadakan pengawasar terhadap kesehatan hewan dan kebersihan kandang/susu.


Di Kota Medan sewaktu-waktu diadakan pemeriksaan susu jang didjual dikota tersebut. Di Siantar hal ini belum mungkin karena kekurangan alat periksa susu.


Pemeliharaan babi.

Perusahaan pemeliharaan babi umumnja diselenggarakan oleh orangorang Tionghoa jang didapatkan dikeliling kota-kota.


Didaerah Tapanuli, Nias, Simelungun dan Karo penduduk memelihara babi jang digunakan untuk mentjukupi kebutuhan daging setempat, Keadaan kandang-kandang babi umumnja masih sederhana sekali. Terhadap kesehatan dan kebersihan, pegawai Kehewanan selalu mengadakan pengawasan .


Pengawasan bendi (sado).

Perusahaan ini tidak lagi mempunjai arti sebagai dahulu kala, karena telah terdesak oleh traksi bermotor.

______________

*) tidak termasuk Kewedanaan Meureudu, Lho' Sukon, Tjalang, Singkel, Bakongan.


610  Djawatan Kehewanan selalu memperhatikan kesehatan kuda-kuda sado dan kebersihan kandang maupun keadaan pakaian atau sadonja.

Perlindungan binatang.

 Tidak ada usaha dalam lapangan ini dari fihak masjarakat. Walaupun demikian pegawai-pegawai Kehewanan selalu memperhatikan hal-hal jang bersangkutan dengan perlindungan binatang.

Pemandangan economisch.

1. Banjaknja hewan ternak belum dapat dipastikan dengan djalan menghitung. Tetapi mengingat kerusakan-kerusakan hebat sebagai akibat pendudukan Djepang dan selama tahun-tahun perdjuangan kemerdekaan dapatlah ditaksir bahwa djumlah hewan telah mundur dengan sekurang-kurangnja 25-30%, dibandingkan dengan keadaan tahun 1940.

Usaha pembangunan jang teratur dari Rentjana Kesedjahteraan Istimewa sedang diselenggarakan dan beberapa tahun lagi baru dapat menundjukkan hasilnja.

Keadaan kesehatan hewan.

2. Ternak di Sumatera Utara pada umumnja dapat dikatakan baik. Penjakit menular seperti Septichaemia Haemorhagica (penjakit ngorok) Surra dan penjakit Mulut-Kuku berdjangkit dibeberapa tempat. Berkat tindakan-tindakan pemberantasan jang segera dilaksanakan Djawatan dengan bantuan Pamong-Pradja penjakitpenjakit tadi dapat ditjegah mendjalarnja hingga tidak menjebabkan banjak korban.

Peternakan economisch.

3. Sebagai diketahui peternakan umumnja diusahakan masih setjara extensief dipadang- padang rumput dan sekedar hanja untuk memenuhi kebutuhan setempat- tempat. Hanja di Atjeh dan Tapanuli dapat dikatakan ada berlebihan hewan ternak (surplus) dan karena itu dikeluarkan terutama sebagai hewan potongan kedaerah-daerah minus. Dari Atjeh dikeluarkan melalui laut dari pelabuhan. Sinabang, Meulaboh dan Ulee Lheuë dan melalui darat (kereta api, djalan kaki, truck) hewan potongan ke Sumatera Timur (Belawan), Padang dan Penang.

Dipulau Nias dimana ternak babi adalah penting sebagai sumber pentjaharian terdapat pengeluaran babi dari Gunung Sitoli ke Sibolga.

Lalu lintas.

4. Djumlah hewan potongan diangkut dengan kereta api dari Atjeh ke Sumatera Timur ialah : sapi 2777, kerbau 5481, kambing 22, sedangkan angka-angka tentang angkutan dengan truck atau djalan kaki tidak diketahui. Dengan djalan darat diangkut dari Tapanuli ke Sumatera Timur: sapi 625 dan kerbau 927. Pengeluaran melalui laut dari:

  1. Atjeh ke Penang (luar negeri ) 60 kerbau, ke Sumatera Timur (Belawan) 10 sapi dan 234 kerbau , ke Padang 194 kerbau, ke Sabang 89 sapi dan 9 kerbau, ke Padang-Belawan 145 ekor.
  2. Nias (Gunung Sitoli ) ke Sibolga 2059 babi, ke Padang 220 babi.
  3. Belawan ke Bagansiapi-api 28 kerbau, 7 kambing, 3586 babi.

Pemasukan melalui laut.

Selama tahun 1951 di Belawan: 169 sapi, 676 kerbau, 18 kambing, 96 babi dan 8 binatang lain- lain.

Perdagangan.

5. Hewan ternak sebagai barang-dagangan di perdagangkan dipasarpasar hewan. Sebagaimana biasa harga hewan djuga naik-turun menurut undang-undang permintaan dan penawaran (vraag en aanbod).

Disamping itu oleh karena kebutuhan pertanian akan tenaga hewan (sapi dan kerbau), maka harga pasar hewanpun dipengaruhi keadaan musim pertanian.

Dengan perkataan lain dimusim mengerdjakan tanah harga naik, sebaliknja sesudah itu harga mendjadi murah. Lain-lain faktor jang berpengaruh ialah naik- turun harga beras dan lain-lain bahan.

Berhubung dengan keadaan jang belum teratur angka- angka tentang banjaknja hewan diperdagangkan dipasar- pasar hewan hanja baru dapat diperoleh dari Kabupaten-kabupaten Simelungun dan Karo (Sumatera Timur).

Diperdagangkan dipasar-pasar hewan di Simelungun:

Kuda 2403, sapi 594, kerbau 835, kambing 864, domba 258, babi 25886.

Dan dipasar-pasar hewan di Karo:

Kuda 177, sapi 10638, kerbau 3246, kambing 1264, domba 152, babi 8016.



PERIKANAN LAUT.

Kemunduran dalam usaha perikanan laut.

Semasa pendjadjahan Belanda, soal perikanan laut di Sumatera Utara belum mendapat perhatian jang besar dari pihak Pemerintah. Tidak ada dorongan, lebih-lebih pimpinan bagi para nelajan. Tidak ada perlindungan terhadap usaha-usaha bangsa Indonesia sendiri.

Usaha penangkapan dan pengeringan ikan laut di Bagansiapi-api jang terkenal misalnja hampir seluruhnja berada dalam tangan orang Tionghoa. Dizaman pendudukan Djepangpun tidak diadakan perbaikanperbaikan. Penghasilan ikan sangat merosot. Rakjat banjak sukar memperoleh ikan, karena tentera Djepang selalu mendahulukan kepentingan militernja.

Diwaktu revolusi sedang berkobar, sudah barang tentu Pemerintah Republik Indonesia belum dapat mengarahkan perhatian setjukupnja kepada soal perikanan laut ini. Baru pada tanggal 15 Nopember 1850 diadakan Djawatan Perikanan Laut di Sumatera Utara, jang terdiri atas Ressort XIV (Atjeh), Ressort VII (termasuk daerah Sumatera Timur) dan Ressort VI (termasuk daerah Tapanuli).

Oleh karena itu keterangan- keterangan jang diperlukan mengenai perikanan laut di Sumatera Utara sukar diperoleh. Tetapi jang tidak dapat disangkal ialah bahwa kerusakan dan kemunduran njata sekali dalam lapangan perikanan laut, antara lain disebabkan oleh:

  1. alat-alat penangkap ikan seperti djaring jang rusak tidak dapat diganti oleh karena ketiadaan persediaan benang dan sebagainja.
  2. para nelajan banjak jang mengungsi meninggalkan begitu sadja perahu dan perusahaan mereka.

Apabila dikehendaki adanja usaha-usaha jang lebih intensif dalam lapangan perikanan laut ini, maka usaha-usaha rakjat harus diberi dorongan dan bantuan jang tjukup. Dapat dirasakan betapa sukarnja Djawatan Perikanan Laut menghadapi soal ini mengingat:

  1. kekurangan pengalaman berhubung dengan djawatan ini termasuk dalam djawatan-djawatan jang baru didirikan.
  2. Kekurangan tenaga- tenaga ahli. Sampai pada sa'at penjusunan tulisan ini, boleh dikatakan baru 30% dapat diisi dengan tenaga² jang diperlukan. Hal ini tidak mengherankan djika diingat bahwa dizaman pendjadjahan Belanda hanja sedikit sekali djumlah bangsa kita diberi kesempatan untuk dilatih mendjadi ahli perikanan laut. Sebelum perang dunia kedua di Djawa telah lama adanja Djawatan Perikanan Laut, tetapi di Sumatera tidak mendapat perhatian.
  3. Djawatan ini memerlukan djumlah uang jang lebih besar dari pada apa jang ditetapkan sekarang, sehingga rentjana- rentjana tidak dapat dilaksanakan.

Tjara penangkapan ikan jang lama.

Sekedar perbandingan dan rasanja dalam tjara-tjaranja tidak djauh berbeda dengan daerah-daerah lain di Sumatera Utara ada baiknja diuraikan disini tentang penangkapan ikan laut jang dilakukan orang didaerah sub-ressort Djawatan Perikanan Laut Sumatera Timur bahagian Utara meliputi kewedanaan-kewedanaan Teluk Haru, Langkat Hilir, Deli Hilir, Sedang Hilir dan Bedagai.

Dalam daerah ini terdapat 8383 orang nelajan, diantaranja kira-kira 1100 orang Tionghoa. Sebagian besar adalah nelajan tetap dan sebagian lagi sewaktu-waktu berpindan menuruti keadaan tempat penangkapan ikan.

Dalam kampung-kampung nelajan ini terdapat djuga djalan-djalan pentjaharian penduduk jang lain, seperti mentjari kaju laut, membuat atap dan daun nipah, mentjari kepah, kerang, dll.

Tehnik perikanan.[sunting]

Alat-alat jang dipergunakan untuk menangkap ikan bermatjam-matjam, jang pada pokoknja terbagi atas :

Jang aktif: Jang passif:
seperti: 1. Pukat Banting seperti: 1. Tangkul (bukan pukat Selar)
2. pukat Selar 2. Djermal
3. pukat Temenung 3. Ambai
4. pukat Senangin dan 4. Belad
bebagai matjam pukat dan djaring 5. Bubu serta matjam djaring hanjut.

Tempat penangkapan ikan mulai dari muara sungai jang banjak lumpur, perairan jang 2 — 6 m dalamnja dan penangkapan ditengah jang biasanja tidak begitu dipengaruhi musim, sampai sedjauh 20 — 25 mil. Seharusnja penangkapan ikan dipinggir pantai ini dibatasi benar-benar karena merugikan persediaan ikan dilaut dengan sebab turut tertangkapnja anak-anak ikan jang besarnja kadang-kadang baru ½ cm. (dengan alat sondong atau langgai).

Perairan-perairan ditengah masih luas sekali jang tidak dapat didatangi nelajan, berhubung dengan sulitnja mentjari tempat-tempat jang produktif dengan semata-mata memakai perlengkapan lajar.

Nama-nama alat jang dipakai untuk menangkap ikan ini selengkapnja sebagai berikut :

Nama : Banjaknja orang :
1. Pukat Senangin
7
2. Pukat Udang
3
3. Pukat Banting
11
4. Dj. Bawal
4
5. Dj. Tamban
3


6 Pukat Selar 6
7 Ambai Tikar 3
8 Pantjingrawai 3
9 Belad Djang 9
10 Pukat Langgar 10
11 Bubu ketjil 2
12 Belad bedukang 1
13 Belad duduk (ketjil) 1
14 Tuamang 5
15 Pukat Tamban 3
16 Pukat Seakep 6
17 Tangkul 6
18 Belad duduk 3
19 Ambai 1

Waktu penangkapan umumnja antara subuh pagi hari sampai mendjelang tengah hari bagi alat-alat penangkap jang aktif sedangkan untuk alat-alat jang passif disesuaikan dengan keadaan arus pasang dan surut air laut.

Modal perusahaan.[sunting]

Di Sumatera Timur perusahaan penangkapan ikan dengan memakai alat-alat dan modal bangsa Indonesia hanja sedikit djumlahnja. Diantaranja terdapat djuga perusahaan bangsa kita jang alat-alatnja dimiliki sendiri tetapi diberi modal uang oleh bangsa asing disamping usaha-usaha jang memakai nama Indonesia tetapi dibelakangnja modal asing atau jang semata-mata diusahakan oleh bangsa asing (Tionghoa).

Koperasi perikanan jang diatur sesuai dengan aturan-aturan koperasi modern sebenarnja belum ada. Hal jang menjedihkan dalam kalangan petani-petani dengan djalan idjon, djuga kedapatan pada perikanan laut ini, sehingga memberati para nelajan jang tiada bermodal.

Perbandingan alat-alat penangkap ikan jang dipunjai bangsa Indonesia dengan bangsa asing dapat dilihat pada lima djenis alat-alat jang disebut dibawah ini :

Djenis alat: Banjaknja: Kepunjaan b. Indonesia Kepunjaan b. Tionghoa
Pukat
1144
880
264
Banting Atjeh
71
60
11
Djermal
87
7
90
Ambai
984
443
551
Tangkul
537
90
447
Belad
216
203
13

Didaerah Atjeh sedjak dari Atjeh Besar, Atjeh Pidie, Atjeh Utara sampai ke Atjeh Timur terdapat 590 pukat, 600 perahu pantjing dan 530 djermal. Hasil penangkapan dan pendjualan ikan :

Hasil penangkapan di Sumatera Timur ditaksir 25.232 ton setahun, sedangkan Atjeh menghasilkan kira-kira 10.000 ton. Hasil penangkapan di Tapanuli belum diketahui.

Pembelian dan pendjualan ikan.

Pembelian dan pendjualan ikan sebagian besar masih dalam tangan orang Tionghoa. Demikian djuga pengangkutan hasil-hasil ikan jang dilakukan dengan motor-motor gerobak hampir seluruhnja berada dalam tangan orang Tionghoa.

Sebagian ikan itu didjual waktu basah dan sebagian lagi diasin atau dikeringkan.

Hasil penangkapan dan usaha-usaha kearah pembuatan makanan dalam kaleng sangat diharapkan untuk mentjukupkan keperluan rakjat. Setiap tahun masih dimasukkan sedjumlah besar ikan kering dan ikan dalam kaleng ke Sumatera Utara.

Usaha-usaha kearah kemadjuan :

1. Pendidikan kader-kader pegawai technik dengan mengadakan kursus-kursus perikanan laut hanja diadakan di Djakarta. Untuk djadi Pengamat (Sjarat S.M.P.) dan Penjuluh (sjarat S.M.A.) lamanja kursus satu tahun.

Djuga diadakan latihan -latihan untuk mendjadi motoris dan djurumudi jang akan dipekerdjakan pada kapal-kapal perikanan laut. Jang amat menggembirakan ialah dibukanja sekolah perikanan laut jang bersifat semi-akademi di Djakarta jang lama peladjarannja 3 tahun untuk mendidik pemuda-pemuda (sjarat S.M.A.) mendjadi pemimpin perikanan laut didaerah-daerah kelak.

2. Pada pertengahan tahun 1952, Sumatera Utara mendapat 2 buah perahu majang dari Djakarta, sebagai usaha mengadakan modernisasi (motorisasi) dalam penangkapan ikan. Perahu ini berukuran 13½ meter pandjang, 3½ meter lebar dan mempunjai kekuatan 25 PK serta diperlengkapi dengan ruangan es untuk penjimpanan ikan. Perahu ini ketjepatannja ± 8 mil sedjam. Harganja Rp. 90.000 sebuah. (max-snelheid) Perahu-perahu ini diserahkan kepada Koperasi nelajan di Batu Bara (Labuhan Ruku) dan koperasi nelajan bernama ,,Babalan" di Pangkalan Berandan.

Pertjobaan-pertjobaan jang dilakukan ternjata memuaskan dengan perbandingan 1 : 5 dengan hasil penangkapan tjara lama. Keuntungankeuntungan jang lain dengan penangkapan modern ini, ialah.

 a. tidak tergantung kepada angin, sehingga sewaktu-waktu dapat berangkat atau kembali.

 b. dapat bergerak tjepat dengan leluasa, sehingga beberapa kali lebih banjak dapat menaburkan djaring.

 c. dapat tinggal dilaut beberapa hari untuk menangkap ikan karena ada ruangan es penjimpan ikan sehingga ikan tidak busuk.  d. menghematkan tenaga, waktu mendjatuhkan djaring, jang selama ini disaat itu harus mendajung berat Usaha-usaha mendatangkan perahu-perahu majang lain sedang berdjalan.

3. Usaha jang lain ialah mendirikan stasiun perikanan laut di Belawan, dimana akan didirikan kantor, gudang tempat menjimpan alatalat perikanan seperti benang dll, tempat berkumpul kapal-kapal majang membawa hasil perolehannja dan pada waktunja mengadakan tempat pelelangan ikan. Djika mungkin djuga mendirikan tempat pembikinan perahu-perahu dan badan (casco) kapal majang.


Perikanan darat.

Sebagai halnja perikanan laut, usaha perikanan darat ini semakin mendapat perhatian, Perikanan diair pajau, tambak-tambak sepandjang pantai jang terbesar adalah dipantai utara Atjeh jang luasnja lebih dari 4400 ha. Perluasan tambak ini terus berlaku demikian juga di Sumatera Timur. Menurut hasil penjelidikan djawatan jang bersangkutan, tanah-tanah sepandjang tepi laut daerah Sumatera Timur sangat baik untuk usaha perikanan darat. Berhubung dengan kesulitan-kesulitan teknis dan keuangan pelaksanaan kedjurusan ini masih menghendaki waktu. Untuk menambah bahan makanan rakjat hal ini perlu diperhatikan. Seluruh tambak-tambak di Indonesia luasnja kira-kira 110.000 ha dan setahunnja dapat menghasilkan ikan basah kira-kira 25.000 ton.

Perikanan air tawar dalam tebat dan sawah dibandingkan dengan di Djawa, Sumatera masih ketinggalan. Luas tebat ikan di Sumatera hanja 2000 ha, sedangkan di Djawa luasnja sampai 7400 ha. Begitupunbkemungkinan perluasannja masih ada.

Perikanan disawah kurang. Selain itu jang perlu ditjatat ialah penangkapan ikan diberbagai perairan, misalnja danau-danau, rawa, sungai atau perairan-perairan buatan alam. Daerah-daerah penangkapan ikan ini masih menunggu-nunggu penangkap-penangkap ikan untuk menjerahkan kekajaannja.

Bagi Indonesia penambahan hasil ikan dari air tawar, tebat, sawah,:waduk, danau, rawa, sungai dll. ini besar artinja. Ditaksir setiap tahunnja ikan basah dapat dihasilkan sebanjak 158.000 ton.

Lapangan perikanan darat masih mempunjai kemungkinan besar untuk lebih mengintensifkan usaha untuk mentjapai produksi jang lebih besar djumlahnja.

USAHA PEMBANGUNAN DJALAN -DJALAN DAN SEBAGAINJA.

I. Djalan-djalan

 Propinsi Sumatera Utara jang luasnja 119.620 KM itu, diperhubungkan oleh djalan-djalan darat jang dinamakan djalan Negara dan djalan Propinsi pandjangnja 6669 KM, menjusur hampir seluruh pantai jang berbentuk tandjung sedjak dari Atjeh Selatan, Kutaradja terus ke pantaipantai timur, demikian djuga sebagian pantai barat di Tapanuli, menembusi bukit barisan jang membudjur di tengah-tengah daerah ini. Kota-kota, kampung-kampung dan desa-desa jang berpentjar-pentjar didalamnja, diperhubungkan oleh djalan-djalan ketjil jang bersimpang-siur, tetapi berinduk kepada djalan besar jang disebutkan djalan Negara tadi. Djalan-djalan ketjil ini di daerah Atjeh dan Tapanuli, lazim disebut "zijwegen", sedang didaerah Sumatera Timur, terkenal dengan nama "djalan kebun". Perhubungan jang lain di Sumatera Timur dan Atjeh dilakukan dengan kereta- api.

Keadaan sebelum perang.


 Menurut kwaliteitnja djalan-djalan di Sumatera Utara dapat dibagi mendjadi tiga bagian :
 a. b i a s a , jaitu djalan-djalan jang tidak diaspal. Djalan-djalan di Atjeh umumnja masuk golongan ini.
 b. b a i k   , jaitu djalan-djalan jang diaspal tetapi kurang tjukup lebar, misalnja djalan- djalan raja di Tapanuli.
 c. lebih baik, jaitu djalan-djalan di Sumatera Timur.

Sampai kepada permulaan perang, djalan-djalan itu umumnja mendapat pendjagaan jang baik, disebabkan :

 1. Kerasnja pengawasan tentang muatan kenderaan, sehingga masing-masing djalan tidak memikul beban jang meliwati berat timbangan serta ukuran jang telah ditentukan.
 2. Tjukupnja pegawai-pegawai P.U. untuk mengadakan pemeliharaan dan pendjagaan teknis.
 3. Tjukupnja bahan-bahan jang diperlukan untuk mengadakan pendjagaan dan perbaikan.

 Pada permulaan perang, pengawasan dan pendjagaan ini, mulai mendjadi longgar. Beberapa djembatan sengadja dirusakkan selaras dengan politik bumi hangus Belanda menghadapi agressi Djepang.

 Semasa pendudukan Djepang, praktis pendjagaan dan pengawasan itu tidak ada, karena faktor-faktor jang diperlukan untuk itu makin djauh dari mentjukupi.

 Ditariknja tenaga-tenaga P.U. untuk mengerdjakan bangun-bangunan dan djalan-djalan baru jang strategis untuk peperangan dan leluasanja kenderaan- kendaraan menggilas djalan-djalan jang ada dengan tidak menghiraukan watas berat jang diizinkan, semua itu mempertjepat djalan-djalan itu menudju kerusakannja.

618 Maka tidaklah mengherankan djika djalan-djalan pada umumnja banjak sekali mengalami kerusakan ketika peperangan telah berachir. Dan dalam keadaan demikian Revolusi Nasional dimulai.


ZAMAN PERMULAAN REVOLUSI.

Pada sa'at berkobarnja revolusi, hanja satu hal jang dianggap paling penting, jaitu kemenangan menghantjurkan pendjadjahan, Segalanja hendak dikorbankan untuk maksud ini. Sebagai siasat melumpuhkan Belanda, kita memakai tjara bumi hangus, sehingga banjak bangunanbangunan penting termasuk djembatan-djembatan sengadja dihantjurkan, diantaranja jang besar-besar seperti:

1. Palawi Sumatera Timur
2. Pulau Radja

id

3. Prapat

id

4. Aek Raisan

Tapanuli

5. Batang Toru

id

6. Aek Godang

id

7. Sidikalang

id

Djembatan-djembatan jang ketjil berpuluh-puluh jang dihantjurkan, sedang djalan-djalan jang kira-kira akan dilalui musuh banjak pula jang sengadja dirusakkan.

Usaha-usaha untuk memperbaiki djalan-djalan dan djembatandjembatan jang rusak boleh dikatakan tidak berarti. Kerusakan-kerusakan tambah meluas, sedang untuk memperbaikinja Pemerintah mengalami kesukaran benar karena kebanjakan alat-alat telah rusak dan bahan-bahan untuk perbaikan jang harus didatangkan dari luar negeri sukar memperolehnja.

Djika diingat bahwa djalan-djalan itu rata-rata bisa tahan 5 a 6 tahun kalau ditempuh oleh kendaraan menurut ukuran jang ditentukan, maka mudahlah dimaklumi apa sebab kerusakan-kerusakan itu bertambah hebat apabila pelanggaran terhadap ukuran maksimum itu tidak dapat diawasi lagi. Perhubungan jang dipandang sebagai urat nadi perekonomian antara satu tempat dengan jang akan sangat terganggu karenanja, jang akan menimbulkan akibat jang besar bagi kelantjaran perekonomian. Rata-rata perdjalanan oto-oto hanja dapat mentjapai djarak 20 KM sedjam .

Berkat keinsjafan dikalangan rakjat serta kekerasan hati pihak Pemerintah setempat, maka djalan-djalan jang sangat penting untuk perhubungan dibeberapa tempat dapat diperbaiki.

Perbaikan jang besar diantaranja ialah pada tempat-tempat antara Atjeh Barat dan Atjeh Selatan pada penghudjung tahun 1948. Kerusakan djalan disini sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi didaerah tsb., jang dapat dirasakan antara lain-lain dengan djauhnja perbedaan harga barang-barang keperluan hidup di Atjeh Barat/Atjeh Selatan dan Atjeh Besar.

Dengan berhasilnja pekerjaan diatas, jang pandjangnja kira-kira 100 KM, maka dapatlah berlangsung Sidang Pleno I Dewan Perwakilan Sumatera Utara, jang terdjadi pada achir tahun 1948 di Tapatuan ( Atjeh Selatan ) dengan mendapat kundjungan jang tjukup dari para anggota. Dan diwaktu agressi militer Belanda jang kedua 19 Desember 1948 ,kesukaran bahan makanan dapat diselesaikan dengan mudah , berkat lantjarnja perhubungan pengangkutan-pengangkutan antara Pusat Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara jang berkedudukan diwaktu itu di Kutaradja, dengan daerah Atjeh Barat dan Atjeh Selatan jang terkenal sebagai daerah beras itu .

Sebelum itu pada awal tahun 1948 telah diperbaiki kerusakan berat pada djalan- djalan antara Langsa - Lho' Seumawe, sehingga waktu pembantu-pembantu militer Komisi Tiga Negara berkundjung ke Kutaradja, mereka tidak terpaksa mengalami kesukaran perdjalanan. Pandjang djalan jang diperbaiki ini adalah kira-kira 75 KM .

Dalam pekerdjaan-pekerdjaan itu patut diperingati kemauan bergotong rojong daripada rakjat, meskipun pada beberapa tempat hasilnja tidak begitu menggembirakan terutama karena faktor kekurangan bahan-bahan dan alat- alat

Begitupun ada djuga djalan-djalan jang menurut ukuran setempat dikerdjakan begitu rupa sehingga melebihi mutunja dari keadaan sebelum perang, seperti djalan antara Takengon dan Bobasan ( Atjeh Tengah) .

Djika dalam usaha memperbaiki djalan - djalan sudah dialami kesukaran-kesukaran, maka dalam usaha memperbaiki djembatan kesukaran itu lebih berat lagi . Ia memerlukan bahan-bahan jang kebanjakannja harus diimport dari luar negeri . Sebab itu pada umumnja perbaikan jang dilakukan untuk djembatan-djembatan, adalah bersifat ,,asal-dapat-dipakai-sadja-dulu ." Dan diantaranja ada jang sama sekali tidak bisa diperbaiki dan djalan satu - satunja dengan dibangun kembali , misalnja djembatan Inang- inang jang memperhubungkan Bireuen dengan Takengon,

Keadaan ,, suka-duka " ini berdjalan terus menerus sampai achir tahun 1949. Hanja bekas Karesidenan Sumatera Timur jang segera dapat perbaikan, jaitu semendjak Belanda berhasil menduduki daerah ini tahun 1947.

Inipun tidak mengherankan, karena selain daripada perhitungan ekonominja jang sangat mendesak untuk memperbaiki djalan-djalan itu dengan segera , pula alat-alat dan bahan untuk keperluan tsb . Belanda tidaklah sukar mendatangkannja dari luar negeri.

Pada tahun 1950, usaha untuk memperbaiki djalan -djalan dan djembatan jang rusak belumlah lantjar . Baru pada tahun 1951 dan 1952 usaha ini mendapat kemadjuan jang dapat menggirangkan hati . Alat-alat untuk melantjarkan pekerdjaan sudah dapat diimport, begitupun bahan-bahan jang dibutuhkan . Pada achir tahun 1952, Propinsi Sumatera Utara telah mempunjai 71 mesin giling, 10 diantaranja didjalankan dengan motor dan 61 lagi dengan stoom .

Daftar dibawah ini memperlihatkan kemadjuan jang telah ditjapai pada tahun 1951 1952 .

620

Daerah Perbaikan Pembangunan Baru
pandjang djalan/KM Djembatan pandjang djalan/KM Djembatan
Sumatera Timur 169 5 13 1
Atjeh 1468 86 174 7
Tapanuli 622 67 4 23
Djumlah: 2239 158 191 31

Sampai pada penghudjung tahun 1952 keadaan Propinsi adalah sebagai berikut:

1. Djalan Propinsi diaspal 943 km
2.   Negara   728 km  1671 km
1. Djalan Propinsi  jang tidak diaspal  4423 km
2.   Negara       575 km 4998 km

Usaha-usaha pembangunan alat-alat perhubungan baru.

Perkembangan jang sehat dari perekonomian Negara dan Rakjat Indonesia sangat bergantung kepada baiknja alat-alat perhubungan lalu lintas. Apa jang telah didapati sekarang belum mentjukupi. Usahausaha tidak tjukup dengan memperbaiki djalan -djalan jang ada, tetapi perlu merentjanakan ċjaring -djaring djalan untuk trajek-trajek baru sehingga tiada terdapat lagi daerah-daerah jang mempunjai kemungkinan-kemungkinan perekonomian terpisah dari kesibukan lalu lintas perekonomian.

Sebab itu djalan-djalan jang tadinja telah mati karena tidak mendapat rawatan, harus dihidupkan kembali, Disamping itu, djalan-djalan baru jang mempunjai kepentingan ekonomis perlu segera dibuka.

Berkenaan dengan ini oleh Kementerian Pekerdjaan Umum dan Tenaga ditetapkan satu rentjana jang dinamakan gecomprimeerd plan. Dalam garis besarnja rentjana ini bertudjuan:

  1. Memulihkan sekalian djalan jang belum wutuh.
  2. Mempertinggi kwaliteit djalan raja jang sudah ada.
  3. Menghidupkan djalan-djalan jang sudah mati.
  4. Membuka djalan-djalan baru jang penting.

Kalau rentjana ini telah berdjalan maka djalan-djalan raja di Atjeh akan diaspal seluruhnja, sedang djalan- djalan jang sudah mati seperti Sidikalang — Rundeng dan Takengon — Kutatjane akan dihidupkan kembali.

II. Irrigasi.

Kerusakan jang diwariskan Pemerintahan Militer Djepang pada Republik Indonesia pada pekerdjaan irrigasi dapat dikatakan tidak sampai seluas kerusakan djalan- djalan dan djambatan.

Namun begitu kesulitan untuk mendjaga dan memperbaiki jang rusak tidaklah kurang sukarnja daripada pendjagaan djalan dan djambatan. Faktor kekurangan alat dan bahan sama menekan kelantjaran pekerjaan ini. Oleh karena itu, djika ada perbaikan kerusakan irrigasi dimasa lima tahun pertama dari Kemerdekaan Indonesia, maka perbaikan itu adalah perbaikan darurat belaka, dengan tudjuan: supaja ia djangan bertambah rusak dan supaja dia tetap memikul tugasnja dengan selajaknja.

Bahwa pekerdjaan ini tjukup memuaskan dapatlah dibuktikan dengan hampir tidak terganggunja produksi makanan selama itu, oleh akibat kerusakan irrigasi.

Didaerah Atjeh misalnja, hasil panen tidak banjak menurun dari jang semestinja, terbukti dengan kesanggupannja untuk mengumpulkan bantuan beras jang diminta Pemerintah Pusat untuk meringankan bentjana kelaparan di India pada tahun 1946.

Kalaupun ada dirasakan kekurangan-kekurangan produksi itu, maka kekurangan itu pokoknja tidak terletak dalam kerusakan irrigasi tetapi karena faktor-faktor jang lain, seperti kekurangan tenaga petani jang banjak djuga dikerahkan untuk kepentingan perdjoangan.

Pada tahun 1951 - 1952, barulah ada ketenangan untuk meningkat dari perbaikan darurat kepada perbaikan jang sewadjarnja.

Jang diperbaiki ialah di:

Sumatera Timur 6 buah
Atjeh 10 "
_____
 Djumlah 16 buah
Jang dibangun baru:
Sumatera Timur 2 buah
Atjeh 13 "
_____
 Djumlah 15 buah

Disamping itu telah dilakukan pula pekerdjaan-pekerdjaan jang mempunjai hubungan dengan urusan irrigasi ini pada 8 tempat jaitu di Atjeh dan Sumatera Timur masing-masingnja pada 4 tempat.

Pekerdjaan diatas, ialah mengenai irrigasi besar sadja jang diselenggarakan oleh Djawatan Pekerdjaan Umum dan Tenaga, sedang irrigasi jang ketjil-ketjil diselenggarakan rakjat dengan perbantuan dari Djawatan Pertanian Rakjat.

Dengan pekerdjaan ini telah banjak pengairan sawah jang diperluas dan diperbaiki, jaitu seperti tertera dibawah ini:

Tahun Daerah Pengluasan (ha) Perbaikan (Ha)
1950. Atjeh 4.685
1951. Sumatera Timur 5.330 4.530
Tapanuli 3.304 3.730
1952 Atjeh __ 1.300
Sumatera Timur 16.606 1.650
Tapanuli 1.535 1.675
__________ _________
Djumlah 26.775 17.070

LALU LINTAS PERDAGANGAN.

Perdagangan dalam Negeri.

Kemauan pengusaha dan pedagang Nasional dalam memperbaiki usahanja nampak sekali. Kesulitannja terletak pada kekurangan modal , kekurangan alat, kekurangan pengalaman, organisasi jang tidak sempurna dan tidak adanja hubungan langsung dengan luar negeri. Pedagangpedagang kita harus beladjar sungguh-sungguh dengan pimpinan Pemerintah melengkapkan sjarat-sjarat mendjadi pedagang besar atau pengusaha besar ; kalau tidak perniagaan Nasional akan memakan waktu jang lama sekali untuk mendapat kemenangan menjaingi perniagaan asing jang telah tjukup pengalaman dan mempunjaj kuku jang kuat menggenggam djalan perniagaan ditanah air.

Ada sifat pedagang bangsa kita jang buruk jaitu keinginan hendak berdjalan sendiri- sendiri, hendak beruntung sendiri atau kadang-kadang kurang kepertjajaan atau pengertian terhadap pentingnja tenaga- tenaga dan modal dipersatukan. Dalam masa-masa permulaan kemerdekaan kita ini, kebanjakan pedagang memusatkan perhatian kepada soal- soal lisensi sadja. Kredit jang diperoleh dari bank-bank Pemerintah sering tidak dapat diputarkan sebagaimana mestinja.

Pada waktu-waktu jang achir nampak tanda- tanda kemadjuan berpikir didorong oleh pengalaman- pengalaman jang pahit selama menentang tenaga-tenaga raksasa jang tjakap dari pedagang-pedagang dan pengusaha-pengusaha asing ini.

a.Importeur Indonesia.

Menurut rentjana tahun 1950, importeur- importeur Benteng ditentukan nama kota pelabuhannja, begitu djuga djumlah maximum importeur jang diperlindungi untuk masing -masing kota pelabuhan itu. Di Sumatera Utara ditentukan kota-kota Medan, Sibolga, Kutaradja, Lho'Seumawe dan Bireuen dengan djumlah importeur sebanjak 30. Tetapi dalam tanun 1951 pembatasan djumlah importeur jang diperlindungi ini dianggap tidak perlu lagi, demikian djuga penundjukkan kota-kota pelabuhan seperti diatas.

Tindakan Pemerintah jang melepaskan sistim pentjatutan deviezen, pada mulanja dirasakan kalangan Importeur Indonesia sebagai pukulan dengan alasan bahwa hal itu mengurangi perlindungan kepada ,, Newcomers" jang datang belakangan. Sebaliknja dapat dimengerti djuga oleh mereka sifat ,,didikan" jang terkandung dalam sistim baru itu. Kala dulu Importeur-importeur Benteng dengan automatis menerima deviezen, maka sekarang mereka diantara sesamanja harus bersaingan dalam memadjukan ,,offerte", djadi mereka harus setjara bersungguh-sungguh berusaha, agar lambat laun pada sesuatu masa kelak, mereka dapat berdiri bersaingan dengan Importeur Asing dengan tidak usah memerlukan perlindungan lagi.

623

Selama tahun 1951 permintaan-permintaan untuk mendjadi Importeur

jang diperlindungi telah diterima pengakuannja:

Daerah S. Timur : 17 sehingga djumlah achir '51 : 30
"" Tapanuli : 5 idem : 8
"" Atjeh : 19 idem : 20
__

Djumlah Importeur Benteng pada achir 1951.    58

Keadaan Importeur-importeur Indonesia pada tahun 1951 umumnja mengalami kesukaran, disebabkan turunnja harga-harga barang import didalam Negeri, sedangkan harga-harga diluar Negeri tidak turun.

Ditambah pula dengan berkurangnja tenaga beli rakjat, disebabkan merosotnja harga hasil-hasilnja (karet dll) dipasar dunia, maka penempatan barang-barang import tidak begitu lantjar.

Mengenai peredaran barang-barang Importeur Indonesia belumlah sebagai dikehendaki. Sebagian besar barang-barang mereka itu terpaksa masih didjualkannja kepada pengusaha-pengusaha Asing, disebabkan grossier dan kaum Middenstand bangsa kita masih sangat kurang.

Oleh karena dalam soal keuanganpun umumnja masih lemah, maka dalam pembentukan harga barang-barang Importeur kita, grossier Asing jang memainkan peranan. Begitulah maka pada tahun 1951 kaum Importeur Indonesia belum dapat menempati kedudukan jang memuaskan dalam dagang import di S. Utara.

Kesungguhan beserta kegiatan berusaha dikalangan Importeur Indonesia njata ada. Diantaranja ada jang telah membuka perwakilan di Luar Negeri, a.l.l.:

N.V. Pers. Dagang Tapanuli di Singapura
N.V. Siandjur   di Amsterdam.

Beberapa Importeur dalam tahun 1951 telah pula memadjukan permintaan untuk pengakuan perluasan import. Kepada mereka jang selama ini masih sering berakkomodasi kepada Importeur Asing, diutamakan sjarat bahwa mereka harus membuktikan lebih dulu kesanggupannja untuk mengurus sendiri importnja dari Luar Negeri. Begitulah umpamanja, maka permintaan perluasan import dari N.V. Andalas Medan jang sering mempergunakan akkomodasi N.V. Borsumy, ditahun 1951 belum dapat diandjurkan .

Hal ini mendesak Importeur kota itu bekerdja lebih keras dan mengurus sendiri importnja. Ternjata bahwa belakangan N.V. Andalas tersebut telah langsung sendiri memasukkan barangnja dari luar Negeri.

Selain barang-barang Benteng djuga dilapangan barang-barang free list Importeur Indonesia ikut bergerak.

Permintaan perluasan jang telah lulus ditahun 1951, ialah :

  1. N.V. Roma Medan untuk P & D dan Stationary
  2. N.V. Inacco Medan untuk Technische artikelen dan kantoormachines. Mengenai ikatan organisasi :

Gapindo ada mempunjai tjabang di Medan. Jang turut sebagai anggota ialah :

1. Firma Ganie

2. Jan Tamin

3. Usda

4. Sjarif Ganie

5. H. M. Salam (Toko Mutiara)

Tjabang Gapindo Medan hanjalah mengurus penerimaan serta pembagian barang-barang jang dikirim oleh Gapindo Djakarta kepada anggotanja dan Importeur Indonesia jang berakkomodasi padanja.

Andjuran Pemerintah agar Importeur Indonesia menempatkan pembeliannja di Luar Negeri perantaraan Gapindo, tidak mendapat sambutan baik. Fihak Importeur jang bukan anggota mengemukakan pengalaman bahwa Gapindo melakukan pesanan sering tidak sesuai dengan kehendak (opdracht) Importeur jang bersangkutan, sehingga kalau berakkomodasi, orang lebih suka mempergunakan Importeur Asing.

Organisasi jang mempersatukan pedagang-pedagang Indonesia di Sibolga ialah Gabungan Pedagang Indonesia (Gapin). Anggotanja terdiri dari ± 40 pedagang Import-Export, Middenstand dan Etjeran. Badan ini berusaha meladeni kepentingan anggota-anggotanja dilapangan perekonomian, umpamanja :

1. bertindak sebagai perantara diantara anggota dan instansi Pemerintah.
2. mengirimi anggota-anggotanja perkabaran harga-harga pasaran dengan teratur.
3. menjampaikan berita-berita resmi kepada anggota-anggota, terutama jang mengenai peraturan-peraturan perdagangan d.l.l

Gasida Atjeh jang mempunjai kantor besarnja di Kutaradja adalah suatu perkumpulan dagang jang mempunjai anggota diseluruh Atjeh, terdiri dari segala tingkatan pedagang.

Djuga badan ini bertudjuan mengurus kepentingan anggota-anggotanja. Untuk ini ia telah mempunjai perwakilan di Djakarta dan Medan.

Perwakilan Gasida ini bertindak atas nama dan untuk anggotanja setelah mendapat surat Kuasa jang sjah dari anggota jang bersangkutan.

b. Pedagang Export.

Perdagangan export bagi pengusaha Indonesia merupakan terroin jang sukar ditempuh, karena :

pertama : menghendaki modal jang besar

kedua : perputaran tidak bisa tjepat

ketiga : menghadapi saingan bangsa Asing jang telah berpengalaman lama, mempunjai modal jang njata kuat serta organisasi jang baik.

ke-empat :tidak bisa memperoleh perlindungan jang njata dari Pemerintah sebagaimana pada lapangan import.


40

625

Sebenarnja diantara pengusaha Indonesia telah ada beberapa jang mentjurahkan perhatiannja kelapangan export ini, terutama mereka jang telah mempunjai pengalaman serba sedikit sedjak semasa Republik Indonesia dulu .

Jang di-export ialah terutama hasil rakjat seperti karet-rakjat, kemerjan, sajur-majur, pinang, copra, teh, minjak nilam dan minjak makan.

Hingga bulan Desember 1951, di Sumatera Utara terdapat dua daerah jang berlainan peraturan export:

  1. Sumatera Timur dan Tapanuli (terketjuali Nias) jang takluk kepada peraturan export deviezen.
  2. Atjeh dan pulau Nias dari daerah Tapanuli, dimana peraturan barter masih berlaku.

Didaerah barter (Atjeh dan Nias) soal export ini setjara perbandingan lebih banjak dikerdjakan oleh pengusaha bangsa Indonesia dari pada didaerah deviezen. Memang pengusaha kita jang masih hidjau soal pengalaman lebih lintjir mendjalankan export setjara barter dari pada dengan peraturan deviezen.

Sesudah penghapusan barter- sistim untuk Atjeh dan Nias maka export dari daerah tersebut tiba-tiba terhenti.

Di Sumatera Timur hanja beberapa perusahaan jang setjara barter melakukan export, diantaranja:

1.N. V. Central Trading Coy. Medan
2.N. V. Barat Trading Coy. Medan
3.N. V. Permai    Medan

Ada djuga beberapa perusahaan lain jang melakukan export ditahun 1951, tetapi usaha mereka itu masih kebanjakan bergantung kepada keadaan pasar. Usahanja dalam export belum continue, karena jang demikian menghendaki modal jang besar.

Perusahaan ,,Petani" Brastagi dan ,,Marsada" di Medan pada pertengahan tahun pertama 1951 pernah mentjoba meng-export sajurmajur dan buah-buahan ke Malaya, tetapi usaha export mereka ini tidak bisa landjut, karena mengalami pukulan- pukulan saingan bangsa Asing. Sedjak mereka mengundurkan diri, kembali pedagang Asing menguasai seluruh export sajur-majur dan buah-buahan ini, sehingga dalam prijsvorming hasil-hasil ini merekalah jang menentukan.

Di Tapanuli pedagang- pedagang Indonesia semendjak R.I. Djokja dulu telah turut bergerak dilapangan export. Jang di-export ialah terutama karet dan kemenjan jang ditudjukan ke Singapura. Adanja barter sistim untuk Tapanuli ditahun 1950 merupakan faktor pendorong bagi exporteur-exporteur Indonesia di Sibolga.

Ditahun 1951 , walaupun barter sistim telah hapus, mereka tetap mengusahakan export, tetapi pada tribulan III tahun 1951 quantum export dari pelabuhan Sibolga sangat turun berhubung dimasa itu karet Tapanuli banjak mengalir kedaerah barter melalui Sumatera Timur untuk di-export dari sana. Keadaan diwaktu itu ialah bahwa lebih menguntungkan mengexport setjara barter.

Sesudah larangan Gubernur Sumatera Utara serta KUEK Medan untuk membawa hasil-hasil daerah deviezen ke daerah barter di bulan September 1951 baru pedagang-pedagang di Sibolga kembali melakukan export.

Daftar pedagang Indonesia jang melakukan export tahun 1951 ialah:


Sumatera Timur:

  1. Barat Trading Coy. Medan
  2. C. T. C.      "
  3. Mahruzar    "
  4. N. V. Marsad    "
  5. Fa. Mertju   "
  6. N. V. Permai    "
  7. Petani     Brastagi
  8. Kop. P.G.R.I.    Medan


Tapanuli:

  1. Pers. Dagang Tapanuli  Sibolga.
  2. N. V. Gunung Mas   "
  3. Fa. Marrison     "
  4. N. V. Tracota     "
  5. N. V. Sibayak    "
  6. N. V. Pusaka    "
  7. N. V. Dolok Imun   "
  8. Sibolga Trading Coy.  "
  9. Barat Trading Coy.  "
  10. The Tapanuli Trd. Corp. "


Atjeh: (export setjara barter)

  1. Perdagangan Indonesia Muda, Langsa
  2. Permai di Langsa dan Lho' Seumawe
  3. Tengku Achmad, Langsa
  4. Hadji Jusuf, Langsa
  5. Persig Langsa dan Lho' Seumawe
  6. C. T. C. Langsa dan Lho' Seumawe
  7. Bapedi, Langsa
  8. Hasjim Djuned Langsa dan Lho' Seumawe
  9. Kedjora Coy. Langsa.
  10. Nja' Ibrahim Ubit, Langsa
  11. Bank Dagang Nasional, Langsa
  12. Toko Damai, Langsa Lho' Seumawe
  13. Pusaka,  "
  14. Petraco,  "
  15. Andalas  "

627

16. Muslim

17. E.R.R.I.

18. Tje' Mohd. Sjarif

19. Sutraco

20. Tenaga Desa

21. Toko Atjeh Barat

22. Toko A. Selatan

23. Perwira

Lho' Seumawe

"

"

"

Kutaradja

"

"

" dan

beberapa banjak pedagang lain jang belum diketahui seluruhnja.

c. Pedagang Menengah (M. I.) Indonesia

Pada permulaan tahun 1951 djumlah M. I. Indonesia di Sumatera Utara adalah:

Sumatera Timur 13
Tapanuli ――
Atjeh ――
_______
Djumlah: 13

Selama tahun 1951 telah diakui pula di:

Sumatera Timur 9 (dari djumlah ini satu telah ditjabut kembali, jaitu: Sjarikat Tapanuli)
Tapanuli 10
Atjeh 5
________
Djumlah: 24, sehingga achir tahun 1951

djumlah seluruhnja di Sumatera Utara adalah 37. Menurut rentjana, djumlah jang harus dipenuhi ialah 52, sehingga djumlah jang telah ditjapai pada achir tahun masih kurang 18 dari rentjana semula.

Untuk kota Medan djumlah M. I. pada achir 1951 adalah 17, lebih dari rentjana. Sebaliknja ada pula beberapa tempat jang belum ataupun belum seluruhnja diisi menurut formasi, diantaranja Bindjai, Sigli, Langsa, Meulaboh. Sebabnja formasi masih ada terluang, ialah karena pada kota-kota jang bersangkutan:

Pertama : terdapat kurang minat kearah M.I. ini, (di Sigli Langsa, orang lebih suka djadi Importeur).
Kedua : Jang ada minat, tidak/belum dapat seluruhnja memenuhi sjarat-sjarat jang ditentukan (ump. Bindjai).
Ketiga : Ada pula diantaranja jang permintaan dalam urusan dan pengakuannja belum keluar, (Toko Kita Padang Sidempuan, Toko Marpaung & Co. Tarutung).

Sementara itu telah dikemukakan kepada jang berwadjib agar memperluas formasi dengan beberapa tempat lagi, sehingga setidak-tidaknja ibu kota Kabupaten mempunjai M.I.

Pembatasan formasi ini belakangan telah ditiadakan. Pemakaian deviezen :

Umumnja toko M.I. Indonesia melaksanakan import dengan berakkomodasi kepada Importeur lain. Pada mularja banjak diantara mereka jang dengan bulat-bulat menjerahkan kuasa kepada Importeur Asing untuk mengurus importnja dari awal sampai achir : mereka hanja tahu menjatakan barang jang dikehendakinja kepada Importeur-accomodant menjelesaikan pembagian kepada Importeur tersebut, dan menerima barang-barang ditokonja setelah tiba.

Betapa prosedure mengimport tidak mendjadi perhatian.

Dari pihak Djawatan Pemerintah jang bersangkutan sewaktu-waktu ketika perkundjungan memberikan tuntutan serta pendjelasan kepada mereka, bahwa mereka sendiripun lama kelamaan setjara berangsurangsur harus pandai melaksanakan import, setidak-tidaknja mengetahui prosedure import.

Sebenarnja memang lebih untung bagi M.I. untuk accomoderen, mengingat pesanan-pesanannja hanja sedikit.

Diantara toko-toko M.I. ini telah ada djuga beberapa jang melaksanakan sendiri importnja. Mereka ini ialah jang disamping M.I. adalah djuga Importeur jang diperlindungi, seperti :

 Toko Remeka Medan
 Agus Herman Trd , Coy.  Medan
 Toko Roma P. Siantar.

ataupun toko M.I. tersebut mempunjai hubungan organisasi dan Keuangan jang sangat erat dengan Importeur jang diperlindungi itu (Pemilik M.I. dan Importeur Benteng orangnja adalah sama, hanja perusahaan lain-lain), umpamanja :

 Toko N.V. Sima (M.I.) dengan N.V. Silindung (Importeur Benteng) di Medan.
 Toko Kunsthandel Djawa (M.I.) dengan Fa . K.K. Djawa (I.B.) di Medan.

Mengenai barang -barang monopoli jang laris lakunja kepunjaan Importeur Asing. M.I. Indonesia terpaksa accomoderen kepada Importeur Asing itu. Jang banjak menerima accomodasi ialah :

  1. Tols
  2. Borsumy
  3. Güntzel & Schumacher
  4. Guthwirt & Zonen
  5. Deli Atjeh.

Suatu hal jang menggembirakan ialah bahwa sedjak pertengahan tahun 1951 beberapa Importeur Indonesia telah bersedia melaksanakan pesanan M. I., umpamanja : N. V. Inacco dan N. V. Perseroan Dagang Tapanuli.

Jang senantiasa merupakan kesukaran bagi Importeur kita ialah soal keuangan, jang kurang modal untuk memberikan kredit dalam mempeladjari pesanan M.I. tersebut. Keadaan toko :

Berhubung kesulitan untuk mendapat ruangan toko, maka diantara toko M. I. masih ada jang letak tokonja kurang sesuai dengan dagang etjeran.

Toko de Luxe di Medan umpamanja, letaknja pada wijk grossier, sehingga toko ini terpaksa kebanjakan mendjual en-gros.

Ada pula jang memperoleh kemadjuan jang menggembirakan.

Toko „Modehuis Basrida" di Kesawan Medan umpamanja, telah dapat menempati ruangan toko seluruhnja dimana dulunja ia menempati ruangan toko tersebut bersama-sama dengan seorang Tionghoa. Pun mengenai tjorak toko, ia telah menudju kearah specialisasi pakaian mode.

Disamping itu ada pula jang tidak nampak kemadjuan apa-apa, seperti Sumatera Trading dan N. V. Serikat Tapanuli di Medan dan N. V. Iepermas di Brastagi. Toko Sumatera Trading dipermulaan tahun pernah ditahan deviezennja, oleh keadaan toko jang kurang memuaskan, belakang deviezennja kembali telah diberikan.

Pedagang Menengah :

Menurut rentjana formasi Middenstand Importeur Indonesia untuk tahun 1951 di Sumatera Utara adalah :

Nama tempat Djumlah rentjana Keadaan awal 1951 Keadaan akhir 1951
Sumatera Timur 25 13 23
Tapanuli 12 6
Atjeh 15 5
Djumlah 52 13 34

d. Pedagang antara pulau (Interinsulair).

Pada bulan-bulan pertama tahun 1951, surat idzin pengangkutan barang antara pulau mendjadi rebutan dikalangan pedagang. Hal ini adalah disebabkan harga didaerah ini sangat membubung, sedangkan harga didaerah pengiriman tidak ada menundjukkan fluctuaties jang hebat (Ingat sadja harga gula pasir jang ditriwulan satu pernah mentjapai Rp. 11.— sekg., sedangkan di Djawa harga ini tidak pernah melebihi Rp. 3.50 sekg.)

Perbedaan harga jang hebat itu mungkin oleh karena pada masa pemasukan barang didaerah ini tidak teratur (kekurangan scheepsruimte, pemogokan-pemogokan dipelabuhan, congestie gudang pelabuhan). Djuga pendjualan surat-surat idzin pengangkutan oleh saudagar ,,actentas" turut menambahkan naiknja harga-harga.

Berhubung kemungkinan keuntungan jang besar ini, maka sangatlah banjaknja diterima permintaan pengakuan sebagai pedagang antara pulau, baik dari fihak Indonesia, maupun dari fihak Asing. Daftar dibawah ini diberikutkan untuk memberikan gambaran seperlunja:

Tahun 1951: S. Utara: Diberikan pengakuan kepada pedagang:


Selama tribulan. S. Timur Indonesia Asing Atjeh Indonesia Asing Tapanuli Indonesia Asing

I 35 11
II 73 62 69 36 7 23
III 4 3 3
IV 1 7 7 5 14

Sesudah perdagangan antara pulau ini teratur dan normaal kembali (terutama sedjak gula pasir dilepaskan dari sistim allokasi pada bulan Djuni), maka perhatian pedagang Indonesia dilapangan ini mendjadi dingin.

Hanja sebagian ketjil jang tetap memelihara dagang antara pulau ini. Kebanjakan pengakuan jang telah diberikan tidak dipergunakan lagi, terutama di Atjeh.

Di Tapanuli pedagang antara pulau mempergunakan pengakuannja djuga untuk mengirim kemenjan ke Djawa.

Sedjak pemasukan barang-barang dari Djawa tidak begitu beruntung lagi, maka djuga di Tapanuli kebanjakan pedagang-pedagang jang telah diberikan pengakuan tidak actief lagi dilapangan dagang Interinsulair (djuga dikalangan Asing) sehingga pada achir tahun pengakuan jang masih berlaku disana hanja 5 perusahaan Indonesia dan 14 bangsa Asing.

Pelajaran rakjat disebelah Timur S. Utara.

Menurut letaknja Semenanjung Melaka dengan kota-kota pelabuhannja disebelah Timur dari pantai S. Utara dan banjaknja hasil-hasil dari S. Utara jang diperdagangkan ke Malaya dan Singapura, tentulah dapat diharapkan adanja pelajaran rakjat antara tempat-tempat dipantai Timur S. Utara jang berlajar pulang balik di Selat Melaka. Tetapi ini tidak ada ataupun hanja kapal-kapal ketjil bermotor dari perusahaan Tionghoa jang ada berlajar di Selat Melaka. Perhatian pengusaha-pengusaha Indonesia jang bermodal untuk memperdjuangkan adanja pelajaran Nasional antara tempat-tempat di Melaka dengan S. Utara tidak ada jang bersungguh-sungguh. Djuga pelajaran pantai Lho'Seumawe ke Belawan atau pun dari Belawan ke Tandjung Balai dan dari Tandjung Balai ke Bg. Siapi-api , tidak seberapa dilakukan oleh rakjat pelajaran.

Ini disebabkan adanja djalan raja dan djalan kereta-api jang membudjur dari K. Radja sampai T. Balai. Dengan adanja angkutan darat jang lebih tjepat ini , maka kemungkinan akan hidupnja perusahaan pelajaran pantai antara tempat-tempat jang ada dari T. Balai sampai K. Radja hanja terbatas sekali. Faktor ketjepatan dengan pengangkutan darat lebih diutamakan rakjat dari pada mengirimkan barangnja dengan tongkang jang walaupun lebih murah, tetapi mengandung risico jang lebih besar. Djuga peraturan-peraturan jang diambil oleh Pemerintah untuk mentjegah penjelundupan antara Sumatera Utara dengan Semenandjung, adalah mendjadi penghalang dalam perkembangan dan kemadjuan pelajaran rakjat di Sumatera Utara.

Pengusaha-pengusaha pelajaran rakjat jang ada.

Tjabang dari N. V. Sarikat Pelajaran Indonesia di Medan. Badan ini jang berpusat di Cheribon dan kemudian di Djakarta bertjita-tjita hendak mendjadi rederij. Usaha mereka di Sumatera Utara pada mulanja, hendak mendirikan gudang-gudang dipelabuhan-pelabuhan Sibolga, Tandjung Balai, Belawan, Langsa dan Lho' Seumawe dan pula hendak membeli lichters untuk pengumpul barang-barang dari tempattempat ditepi pantai kepelabuhan-pelabuhan export. Tetapi dari semua rentjana ini tidak ada jang djadi dan pada achirnja S.P.I. diliquideer. Sebagai gantinja di S. Utara pada bulan Desember 1951 berdiri satu organisasi pelajaran N.V. Pelajaran Pantai Nasional jang lagi dipimpin oleh Sdr. Burhan Djanggawirana. Badan ini telah mempunjai satu tongkang bermotor jang berukuran 15 ton jang dengan bantuan Inspeksi Organisasi Usaha Rakjat mendapat surat berlajar dari Sjahbandar Belawan dan bertraject T. Balai L. Bilik dan Bagan Siapi-api. Badan ini, masih sangat muda dan dalam perkembangannja moreel mendapat bantuan dari Inspeksi Organisasi Usaha Rakjat S. Utara dan Sjahbandar di Belawan dan T. Balai.

Usaha ini belum merupakan rederij tetapi masih mengangkut dan memperdagangkan barang-barang sendiri, guna dapat menutup perongkosan dari N.V. ini.

Selain dari ini, ada lagi kapal ketjil bermotor jang dimiliki oleh Tengku Saibun di T. Balai. Tentang pengusaha-pengusaha pelajaran rakjat lainnja ditempat dipantai sebelah Timur S. Utara belum lengkap gegevensnja. Disebelah pantai Timur Atjeh jang sampai achir tahun 1951 ini jang dapat diketahui ialah :

  1e. Di Olee Lheuë adalah tn. Abd. Wahab memperusahai satu tongkang bermotor dan dibantu dengan lajar jang berukuran 30 ton dan route pelajarannja ialah dari Oleë Lheuë ketempat-tempat dipantai Barat Atjeh.

Di Oleë Lheuë ada lagi pengusaha pelajaran (rede transport) jang bernama Samudra jang mempunjai 2 (dua) motorboot sebagai sleepboot dan 2 tongkang a 15 dan 10 ton. Antara Sabang dan Olee Lheuë ada lagi motorboot jang berukuran 45 ton, untuk penumpang dan djuga diperusahai oleh orang Indonesia.

Pelajaran rakjat disebelah Barat pantai Sumatera Utara:

Dengan adanja pulau -pulau jang menghasilkan bahan-bahan export dan mempunjai penduduk jang menghasilkan didepan sepandjang pantai barat dari Tapanuli dan Atjeh, pelajaran rakjat antara daratan dengan pulau-pulau itu sudah tentu banjak sedikitnja harus ada.

Hanja sadja usaha -usaha itu didjalankan oleh perseorangan.

Oleh karena lautnja berlainan sekali dengan lautan Selat Malaka, maka tongkang-tongkang lajarnja harus lebih kuat dan djuga mempunjai perongkosan jang lebih mahal.

Tentang pelajar-pelajar jang ada:

Pelajaran rakjat antara Gn. Sitoli dengan Sibolga didjalankan oleh pelajar- pelajar perseorangan dengan tongkang berlajar jang berukuran 10 s/d 15 ton boleh dikatakan setiap masa ada kita djumpai dipelabuhan Sibolga, Mereka membawa dari P. Nias, copra dan satu dua orang penumpang ke Sibolga dan kembalinja mereka membawa barang-barang dagangan dan pula satu/dua orang penumpang.

Pada musim jang baik pelajaran ini mereka tempuh 2 malam dan 3 hari (80 mijl).

Route pelajaran rakjat antara:

Sibolga — Barus tidak berapa penting artinja dan hanja dilajari oleh pengusaha pengusaha jang tinggal di Barus. Disana ada tongkang bermotor dengan dibantu oleh lajar jang berukuran 10 dan 12 ton masing-masing kepunjaan dari Chairudin dan M. Zain.

Route antara Sibolga — Natal djuga hanja dilajari jang berkedudukan di Barus. Pelajaran berkeliling P. Nias dan ke Pulau Tello djuga sudah berkurang pentingnja dengan adanja kapal K.P.M. jang 1 kali satu bulan berkeliling untuk mengumpul muatan-muatan jang ada.

Route Sibolga — Padang diladeni oleh motorboot Evie dan Sulida jang berkedudukan di Padang. Sampai achir tahun 1951 jg didaftarkan pada Sjah-bandar di Sibolga adalah:

79  perahu dari ukuran 20 kebawah
19       20 keatas

4 motorboot, 2 kepunjaan Indonesia dan jang 2 lagi kepunjaan Tionghoa.

Kalau perusahaan pelajaran antara daratan Tapanuli dengan pulau-pulau jang didepannja memang memberikan rentabiliteit jang baik, sudah barang tentu, pengusaha- pengusaha Tionghoa jang mempunjai Modal jang tjukup membuka usaha-usahanja lebih besar dengan mengisi routeroute diatas dengan motorboot- motorboot mereka, dan sebagai pertjobaan mereka telah membuka perusahaan motorboot Nias jang berukuran 77 M³ dan sampai achir tahun 1951 tidak ada ditambah mereka. Dipantai Barat dari daerah Atjeh, ditempat-tempat seperti Tapak Tuan, Meulaboh, djuga didjumpai pengusaha-pengusaha pelajaran rakjat perseorangan jang mempergunakan tongkang-tongkang lajar untuk route kepulau-pulau Sinabang dan lain-lain. Mereka djuga mengundjungi Sibolga dan Olee Lheue. Disamping kapal-kapal K.P.M. adalah pada dewasa ini tongkangtongkang lajar satu-satunja tjara untuk membawa hasil-hasil dan keperluan-keperluan penduduk disana dari tempat mereka ke Kt. Radja dan Sibolga. Hal ini disebabkan tidak baiknja djalan raja Kt. Radja ke Meulaboh.

Di Kabupaten Atjeh Besar pada tahun 1950 ada didaftarkan pada Sjahbandar disana sedjumlah 263 buah perahu/tongkang.

Tentang ukuran-ukurannja tidak ada diterima perintjiannja.

Pelajaran di Danau Toba:

Pada achir tahun 1951 terdapat 36 pengusaha pelajaran perseorangan di Danau Toba. Pelajaran ini dapat diserupakan seperti pengangkutan dengan motor bus didaratan, jaitu untuk mentransport orang dan barangbarang dagangannja dari tempat-tempat di Pulau Samosir kepekanpekan disekitar Danau Toba, seperti Balige, Prapat, Haranggaol d.l.l.

Pelajaran dengan sampan-sampan lajar sudah terdesak oleh motor-motor boot. Adanja usaha-usaha pelajaran dengan motor-motor boot di Danau Toba ini adalah suatu keharusan jang semestinja, untuk penduduk Samosir dan orang-orang jang tinggal ditempat-tempat dikeliling Danau Toba.

Maka adanja toko pelajaran jang mendjual alat-alat pelajaran motorboot diairtawar adalah sudah sepantasnja ada di Balige, tetapi sampai sekarang belum ada perhatian pedagang Indonesia ditempat itu. Djuga persediaan alat-alat untuk menambah keselamatan penumpang motorboot, sebagai pengganti alat-alat jang mereka pergunakan sekarang (bambu dan ban dalam motor sebagai pelampung) hendaknja dapat didatangkan ke Danau Toba oleh pedagang-pedagang.

Adanja kelak Kantor Pelajaran Rakjat jang chusus membantu, memperkembangkan dan membimbing rakjat pelajaran mungkin dapat menjalurkan pertumbuhan dari pelajaran-pelajaran rakjat jang ada ketingkatan jang lebih sempurna dan bermanfaat bagi perekonomian rakjat.

Organisasi Perusahaan:

Bilamana kita melihat keadaan sekitar kita, maka jang menarik perhatian adalah keadaan dan kedudukan golongan para penghasil kita, jang pada umumnja sangat menjedihkan.

Keinginan rakjat untuk memperbesar dan memoderniseer usahausahanja sudah tetap mendjadi idam-idaman baginja, hanja sadja mereka kurang ahli mempergunakan prinsip prinsip economi dan bedrijfs-economie untuk memperbesar usahanja.

Pengusaha-pengusaha bangsa Indonesia biasanja mempunjai kegiatan bekerdja, tetapi selalu kandas ditengah, disebabkan hal jang tersebut diatas dan terutama sekali pula selain dari itu karena kekurangan modal. Maka adalah maksud dari bagian ini memperhatikan nasibnja perusahaan-perusahaan ketjil dan menengah kepunjaan bangsa Indonesia itu. Dalam satu bedrijf perusahaan kita djumpai interne organisasi dan susunan interne organisasi ini adalah salah satu factor jang penting dalam ia hendak mentjapai rendement jang lebih tinggi. Bentuk dan susunan dari organisasi perusahaan rakjat kebanjakan masih belum rationeel dan goed bezet, sehingga mengakibatkan bedrijfsefficienten jang tidak sempurna.

Dalam permulaan tahun 1951 di Sumatera Utara organisasi-organisasi sematjam tersebut diatas, banjak jang sudah tidak tentu hidupnja; sungguhpun demikian, Pemerintah tidak bosan-bosan memberikan bimbinganbimbingan guna mengatasi kekurangan tsb. Djawatan Organisasi Usaha Rakjat dengan bekerdja sama dengan Djawatan Perindustrian telah menumpahkan perhatian kedjurusan ini, sehingga terbentuklah beberapa Induk-induk Perusahaan dalam tahun 1951.

Diantaranja adalah :

Sumatera Timur :

  1. Induk Perbengkelan Sumatera Utara.
    Nama lengkap ialah N.V. Induk Perbengkelan Indonesia Sumatera Utara (Inperindo).
    Azas dan tudjuan: melindungi anggota-anggotanja dan akan mendjadi badan perantaraan (jang representatief) kepada Pemerintah.
  2. Induk Panglong Indonesia Sumatera Utara.
    Organisasi ini mendjadi satu seksi dari Dewan Ekonomi Indonesia Sumatera Utara dan tiap daerah di Sumatera Utara diwakili seorang kommissaris (pengusaha panglong).
  3. Gabemi (Gabungan Bengkel Motor Industri Indonesia).
    Ini adalah satu organisasi Perindustrian dan Perbengkelan di Medan, jang bersifat sebagai overkappingslichaam untuk menjantuni keperluan anggota-anggotanja. Pada pertengahan bln. Nopember 1951 telah diresmikan pendirian gedung kantornja jang baru, terletak dipusat kota Medan.

Bagian-bagiannja adalah sebagai berikut :

 a. Bahagian perbengkelan terdiri dari :

 I. 17 perbengkelan untuk reparasi mobil.

 II. 3 Perusahaan reparasi dynamo tjas batterij dan pengantjuran logam.

 III. 3 Centraal Werkplaats Indonesia. Kesemuanja sesungguhnja telah menundjukkan kesanggupan jang baik dalam

 bagiannja masing-masing.

 b. Bahagian Perindustrian terdiri dari :

 I. 3 perusahaan pertukangan kaleng.

 II. 1 perusahaan chemie, jakni Nusantara Chemical Industry.


Tapanuli :

Dari daerah Tapanuli jang perlu dikemukakan ialah perusahaanperusahaan jang bergerak dalam lapangan dagang kemenjan, jaitu:

  1. Persatuan Saudagar Kemenjan Indonesia (P.S.K.I.) dibentuk pada tgl. 4 Nopember 1951 dan berkedudukan di Tarutung. Berbentuk bukan rechtspersoon.

635

Tudjuan dari P.S.K.I. ini menurut anggaran dasar ialah :

1. Berusaha mempersatukan pedagang kemenjan dalam lapangan perdagangan kemenjan.

2. Memperdjuangkan kepentingan anggota- anggotanja dan memberi bimbingan agar perdagangan kemenjan berada dalam tangan Indonesia.

3. Bekerdja sama dengan Pemerintah memperkuat ekonomi Nasional dilapangan perdagangan kemenjan.

4. Mendorong Pemerintah supaja anggota-anggotanja ditolong dengan arti jang seluas-luasnja dan mengadakan sanctie terhadap pedagang kemenjan jang tidak dalam organisasi.

5. Mendesak Pemerintah menjediakan fonds untuk anggota-anggota mengimbangi modal asing.

Jang diterima mendjadi anggota hanja bangsa Indonesia jang terdiri dari :

 a. Penampung (kilang kemenjan).

 b. Saudagar Kemenjan (Perseorangan atau perkongsian).

 c. Petani kemenjan.

 Pengurus-pengurusnja terdiri dari :

 Ketua Umum : R. Muara Lumbantobing dari P.D. Salson & Salem N.V.

 Wakil Ketua : R. Israel Manalu, saudagar kemenjan Tarutung.

 Anggota Badan Pengurus :

1. I. M. Hutapea dari N.V. Dagang Kemenjan.

2. M. Sinaga dari Fa. St. A. Sinaga.

3. A. Hutabarat dari Barat Trading Coy.

4. L. Hutabarat dari Fa. Mauliate

5. Hadji Sultoni dari H. Sultoni Trading Coy.

6. Mgr. Firman L. Tobing, saudagar kemenjan.

7. Maludin Silitonga, saudagar kemenjan.

Pedagang-pedagang kemenjan di Tapanuli jang berarti kedudukannja sudah tergabung dalam P.S.K.I.


Perkembangan Perusahaan.

a. Keradjinan tangan dan pertukangan ketjil.

Pertenunan dalam rumah jang productienja terutama kain-kain adat daerah jang djumlahnja tidak dapat dikumpulkan, tidak mungkin diperkembang ataupun disusun dalam organisasi. Sebabnja karena usaha ini adalah usaha sampingan sebagai penambah pentjaharian diwaktu tempo jang terkurang dan kebanjakan dıdjalankan oleh gadis-gadis.

Pembelian bahan : tersendiri-sendiri dipasar bebas.

Pendjualan kepada pedagang jang berdjadja kekota- kota besar.

b. Keradjinan anjam-anjaman (vlechtwerk).

Productienja ditudjukan untuk verpakking. Umpamanja :

1. kerandjang untuk tempat sajur-sajuran dan buah-buahan.

2. tikar untuk pembungkus tembakau. Kemungkinan untuk diperkembang dan disusun dalam organisasi tidak ada, sebabnja dito diatas.

C. Pertukangan kaju (perusahaan meubel).

Karena productie kaju, tjukup dan harga bahan ini dibandingkan dengan harga pendjualan meubel adalah baik maka pengusahapengusaha meubel ini dapat berdjalan dengan sekedar mentjukupi penghidupan pengusahanja dan buruhnja.

Disebabkan perusahaan serupa ini sangat arbeids-intensief, perkembangannja, hanja terbatas dan productienjapun sangat ketjil sadja. Kebanjakannja mengerdjakan pesanan-pesanan sadja.

d. Machinale meubel makerij ― N.V. Siandjur dengan lopendebed

systeem mulai dari penggergadjian, memotong dan tinggal memasang sadja dan „finishing touch"nja.

e. perbengkelan untuk motor-motor/reparatie werkplaatsen.

Djumlahnja banjak,

Keadaannja : alat-alatnja telah ketinggalan zaman, organis bedrijfnja Mutu penghasilannja tidak sebagaimana mestinja didjalankan. djasa-djasanja) masih kurang memuaskan.

f. Reparateurs

Banjak tetapi belum berorganisasi.

Pembelian bahan-bahan masih dari dealers importeur-asing.

g. Kilang-kilang :

pembuatan sabun
pembuatan minjak makan
pembuatan minjak nilam
pembuatan ammonia
pembuatan main-mainan (speelgoed).

Perusahaan jang perlu dikemukakan dan berdjalan baik adalah sebagai berikut:

Sumatera Timur :

1. Nusantara Chemical Industry, Dj. Amaliun Medan.

Perusahaan ini adalah perusahaan membuat ammonia -liquida. Bentuk perusahaan adalah firma dan ada dimaksud mendjadi N.V. Barang jang diperbuat tidak kalah dengan jang didatangkan dari Luar Negeri.

Penghasilan sekarang masih dibatasi sampai 6 ton sebulan. Pembatasan ini dilakukan berhubung pengusaha perusahaan tsb. takut akan saingan barang jang didatangkan dari Luar Negeri.

2. Sarmani Sa'ad, Medan,

Perusahaan tukang sepatu.

3. Tannery Rubberworks, Medan.

Perusahaan ini adalah perusahaan zool dan lak sepatu dan barangbarang karet (rubber artikelen) lain untuk motor-motor dan keretaangin jang diela dari karet mentah, tanah liat putih, melalui chemi sche behandeling dan penggilingan jang machinaal untuk seterusnja dimasukkan dalam luang besi putih dan dipanaskan dengan api biasa. Disamping pembikinan barang-barang karet tersebut diatas, djuga diusahakan satu paberik ,,stroop markisa".

4. Perusahaan rumah asap M. Nue Trad. Coy, di Stabat.

Perlengkapan-perlengkapan dari rumah pengasapan ini adalah menurut systeem jang deskundig dan bentuk perusahaan tidak kalah dengan perusahaan lain wa.

Tapanuli:

1. Perusahaan Remilling dari N.V. Perseroan Dagang Tapanuli di Sibuluan (Sibolga). Modal statutair : Rp. 5.000.000. Modal stort : Rp. 2.571.000.- (sampai achir Djuli 1951) Bahan getah untuk digiling sebagian besar hasil dari kebun- kebun kepunjaan anggota perseroan ini.

2. Sibolga T.I.C. di Sibolga.

Perusaan ini adalah perusahaan membuat kuali besi dengan memakai mesin-mesin modern.

Pada permulaan ini diutamakan membuat kuali, tapi adalah dirantjang membuat gilingan getah, mengadakan bengkel motor dan lainlain perkakas jang diperbuat dari besi.

Atjeh :

Dari Atjeh tidak ada perusahaan jang perlu dikemukakan.

Pengangkutan :

Berbagai-bagai organisasi pengangkutan mengadakan perhubungan diantara kota-kota di Sumatera Utara.

Organisasi ini timbul setelah mendapat pengalaman, bahwa dengan mendirikan perserikatan akan berkurang persaingan.

Organisasi-organisasi pengangkutan bus kepunjaan bangsa Indonesia adalah sbb :

Sumatera Timur :

1. N.V. Martimbang

2. N.V. Roma

3. N.V. Maspersada

4. C.V. Kita

5. S.T.C. N.V. (Sumatera Transport Corporation).

Tapanuli.

1. Sibual-buali

2. Pers. Motor Tapanuli Selatan

3. Pers. Motor Humbang

4. Pers. Motor Tapanuli Utara

5. Pers. Motor Toba 6. Pers. Motor Sampagul

7. Sikopawi (Tapanuli Utara)

8. Pers. Motor Tapanuli Tengah.


Atjeh.

  1. A.T.R.A. (Auto Transport Atjeh)
  2. P.A.T. (Persatuan Atjeh Transport)

Perkreditan.

Dengan adanja perkreditan dari Jajasan Pemusatan Djaminan Kredit Rakjat (J.K.) maka permintaan akan kredit itu diurus menurut instruksiinstruksi J.K. Permintaan-permintaan kredit jang masuk pada Jajasan Kredit selama thn. 1951 tidak dapat disebutkan berdjalan dengan lantjar dan memuaskan. Dari sedjumlah kurang lebih 15 (lima belas) buah permintaan kredit jang telah discreen oleh Iour diteliti dan diberikan advies dan kemudian diteruskan kepada Inspeksi B.R.I. di S. Utara pada thn. 1951 hanja permintaan - permintaan kredit dari :

  1. Firma J. Sianturi untuk perusahaan bis umum sebesar Rp. 300.000.- ( tiga ratus ribu rupiah ).
  2. N.V. Martimbang djuga untuk usaha serupa, diatas sebesar Rp. 300.000.- (tigaratus ribu rupiah ).

Jang diterima baik oleh J.K. dan uang pindjaman diterima oleh pengusaha-pengusaha itu dengan memuaskan pada bln. Nopember 1951.

Tiga permintaan kredit untuk pembeli motor-motor bis dari perseroan masing-masing â Rp. 50.000.— ( lima puluh ribu rupiah) ditolak oleh J.K. walaupun mereka bergabung dalam salah satu organisasi pengangkutan (P.M.G.).

Harapan dari perusahaan-perusahaan mendapat pertolongan jang besar dan baik pengaruhnja dalam perkembangan dan kemadjuan perusahaannja dengan adanja Jajasan Kredit dan welvaartsplan Djawatan Organisasi Usaha Rakjat belum dirasakan selama thn. 1951.

Dengan tetap mengikuti procedure penjelesaian kredit jang diinstruksikan J.K. dan oleh karena pada chususnja segala permintaan kredit dari jang berdjumlah ketjil sampai jang besar dipertimbangkan dan diputus oleh J.K. di Djakarta maka hasil jang diharapkan dari perkreditan J.K. itu bagi pengusaha-pengusaha didaerah kurang bermanfaat.

Pengusaha - pengusaha jang akan diberikan pindjaman, mempunjai banjak kekurangan- kekurangan ditilik dari sudut bedrijfs -economis dan bedrijfs-technis ...... / ...... organisatoris ditambah lagi dengan tindjauan Bank dari sudut Bank-technis, mengakibatkan bahwa harapan untuk mendapat crediet sangat sedikit bagi perusahaan-perusɔhaan jang diperusahai mereka jang baru diberdirikan.

Omzet dari perkreditan ini dalam praktijknja tidak dapat dilahirkan mendjadi kenjataan . Dalam thn. 1951 permintaan-permintaan kredit jang diterima di S. Utara adalah sebagai berikut :

639

1. Sumatera Timur Medan, 30 permintaan kredit jang terendah Rp. 25.000.- dan jang tertinggi Rp. 630.000.-
2. Tapanuli, Sibolga, 13
3. Atjeh, Kutaradja, tidak ada.
Pelaksanaan perkreditan ini umumnja belum memuaskan.

MENUDJU INDUSTRIALISASI.

Sedjarah ringkas pertumbuhannja.

 Sebelum petjah perang dunia kedua, diwaktu Indonesia masih dalam alam pendjadjahan Belanda, usaha-usaha perindustrian bangsa Indonesia hampir tidak dihiraukan orang. Rakjat ketiadaan modal dan keahlian serta pemerintah Belanda tidak menaruh perhatian terhadap usaha memperkembang perindustrian dalam negeri. Sesuai dengan politik kemakmuran Belanda, barang-barang jang dihadjati oleh rakjat dimasukkan dari luar negeri. Politik jang dipakai ialah politik export, untuk memeras kekajaan Indonesia sebesar-besarnja. Mentjapai keperluan hidup rakjat tidak mendjadi tudjuan.
 Didalam usaha-usaha perindustrian jang tidak berarti itu, bahagian bangsa Indonesia hanja ketjil sekali, apalagi dalam lapangan perusahaan jang perkembangannja dibatasi, jang pada hakekatnja berarti membatasi terutama bagi pengusaha-pengusaha bangsa Indonesia. Sebagai tjontoh, sebelum perang semua perusahaan remilling karet adalah ditangan bangsa asing, tiada satupun kepunjaan bangsa Indonesia.
 Setelah balatentera Djepang mengindjakkan kakinja di Indonesia, barang-barang djadi murah dan banjak dilemparkan kepasaran dari barang-barang persediaan jang ada dalam gudang-gudang Belanda. Barang-barang ini diboroskan oleh pemerintah Djepang dengan djandji-djandji bahwa tidak lama lagi Indonesia akan dibandjiri oleh barang-barang jang murah dari Djepang. Usaha-usaha kearah menghasilkan sendiri keperluan-keperluan rakjat tidak dipikirkan. Barang-barang jang didjandjikan tidak datang. Sementara persediaan-persediaan telah habis. Pemerintah pertadbiran militer Djepang terpaksa membeli barang-barang tadi kembali dengan harga jang kian lama kian tidak diperhitungkan. Uang ditjetak sebanjak-banjaknja dan dengan mudah sadja dihambur-hamburkan dikalangan masjarakat. Dalam keadaan persediaan jang merosot tjepat ini, nasib rakjat amat menjedihkan. Kain poplin mendjadi belatju, dari belatju turun kegoni, dan achirnja muntjullah badju kulit kaju (terap). Bahan makananpun demikian halnja. Karena benang pendjahit tidak ada, dipakainja serat pisang dan nenas. Bedak diperbuat dari tanah putih. Hadjat jang sangat terhadap barang-barang jang mendjadi keperluan hidup sehari-hari ini merupakan tekanan jang mendorong rakjat supaja memutar otaknja mengadakan pendapatan-pendapatan baru dengan mempergunakan bahan-bahan dan alat-alat jang ada.
 Pengalaman-pengalaman jang pahit semasa Djepang ini meninggalkan akibat jang baik, jaitu tumbuhnja bibit jang subur untuk berusaha sendiri, mentjari keperluan hidup, mengadakan barang-barang jang tadinja tidak terpikir oleh rakjat banjak. Otak djadi terbuka dan sifat malas diwaktu jang silam itu lenjap dengan tjepatnja.
 Kegiatan-kegiatan memperkembang usaha-usaha industri telah semakin meningkat disa'at peperangan sudah berachir Mesin-mesin, alat-alat tambal-tambalan bekerdja sekuat tenaganja jang terbatas sampai


tiba sa'at proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka suasana dikalangan perusahaan-perusahaan ini lantas berobah dengan dihadapkannja semangat, kemauan dan kegiatan kepada perdjuangan menegakkan kemerdekaan jang diproklamasikan.

Usaha jang mulai berdjalan agak lantjar, mesin-mesin jang telah berpusing, kembali menganggur. Pembuatan barang-barang produksi terhenti. Semangat rakjat meluap-luap menentang kembalinja pendjadjahan Belanda di Indonesia. Keadaan begini berdjalan berbulan-bulan, jang berakibat bukan sadja barang-barang keperluan habis tidak berganti, djuga jang terutama rusaknja perusahaan-perusahaan dan mesin-mesin, sebab ada jang dibongkar orang, ada jang didjuali satu demi satu alat perkakasnja.

Kemudian setelah terbentuk pemerintahan de facto R.I. mulailah direntjanakan pembangunan-pembangunan industri disamping rentjana-rentjana perdjuangan. Segala sisa-sisa usaha peninggalan Djepang jang masih dapat dipergunakan, dimulai mendjalankannja kembali serta diusahakan pemasukan alat-alat kelengkapannja dari luar negeri.

Pemerintah mengandjurkan supaja rakjat memasuki lapangan perindustrian dengan memberikan kelonggaran seluas mungkin. Usaha ini sudah mulai berdjalan, tetapi tiba-tiba Belanda mulai menjerang Republik dengan agressinja sehingga pembangunan-pembangunan didaerah Republik hantjur kembali, sebagian karena dirusakkan sendiri dan banjak jang mendjadi korban pembongkaran-pembongkaran oleh orang-orang jang memakai kesempatan dalam waktu katjau itu.

Ditempat-tempat pendudukan Belanda, dengan bantuan B.I.H.-nja industri-industri diperkembangkan dengan memberi bantuan alat-alat dan bahan-bahan setjara toewijzing dengan harga semurah-murahnja. Hanja sedikit sekali kesempatan ini dapat dipergunakan bangsa Indonesia disebabkan oleh keuangannja jang sangat lemah. Bantuan jang terbesar djatuh kepada perusahaan-perusahaan bangsa asing terutama Tionghoa.

Semasa pemerintahan R.I.S. umumnja perindustrian didaerah-daerah Republik djauh lebih mundur dibandingkan dengan daerah-daerah federal lainnja. Sekalipun oleh Kementerian Kemakmuran di Djakarta ditjoba mengadakan kerdjasama guna memperkembang usaha-usaha perindustrian diseluruh Indonesia dengan mentjoba mengutamakan daerah-daerah jang terbelakang dibagian Republik, tetapi ternjata kerdjasama ini tidak lantjar djalannja, karena tjara mengalirkan alat-alat dan bahan-bahan dari daerah-daerah federal kedaerah-daerah Republik mengalami berbagai kesulitan. Baru sesudah terbentuk Negara Kesatuan, rentjana perkembangan industri ini dapat diratakan keseluruh daerah-daerah. Demikian djuga telah dapat diperbesar perhatian kepada usaha-usaha jang bertjorak nasional.

Sekalipun usaha-usaha Pemerintah untuk membantu dan membimbing perusahaan-perusahaan nasional ini belum memuaskan, tetapi dapat dilihat bahwa perbaikan dan kemadjuan didjurusan ini mendapat perobahan besar, baik mengenai mekanisasi dan djumlah, berkat kelonggarankelonggaran dan pindjaman-pindjaman jang diberikan dengan sjarat-sjarat jang tidak berat.

Misalnja kini di Sumatera Utara telah berdiri perusahaan-perusahaan jang modern dan besar kepunjaan bangsa Indonesia jang tidak kalah dengan perusahaan-perusahaan bangsa asing, seperti pertjetakan, kilang-kilang papan, kilang-kilang perabot rumah, mesin-mesin tenun baru, serta kelengkapan tenun lainnja dari mesin-mesin, gilingan padi, bengkel rupa-rupa, pabrik sigaret masinal, remilling getah, usaha-usaha distilasi dan kimia dan beberapa djenis usaha-usaha keradjinan jang tadinja belum didapati didaerah ini.

Djika diperhatikan banjaknja perusahaan-perusahaan di Sumatera Utara menurut keadaan pada achir tahun 1952, dapatlah diperbandingkan sebagai berikut:

Indonesia Tionghoa Bangsa asing lain.
Atjeh 35% 64.5% 0.5%
Sum. Timur 25% 72% 3 %
Tapanuli 65% 34.5% 0.5%

Sudah tentu potensi keuangan dan kesanggupan perusahaan-perusahaan tidak sama, tetapi djelaslah bahwa baik dalam djumlah atau potensinja, pengaruh bangsa Tionghoa masih kuat menekan usaha-usaha nasional. Tetapi pemerintah telah mempunjai rentjana untuk tahun-tahun berikutnja. Dalam djangka waktu jang tidak lama, insja-Allah, usaha-usaha nasional djika belum dapat mengalahkan usaha-usaha bangsa asing, sekurang-kurangnja telah dapat mengimbanginja.


LAPANGAN USAHA.
Dalam segala matjam usaha perindustrian, nampaknja bangsa Indonesia telah menaruh perhatian, sekalipun umumnja kedudukan perusahaan-perusahaan nasional masih sangat tertekan dengan adanja perusahaan-perusahaan asing jang lebih banjak djumlahnja, lebih tinggi kapasiteitnja, atau lebih kuat modalnja.

Terutama bangsa Tionghoa masih kuat kedudukannja dalam industri barang-barang makanan, minuman, penggilingan padi, industri hasil tembakau, perkakas rumah tangga, barang-barang dari kulit dan dari karet, perusahaan kimia termasuk pembikinan sabun, hasil listrik dan alat-alat keperluannja, demikian djuga dalam perusahaan bengkel dan reparasi.

Penggilingan padi misalnja, terutama di Sumatera Timur banjaknja penggilingan padi bangsa Tionghoa djauh lebih besar djumlahnja. Diantara 338 penggilingan padi 231 diantaranja adalah kepunjaan bangsa Tionghoa. Dalam hal ini Tapanuli dan Atjeh sekalipun dalam perbandingan djumlah jang ketjil ada lebih beruntung. Diantara penggilingan padi jang djumlahnja 62 di Atjeh, 49 adalah kepunjaan bangsa Indonesia. Mesin giling padi orang Tionghoa jang djumlahnja 11 dianggap sedikit dibandingkan dengan 111 penggilingan kepunjaan bangsa Indonesia. Sigaret jang begitu banjak diisap penduduk di Sumatera Utara hampir seluruhnja berasal dari usaha bangsa asing. Sangat menggembirakan pembangunan satu paberik rokok nasional di Medan jaitu Barat Cigaret Factory. Paberik ini memakai 1 mesin jang modern dengan kekuatan 1200 batang setiap menit dan akan dibuka pada permulaan tahun 1953. Tudjuan paberik rokok jang djuga telah memakai mesin penggulung adalah kepunjaan orang-orang Tionghoa dengan kekuatan 7900 batang setiap menit. Dalam bulan Desember 1952 rokok sigaret telah dapat dihasilkan sebanjak 76.088.400 batang.


Djuga kita masih ketinggalan dalam pertukangan sepatu, industri perabot rumah tangga, penggergadjian kaju, remilling getah, Pharmasita dll. Pertukangan emaspun hampir seluruhnja telah lepas ketangan bangsa Tionghoa.


Jang agak menggembirakan ialah pertjetakan, penggergadjian dan pertenunan. Dibandingkan dengan tahun 1950, kenaikan djumlah pertjetakan bangsa Indonesia lebih 100% adanja. Jang dahulunja hanja 18 pertjetakan sekarang telah naik djadi 36 buah, diantaranja dua di Atjeh dan Tapanuli. Semuanja berkekuatan 58.304 m²/djam. Dipandang dari segi kapasitetnja, mesin tjetak kita masih djauh ketinggalan. Empat mesin tjetak bangsa Eropah jang ada di Medan sadja mempunjai kesanggupan mentjetak 65.259 m²/djam ditambah lagi dengan 10 pertjetakan Tionghoa jang kekuatannja 20.362 m²/djam.


Adalah menarik perhatian mengapa bangsa Indonesia djadi ketinggalan benar dalam soal perindustrian barang-barang dan makanan jang mendjadi kebutuhan rakjat sehari-hari. Begitupun dibandingkan dengan Sumatera Timur, kedudukan bangsa Tionghoa dalam perindustrian telah terdesak di Tapanuli dan Atjeh. Selandjutnja untuk mendapat gambaran jang lebih djelas disini diturunkan keadaan beberapa perusahaan di Sumatera Timur, daerah jang perkembangan industrinja lebih pesat dari Atjeh dan Tapanuli.


Tekstil.

a. Rami

Djika diingat bahwa pakaian adalah kebutuhan hidup jang penting sesudah makanan, maka sebagai negara pertanian jang mempunjai tanah-tanah jang begitu luas, amatlah menjedihkan djika bahan-bahan untuk ini semuanja masih harus didatangkan terus menerus dari luar negeri. Bahan pakaian jang terpenting ialah jang berasal dari tumbuh-tumbuhan jang salah satu diantaranja rami (bochmeria nivea) jang sedjak pendudukan Djepang penanamannja telah menundjukkan hasil jang memuaskan di Sum. Timur.


Diwaktu pendudukan Djepang, di Pematang Siantar telah didirikan satu paberik benang rami dan sudah mengeluarkan hasil 400 kg sehari dari mutu nomor 20/s. Paberik ini diteruskan pada waktu Republik Indonesia sampai aksi militer Belanda jang pertama. Tetapi pada waktu pemerintahan N.S.T. paberik ini dibongkar karena tempat paberik itu ditegakkan harus dikembalikan pada pemilik (Siantar Estate). Mesin-


mesinnja diangkut kesuatu kebun dekat Perbaungan (Melati Estate) jang dikuasai oleh apa jang disebut waktu itu N.I.B.I. Kemudian pada tahun 1951, mesin-mesin tadi dibeli oleh N.V. Sungei Agul, suatu perkongsian Indonesia jang maksudnja akan membuka pabrik rami di Sumatera


Timur ini. Perhatian Pemerintah, baik didaerah maupun di Pusat, sangat besar terhadap usaha ini dan telah berkali-kali penindjau-penindjau dari pemerintah Pusat datang ke Medan untuk mempeladjari soal-soal pelaksanaan pendirian pabrik tersebut.

Jang aktip dalam usaha-usaha penjelenggaraan pendirian pabrik tsb, ialah N.V. Sungei Agul (pengusaha) dan Djawatan-djawatan Pertanian dan Perindustrian dengan dibantu oleh pemerintah Daerah. Di Djakarta untuk menghadapi usaha rami ini telah dibentuk suatu panitia rami jang anggota-anggotanja terdiri dari Wakil-wakil Kementerian Perekonomian, Kementerian Pertanian, Bank Industri Negara dan Djaw. Perkebunan sedang sebagai penasehat terdiri dari ahli-ahli bangsa Asing, jaitu seorang dari United Nations Technical Experts for Indonesia, seorang dari Food & Agricultural Organization, 2 orang dari E.C.A., sedang didaerah (Sumatera Utara) panitia rami ini terdiri dari wakl Pemerntahan Daerah, Wakil Inspeksi Perindustrian, wakil Inspeksi Pertanian dan dari N.V. Sungei Agul kemudian pada waktu belakangan ini diperkuat lagi dengan keanggotaan Djawatan Pekerdjaan Umum.


Pelaksanaan dalam rentjana pendirian pabrik rami ini baru dalam usaha penanaman bahan-bahannja jang langsung dihadapi oleh Inspeksi Djawatan Pertanian Sumatera Utara, sedangkan pembangunan pabriknja masih dalam tingkat persiapan. Diseluruh Indonesia baru inilah pabrik rami jang ada dan sedang direntjanakan untuk mendirikan beberapa pabrik lain, djika pertjobaan pertama ini berhasil.


Pembangunan pabrik rami N.V. Sungei Agul tsb. bergantung pada bantuan pemerintah. Telah diusahakan pemberian pindjaman Rp. 1.500.000 dan diharapkan djumlah ini akan bertambah hingga mentjapai kira-kira Rp. 4.500.000.- untuk memperlengkap alat-alat jang ada sekarang supaja dapat mengeluarkan produksi jang lebih besar dengan kelengkapan jang lebih baik.


b. Pertenunan-pertenunan.

Dibandingkan dengan keadaan sebelum perang, pertenunan jang berdjalan sekarang baru kira-kira 50%. Tetapi sekalipun demikian beberapa kemadjuan teknis telah diperoleh dengan bertambahnja alat -alat, jaitu: tiga buah mesin palet dengan 52 spindels, dua buah mesin kelos dengan 100 spindels dan sepuluh buah alat tenun mesin lebar 1 kali.


Dalam tahun 1953 akan dimasukkan lagi mesin alat tenun, mesin palet dan kelos masing-masing kira-kira 20 buah, 2 buah dan 1 buah. Semua pertenunan jang telah terdaftar adalah kepunjaan bangsa Indonesia.


c. Konpeksi (Pendjahitan pakaian).

Sebelum perang penduduk di Sumatera Utara ini mengenal perusahaan pendjahitan sebagai tempat menempahkan pakaian atau pendjahitan pakaian kodian jang kasar-kasar seperti pakaian anak-anak atau djas dsb., sedang kemedja toko dan pijama dari segala rupa dan djenis semuanja didatangkan dari luar negeri.


Pemakaian kemedja dan pijama toko di Sumatera Utara ini paling sedikit lima djuta helai dalam setahun. Berapa orangkah buruh jang dapat hidup dari pembuatan pakaian itu ? Betapa besar pula devisen jang harus dikorbankan pemerintah untuk pemasukannja ? Usaha kedjurusan pembuatan kemedja dan pijama ini telah dimulai sedjak tahun 1952 oleh beberapa perusahaan dan sampai achir Desember 1952 telah menghasilkan lk 500 pasang pijama dan 2000 potong kemedja sebulan (di kota Medan sadja). Alat-alat pembuatnja masih memakai mesin-mesin biasa ditambah alat-alat tambahan membuat lobang dan mendjahit kantjing.


Suatu perusahaan konpeksi jang sebenarnja, telah berdiri dikota Medan kepunjaan bangsa Tionghoa jang alat-alatnja baru sadja pada pertengahan Nopember 1952 dimasukkan. Berhubung dengan ahli-ahli pasang dan ahli dalam pekerdjaan itu disini tidak ada, maka pengusaha sendiri telah pergi ke Djakarta, untuk mempeladjari sendiri tjara mempergunakan mesin baru itu sambil meminta montir untuk memasang Setahu kami baru inilah satu-satunja perusahaan konpeksi jang sebenarnja di Sumatera ini. Djika ini sudah berdjalan sebagaimana mestinja, maka dengan alat-alat jang ada sekarang perusahaan itu telah dapat mengeluarkan kemedja sebanjak 360 helai sehari dengan memakai buruh sebanjak 36 orang, termasuk pekerdjaan-pekerdjaan administrasi, memotong, mendjahit, menggosok dan membungkus. Sebagian besar buruh itu terdiri dari wanita. Kini perusahaan tersebut baru dalam tingkat mempeladjari pemakaian mesin-mesin itu sedang buruhnja baru berdjumlah 16 orang terdiri dari 90% bangsa Indonesia.


Telah direntjanakan dan sedang diperdjuangkan supaja pada tahun 1953 setidak-tidaknja perusahaan sebesar ini telah dimiliki oleh pengusaha nasional, baik setjara perseorangan maupun perkongsian. Seandainja pengusaha-pengusaha Indonesia tidak sanggup menjediakan modal dengan kekuatan sendiri, akan diusahakan supaja sebahagian dapat dipenuhi dengar. bantuan Jajasan Kredit Daerah.


2. Keramik dan barang-barang dari semen.

Dibandingkan dengan keadaan sebelum perang, perusahaan keramik sekarang sudah djauh lebih madju, baik mengenai djumlah penghasilan maupun mutunja. Sebelum perang bangsa Indonesia tidak ada memiliki pembakaran batu di Sumatera Utara ini, tetapi kini di Sumatera Timur sadja sudah berdiri 15 buah dan beberapa buah lagi sedang dalam persiapan. Pun pembuatan genteng semen, pada masa sebelum perang hanja berada dalam tangan bangsa Asing, tetapi dewasa ini sudah hampir seimbang banjaknja. Batu djubin (tegel) mutu no. 2 kebawah jang dulu banjak didatangkan dari luar daerah, kini mendatangkannja tidak diperlukan lagi karena didaerah ini sudah banjak perusahaan jang membuatnja, hanja sajang sekali bukan kepunjaan bangsa Indonesia. Pada tahun 1952 telah masuk sebuah mesin tjetak batu-bata sedang dalam tahun 1953 ditunggu kedatangan 3 buah mesin lagi beserta 2 mesin tjetak genteng tanah jang termasuk dalam rentjana mekanisasi industri ketjil 1953.

3. Belerang.
Zwavelzuur, zwavelzuur ammoniak, zwavel natrium, rabuk-rabuk sendjata, pembersih minjak dari tanah (S.O.2) untuk pabrik kertas dan beberapa keperluan lainnja di Indonesia selama ini, dimasukkan dari luar negeri dengan mempergunakan devisen berdjuta-djuta rupiah. Sebenarnja bahan-bahan mentah untuk ini banjak didapati di Indonesia dan menurut penjelidikan ahli-ahli, belerang dari Sibaganding (Tapanuli Utara) tjukup baik untuk pembuatan barang-barang tersebut diatas. Tempat ini telah diselidiki oleh wakil-wakil Perserikatan Bangsa-bangsa pada bulan Mei 1952. Mesin-mesin untuk memprodusir belerang-belerang halus (zwavel bloem) telah dipesan keluar negeri oleh pemerintah. Kira-kira pada bulan April/Mei 1953 ditunggu kedatangan mesin-mesin tersebut, sementara persiapan-persiapan untuk pendirian pabrik dimaksud telah dimulai. Jang mendjadi pelaksana dalam hal ini ialah N.V. Namoradilangit dibawah pengawasan Djawatan Perindustrian, Ahli-ahli untuk ini akan datang bersama-sama dengan mesin-mesin tersebut. Inilah salah satu usaha baru jang diharapkan akan menambah kemadjuan industri didaerah Sumatera Utara.

4.Pertjetakan.
Pada achir tahun 1950 perusahaan pertjetakan terdiri atas:
 kepunjaan bangsa Indonesia 14 dengan kekuatan 22.816 m²/djam
 kepunjaan bangsa Indonesia 11 dengan kekuatan 20.576 m²/djam
 kepunjaan bangsa Eropah 3 dengan kekuatan 59.576 m²/djam.
dan pada achir tahun 1952 bertambah djadi:
 kepunjaan bangsa Indonesia 28 buah dengan kekuatan 52.368 m2/djam
 kepunjaan bangsa Indonesia (warga baru) 8 dengan kekuatan 5,936 m²/djam
 kepunjaan bangsa Tionghoa 10 dengan kekuatan 20.362 m²/djam
 kepunjaan bangsa Eropah 4 dengan kekuatan 65.259 m² /djam

Melihat tjatatan angka-angka sebagai tersebut diatas kelihatan dengan djelas bahwa perkembangan usaha pertjetakan meningkat hampir 100% dari tahun 1950 dan begitu djuga kepunjaan bangsa Indonesia bertambah 100%.

5.Remilling (kilang penggilingan getah). Pada achir 1950 tertjatat 9 buah jang telah berdjalan dan pada achir tahun 1952 terdapat sebanjak 10 buah djadi hanja bertambah 1 buah. Dari beberapa surat izin mendirikan remilling getah jang telah dikeluarkan pada tahun 1950 diantaranja telah disediakan surat-surat izin bagi bangsa Indonesia, tetapi berhubung dengan kesulitan modal dll, pelaksanaan pendirian remilling tsb. tidak berlangsung sehingga terpaksa izin itu ditarik kembali. Dari djumlah remilling jang ada di Sumatera Timur hanja 3 buah jang turut ditjampuri modal bangsa Indonesia sedangkan selebihnja hampir 100 % modal Asing.


6. Pabrik es.
Pada achir tahun 1950 di Sumatera Timur tertjatat 5 kilang es dan pada achir tahun 1952 terdapat 7 buah (bertambah 2 buah) jaitu 1 kepunjaan warga negara Indonesia dan 1 terdiri atas modal tjampuran (Indonesia dengan Asing). Pada waktu ini terdapat kilang-kilang es untuk keperluan umum di kota- kota.:

Pem. SIantar (kepujaan bangsa Asing)
T. Tinggi (kepujaan bangsa Asing
T. Balai (kepujaan bangsa Indonesia)
Bindjei (kepujaan bangsa warga Indonesia)
Medan (kepujaan bangsa warga Indonesia)
Medan (kepujaan bangsa Asing)
R. Prapat (terdiri atas modal tjampuran)


7. Pabrik Sigaret.
Pada achir tahun 1950 hanja ada satu buah pabrik Sigaret jang menggunakan mesin untuk penggulung jaitu di Pematang Siantar jang mempunjai 3 mesin penggulung, tetapi pada achir tahun 1952 perusahaan ini bertambah djadi 9 buah dengan menggunakan sedjumlah 12 buah mesin. Dari sebanjak itu hanja ada sebuah kepunjaan bangsa Indonesia dan lain-lain adalah kepunjaan modal tjampuran dan Asing.


8. Pembikinan barang-barang dari bahan karet.
Di Sumatera Utara hanja terdapat sebuah perusahaan pembikinan ban luar sepeda jang dapat menghasilkan 10.000 buah sebulan dan disamping itu perusahaan tersebut membikin djuga sandal karet dll. Selain dari itu masih ada perusahaan pembikinan barang dari karet jang ketjil-ketjil untuk membikin tapak sepatu, mainan anak-anak dari karet, ketjil untuk sandal dll, hampir seluruhnja usaha ini ditangan bangsa Asing.

Masih ada beberapa pengusaha jang akan bergerak kedjurusan ini, tetapi kelihatannja hanja terdiri dari bangsa asing sadja.


9. Perusahaan lain-lain.
Perusahaan- perusahaan seperti pembikinan buku-buku tulis, pendjilidan buku, dll. boleh dikatakan terus bertambah. (Perusahaan-perusahaan ketjil ini banjak jang belum didaftarkan sehingga tidak dapat diketahui betul keadaannja jang sebenarnja) .
10. Bantuan modal.
Umumnja pengusaha-pengusaha nasional, seperti telah disebutkan sangat lemah berhubung dengan ketiadaan modal dan kurang paham tentang tehnik dan effisiensi perusahaan. Memang diakui pindjaman-pindjamn telah banjak diberikan melalui bank-bank pemerintah, tetapi seringkali djumlah pindjaman jang dikabulkan tidak mentjukupi. Telah sepatutnja pengusaha-pengusaha nasional jang dipertjaja diberi bantuan setjukupnja supaja perusahaan tidak terhenti, sekalipun misalnja hasil jang memuaskan tidak lantas dapat dikeluarkan untuk didjual kepada umum.

Djika terpaksa berhenti satu dua hari sadjapun, ini telah berarti kerugian bagi perindustrian tersebut, berhubung dengan :
a. gadji pekerdja dan pegawai harus dibajar terus.
b. hasil tidak ada karena barang-barang bahan atau penggerakkan perusahaan tidak diperoleh.

Ini lebih-lebih dirasakan oleh perusahaan-perusahaan jang belum madju. Melihat perkembangan perindustrian di Sumatera Utara, ada harapan perusahaan-perusahaan nasional akan meningkat madju, apalagi djika kemadjuan ini senantiasa dibarengi oleh bantuan-bantuan modal dan bimbingan dari djawatan-djawatan jang bersangkutan.