Lompat ke isi

Propinsi Sumatera Utara/Bab 2

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
MENJAMBUT PROKLAMASI

MENJAMBUT PROKLAMASI.

UTJAPAN proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dengan samar-samar sampai kepada bangsa Indonesia di Sumatera Utara. Beberapa pemimpin jang dapat mendengar utjapan pernjataan itu melalui radio ternjata tidak mempunjai tjukup kekuatan atau kemauan untuk menjebarkan utjapan pernjataan proklamasi kemerdekaan itu dengan seluas-luasnja ditengah-tengah masjarakat.

Pada tanggal 27 Agustus 1945 Mr. Teuku Mohammad Hassan dan Dr. M. Amir kembali di Medan dari menghadiri sidang Panitia Persiapan Indonesia Merdeka di Djakarta.

Mr. Teuku Mohammad Hassan dan Dr. M. Amir membawa instruksi dan keputusan-keputusan dari Pemerintah Pusat di Djakarta untuk diselenggarakan di Sumatera.

Pada tanggal 3 September 1945 Mr. Teuku Mohammad Hassan dan Dr. M. Amir mengundang tuan jang terkemuka dikota Medan dengan maksud untuk membentuk Komite Nasional melaksanakan keputusan-keputusan dari Djawa.

Dalam hubungan ini. Mr. Teuku Mohammad Hassan menjatakan:

„Akan tetapi maksud ini tidak dapat dilangsungkan, karena belum dapat disetudjui orang, apalagi waktu itu baru sadja dibentuk satu panitia penerimaan (comite van ontvangst) tamu jang akan datang (Belanda) oleh pihak keradjaan, sedang Tentera Djepang masih berkuasa dan wakil Tentera Sekutu telah tiba di Medan”.

Hari ‘Aidil Fitri pada 8 September 1945 dirajakan dengan diliputi oleh suasana semangat kemerdekaan.

Untuk mentjapai persatuan dan menguatkan semangat atas andjuran Mr. Teuku Mohammad Hassan dan Dr. M. Amir pada tanggal 17 September 1945 dibentuklah „Panitia Kebangsaan” jang terutama bekerdja dalam lapangan sosial.

Kedjadian-kedjadian di Djakarta berkembang dengan tjepatnja, dan oleh kegiatan dari pegawai-pegawai P.T.T. di Medan berita-berita ini tersiar dikalangan pemuda-pemuda jang menjebarkan harapan dan semangat perdjuangan.

Orang giat menangkap siaran-siaran radio, sehingga perkembangan keadaan setelah utjapan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia diikuti dengan saksama dan semangat jang bergelora.

Maklumat SUKARNO — HATTA pada 18 Agustus 1945 kepada seluruh rakjat Indonesia jang mengadjak tenaga-tenaga jang berani bertanggung djawab ikut serta dalam pembangunan Negara Indonesia Merdeka mendapat sambutan jang meluap pada dada pemuda Indonesia. Pendjelasaan Presiden Sukarno pada tanggal 23 Agustus 1945 melalui radio Djakarta menegaskan bahwa : 1. Kemerdekaan Indonesia tetap sebagaimana jang telah diproklamirkan, 2. Djepang tidak mempunjai kekuasaan membatalkan kemerdekaan itu. 3. Oleh karena repolusi nasional itu masih akan menempuh gelombang jang hebat dahsjat, perintahkan supaja : a. rakjat patuh dan setia pada pemimpin, b. rakjat membantu mendjaga keamanan, c. rakjat mengatur persiapan-persiapan, dengan djalan : Pertama, mendirikan Badan Keamanan Rakjat dimana terdiri lapisan-lapisan pemuda. Kedua, mendirikan Partai Nasional Pusat di Djakarta dan Komite Nasional diliap-tiap daerah. Ketiga. mendirikan Partai Nasional Indonesia.

Kemudian seruan Wakil Presiden Mohammad Hatta jang menjatakan bahwa : ,,Pengumuman kemerdekaan kita itu, telah didengar djuga diseluruh dunia.

Radio Belanda di Australi lantas menjambut permakluman itu dengan propaganda jang ditudjukan kepada rakjat Indonesia, supaja rakjat Indonesia djangan berdiri dibelakang Sukarno — Hatta.

Tetapi soal Kemerdekaan Indonesia bukanlah soal orang lain, melainkan soal kita sendiri. Kemerdekaan Indonesia bukan tjita-tjita baru, tetapi tjita-tjita jang telah kita perdjuangkan sedjak berpuluh-puluh tahun. Lihat Undang-undang Dasar kita jang mengandung tjita-tjita nasional kita sedjak dahulu.

Kini Kemerdekaan kita telah dimaklumkan. Segenap rakjat me- njiapkan dirinja untuk memeliharakan kemerdekaan bangsa kita jang berdaulat itu. Pemuda-pemuda kita menjiapkan djiwa-raganja untuk membela kemerdekaan bangsa dan tanah air. Kita telah 40 tahun ber- djuang untuk Indonesia Merdeka, telah banjak pengorbanan jang dibe- rikan oleh bangsa kita untuk mentjapai tudjuan klta itu. Radio Belanda hanja akan mempertontonkan kebodohannja sadja, kalau ia menjerukan supaja rakjat Indonesia tidak usah merdeka. Kepada segenap pemuda-pemuda kita, saja mau kemukakan beberapa perkataan :

Kamulah angkatan muda jang akan mendjadi Bangsa kita dimasa jang akan datang !

Kamu telah menjediakan djiwa kamu untuk mati, guna Kemerdekaan bangsa dan tanah air, tetapi kami mesti menjediakan djuga diri kamu untuk hidup, unluk menegakkan Bangsa Merdeka dimasa jang akan datang !

Rakjat Djelata diseluruh Indonesia mempertjajakan nasibnja kepada kamu dan kamu haruslah insjaf akan pertanggungan djawab kamu ditengah-tengah Rakjat Djelata bangsa kita !”

Seruan Presiden dan Wakil Presiden ini diketahui dan dikerdjakan oleh rakjat. Didorong oleh keinginan bertanggung djawab terhadap pembangunan Indonesia Merdeka, maka para pemuda Indonesia di Medan pada 23 September 1945 berkumpul di Fuzi Dori No. 6 (Djalan Djakarta sekarang), menjusun „BARISAN PEMUDA INDONESIA" untuk menegakkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan pertaruhan segenap djiwa dan raga.

Barisan Pemuda Indonesia ini dipimpin oleh A. Tahir sebagai ketua I Abdul Malik Munir ketua II dan M.K. Djusni sebagai sekretaris umum.

Rumah di Djalan Djakarta 6 ini memegang peranan bersedjarah dalam menegakkan proklamasi kemerdekaan di Medan.

Rumah ini adalah asrama pemuda-pemuda Seinen Ren Seisyo (Sekolah Landjutan Djepang). Dalam rumah inilah berkumpul pemuda-pemuda dari Seinen Zyuku dan Talapeta (Sekolah Pertanian Djepang) Kerumah ini djugalah datang berkundjung pemuda-pemuda Indonesia bekas Hei Ho dan Gyu Gun. Kemudian menjusul datang ketempat ini pemuda-pemuda dari P.N.I. (Pendidikan Nasional Indonesia), Gerindo Perpindo dan Indonesia Muda.

Pemuda-pemuda jang berkumpul dirumah inilah jang menundjukkan kegiatan sepenuh-penuhnja menjelenggarakan persiapan-persiapan kemerdekaan, misalnja mengeluarkan maklumat-maklumat dan pamflet-pamflet jang distensil, menjelenggarakan penerangan-penerangan dan mengumpulkan persediaan persendjataan.

Dalam rumah inilah pada tanggal 23 September 1945 52 orang pemuda berkumpul membitjarakan proklamasi kemerdekaan tanah air. Segenap djiwa dan raga dipasangkan pada perdjuangan kemerdekaan tanah air. Akan tetapi suasana kegelisahan dan kebimbangan belum dapat lenjap sama sekali terutama dalam mentjari sifat dan bentuk perdjuangan itu.

Seorang pemuda bernama Abdul Razak, jang kemudian telah tiwas oleh pertikaian didekat Tandjung Morawa, menjentakkan kerisnja dan mentjela suasana kebimbangan jang ada pada rapat walaupun sudah diambil perpaduan tekad. Pembitjara Abdul Razak menjerukan supaja pemuda jang masih bimbang segera meninggalkan rapat. Suasana rapat mendjadi panas, dan ada suara-suara pemuda jang menanjakan pemimpin-pemimpinnja dimasa Djepang. ,,Mana Pak Xarim ?" ,,Mana Pak Gondo ?"

Ketua pimpinan rapat Amir Bahrum Nasution, jang tiwas pada agressi militer jang pertama, menjatakan bahwa undangan telah disampaikan kepada mereka itu.

Njatalah bahwa semangat pemuda jang meluap menghendaki pemimpin dari orang² jang lebih tua dan berpengalaman.

Achirnja Barisan Pemuda Indonesia dibentuk dengan suara dan tekad pemuda jang bulat.

Harian ,,PEWARTA DELI" terbit kembali dalam bulan September 1945 dibawah pimpinan M. Said dan Amaroellah O. Lubis.

Satu berita Aneta jang dimuat dalam harian "PEWARTA DELI" ini kemudian membakar semangat pemuda dengan sehebat-hebatnja. Berita Aneta itu mengatakan bahwa: Pemerintah SUKARNO-HATTA telah bubar dan SUKARNO-HATTA sekarang dikawal oleh polisi rahasia Belanda.


Berita ini menggemparkan masjarakat, dan Barisan Pemuda Indonesia langsung bertindak mengatasi dan menghadapi propokasi musuh dengan berbagai matjam tjara dan ichtiar. Mohd, Said ditangkap oleh Barisan Pemuda Indonesia untuk memberikan pertanggungan djawabnja tentang maksudnja memuat berita jang berasal dari kantor berita Belanda itu.


Pada tanggal 30 September 1945 berlangsung pertemuan oleh pemuda dan pemimpin-pemimpin rakjat di Taman Siswa Djalan Amplas Medan. Mohd. Said meng-ikrarkan dengan sumpah dihadapan para pemuda tidak lagi akan mengulangi memuat berita-berita jang bersumber dari pihak Belanda jang merupakan propokasi terhadap proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.


Atas desakan pemuda jang meluap, maka Mr. Teuku Mohammad Hassan mengumumkan pada rapat jang bersemangat itu bahwa:


SUKARNO-HATTA atas nama bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia.


Pemimpin-pemimpin rakjat dan angkatan muda meng-ikrarkan tekad bersama untuk terus menegakkan pernjataan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.


Sesudah rapat jang bergelora di Taman Siswa Djalan Amplas pada tanggal 30 September 1945 itu, maka kegiatan pemuda semangkin hebat dan meluas.


Organisasi-organisasi perdjuangan dibangunkan misalnja "Kebaktian" jang bermarkas di Djalan Ardjuna, "Barisan Keamanan Rakjat" jang bermarkas di Djalan Kanton.


Siaran-siaran jang merupakan pamflet-pamflet atau tulisan-tulisan dan sembojan-sembojan jang menuntut kemerdekaan, demokrasi dan keadilan, menentang pendjadjahan, penghisapan dan persewenangan bertambah-tambah luas. Dimana-mana, digerbong kereta api, dioto, didinding-dinding gedong, ditempat-tempat umum, dibarang-barang tjetakan, tulisan jang membakar semangat itu dapat dibatja.


Pada 3 Oktober 1945, Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohammad Hassan dapatlah menjatakan bahwa: Pemerintahan Negara Republik Indonesia mulai dengan resmi didjalankan dipulau Sumatera, dengan pengangkatan Residen-residen seluruh Sumatera dan staf Gubernur dengan mempergunakan kekuasaan jang diberikan oleh Presiden Negara Republik Indonesia.


Pada hari Kemis tanggal 4 Oktober 1945 setelah mengatasi beberapa halangan dari fihak Djepang berlangsunglah pengibaran bendera kemerdekaan nasional dilapangan Esplanade Medan.


Sang Merah Putih berkibar dengan megahnja dipuntjak tiang dari kantor-kantor instansi Pemerintahan jang baru direbut dari Djepang.


Wali Kota Mr. Luat Siregar memindahkan Kantor Kota Medan

30 ke Djalan Istana No. 15, untuk menghindarkan bentrokan jang pertjuma dengan Medan Sityo Djepang.


Sang Dwiwarna melambai dari Balai Kota Negara Republik Indonesia jang menjatakan bahwa pemerintahan dikota Medan sudah berdjalan.


Pada tanggal 4 Oktober 1945 diseluruh Sumatera telah berkibar bendera kebangsaan Merah Putih.


Saat penggerekan Sang Merah Putih pada puntjak tiang bendera di Esplanade berlaku dengan tertib dan chidmat jang menegakkan penghormatan pada beberapa pelopor Inggeris jang turut mempersaksikan upatjara tersebut.


Kesungguhan dan kesatuan tekad memberikan kesan jang mendalam bagi orang diluar masjarakat Indonesia.


Pada 6 Oktober 1945 berpuluh-puluh ribu rakjat Medan dan sekitarnja membandjir dalam satu pawai raksasa jang sebelumnja belum pernah dikenal oleh Medan.


Pawai raksasa itu menjatakan bahwa kemerdekaan Indonesia didukung oleh hasrat seluruh rakjat Indonesia dan bukan tjiptaan Sukarno dan Hatta sadja.


Beribu-ribu rakjat djelata membawa pandji-pandji dan sembojan-sembojan jang menjatakan keinginan dan hasrat bangsa Indonesia hendak merdeka, seperti:,,Down with Imperialism", ,,We want peace and order", ,,Indonesia fight for pure Democracy", ,,The right of any nation to choose their own government", „ We are free nation and never again the lifeblood of any nation" dan lain-lain lagi.


Bendera kemerdekaan nasional berkibar dengan megahnja pada pusat-pusat Pemerintahan sampai kekampung-kampung di Medan, Tarutung dan Kutaradja.


Pada tanggal 4 Oktober 1945 di Kutaradja dibentuk gerakan pemuda, jang diberi nama I.P.I. (Ikatan Pemuda Indonesia).


Ikatan Pemuda Indonesia di Kutaradja ini dipimpin oleh A. Hasjmy dan kawan-kawannja.


Pengurus Ikatan Pemuda Indonesia ini mendjelaskan tudjuannja untuk menegakkan proklamasi kepada T. Nja'Arif, ketua Komite Nasional.


Pada 6 Oktober 1945 nama Ikatan Pemuda Indonesia ditukar mendjadi Barisan Pemuda Indonesia jang dipimpin oleh A. Hasjmy.


Barisan Pemuda Indonesia jang berkedudukan di Kutaradja inilah kemudian meng-koordinir dan menggerakkan seluruh organisasi pemuda didaerah Atjeh.


Konperensi jang pertama dari Barisan Pemuda Indonesia daerah Atjeh telah dapat berlangsung pada 12 Oktober 1945 bertempat dirumah Tuanku Abdoel Aziz di Kutaradja, jang antaranja dihadiri oleh Tgk. Hoesin Al Moedjahid.


Ditiap-tiap luhak (sekarang disebut Kabupaten) diangkat seorang wakil, antaranja untuk Atjeh Besar Tgk. Abd. Djalil Amin, untuk Atjeh Pidië Hasan Aly, untuk Atjeh Utara Tgk. Abdoel Gani, untuk

31 Atjeh Timur Tgk. Oesman Peureula' , untuk Atjeh Barat Tgk. Hasan Hanafiah dan Tgk. Mohd. Abdoeh.


Pada tanggal 14 Oktober 1945, Barisan Pemuda Indonesia daerah Atjeh mengadakan rapat samudera di Atjeh Bioskoop di Kutaradja. Berhubung dengan tekanan antjaman Djepang maka jang dapat berbitjara hanja satu orang, jaitu T. Nja' Arif, Residen Negara Republik Indonesia untuk daerah Atjeh.


Residen berbitjara ringkas, akan tetapi pembitjaraan jang ringkas ini sudah tjukup untuk menggelorakan api semangat perdjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan nusa dan bangsa diseluruh daerah Atjeh.


Pertjetakan direbut dari tangan Djepang, dan surat kabar ,,Semangat Merdeka" diterbitkan pada tanggal 18 Oktober 1945 dibawah pimpinan A. Hasjmy dan A. Arify membawa dan menjebarkan semangat kemerdekaan negara dan bangsa.


Didorong oleh semangat kemerdekaan jang meliputi perajaan Hari 'Aidil Fitri pada 8 September 1945, di Padang Sidempuan dibentuk satu badan jang diketuai oleh Radja Djundjungan dan anggotaanggotanja terdiri dari pemimpin-pemimpin rakjat jang terkemuka didaerah itu.


Badan ini maksudnja mengadakan pemeriksaan dan persiapan jang seperlunja berkenaan dengan keadaan disekitar pernjataan kemerdekaan.


Oleh badan ini diutus Hamzar Lubis ke Bukit Tinggi untuk mentjari hubungan dengan pemimpin-pemimpin rakjat jang ada disana seperti Muhammad Safei, Adinegoro, Chatib Suleman, Basjrah Lubis jang banjak sedikitnja mengetahui tentang Persiapan Kemerdekaan Indonesia jang telah direntjanakan oleh Pemimpin-pemimpin Indonesia di Djakarta.


Hamzar Lubis kembali ke Kotanopan dengan membawa berita bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 di Djakarta telah diumumkan oleh SUKARNO -- HATTA Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada Dunia. Salinan Undang-Undang Dasar dan djuga barang tjetakan mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia jang ditjetak dengan huruf-huruf merah untuk ditempel-tempelkan ada dibawanja.


Dalam pada itu Ajub Suleiman di Padang Sidempuan telah menerima kawat dari Dr. A. K. Gani di Palembang tentang pernjataan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.


Badan jang diketuai oleh Radja Djundjungan kemudian memutuskan supaja proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan Komite Nasional sebaiknja dilantjarkan dari Pusat Ibu kota Tapanuli di Tarutung agar dapat mendjalar merata diseluruh daerah Tapanuli . Apalagi pula karena pemimpin-pemimpin Tapanuli lainnja, seperti Dr. F. Lumbantobing, Abdoel Hakim, Sutan Naga masih berada di Tarutung.


Rapat memutuskan Radja Djundjungan berangkat segera ke Tarutung dengan mandat penuh rakjat di Tapanuli Selatan.

32

Mandat itu jang ditanda tangani oleh M. S. Chatib dan Kari Ahmat Toib atas nama rakjat Mandailing berbunji sebagai berikut:

„Kami Rakjat Mandailing (Tapanuli), jang berdjumlah 100.000 djiwa memberi kuasa penuh kepada RADJA DJUNDJUNGAN untuk bermusjawarat dengan jang mulia Dokter Ferdinand Lumbantobing. Badan Keselamatan Rakjat dan orang-orang jang terkemuka di Padangsidempuan dan Tarutung dengan tudjuan:

  1. Supaja di Mandailing chususnja di Tapanuli umumnja diresmikan Proklamasi Ir. Sukarno, Presiden Republik Indonesia, jang memaklumkan keseluruh dunia Kemerdekaan Indonesia.
  2. Supaja di Mandailing chususnja di Tapanuli umumnja dibangunkan Komite Nasional Indonesia sebagai jang diperintahkan oleh Ir. Sukarno, Presiden Republik Indonesia, bahwa ditiap-tiap daerah diseluruh Indonesia musti didirikan Komite Nasional Indonesia untuk membantu Presiden.
 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Segala soal jang berhubungan dengan kedua tudjuan diatas

berhaklah utusan kami Radja Djundjungan memutuskan dan memperbintjangkannja.

 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Pada tanggal 12 September 1945 Radja Djundjungan, Kari Oesman dan Fachruddin Nasution berangkat dari Padang Sidempuan ke Tarutung.
 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Pada tanggal 14 September 1945 pemuda di Tarutung dan sekitarnja mengadakan demonstrasi jang ditudjukan kekantor Tyokan Djepang jaitu menuntut supaja segala urusan pemerintahan diserahkan kepada Pemerintah Indonesia.
 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Dalam pada itu, pada waktu permakluman kekalahan Djepang, di Tarutung telah dibentuk suatu badan jang diberi nama Badan Keselamatan Rakjat (B.K.R.). Badan ini bermula bergerak dilapangan sosial jaitu mendjualkan barang-barang kain dan kelontong kepunjaan persediaan Djepang kepada rakjat dengan harga jang murah.
 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Badan ini diketuai oleh Dr. F. Lumbantobing dan Sutan Naga dengan dibantu oleh Abdul Hakim, Mr. Rufinus Lumbantobing, Mr. H. Silitonga dan Dr. Luhut Lumbantobing.
 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Gyo Hoko Kai Tapanuli jang dibentuk semasa Djepang guna kepentingan peperangan Djepang dengan kebidjaksanaan ketuanja Dr. F. Lumbantobing telah dapat dilebur mendjadi tjabang dan ranting dari Badan Keselamatan Rakjat.
 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Hasil permusjawaratan oleh Radja Djundjungan dengan Pengurus Badan Keselamatan Rakjat di Tarutung ialah menetapkan Abdul Hakim sebagai formateur pembentukan Komite Nasional Indonesia di Tapanuli. Dengan terbentuknja K.N.I. Tapanuli, B.K.R. (Badan Keselamatan Rakjat) dengan sendirinja bubar dan segala harta milik dan urusannja djatuh mendjadi urusan K.N.I. Tapanuli.
 <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Pada tanggal 3 Oktober 1945 ditiap-tiap tempat Kewedanaan diadakan rapat-rapat umum, diresmikan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, penaikan Sang Saka Merah Putih dan dibentuklah K.N.I. sesetempat jang kemudian merata ketiap-tiap kampung dalam Keresidenan Tapanuli.

Serentak dengan berdirinja K.N.I. pemuda-pemuda sesetempat bergabung dalam P.R.I. (Pemuda Republik Indonesia) jang dengan semangat jang berkobar-kobar sedia berdjuang dan berkorban untuk membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Untuk membiajai badan perdjuangan pada beberapa tempat didirikan Fonds Kebangsaan jang kemudian ditukar mendjadi Fonds Kemerdekaan pada tanggal 15 Oktober 1945.

Ketetapan Pemerintah Pusat Sumatera tentang keangkatan Residen Tapanuli Dr. F. Lumbantobing diterima pada tanggal 3 Oktober 1945, dan kantor Keresidenan Tapanuli mulai dibuka dengan resmi serta pegawai-pegawai pemerintah nasional melepaskan diri dari Djepang.

Pada tanggal 17 Oktober 1945 pada waktu perajaan hari Kemerdekaan jang mula-mula sekali dirajakan dengan resmi di Tapanuli, tanah lapang jang luas di Tarutung penuh sesak dan seakan-akan petjah oleh kundjungan penduduk laki-laki dan perempuan, tua muda dari segala golongan, lapisan dan agama, jang berdjumlah lebih dari 15.000 orang.

Sesudah diadakan upatjara dan penghormatan terhadap Sang Saka Merah Putih dan dibatjakan Pernjataan Kemerdekaan, jang telah diproklamirkan 2 bulan jang lampau serta disambung dengan pidato-pidato jang bersemangat, pada waktu itulah sekalian jang hadir dengan tulus dan ichlas dan didalam keadaan insjaf, sedar, mengutjapkan IKRAR-BERSAMA, jang bunjinja sebagai berikut:

„Demi Allah. Kami Rakjat Tapanuli bersumpah akan memenuhi kewadjiban kami sebagai rakjat dari Negara Republik Indonesia, setia kepada Presiden, bersedia mengorbankan harta, tenaga, pikiran dan djiwa raga untuk keselamatan Negara Republik Indonesia”.

Seluruh Tapanuli merajakan hari Kemerdekaan itu dengan perasaan terharu dan gembira dan seluruh rakjat mengikrarkan sumpah setianja dengan hati jang tulus dan ichlas.

Mulai dari saat itu 1.300.000 djiwa rakjat Tapanuli patuh dan siap sedia, untuk menentang segala rintangan-rintangan dan melaksanakan segala perintah-perintah untuk keselamatan dan kepentingan Negara.

Rapat samudera di Medan pada 6 Oktober 1945, rapat samudera di Kutaradja pada 14 Oktober 1945, dan rapat samudera di Tarutung pada 17 Oktober 1945 menjatakan bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945 sudah berdiri di Sumatera Timur, Atjeh dan Tapanuli.

——————

Siaran pertama dari pemuda pedjuang kemerdekaan di Medan
Meskipun dengan tjara sederhana sekali karena alat2 belum sempurna, penerangan tentang kemerdekaan harus disampaikan djuga setjepat kilat kepada rakjat. Gambar diatas ialah suatu siaran Barisan Pemuda Indonesia di Medan jang memuatkan ringkasan pedato Drs. Mohd. Hatta tanggal 30 Agustus 1945.

Salah satu dari sekian banjak siaran2 Dewan Pimpinan Pemuda Daerah Atjeh untuk menggembleng tenaga pembela Kemerdekaan dihari-hari permulaan repolusi.