Propinsi Sumatera Utara/Bab 14

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BELANDA MENGULANGI ANGKARA AGRESSI

BELANDA MENGULANGI ANGKARA AGRESSI.

PADA pagi subuh 19 Desember 1948, tentera Belanda melanggar garis statusquo di Asahan dengan menembak mati anggota-anggota Polisi Keamanan jang mendjalankan tugas diwatas daerah keamanan Republik.

 Pada hari itu djuga tentera Belanda menobros ke Rantau Prapat sampai ke Wingfoot.

Pada tanggal 23 September 1948, tentera Belanda melewati garis statusquo di Adjibata pagi buta djam 3.00, dan pada hari itu djuga djam 5.00 telah dapat mendaratkan pasukan-pasukannja di Balige. Dengan mengangkut tenterania melalui Danau Toba , tentera Belanda telah berhasil memotong pertahanan T.N.I. di Pintu -Pintu. Dalam pada itu, tentera Belanda menurunkan tentera pajungnja dilapangan terbang Silangit di Siborong-borong.

Pada waktu tengah hari tentera Belanda telah dapat sampai di Tarutung.

 Pada tanggal 24 Desember 1948, djam 9.00 pagi, tentera Belanda mendaratkan pasukan-pasukannja di Sibolga.

 Semua operasi jang dilakukan oleh Belanda, jaitu melanggar garis statisquo di Pulau Rakjat dan Adjibata, menurunkan tentera pajungnja di „ Silangit" dan mendaratkan pasukan-pasukannja di Sibolga dibantu oleh pesawat-pesawat udara jang mendjatuhkan bom-bom dan melakukan penembakan-penembakan dengan senapan mesin.

 Pada tanggal 2 Djanuari 1949, Padang Sidempuan telah dapat diduduki oleh tentera Belanda. Pada malamnja T.N.I. dengan pemuda rakjat melantjarkan serangan terhadap tentera Belanda jang memasuki Padang Sidempuan. Sehabis serangan itu. T.N.I. dengan pemuda-pemuda kembali menarik diri.

 Sipirok dimasuki oleh Belanda dari tiga djurusan, jaitu dari Padang Sidempuan, dari Tarutung dan dari Pangaribuan, pada tanggal 21 Djanuari 1949.

 Dalam pada itu, Langga Pajung dan Gunung Tua telah dapat diduduki oleh tentera Belanda.

 Lewat Padang Sidempuan, tentera Belanda tjuma dapat menduduki Pidjorkoling.

 Di Mardinding, Tanah Karo, dan Telaga Tudjuh, Tandjung Pura,tentera Belanda memperkuat pertahanannja akan tetapi tidak melakukan gerakan pengluasan daerah.

251

ATJEH.

Pada tanggal 20 Desember 1948, kekuasaan Dewan Pertahanan Daerah Atjeh diserahkan ketangan Gubernur Militer.

Seluruh daerah Atjeh telah siap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan jang ditimbulkan oleh agressi Belanda. Rakjat membentuk barisan-barisan pengawal djalan, lapangan dan pantai. Didjalan-djalan raja dibuat pertahanan-pertahanan jang berbentuk lobang atau timbunan tanah (hempangan). Penduduk jang keluar dari rumah masing-masing membawa sendjata, sekurang-kurangnja tombak.

Pada tanggal 23 Desember 1948, para ulama Daerah Atjeh mengambil resolusi sebagai berikut:

Berhubung dengan suasana penjerangan Belanda mulai tanggal 19 Desember 1948 sampai sekarang melanggar kehormatan Negara, bangsa dan agama, bangsa Indonesia umumnja, dan Muslimin chususnja, memutuskan:

  1. Memfatwakan bahwa perdjuangan kita menentang agressi Belanda adalah kewadjiban fisabililah dari sekalian warga negara Republik Indonesia. Untuk ini wadjiblah setiap warga mengorbankan harta dan djiwa.
  2. Terhadap orang-orang jang membantu musuh dengan perkataan atau perbuatan dianggap pengchianat tanah air dan patut diambil tindakan atas dirinja dan diserahkan kepada Pemerintah dan hakim tentera .

Berhubung dengan pelanggaran garis statusquo jang dilakukan oleh Belanda, maka Sobsi daerah Atjeh mengumumkan sebagai berikut: Kaum imperialis Belanda memulai perang kolonialnja jang ke II pada tanggal 19 Desember 1948 lepas tengah malam. Tanggal 21 Djuli tahun jang lalu adalah agressinja jang pertama dengan merobek- robek naskah Linggadjati.

Pada kali ini naskah Renville pula jang dikojak-kojakkannja sedangkan goodwill kita sudah tjukup diberikan, tetapi Belanda tetap bermaksud mendjadjah kembali serta kaum kapitalisnja ingin benar mengisap sumsum kaum buruh dan tani Indonesia seperti dilaksanakannja pada djaman pendjadjahannja jang lalu.

Revolusi Nasional kita dewasa ini ialah revolusi kaum buruh dan tani menentang imperialis dan kapitalis Belanda mentjapai kemerdekaan, hak manusia diatas dunia. Leburnja kemerdekaan nusa dan bangsa, berarti kembali menderita nasib anak djadjahan dimana tidakkan ada keadilan, kebenaran dan kemakmuran. Kemerdekaan jang telah kita peroleh adalah modal bagi perdjuangan kita oleh sebab itu pertahankanlah modal itu dengan segala tenaga jang ada.

Memperhatikan terantjamnja kemerdekaan kita, disebabkan perang kolonial Belanda jang kedua ini, bersama ini diperintahkan kepada sekalian kaum buruh melaksanakan dengan penuh rasa tanggung djawab, fasal -fasal seperti tersebut dibawah ini: 1. Sekalian pemuda-pemuda buruh, angkatan muda, djabatan-djabatan, perusahaan-perusahaan, kilang-kilang dan kantor-kantor, tegasnja seluruh kaum buruh dari segala lapisan, supaja :

a. Mempertahankan setiap djengkal tanah, setiap djawatan kantor dan setiap gedung sampai tetesan darah jang penghabisan, djangan mundur setapakpun djuga.

b. Telah siap untuk melaksanakan perang gerilja, kendatipun bertahun-tahun sampai terdjamin kemerdekaan kita,

2. Laksanakan politik bumi hangus, setelah mendapat perintah dari kami atau pengurus Serikat Sekerdja atas petundjuk dan kerdja sama Kepala Ketenteraan atau wakil Pemerintah ditempat masing- masing :

Binasakan :

a. sekalian bangunan jang berguna atau dapat memberi keuntungan bagi musuh dalam gerakannja.

b. segala sesuatu jang dapat mendatangkan hasil pada musuh, singkirkan segala jang penting untuk pertahanan kita. Seperti alat-alat perhubungan (kendaraan) dan sebagainja serta bahagian-bahagiannja alat-alat radio dan lain-lain sebagainja.

3. Djalankan segala perintah-perintah dengan patuh serta gembira dan djangan gentar atau gusar sedikitpun djuga.

4. Kesampingkan kepentingan-kepentingan diri sendiri, berdjuang terus sampai terdjamin kemerdekaan tanah air dan bangsa. Kebenaran ada dipihak kita, Tuhan tetap beserta kita, kita pasti mendapat kemenangan.


PANGLIMA TENTERA TERRITORIUM SUMATERA.

  Djenderal Major Suhardjo Hardjowardjojo telah digantikan oleh Kolonel Hidajat sebagai Panglima Tentera Territorium Sumatera.

  Daerah Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan mendjadi sub-territorium VII dibawah komando Letnan Kolonel Kawilarang. Komandan Kawilarang membagi daerahnja dalam 4 sektor, jaitu, sektor I jang meliputi Tapanuli Selatan dan Sumatera Timur Selatan, Komandan Major Bedjo; sektor II jang meliputi Tapanuli Utara dan Simelungun, Komandan Major L. Malau; sektor III jang meliputi Sidikalang dan sebahagian Tanah Karo, Komandan Major Selamat Ginting; dan sektor IV jang meliputi Kabupaten Tapanuli Tengah, Komandan Major M. Panggabean.

  Seluruh angkatan perang T.N.I. jang ada di Atjeh, Langkat dan Tanah Karo dibawah Komando Djenderal Major Tgk. Daud Beureueh.

  Dalam hari-hari pertama, pada waktu tentera Belanda melantjarkan gerakan agressinja, tentera Belanda ini tidak banjak mendapat perlawanan dari T.N.I. Tentera Belanda mendjumpai djalan-djalan atau djembatan jang dirusakkan , djalan-djalan jang penuh dengan hempanganhempangan dan tempat-tempat jang telah dibumi hanguskan.

Padang Sidempuan dimasuki oleh tentera Belanda dalam keadaan semua gedung dan markas bataljon telah dibumi hanguskan samasekali.

Setelah tentera Belanda menduduki tempat- tempat di Tapanuli, berkobarlah pertempuran gerilja dimana-mana. Padang Sidempuan, Sipirok, Gunung Tua, Langga Pajung, Wingfoot, Rantau Prapat, Pulau Rakjat, Sibolga, Tarutung dan Balige merupakan tempat- tempat dimana Belanda tidak dapat menjusun keamanan menurut jang dikehendakinja. Djalar.-djalan antara Padang Sidempuan dan Sipirok, antara Padang Sidempuan dan Sibolga, antara Sibolga dan Tarutung banjak menjimpan kenang-kenangan sedjarah perdjuangan gerilja T.N.I. melawan angkara tentera Belanda.

Disekitar Sipirok berdjuang Saha'l'a Muda P’akpahau dengan pasukannja, seorang pemuda perdjuangan jang sangat ditjintai oleh seluruh rakjat Sipirok. Setelah ia gugur sampai dewasa ini namanja dan perdjuangannja mengandung kenang-kenangan jang harum semerbak bagi rakjat Sipirok. Ia berdjuang bersama-sama dengan rakjat, dan perdjuangan Sahala Muda. Pakpahan membela kemerdekaan tanan air adalah perdjuangan rakjat Sipirok. Dua hari sebelum keluar perintah menghentikan tembak-menembak, pada 1 Agustus 1949, Sahala Muda Pakpahan dibunuh dengan setjara aniaja kekedjaman oleh tentera Belanda disekitar Paal Sebelas, djalan antara Padang Sidempuan dan Sipirok. Perdjuangan Sahala Muda Pakpahan dinjanjikan oleh anak-anak Sipirok didalam rupa-rupa lagu kenang-kenangan perdjuangannja.

Di sektor IV, sekitar Sibolga, tentera Belanda menjebut-njebut nama ,,sjaitanalas" apabila berhadapan dengan pasukan jang dipimpin oleh Letnan Kolonel A. E. Kawilarang.

Djalan antara Tarutung dan Sibolga didjaga oleh pasukan-pasukan jang dipimpin oleh Major M. Panggabean, Kapten Henry Siregar, Kapten Sahala Hutabarat dibantu oleh Letnan-Letnan Sinta Pohan, Parlindungan, Rivai dan Pulungan.

Djalan antara Sibolga dan Padang Sidempuan diganggu oleh pasukan-pasukan jang dipimpin oleh Kapten Nanti Sitorus dengan pembantupembantunja W. Tampubolon , Z. Tambunan, M. Lingga, C. Marpaung dan Situmeang.

Teras daripada perdjuangan gerilja ialah bantuan jang sepenuhnja jang diberikan oleh semua lapisan rakjat, jang bergabung dalain Perdjuangan Rakjat Semesta.

Djalan antara Sibolga dan Barus didjaga oleh pasukan-pasukan dari ALRI dan Mobile Brigade. Mobile Brigade jang dipimpin oleh R. Kadiran menundjukkan djasadjasanja dalam perdjuangan gerilja menentang tentera Belarda di Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan.

Tanggal 23 Desember 1948, djam 2 malam, Residen Dr. F. Lumban' tobing, bersama dua orang anggota D.P.D. Tapanuli, menjingkir dari Sibolga,  Bersama-sama dengan keluarga, Residen Tapanuli mengambil tempat di Rimba Ampolu, dikabupatx Tapanuli Tengah.

 Dalam pada itu, djika tentera Belanda mienjerang ke Tapanuli, maka sebahagian-sebahagian dari pasukan-pasukan T.N.I. menobros masuk ke Sumatera Timur.

 Pasukan-pasukan T.N.I. di Sidikalang dan Tanah Karo dibawah pimpinan Major Selamat Ginting dan Major Djamin Gintings bergerak disekitar Sidikalang, Dairi, Kabandjahe dan Eerastagi sampai ke Fantjur Batu dan Bangun Purba.

 Bahagian-bahagian dari kesatuan Major Bedjo memasuki perkebunan-perkebunan di Sumatera Timur. Pasukan-pasukan O.B (ondernemingsbewaker = pengawal perkebunan) jang didirikan dan dipersendjatai oleh Belanda menjerah atau menggabungkan diri dengan T.N.I. Di Semelungun bergerak pasukan -pasukan T.N.I. jang dipimpin oleh Kapten Bunga Simanungkalit.

 Di Labuhan Batu dan Asahan pasukan-pasukan jang dipimpin oleh Kapten Manap Lubis dan Letnan Sani melakukan serangan- serangan. Di sekitar Tandjung Pura sampai ke perkebunan-perkebunan di I.angkat dimasuki oleh bahagian-bahagian dari pasukan jang dipimpin oleh Kapten Nip Xarim.

 Panglima Tentera Territorium Sumatera dengan beberapa orang gantinja melakukan pemeriksaan sepandjang daerah gerilja dai Tapanuli Selatan sampai ke Tapanuli Tengah melewati Tanah Karo sampai ke Atjeh.

 Komandan sub-territorium VII, Letnan Kolonel A. E. Kawilarang memeriksa dan berdjuang bersama-sama dengan pasukannja sampai ke Tanah aro.

 Perdjuangan rakjat di Tanah Karo diselenggarakan oleh PERES, jaitu pertahanan Rakjat Semesta. Dari kampung ke kampung diaturlah rantai perhubungan dan rangkaian pertahanan setjara gerilja.

 Pada waktu Letnan Kolonel A. E. Kawilarang memimpin perdjuangan gerilja di Tanah Karo, ia memilih sebagai pangkalannja Pernantin. Dalam suatu perdjalanan pemeriksaan ke Tjingkes, rombongan jang dipimpin oleh A. E. awilarang diserang oleh musuh. Tjamat Baros Djahe dan Tjingkes, Dakut Sitepu, serta Major Utarjo dapat ditawan oleh musuh.

 Seterusnja dalam pertempuran di Tanah Karo tidak kurang musuh menerima pukulan-pukulan dari pasukan-pasukan jang dipimpin oleh Kapten Umar, Kapten Minggu dan Kapten Pala Bangun.

 Tentera Belanda terpaksa meninggalkan beberapa posnja, sehingga achirnja tentera Belanda dipusatkan di Kaban Djahe, Brastgi, Tiga Binanga, Kutabuluh dan Lau Baleng.

 Dalam pertempuran di Gambir gugur Letnan Muda Ratoa jang oleh rakjat sekitarnja diberi gelar ,,Harimau Tanah Karo".

 Oleh sebab keadaan perlawanan gerilja jang sengit di Tanah Karo itu, maka pesawat- pesawat udara Belanda melakukan pemboman dan kekampung-kampung dipegunungan. Kampung-kampung Tulasen. Deleng Simole, Deleng Takur-takur, Sampe Raja, Embal-embal Petarum, Kutatjane, dan Lau Diski mengalami keganasan pemboman dan senapan mesin oleh pesawat-pesawat udara Belanda.

 Sebagian besar daripada korban-korban pemboman dan senapan mesin itu terdiri dari orang-orang tua, kaum ibu dan anak-anak.

 Memang demikian tabiat tentera Belanda kerugiannja oleh serangan gerilja T.N.I. dibalaskan dengan persewenangan kepada rakjat biasa.

 Kapten Pala Bangun gugur dalam pertempuran menghadapi musuh di Bertah. Sebagai kenang- kenangan terhadap perdjuangan Kapten Pala Bangun, Naksi Sinulingga mentjiptakan satu lagu jang disebutnja, lagu ,,tudjuh Mei", sebagai kenang-kenangan atas hari gugurnja Pala Bangun bersamaan dengan tertjapainja persetudjuan Rum-Royen.

D. P. R. I.

 Sesuai dengan radio-gram dari Presiden dan Wakil Presiden memindahkan kekuasaannja dengan instruksi kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara (Menteri Kemakmuran jang berada di Sumatera) supaja menjusun Pemerintah Darurat Republik Indonesia, maka pada tanggal 19 Desember 1948 dibentuklah di Sumatera Kabinet Darurat dari Pemerintah Darurat Republik Indonesia, sebagai berikut :

  1. Mr. Sjafruddin - Ketua, merangkap Pertahanan, Penerangan dan mewakili urusan Luar Negeri.
  2. Mr. A. A. Maramis - Menteri Luar Negeri.
  3. Mr. Teuku Mohd . Hassan - Pengadjaran, pendidikan dan Kebudajaan mewakili urusan Dalam Negara dan Agama.
  4. Mr. Lukman Hakim - Keuangan dan mewakili Kehakiman. Perburuhan dan Sosial, Pembangunan Negara dan Agama. dan Pemuda, serta Keamanan. Pekerdjaan Umum dan mewakili
  5. Ir. Sitompul - Kesehatan.
  6. Ir. Inderatjaja - Perhubungan, dan mewakili Kemakmuran.

 Mandat Presiden dan Wakil Presiden kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara berbunji sebagai berikut :

 Kami Presiden Republik Indonesia memberitakan, bahwa pada hari Minggu tgl. 19-12-1948 , djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu Kota Djokjakarta.

 Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintah Republik Darurat di Sumatera.

Djokjakarta, 19 Desember 1948.
Presiden :
Wakil Presiden :
Mohamad Hatta.
Sukarno.

 Dengan keputusannja , tanggal 17 Mei 1949 , No. 23/Pem/PDRI., Mr. S. M. Amin, Gubernur Sumatera Utara, diangkat mendjadi Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Utara.

 Kekuasaan sipil dan militer dipusatkan pada Gubernur Militer.

 Untuk daerah Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan, kekuasaan sipil dan militer dipegang oleh Gubernur Militer Dr. F. Lumbantobing.

 Untuk Atjeh dan Sumatera Timur, jang meliputi kabupaten Langkat dan Tanah Karo , kekuasaan sipil dan militer dikendalikan oleh Gubernur Militer Tgk. M. Daud Beureueh.

 Dalam tiap-tiap keresidenan, pemerintahan sipil didjalankan atas nama dan dengan bertanggung djawab kepada Gubernur Militer jang bersangkutan, oleh Dewan Pertahanan Daerah, jang mempunjai kedudukan jang setaraf dengan Residen, Kepala Keresidenan dimasa jang lampau.

 Dewan Pertahanan Daerah berhak dalam daerahnja, atas nama Gubernur Militer jang bersangkutan mengambil tindakan dan mengadakan peraturan-peraturan jang tidak berlawanan dengan peraturanperaturan jang berlaku atau jang akan dikeluarkan oleh Badan-badan Pemerintahan jang lebih tinggi.

 Pamongpradja/Kepala Daerah (Bupati , Wedana d.l.1.) berdiri hierarchiek dibawah DPD, dan perhubungan mereka dengan DPD itu adalah serupa dengan perhubungan mereka Residen/Kepala Keresidenan dimasa jang lampau.

 Pemerintahan sipil dalam daerah, jang dimasa jang lampau merupakan Keresidenan Atjeh/Langkat, didjalankan atas nama dan dengan bertanggung djawab kepada Gubernur Militer Atjeh, Langkat dan Tanah Karo oleh DPD Atjeh dengan dibantu oleh Pamongpradja/Kepala Daerah (Bupati, Wedana d.l.1 .) bawahannja , terhitung mulai tanggal 14 Djuni 1949.

 D.P.D. Atjeh berkedudukan di Kutaradja dan terdiri, menurut ketetapan Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Utara tanggal 13 Djuni 1949 No. 3/KPPSU/P, dari Residen T. M. Daudsjah, sebagai Ketua, dan anggota Badan Executief D.P.S.U. M. Nur el Ibrahimy, M. Yunan Nasution Jahja Siregar dan Amelz, masing-masing sebagai anggota.

 D.P.D. Atjeh mendjalankan pemerintahan sipil dibawah pengawasan Gubernur Militer Atjeh, Langkat dan Tanah Karo, jang dalam hal ini bertanggung djawab kepada Pemerintah Pusat.

 Dengan berlakunja pemusatan kekuasaan sipil dan militer kepada Gubernur Militer didaerah-daerah militer istimewa, dihapuskan djabatan-djabatan Gubernur/Kepala Propinsi, dan diadakan djabatandjabatan Komisaris Pemerintah Pusat, jang daerah Komisariatnja masing-masing serupa dengan daerah djabatan Gubernur jang digantikannja itu.

 Tugas Komisaris Pemerintah Pusat, dalam garis besarnja ialah :

  1. Mengawas dan memberikan tuntunan, agar alat-alat pemerintahan, baik sipil maupun militer, diseluruh daerah Komisariatnja men djalankan kewadjibannja menurut peraturan-peraturan Negara dan instruksi-instruksi Pemerintah;

2. Memadjukan usul-usul kepada Pemerintah Pusat dan andjuran-andjuran kepada Gubernur Militer dan daerah militer istimewa jang seluruhnja ataupun sebahagiannja masuk dalam lingkungan daerah Komisariatnja, jang dapat memperkokoh pertahanan dan pemerintah dalam segala lapangan;

3. Dalam keadaan jang mendesak, mengambil keputusan sementara menunggu pengesahannja dari P.D.R.I. dalam urusan-urusan jang masuk kekuasaan Pemerintah Pusat.

 Major I. Adjie. jang menetap di Penjabungan, diangkat mendjadi fd. Gubernur Militer untuk daerah Tapanuli Selatan dan Sumatera Timur Selatan. Untuk Tapanuli Selatan pemerintah didjalankan dibawah pimpinan Radja Djundjungan dengan Sumartono. Untuk Padang Lawas dan Sumatera Timur Selatan oleh Major Bedjo dan R. Sampurno.

 Dengan penjusunan kembali pemerintah di Kabupaten, maka kabupaten Batang Gadis, pada 3 September 1949, dipimpin oleh Fachruddin Nasution dan Marzuki Lubis; kabupaten Padang Sidempuan jang dibentuk pada tanggal 21 Oktober 1949 dipimpin oleh Maraganti Siregar dan Mursalim Tello; kabupaten Padang Lawas jang disusun pada 15 Oktober 1949 dipimpin oleh Sutan Katimbung dan Sontang Napitupulu: kabupaten Labuhan Batu oleh R. Sampurno dan Djamaludin Tambunan dan kabupaten Asahan oleh Saidi Muli.

 Sumatera Timur Tengah jang meliputi Kabupaten Simelungun dan Padang-Bedagei dikuasai oleh fd. Gubernur Militer/Komandan Sektor II, major L. Malau, dibantu oleh Pak Wongso.

 Major Selamat Ginting mewakili Gubernur Militer Dr. F. Lumbantobing untuk daerah Dairi dan Fak-Fak (Sidikalang, Tiga Lingga) : Major Djamin Gintings mewakili Gubernur Militer Tgk. M. Daud Beureueh untuk Tanah Karo. Pemerintahan di Tanah Karo didjalankan oleh Bupati Rakutta Sembiring.

 Dibahagian Kabupaten Langkat, Gubernur Militer Atjeh, Langkat dan Tanah Karo diwakili oleh Kapten Nip Xarim dan T. Maimun Habsjah.


 Ditempat-tempat jang dapat diduduki Belanda di Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan dibangunkannja sematjam pemerintahan, jang disebutnja pemerintahan T.B.A., jaitu pemerintahan administrasi Belanda Sementara. Pemerintahan T.B.A. ini terutama sekali menundjukkan kegiatannja dalam lapangan pembahagian barang-barang tjatu. Jang mendapat pembahagian barang-barang tjatu itu ialah segolongan ketjil bangsa Indonesia jang telah mendjadi pegawai T.B.A., ditambah dengan sebahagian daripada penduduk jang telah didaftarkan mendjadi rakjat T.B.A. Dengan pembahagian barang-barang tjatu ini, pemerintah T.B.A. mentjoba menarik perhatian dan memikat hati rakjat untuk mendaftarkan nama mendjadi penduduk T.B.A. Dengan memegang kartu jang dikeluarkan oleh pemerintahan T.B.A. itu maka sipemegang dapat membeli barang-barang tjatut jang diedarkan oleh Belanda.


SEPARATISME.

 Dalam pada itu, pemerintahan T.B.A. Belanda mengadjak beberapa orang diantara segolongan Indonesia untuk menentang Republik dengan politik separatisme.

 Di Padang Sidempuan, Sibolga dan Tarutung dibentuk panitia-panitia, jang dikatakan sebagai persiapan untuk menjusun perwakilan rakjat jang merupakan saluran daripada kehendak rakjat tentang status Tapanuli.

 Panitia ini disebut Panitya Status Tapanuli.

 Panitya Status Tapanuli di Padang Sidempuan dipimpin oleh Mr. Sjukur Soripada, Mr, A. Abas, Bachtiar Ananda dan Pangeran Nasution; di Sibolga dipimpin oleh Edward Nasution, Zainal Basri L Tampubolon dan Dr. A. Pohan; di Tarutung dipimpin oleh R. B. Sinambela, Romulus Lambantobing, Eliab Siagian, R. Oloan Hutagalung. R. Phili Pasaribu, R. Elias Udjung, J.L. Nababan, Sutan Soadoan, Z. M. Sitanggang, R. Waldemar Bako, dan M. Panusur Lumbantobing.

 Nama-nama itulah jang mewakili Panitia Status Tapanuli pada Muktamar Sumatera jang berlangsung di Medan pada tanggal 29 Maret 1949 sampai 2 April 1949.

 Berkenaan dengan gerak-gerik Panitia Status Tapanuli ini, Binanga Siregar, Residen pada kantor Gubernur Propinsi Sumatera Utara menjatakan dalam tulisannja 1) :

 "Kedjadian-kedjadian di Tapanuli sedjak 22 Desember 1948 membuktikan bahwa rakjat Tapanuli tetap setia kepada Republik dan kepada Pemimpin-pemimpinnja. Rakjat Tapanuli tidak ternoda sebagai rakjat jang tidak setia kepada djandji dan sumpahnja. Sumpah setia kepada Negara dan Presiden serta Wakil Presiden jang diikrarkannja sedjak permakluman kemerdekaan, dipegangnja teguh. Tidak sia-sla air mata orang-orang tua jang tertjurah diwaktu kundjungan Jang Mulia Presiden ke Tapanuli pada bulan Djuni 1948 sebagai suatu tanda gembira dan berterima kasih.

 Bagi orang-orang jang telah lama meninggalkan Tapanuli, walaupun anak asli dari daerah itu, tidak dapat lagi merasa atau mengalami apa jang tumbuh dan hidup dalam djiwa penduduk Tapanuli sedjak ditinggalkan oleh Pemerintahan Belanda ditahun 1942, terlebih-lebih sesudah 17 Agustus 1945.

 Dari tindakan-tindakan dan tingkah laku dari pegawal-pegawai



1) Dalam "Perdjuangan Rakjat”. Belanda jang datang ke Tapanuli sedjak agressi Belanda ke II njata bahwa mereka berfikir setjara tahun 1941. Memang di Tapanuli masih ada orang-orang jang berfikir setjara tahun 1941 atau 1346, dan tidak pertjaja bahwa bangsa Indonesia sanggup berdiri sebagai bangsa jang Merdeka, terutama dikalangan pegawai-pegawai jang tua-tua dan sebagian dari Kepala-kepala Kuria jang tidak mempunjai kedudukan lagi dimasa kemerdekaan karena tidak dikehendaki rakjat. Memang orangorang ini sedjak bermula telah ditjurigai pemuda dan hanja kebidjaksanaan jang didasarkan kepada kekeluargaan dapat menghindarkan terdjadinja pertumpahan darah di Tapanuli sebagai terdjadi di daerah-daerah lain dipermulaan Kemerdekaan. Kedjadian-kedjadian sedjak 22 Desember 1948, membuktikan bahwa memang orang-orang jang ditjurigai pemuda -pemuda inilah jang pertama sekali bekerdja-sama. Djuga keluarga-keluarga jang muda jang belum mempunjai pendirian jang tetap. Dari aliran-aliran fikiran mereka dan tjara bergaul ditengah masjarakat didaerah pendudukan, kentara benar kelihatan djiwa djaman pendjadjahan. Pemerintahan hendak didjalankan dengan dasar lama dengan perantaraan pegawai Bestuur Bumi Putera (Inl. BB) dan kepala-kepala Adat (Volkshoofden). Kesemuanja itu menemui kegagalan.

Kegagalan ini dapat dimengerti dan telah dilihat kian oleh pemimpin-pemimpin jang sedjak semula sungguh-sungguh turut memperdjuangkan Kemerdekaan bangsa dan tanah air didaerah Tapanuli. Kemungkinan-kemungkinan ini telah dihadapi kian dengan usaha-usaha susunan pemerintahan jang didasarkan kepada kemauan rakjat. Diseluruh Tapanuli telah diadakan pemilihan-pemilihan ketua - ketua kampung dengan setjara demokratis. Ketua- ketua kampung dipilih oleh seluruh penduduk kampung jang dewasa baik laki² maupun perempuan. Umumnja tidak berapa diantara kepala kampung jang lama terpilih. tetapi orang jang mengundjuk minat perdjuangan, dan jang terpilih itu terbanjak dari golongan warga jang selama ini mendjadi golongan — pemimpin djuga dalam kampung jang bersangkutan.

Pemilihan ini dilaksanakan menurut peraturan jang ditetapkan oleh D.P.R. Tapanuli. Tiap kepala kampung jang terpilih sjah mendapat surat pengakuan dari Bupati jang bersangkutan. Umumnja ketua-ketua kampung ini mematuhi Pemerintahan Republik dan tetap setia ; demikian djuga penduduk mematuhi ketua jang mereka pilih ; biar didaerah pendudukan sekalipun.

Susunan pemerintahan kuria telah djuga dirobah dan disesuaikan dengan keinginan rakjat. Anggota-anggota Dewan Negeri dipilih langsung oleh penduduk Negeri jang bersangkutan. Hak memilih dan terpilih mendjadi hak jang sama bagi laki-laki dan perempuan jang telah dewasa. Ada Dewan Negeri jang mempunjai anggota jang terpilih dari kalangan Wanita. Anggota-anggota Dewan Negeri jang bersangkutan memilih wakil ketua dan dengan terpilihnja wakil Ketua, maka kepala-kepala Negeri (kuria) jang lama diberhentikan dengan tudjuan akan diadakan pula pemilihan kepala-kepala Negeri menurut peraturan jang telah ditetapkan D.P.R. Tapanuli untuk itu. Pemilihan itu akan mendjadi suatu udjian ataukah kepala Negeri jang lama ini mendapat kepertjajaan dari rakjat.

Meningkat kepada D.P.R. Tapanuli telah djuga disesuaikan dengan keinginan rakjat. Anggota-anggota D.P.R. Tapanuli adalah sebagian jang dipilih oleh anggota-anggota Dewan Negeri dan djumlahnja berdasarkan djumlah penduduk. Sebagian diundjuk oleh partai politik jang meliputi setidak-tidaknja lima kabupaten di Tapanuli. Lima orang anggota diangkat oleh Residen. Kesemuanja ini dibentuk berdasarkan peraturan jang sjah.

Dengan memperhatikan susunan- susunan tersebut jang sungguh berdasarkan kemauan rakjat, teranglah bahwa usaha-usaha pembentukan perwakilan-perwakilan lain seperti jang dilakukan oleh Panitia Status Tapanuli walaupun perwakilan sementara namanja akan menemui kegagalan dan hanja dapat dilandjutkan dengan dipagar bajonet orang lain. Inipun belum berarti dapat melaksanakan usaha selain dari pada dikota, jang tjukup pendjagaan tentera keradjaan. Disanapun diketemui pertentangan batin jang mungkin disatu waktu berkobar mendjadi pertentangan lahir.

Tjara berfikir oleh anggota-anggota panitia status Tapanuli dimasa pendudukan Belanda mengundjuk kelemahannja, terlebih diwaktu hendak melaksanakannja. Jang menjedihkan benar ialah suara-suara jang mempersoalkan djumlah suara jang sama banjak antara Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara, dalam perwakilan jang akan dibentuk. Soal ini mendjadi hangat sampai di Konperensi Sumatera I di Medan, hingga orang luar merasa heran ; karena terbukti ketjurigaan antara awak sama awak. Demikian djuga, djumlah perwakilan sesedaerah dari Tapanuli jang akan pergi ke Djakarta di bulan April 1949, mendjadi atjara jang hangat pula. Mereka ini rupanja telah menoleh dan hendak kembali kezaman sebelum perang dunia ke II, zaman groepsgemeenschapsraden, padahal semuanja kesulitan-kesulitan perselisihan-perselisihan paham jang mengenai soal Tapanuli Utara dan Selatan jang dipertadjam dizaman Pendjadjahan telah dapat diatasi oleh rakjat Tapanuli sedjak Kemerdekaan. Sedangkan perbedaan agamapun tidak lagi mendjadi soal. Rakjat Tapanuli sangat mengatasi segala silang sengketa jang terdjadi dizaman pendjadjahan baik jang mengenai soal pegawai-pegawai lama dan pemimpin rakjat dan orang-orang perdjuangan dizaman pendjadjahan. Sanggup pula menjesuaikan diri kepada aliran-aliran dan aturan-aturan jang datang dari pusat pemerintahan Republik.

Panitia status Tapanuli nampaknja hendak mundur supaja segalagalanja sesuai dengan keadaan 1941. Mereka tidak mengetahui bahwa rakjat Tapanuli tidak hendak mendjadi istimewa, atau berdaerah istimewa, tetapi ingin bergaul setjara bersaudara serumah tangga dalam gelanggang kebangsaan dan tanah air Indonesia.

Ketjurigaan rakjat Tapanuli terhadap Belanda bertambah karena kentara benar membantu dan mengerahkan tenaga anggota-anggota Panitia itu sedangkan aliran-aliran jang berdasarkan pendirian Republik mendapat tekanan jang hebat.

Penjerbuan ke Tapanuli pada tanggal 22 Desember, diwaktu seluruh Umat Kristen dalam persiapan memestakan dan memperingati hari lahir Nabi Isa, tidak mudah dilupakannja . Penjerbuan ini terus menerus sampai tanggal 24 , 25, 26 Desember. Buat Umat Kristen Tapanuli berarti kepiluan kesedihan dan tjutjuran air mata, mendo'akan kepada jang Maha Kuasa, memohonkan ketabahan dan ampunan kepada jang berdoea; karena bukankah mereka jang menjerbu ini beragama Kristen djuga?

Bulan Desember 1948 dituruti 1 Djanuari 1949, penjerbuan terus ke Padang Sidempuan. Seluruh rakjat mengungsi.

Kesemuanja ini diikuti kedjadian-kedjadian jang memperkokoh kebathinan perdjuangan rakjat.

Perdjuangan rakjat dan pemuda di Tapanuli, dan jang paling utama perdjuangan kaum ibu dipegunungan mempunjai sedjarah jang tersendiri.

Bukanlah mereka jang memimpin gerakan-gerakan mearah status Tapanuli jang istimewa jang diangan-angankan Belanda semula, jang mendjadi representasi rakjat Tapanuli, tetapi mereka jang mengembara dipegunungan ataupun meringkuk dalam tahanan, pemimpin pemimpin rakjat, Pamongpradja dan sebagainja bukan sadja di Tapanuli tetapi djuga didaerah lain, jang tahan menderita tidak mengeluh , tetapi tetap jakin kepada pemimpin²nja, tetap berpegang kepada sumpah jang telah diikrarkan : „tetap setia kepada Negara, kepada P.J.M. Presiden dan Wakil Presiden”.

Ada orang menjangka atau mengatakan bahwa pemerintahan sipil dari Republik diwaktu itu telah runtuh dan tidak berdjalan lagi. Kenjataan-kenjataan membuktikan bahwa pemerintahan Republik berdjalan terus dan hanja ditempat kedudukan tentera keradjaan jang pada lahirnja tidak berdjalan, tetapi bathinnja berdjalan terus. Pegawai-pegawai Republik jang setia banjak jang tinggal ditempat pendudukan dalam perdjuangan setjara „legaal”.

Selain dari 2 atau 3 orang, seluruh pamongpradja setia dan banjak jang mengembara dipegunungan melaksanakan kewadjibannja. Kabupaten Batanggadis (Mandailing Natal) tetap bulat dalam kekuasaan Republik, demikian djuga Nias. Padang Lawas hanja sedikit jang diduduki, jaitu Gunungtua dan sekitarnja dan Pasar Natanggor jang sekali-kali dikundjungi patroli.

Di Kabupaten Padangsidempuan hanja kota Padangsidempuan dan Batang Toru jang penuh dalam suasana pendudukan tetapi diluar kota tidak ada keamanan bagi orang-orang jang menentang atau mengchianat Republik. Demikian djuga keadaan-keadaan di Kabupaten Sibolga dan Tapanuli Utara.

Seluruh Pamongpradja dan pegawai- pegawai lain hanja menunggu saat dapat kembali dengan aman ketempat kedudukan mereka untuk melaksanakan kewadjiban . Dengan staf Pamongpradja jang setia ini dapat didjamin bahwa dalam tempo jang singkat pemerintahan sipil diseluruh Tapanuli dapat lagi kembali didjalankan seperti sebelum tanggal 22 Desember 1948.

Sesudah perintah hentikan tembak menembak, suasana di Tapanuli, didaerah-daerah jang tidak diduduki tentera Belanda berobah mendjadi aman. Seluruh kesatuan-kesatuan mematuhi perintah itu dan didaerahdaerah pendudukan, sikap Pemerintah Belanda serta kaki-tangan mereka mendjadi kurang tegang. Dugaan fihak Belanda bahwa kesatuankesatuan T.N.I. tidak akan mematuhi perintah itu, tidak dibenarkan kedjadian-kedjadian.

Seluruh rakjat mengikuti perundingan-perundingan antara R.I. dengan Belanda dengan penuh pengharapan akan penjelesaian jang membawa damai dan pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia”.

Demikian antara lain tulisan oleh Residen Binanga Siregar.

Oleh pemimpin-pemimpin Indonesia jang tinggal ditempat-tempat jang diduduki Belanda didirikan organisasi-organisasi jang menegakkan tjita-tjita Republik.

Di Padang Sidempuan berdiri front Nasional, dan di Sibolga dibangunkan F.K.R.I. , jaitu Front Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 22 Desember 1948, P.B.B. mengadakan persidangannja berkenaan dengan persoalan Indonesia. Dalam persidangan itu, Dr. van Royen menjatakan : Tiada sesuatu jang bisa membelokkan Nederland dari tudjuannja.

Amerika Serikat memadjukan resolusi (bersama Columbia dan Syria ) dengan usul supaja Dewan Keamanan memerintahkan penghentian tembak-menembak dan menarik tentera kedua belah kembali ketempat semula.

Tanggal 24 Desember 1948 , resolusi ini diterima dengan beberapa perobahan, jaitu 7 pro dan 4 blangko. Dengan ini diterima oleh Dewan Keamanan perintah penghentian tembak menembak dan pembebasan tawanan. Bagian penarikan kembali tentera ditolak dengan suara 5 anti dan 6 blangko.

Komisi Tiga Negara mengirim kawat berisi pernjataan bahwa Belanda adalah pelanggar perdjandjian.

Pada tanggal 23 Desember 1948, Rusia memadjukan resolusi dimana Belanda ditjap sebagai penjerang. Resolusi ini ditolak pada tanggal 24 Desember 1948.

India dan Pakistan melarang pesawat-pesawat K.L.M. untuk terbang diatas daerahnja dan mendarat dilapangan terbang disana.

Pada tanggal 31 Desember 1948 , Presiden Sukarno, H. Agus Salim dan St. Sjahrir ditangkap dan dipindahkan ke Prapat oleh Belanda.

Djenderal Spoor memberikan perintah aksi militer dan permusuhan di Djawa dihentikan. Kewadjiban tentera sesudah tanggal 31 ini hanja terbatas pada „pembersihan-pembersihan”.

Pada tanggal 1 Djanuari 1949, dalam pidato radionja , Dr. Sudarsono, Wk. Republik Indonesia di India, menjatakan terima kasihnja atas bantuan India. Kemudian dinjatakan bahwa wakil-wakil Republik diluar negeri telah berkumpul di New Delhi untuk merundingkan siasat bersama.

Pada tanggal 3 Djanuari 1949, atas usul Perdana Menteri Birma, Perdana Menteri India Pandit Nehru mengundang semua negara Asia untuk mengadakan permusjawaratan Asia, di New Delhi, guna merundingkan masaalah Indonesia.

Pada tanggal 7 Djanuari 1949, Merle Cochran terbang ke Amerika. Dewan Keamanan kembali bersidang tentang soal Indonesia.

P.D.R.I. (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) memberikan instruksi kepada L.N. Palar, jang menjatakan bahwa Republik bersedia mendjalankan cease fire dan berunding dengan Belanda, dengan sjarat-sjarat tertentu.

Pada tanggal 15 Djanuari 1949, Critchley dan Herremans, anggotaanggota Komisi Tiga Negara, buat pertama kalinja berkundjung ke Bangka, untuk berunding dengan pembesar-pembesar Republik.

Sidang B.F.O. memutuskan untuk melakukan perhubungan dengan orang-orang termuka dari Republik.

Pada tanggal 18 Djanuari 1949, Perdana Menteri Belanda, Drees, jang berada di Djakarta, melakukan pembitjaraan dengan St. Sjahrir, jang djuga dihadiri oleh Duta Belanda di London.

KONPERENSI NEW DELHI.

Pada tanggal 20 Djanuari 1949, konperensi Asia di New Delhi dimulai.

Pada tanggal 23 Djanuari 1949, P.D.R.I. menundjuk Mr. A. A. Maramis, jang sedang berada di New Delhi, mendjadi Menteri Luar Negeri P.D.R.I.

Pada tanggal 24 Djanuari 1949, resolusi konperensi New Delhi dikirim ke Dewan Keamanan, resolusi itu antara lain menjatakan :

  1. Pemulihan Pemerintah Republik ke Djokjakarta;
  2. Pembentukan Pemerintah Interim jang mempunjai kemerdekaan dalam politik luar negeri;
  3. Penarikan tentera Belanda dari seluruh Indonesia;
  4. Penjerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat pada tanggal 1 Djanuari 1950.

Pada tanggal 28 Djanuari 1949, Dewan Keamanan menerima baik mosi tentang Indonesia jang diusulkan oleh Amerika Serikat, Tiongkok, Cuba dan Norwegia, jang antara lain mengandjurkan dihentikannja permusuhan, pemilihan Pemerintah Pusat Republik Indonesia di Djokjakarta, diadakannja perundingan lagi dengan pihak Belanda. Dalam resolusi itu ditjantumkan djuga bahwa penjerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia jang merdeka dan berdaulat harus dilakukan sebelum tanggal 1 Djuli 1950. Pada tanggal 6 Pebruari 1949, Anak Agung Gde Agung dan Dr. Ateng Kartarahardja, selaku penghubung B.F.O, pergi ke Bangka untuk melakukan perundingan dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Pada tanggal 8 Pebruari 1949 Komisi Tiga Negara dalam komunikenja mendesak supaja tawanan-tawanan politik dibebaskan, sesuai dengan keputusan Dewan Keamanan.

Pada tanggal 11 Pebruari 1949 kabinet Belanda sedang mempertimbangkan usul Dr. Beel untuk mempertjepat penjerahan kedaulatan dengan tidak melalui dahulu Pemerintah Interim, tetapi disertai dengan beberapa sjarat.

Pada tanggal 25 Pebruari 1949, Dr. Gieben menjampaikan undangan pemerintah Belanda kepada pembesar-pembesar Republik di Bangka, untuk ikut serta dalam Konperensi Medja Bundar, jang akan diadakan pada tanggal 12 Maret 1949 di Den Haag.

Pada tanggal 28 Pebruari 1949, Dr. Koets mengundjungi Bangka, untuk memberikan pendjelasan tentang undangan tgl. 25 Pebruari 1949.

DJOKJA DISERBU T.N.I.

Pada tanggal 1 Maret 1949, djam 6 pagi T.N.I. menjerbu Djokjakarta dari segala pendjuru, dengan kekuatan kira- kira 2.000 orang. Djokjakarta didudukinja selama 6 djam , disertai pertempuran sampai djam 5 sore, kemudian mengundurkan diri. Ketika T.N.I. sudah meninggalkan kota Djokjakarta, tentera Belanda melakukan pembersihan terhadap penduduk dan melakukan pembakaran rumah-rumah.

Pada tanggal 3 Maret 1949, sidang B.F.O. mengambil resolusi jang menjetudjui tuntutan Republik, supaja pada tingkat permulaan Pemerintahan Republik dipulihkan di Djokjakarta.

Pada tanggal 9 Maret 1949, pemerintah Belanda mengumumkan bahwa K.M.B. ditunda karena Republik tidak mau ikut serta.

Pada tanggal 10 Maret 1949, Dewan Keamanan mengadakan sidang merundingkan lagi soal Indonesia. Pembitjaraan di Dewan Keamanan berputar pada soal-soal:

  1. Rentjana Belanda untuk mengadakan K.M.B. guna merundingkan pertjepatan penjerahan kedaulatan kepada Indonesia;
  2. Resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Djanuari 1949, terutama tentang pemulihan Pemerintah Republik ke Djokjakarta.

Pada tanggal 23 Maret 1949, Dewan Keamanan menerima baik usul Canada dengan suara 8 pro dan 3 blangko. Dengan keputusan ini maka kepada Komisi Tiga Negara diserahi kewadjiban baru untuk membantu kedua-belah pihak sampai tertjapainja persetudjuan, mengenai:

  1. Pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Djanuari 1949;
  2. Saat dan sjarat- sjarat K.M.B. jang akan diadakan di Den Haag.

Pada tanggal 2 April 1949, Mr. Mohamad Rum mengirimkan surat. kepada Komisi Tiga Negara dan menjatakan bersedianja untuk melangsungkan perundingan pendahuluan di Djakarta. Pada tanggal 8 April 1949, Belanda menjampaikan protes kepada Dewan Keamanan atas usul India dan Australiapun untuk memasukkan soal Indonesia dalam agenda sidang umum Perserikatan Bangsa-bangsa (P.B.B. ).

Pada tanggal 11 April 1949, Sri Sultan Djokja Hamengku Buwono buat pertama kali sesudah agressi Belanda jang kedua, mengundjungi Djakarta, untuk kepentingan perundingan.

Pada tanggal 12 April 1949, Dr. van Royen, wakil Belanda dalam Dewan Keamanan, tiba di Djakarta beserta penasehat- penasehatnja, selaku ketua baru dari Delegasi Belanda.

Pada tanggal 14 April 1949, berlangsunglah perundingan pendahuluan antara Indonesia dengan Belanda jang diketuai oleh Merle Cochran.

Pada tnggal 15 April 1949, Sudarpo, pressattaché Republik di Lake Succes, tiba di Djakarta untuk kemudian terus ke Bangka guna menjampaikan pelbagai keterangan.

Pada tanggal 21 April 1949, Dr. van Royen menerangkan bahwa pemerintahnja bersedia untuk memulihkan pemerintah Republik kembali ke Djokjakarta. Sedangkan Delegasi Republik menjatakan, bahwa Republik hanja bersedia melakukan perundingan dengan tjara tjara jang praktis untuk memulihkan pemerintah Republik ke Djokjakarta.

Pada tanggal 24 April 1949, Wakil Presiden Mohammad Hatta tiba di Djakarta, atas permintaan Delegasi Republik.

Pada tanggal 29 April 1949, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Sri Sultan Djokja bertolak ke Bangka, untuk membitjarakan selandjutnja hal pemulihan pemerintah Republik dengan Presiden.

Pada tanggal 2 Mei 1949, Mr. Mohamad Rum bertolak ke Bangka untuk berunding dengan pembesar-pembesar Republik mengenai procedure perundingan selandjutnja.

Pada tanggal 3 Mei 1949, berlangsunglah pertemuan jang kedua kalinja antara Sri Sultan Djokja dengan Dr. van Royen, mengenai penjelenggaraan practis daripada pemulihan pemerintah Republik ke Djokja.

Pada tanggal 5 Mei 1949 , berlangsunglah perundingan informil antara delegasi Republik dengan delegasi Belanda, jang dihadiri oleh Merle Cochran.

RUM — ROYEN.

Pada tanggal 7 Mei 1949, telah tertjapai di Djakarta persetudjuan antara Indonesia (Republik) dengan Belanda, jang kemudian terkenal dengan nama persetudjuan „Rum — Royen”.

B.F.O. mengeluarkan Komunike jang isinja menjatakan setudju dengan hasil jang didapat antara pihak Republik dan Belanda.

Pada tanggal 16 Mei 1949, dalam sebuah komunike jang dikeluarkan oleh Komisi untuk Indonesia (UNCI ) dinjatakan, bahwa perundingan pengembalian pemerintah Republik ke Djokja sudah mendapat banjak kemadjuan.

Pers Belanda meramalkan, bahwa bila terdjadi pengunduran tentera Belanda dari Djokja, akan timbul kekatjauan dan pembunuhan.

Pada tanggal 19 Mei 1949, Pemerintah Belanda meluluskan permohonan berhenti Dr. L. J. M. Beel, jang tidak dapat menjetudjui RR. Statement. Sebagai gantinja diangkat A. H. J. Lovink, pegawai tinggi Kementerian luar negeri Belanda urusan Asia.

Pada tanggal 27 Mei 1949, Sri Sultan Djokja, Menteri Negara Republik Indonesia merangkap Koordinator keamanan dalam negeri mengeluarkan pengumuman bahwa:

„Sesudah tentera Belanda mengundurkan diri, setiap orang, djuga mereka jang telah bekerdja pada pemerintah „Federal” sementara. dengan tidak membeda-bedakan bangsa atau agama, didjamin keamanan diri dan keselamatan badan serta bendanja”.

Pada tanggal 28 Mei 1949 , djam 12.30 sepasukan militer Belanda dengan tiba-tiba dan dengan tidak memberi tahukan lebih dahulu kepada Sri Sultan, telah mendatangi gedung Kepatihan Djokja, dan kantor persiapan pemulihan Pemerintah Pusat Republik. Banjak pegawai Republik Indonesia jang ditangkap dan dokumen-dokumen dibeslah.

Pada tanggal 5 Djuni 1949, Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta pengiringnja tiba di Kutaradja untuk mengadakan kontak dan berunding dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia.

Pada tanggal 10 Djuni 1949, maka Sri Sultan Hamengku Buwono membentuk komisi timbang terima Djokja dari tangan Belanda.

Pada tanggal 17 Djuni 1949 , satu delegasi jang terdiri dari Waliwali „Negara” Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Madura dan Djawa Timur, Kepala Daerah Kalimantan Barat, para Perdana Menteri dari Indonesia Timur dan Pasundan berkundjung ke Bangka untuk mengadakan perhubungan dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan lain-lain.

Pada tanggal 20 Djuni 1949, sidang B.F.O. dengan suara 11 lawan 3 menolak resolusi konperensi „Sumatera” (Dr. Mansur) jang akan mendirikan „federasi” Sumatera.

Pada tanggal 21 Djuni 1949, wartawan-wartawan Amerika mengundjungi Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta di Bangka. Pada tanggal 22 Djuni 1949, UNCI mengeluarkan komunike, bahwa antara Republik-Belanda telah didapat „meeting of minds” mengenai tudjuan dan tjara Konperensi Medja Bundar. Tudjuan menjelesa.kan perselisihan Indonesia-Belanda dengan mentjapai persetudjuan penjerahan kedaulatan jang njata, penuh dan tidak bersjarat kepada Negara Indonesia Serikat.

Pada tanggal 25 Djuni 1949, Tentera Belanda mulai ditarik dari Wonosari,' Selatan Djokja. Peristiwa itu disaksikan oleh Sri Sultan Djokja, kolonel van Langen, komandan tentera Belanda di Djokja, penindjau militer dari UNCI dan wartawan-wartawan dalam dan luar negeri. Tidak ada terdjadi sesuatu kekatjauan apapun, sebagaimana digembar-gemborkan oleh pihak Belanda.

Pada tanggal 29 Djuni 1949, kota Djokja ditinggalkan oleh tentera Belanda. Dengan demikian seluruh daerah Djokja sudah ditangan Republik lagi.

Keamanan telah pulih kembali sebagaimana mestinja.

Pada tanggal 4 Djuli 1949, maka utusan Republik Mohamad Natsir, Dr. Leimena dan Dr. Halim berkundjung ke Bukittinggi untuk mengadakan perhubungan dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera.


PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN KEMBALI

KE DJOKJA.

Pada tanggal 6 Djuli 1949, Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan lainnja tiba di Djokja dari Bangka. Dilapangan terbang Maguwo disambut oleh para pembesar rakjat dan anggota-anggota UNCI.

Pada tanggal 13 Djuli 1949, berlangsunglah sidang pertama dari Kabinet Republik Indonesia.

Pada persidangan ini, Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Mr. Sjafruddin Prawiranegara menjerahkan mandatnja kembali kepada Paduka Jang Mulia Wakil Presiden Republik Indonesia.

Kabinet Republik Indonesia menerima persetudjuan Rum-Royen.

Kabinet Republik Indonesia seterusnja menetapkan Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai Ketua Republik dalam konperensi InterIndonesia.

Pada tanggal 19 Djuli 1949, berlangsunglah Resepsi konperensi ,,Inter-Indonesia" di Istana Presiden di Djokjakarta.

Dalam konperensi Inter Indonesia babak pertama, jang berlangsung di Djokjakarta pada tanggal 22 Djuli 1949, dengan diketuai oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Negara Indonesia Serikat akan diberi nama Republik Indonesia Serikat dengan Bendera ,,Merah-Putih", lagu' kebangsaan ,,Indonesia-Raya", bahasa nasional ,,Bahasa Indonesia" serta 17 Agustus sebagai Hari Nasional.

Sidang Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat, jang berlangsung pada tanggal 25 Djuli 1949 umumnja tidak menolak persetudjuan Rum-Royen.

Dengan diketuai oleh Sultan Hamid II, pada tanggal 31 Djuli 1949 berlangsunglah konperensi Inter-Indonesia babak kedua, bertempat digedung Pedjambon Djakarta.

Pada tanggal 1 Agustus 1949, sidang delegasi Republik- Belanda B.F.O. dibawah penilikan wakil UNCI mendapat kata sepakat mengenai penghentian permusuhan.
PERINTAH MENGHENTIKAN TEMBAK-MENEMBAK,


Pada tanggal 3 Agustus 1949, djam 8 malam, Fresiden Sukarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia dengan perantaraan Radio Republik Indonesia memerintahkan penghentian tembak-menembak diseluruh Indonesia. Pada waktu jang sama Wakil Tinggi Mahkota Belanda Lovink didepan radio Djakarta mengadakan pidato jang serupa jang ditudjukan pada tentera Belanda.

Pada tanggal 4 Agustus 1949, dilakukan penjusunan baru didalam Kabinet Hatta berhubung oleh karena beberapa menteri akan mendjadi anggota delegasi keperundingan K.M.B. di Den Haag.

Pada tanggal 7 Agustus 1949, berangkatlah Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai Ketua Delegasi ke Konperensi Medja Bundar di Den Haag. Dalam perdjalanan kenegeri Belanda, Wakil Presiden Mohammad Hatta singgah di New Delhi mendjumpai Perdana Menteri India Pandit Nehru.

Mr. Sjafruddin Prawiranegara ditetapkan mendjadi Wakil Perdana Menteri dengan berkedudukan di Kutaradja.

Delegasi pelaksana dari Republik di Indonesia dipimpin oleh Mr. Susanto Tirtoprodjo.


KONPERENSI MEDJA BUNDAR.


Pada tanggal 23 Agustus 1943, berlangsunglah Konperensi Medja Bundar, bertempat diruangan Ridderzaal di Den Haag, dengan dibuka oleh Perdana Menteri Belanda Drs. Willem Drees. Berturutturut berpidato Ketua delegasi Republik Drs. Mohammad Hatta, Ketua delegasi B.F.O. Sultan Hamid ke II, Ketua delegasi Belanda Mr. van Maarseveen dan Ketua UNCI, Critchley.

Pada tanggal 2 Nopember 1949, Konperensi Medja Bundar selesai dengan hasil persetudjuan kedua belah pihak. Dunia internasional gembira dengan tertjapainja persetudjuan itu. Terketjuali Irian, maka seluruh Indonesia mendjadi daerah Republik Indonesia Serikat.

Wakil Presiden Mohammad Hatta tiba kembali di Djokjakarta dari Nederland pada 14 Nopember 1949. Dilapangan terbang Maguwo, Wakil Presiden disambut oleh Presiden, para pembesar lainnja dan rakjat. Sidang Kabinet Republik berlangsung pada 18 Nopember 1949 menerima baik persetudjuan K.M.B.

Pada tanggal 25 Nopember 1949, maka Panitia Persiapan Nasional jang diketuai oleh Mr. Mohamad Rum dan berkewadjiban menjelenggarakan persiapan pengoperan-pengoperan penjerahan kedaulatan bagi RIS, bersidang untuk pertama kalinja. Anggota panitia ini terdiri dari 31 orang, 15 dari Republik dan 16 dari B.F.O.

Konperensi Ekonomi Inter-Indonesia, jang berlangsung di Djokjakarta pada 2 Desember 1919 mengambil pokok kesimpulan, bahwa kemerdekaan politik harus disertai dengan kemerdekaan ekonomi.


269

PERSETUDJUAN K.M.B. DITERIMA K.N.I.P.


 Sidang pleno Komite Nasional Indonesia Pusat, jang berlangsung di Djokjakarta pada tanggal 14 Desember 1949 menerima persetudjuan Konperensi Medja Bundar, dengan djumlah suara 226 pro, 62 contra dan 31 suara blanco.

 Dalam pada itu, dengan bertempat di Pegangsaan Timur 56 Djakarta, dilaksanakan penanda tanganan Undang-Undang Dasar sementara Republik Indonesia Serikat oleh wakil-wakil negara bagian.

 Pada tanggal 16 Desember 1949, bertempat di Kepatihan Djokja dilangsungkan pemilihan Presiden R.I.S. jang pertama oleh wakil-wakil negara bagian. Dengan suara bulat Presiden Sukarno dipilih mendjadi Presiden Pertama Republik Indonesia Serikat.

SOEKARNO DINOBATKAN PRESIDEN R.I.S.

 Penobatan Presiden Republik Indonesia Serikat berlangsung dibangsal Sitinggi Djokjakarta pada tanggal 17 Desember 1949.

 Pada tanggal 20 Desember 1949, Presiden Republik Indonesia Serikat menundjuk formateur Kabinet, jang terdiri dari Mohammad Hatta, Sri Sultan Hamengku Buwono, Anak Agung Gde Agung dan Sultan Hamid ke-II.

 Pada tanggal 23 Desember 1949, berangkatlah delegasi Indonesia ke Nederland untuk timbang terima penjerahan kedaulatan. Delegasi Indonesia di Ketuai oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta. Anggotaanggotanja terdiri dari Sultan Hamid II, Sujono Hadincto, Dr. Suparmo, Mr. Dr. Kusumaatmadja dan Prof. Dr. Supomo.

 Delegasi di Indonesia di Ketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono, dengan anggota-anggotanja Anak Agung Gde Agung, Mr. Kosasih dan Mr. Mohamad Rum.

 Delegasi di Indonesia ini akan melakukan timbang trima penjerahan pemerintahan dari Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Djakarta. Delegasi untuk menerima penjerahan kedaulatan dari Republik Indonesia di Ketuai oleh Arnold Mononutu.

ATJEH.

 Pada tangal 5 Djuni 1949, Paduka Jang Mulia Wakil Presiden Mohammad Hatta tiba di Kutaradja. Bersama dengan Wakil Presiden turut serta Dr. Sukiman, Mr. Natsir St. Pamuntjak, Mr. Ali Sastroamidjojo dan Mohamad Natsir.

 Dalam rapat samudera jang diadakan berhubung dengan perkundjungan ini, Wakil Presiden antara lain menjatakan:

 Seperti saudara ketahui, maksud kami datang kemari ialah untuk mentjari perhubungan dengan pemerintah Darurat, supaja kita bisa memperkuat pendirian kita bersama, supaja kita bisa lekas menjelenggarakan kembalinja pemerintah Republik ke Djokjakarta. Kembalinja Pemerintah Republik ke Djokja adalah satu tuntutan jang terutama bagi kita dalam penjelesaian iri, oleh karena inilah satu tanda bagi kita, kekuatan roh Republik, kekuatan djiwa Republik. Republik akan tidak bisa dihapuskan dengan aksi militer apapun djuga.

 Djadi dengan maksud inilah saja datang kemari. Selain dari pada itu pula saja dapat memenuhi tjita-tjita saja jang lama, karena sudah 2 kali saja berniat datang ke Atjeh ini, tetapi kedua-dua kalinja gagal, oleh karena kedjadian jang sekonjong-konjong. Pertama kali tatkala saja dalam perlawatan ke Sumatera dan akan mendjalani Sumatera sedjak dari Selatan sampai ke Utara singgah disegala tempat pada djalan darat, maka sesampainja di Siantar mulailah aksi militer jang pertama, hingga perdjalanan itu kandas disana. Kedua kalinja pada penghabisan tahun jang lalu saja djuga akan melawat kemari, tidak lagi djalan darat, tetapi djalan uadara. Tetapi oleh karena perundingan jang sekonjong-konjong mendesak di Djokjä, maka batal lagi perdjalanan saja itu jang sudah sampai di Bukittinggi, malahan sudah sampai ke Tapanuli.

 Sjukurlah jang ketiga kalinja sampai saja disini bertemu, dengan saudara-saudara, dapat meng-eratkan pertanian antara kita, meng-eratkan pertalian antara Pemerintah Pusat dengan rakjat disini, mempererat sendi Negara Republik Indonesia.

 Sajang saudara-saudara, saja sekali ini hanja datang buat beberapa. hari sadja, tidak sampai saja memenuhi tjita-tjita saja untuk djuga berkeliling didaerah Atjeh ini. Kota2 lain tidak dapat saja singgahi, hanja Kutaradja sadja, tetapi mudah-mudahan dikemudian hari dapat saja djalankan maksud saja ini.

 Seterusnja Wakil Presiden menjampaikan amanatnja, jaitu: „Saudara-saudara terimalah satu amanat dari saja.

 Siapa jang berdjuang dan sudah mengaku kalah, dia mesti kalah. Kita dalam berdjuang bisa menderita kekalahan, tetapi djangan sekalikali mengaku kalah.

 Perdjuangan kita jang memakan waktu lama ini tentu disana sini menderita kekalahan, tetapi kita tidak boleh mengaku kalah. Dalam kekalahan kita mestilah tetap dalam pikiran kita, dalam tekad kita, bahwa kita mesti menang, dan achirnja kita mesti menang djuga.

 Djadi saudara-saudara, inilah tekad jang harus ditanam dalam djiwa kita, djangan sekali-kali mengaku kalah".

 Achirnja Wakil Presiden mengatakan: ,,Sering kita mendengar sembojan ,,Bersatu kita teguh, berpetjah kita djatuh". Tjamkanlah sembojan ini dalam hati saudara-saudara. Baiklah untuk sementara kita lupakan perselisihan antara kita sesama kita jang perselisihan itu dikemudian hari mungkin dapat dibereskan setjara damai, setjara mudah sekali, akan tetapi pokok tudjuan kita bersama adalah mentjapai rakjat jang makmur, rakjat jang merdeka, rakjat jang sedjahtera. Tetapi dalam masih kita memperdjuangkan tjita-tjita kita ini, padulah persatuan, djagalah persatuan. Kalau tidak dengan persatuan kita akan hantjur.  Inilah nasehat kita jang penghabisan kepada saudara-saudara dari tempat ini. Barangkali lusa saja akan meninggalkan Kutaradja, akan bertolak dari Atjeh dengan membawa kenang-kenangan jang baik dari sini, melihat wadjah saudara-saudara berseri-seri kegembiraan, tanda keta'atan saudara- saudara kepada pemimpin-pemimpin, kepada Pemerintah Pusat".

 Rapat samudera ini, jang diadakan pada waktu malam, dihadiri oleh lebih kurang 30.000 pengundjung dari Kutaradja dan sekitarnja, bahkan jang datang puluhan kilometer dari luar kota.

 Perajaan Ulang tahun 17 Agustus 1949 dirajakan dengan tjara besarbesaran di Kutaradja.

 Pagi-pagi dimulai djam 8 W.S. diadakan upatjara peringatan bertempat ditanah lapang besar.

 Disitu hadlir sebahagian dari Tentera Nasional Indonesia Dipisi X, pembesar-pembesar Negara, pamong-pamong pradja dan pegawai Negara.

 Pembukaan upatjara dimulai dengan menaikkan bendera Sang Saka dan bunji sirene lamanja satu menit, dan kemudian diikuti dengan tembakan meriam 21 das. Sudah itu dilagukan Indonesia Raja.

 Berturut-turut berpidato Komisaris Pemerintah Pusat Sumatera Utara dan Gubernur Militer Daerah Atjeh, Langkat dan Tanah Karo.

 Kemudian diadakan pemeriksaan tentera oleh Gubernur Militer Daerah Atjeh, Langkat dan Tanah Karo beserta Komisaris Pemerintah Pusat Sumatera Utara dan beberapa pembesar Negara.

 Tentera melakukan defile dan berbaris mengelilingi kota dengan muziek Tentera.

 Djam 11 W. S. diadakan resepsi bertempat di-istana, jaitu tempat kediaman Residen d/p pada Komisaris Pemerintah Pusat Sumatera Utara, T. M. Daudsjah.

 Dari Atjeh turut serta menghadliri Konperensi Medja Bundar di Den Haag, Residen T.'M. Daudsjah.

 Pada tanggal 23 Agusttus 1949, Wakil Perdana Menteri Mr. Sjafruddin Prawiranegara tiba di Kutaradja.

 Turut serta Menteri Agama Ki Hadji Masjkur.

 Dalam rapat umum, jang diadakan pada tanggal 29 Agustus malam, Mr. Sjafruddin Prawiranegara antara lain menjatakan : Saja mengutjapkan sjukur kehadirat Allah, bahwa saja achirnja dapat djuga sampai di Atjeh, sampai di Kutaradja ini. Saja mengutjap sjukur itu, karena mengingat untuk pergi ke Atjeh ini, sebenarnja sudah lama dikandungan saja. Sedjak tahun 1947 waktu rombongan Pemerintah Pusat terdiri atas Mr. Rum, Mr. Maria Ulfah, Ir. Putuhena dan saja sendiri mengelilingi Sumatra, maka pada waktu itu kami bermaksud hendak meneruskan perdjalanan ke Atjeh, tetapi Tuhan tidak rupanja mengizinkan. Di Medan kita terpaksa menghentikan perdjalanan dan kembali ke Djawa, oleh karena waktu itu negara kita menghadapi keadaan jang sangat genting, jaitu menghadapi agressi Belanda jang pertama. Kemudian sebelum petjah perang dengan Belanda jang kedua ini, maka saja bermaksud bukan sadja pergi ke Bukittinggi, tetapi meneruskan

272

perdjalanan ke Atjeh, tetapi djuga pada saat itu, tidak diperkenankan. Belanda menjerang Bukittinggi, dan saja terpaksa, bukan lari, tetapi menghindarkan diri dari tangkapan Belanda jang seperti saudara- saudara ketahui , membentuk dan memimpin pemerintah Darurat

 Kemudian setelah Djokja dipulihkan, saja diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri jang berkedudukan di Kutaradja. Berkali-kali saja hendak pergi ke Atjeh, tetapi rupanja Tuhan belum mengizinkan. Baru saja diperkenankan sampai di Atjeh, jaitu pada tanggal 23 bulan ini, tepat bersamaan dengan Konperensi Medja Bundar.

 Rupanja saja mesti menjaksikan dari tengah- tengah saudara-saudara jang sampai kini telah berhasil memelihara daerah saudara dari pada Belanda . Rupanja saja diwadjibkan untuk menjaksikan djalannja perundingan di Den Haag dari tengah-tengah rakjat Atjeh jang sanggup apabila perundingan itu gagal , meneruskan perdjuangan . Djadi rupanja semuanja itu sudah ada rantjangan dari atas , bukan dari Pemerintah Pusat, tetapi dari jang lebih atas lagi, jang lebih berkuasa.

 Saja memang lambat laun dalam perdjuangan sekarang ini mesti mengakui, bahwa diatas segala rentjana, diatas segala perhitungan manusia ini, maka ada rentjana jang lebih besar, jang achirnja harus kita akui, sebagai rentjana jang sempurna jang tidak bisa kita elakkan, kita kesampingkan dengan rentjana sebagaimanapun djuga jang timbul akal manusia. Dan oleh karena itu kalau kini saudara- saudara bertanja kepada saja, bagaimana akan berlangsungnja Konperensi Medja Bundar ini , apakah benar-benar Belanda akan menjerahkan kedaulatan sepenuhnja dan tidak bersjarat seperti telah didjandikan oleh Pemerintah Belanda, maka saja tidak dapat memberikan djawaban jang pasti, hanja saja dapat mendo'akan , mudah -mudahan perundingan-perundingan itu bisa selesai dengan membawa hasil-hasil jang sebaik-baiknja bagi kita.

 Seterusnja Wakil Perdana Menteri menjampaikan ,,Memang agressi Belanda jang kedua ini rupa- rupanja harus dialami oleh kita sebagai udjian untuk membersihkan djiwa kita sebersih-bersihnja .

 Seperti saja terangkan tadi, kemerdekaan itu tidak bisa dihilangkan lagi. Atau seperti diterangkan, bahwa Belanda tidak bisa memutar djarum sedjarah kembali. Kalau memang sudah pukul 12 tidak bisa dikembalikan mendjadi pukul 11, karena itu berarti, bahwa Belanda dapat memutar kembali matahari jang sedang berdjalan . Begitu djuga kemerdekaan itu tidak bisa dihalangi oleh Belanda.

 Tetapi disamping itu kita harus insjaf, bahwa kita tidak bisa djuga mempertjepat djalannja sedjarah . Sebagaimana Belanda tidak bisa mengembalikan, begitu djuga kita tidak bisa mendorong matahari untuk lebih tjepat djalannja. Oleh karena itu disamping kejakinan, bahwa kemerdekaan kita itu tidak bisa dielakkan, maka kita djuga harus sabar, bukan sadja menanti apa jang akan terdjadi tetapi sabar mengerdjakan usaha-usaha jang tidak usah dipusingkan apa akan hasilnja .

 Seperti djuga kita bertjotjok tanam, kita mentjangkul tanah, menabur benih, tetapi hasilnja terserah kepada Tuhan. Kita pertjaja


18

273

bahwa masih ada Tuhan, kita telah melihat bahwa kemerdekaan kita ini telah ditakdirkan Allah, maka jakinlah kemerdekaan kita ini tidak akan sia-sia.

 Kalau kita melihat djalannja sedjarah, disamping kita tidak usah memusingkan tentang hasilnja dari pada Konperensi Medja Bundar ini, lebih-lebih kita harus memperhatikan, apakah jang kita harus kerdjakan pada masa sekarang. Kemerdekaan kita bisa kita katakan sebenarnja sudah masuk dalam saku kita ini. Tidak bisa diambil kembali oleh Belanda. Tetapi pekerdjaan jang lebih berat nanti jaitu sesudah kedaulatan nanti iserahkan kepada kita. Sesudah Republik Indonesia Serikat dibentuk barulah akan terdjadi pekerdjaan-pekerdjaan jang berat sekali jang lebih sulit dari pada pekerdjaan jang sudah-sudah. Belanda telah meninggalkan negeri kita dalam keadaan katjau balau".
 Pada tanggal 23 September 1949 , tiba di Kutaradja Menteri Pertahanan merangkap Acting Perdana Menteri, Sri Sultan Hamengku Buwono. Turut serta Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat Mr. Assaat dan Menteri Penerangan Mr. Sjamsuddin .
 Dalam rapat umum jang bertempat didepan Mesdjid Raja Kutaradja, Mr. Asaat antara lain mengemukakan: „Uraian saja ini saja mulai dengan tanggal 19 Desember 1948. Pada tanggal tersebut, kita semua mengetahui bahwa pihak Belanda memulai serangan dan memperkosa kedaulatan N.R.I.
 Apa tudjuan dari pada perkosaan itu, ialah untuk menghantjurkan Republik, untuk menghapuskan N.R.I. sebagai Negara dari muka bumi ini. Inilah jang mendjadi tudjuan jang utama dari pihak Belanda untuk memulai serangan atas aksi militer jang kedua itu.
 Tudjuan jang kedua ialah untuk menjatakan kepada dunia bahwa Negara Republik Indonesia itu, hanjalah usaha dari Bung Karno dan Hatta serta beberapa pemimpin sadja, dan mereka akan menundjukkan kepada dunia, djika Bung Karno dan Bung Hatta dan beberapa Pembesar atau pemimpin-pemimpin itu bisa ditangkap dan diasingkan, maka hantjurlah Republik dan mereka akan sanggup mengembalikan keamanan dan keinakmuran ditanah Indonesia.
 Mereka memang pintar untuk memilih waktu untuk memulai serangannja, jaitu pada waktu Republik Indonesia habis menjelesaikan peristiwa Madiun, dimana tenaga tentera kita dikerahkan untuk menghapuskan pemberontakan jang sudah terdjadi pada 15 September tahun 1948 itu.
 Kedua, mereka memilih waktu jang baik jaitu ketika Paduka Jang Mulia Presiden hendak berangkat keluar negeri, ketika kebetulan Paduka Jang Mulia Wakil Presiden sedang sakit, dan ketika tentera kita lagi hendak mengadakan latihan diluar kota Djokja. Pendeknja segala factor untuk mendjamin kemenangan mereka kumpulkan waktu itu.
 Memang dalam sehari sadja, ibu kota kita Djokjakarta dapat diduduki dan pada hari itu djuga Presiden, Wakil Presiden beserta beberapa orang Menteri dapat ditangkap. Pendeknja memang betul
274 kalau dilihat dari sudut ketenteraan pandai betul pihak Belanda memilih waktunja. Tetapi kalau dilihat dari sudut politik, maka waktunja tidaklah tepat. Oleh karena mengadakan serangan pada waktu itu, diwaktu Komisi Tiga Negara masih berada di Djokja, pada waktu kita masih berunding. Selama berunding kita diserang, ini bukanlah saat jang tepat, kalau kita lihat dari sudut politik, dan ini memang terbukti, bahwa seluruh dunia marah, oleh karena perbuatan jang kedjam ini.

Maksud Belanda hendak menghantjurkan Republik ini terbukti dari pidato Wakil Tinggi Mahkota Belanda, pada waktu itu Dr. Beel, dan kemudian dengan keterangan Dr. Brouwer kepada kami di Bangka, dan achirnja dengan keterangan Mr. van Gieben djuga pada kami di Bangka, bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi didalam pandangan Pemerintah Belanda, tetapi keterangan ini dinegeri Belanda tidak diutjapkan, hanja diutjapkan di Indonesia seperti jang saja katakan tadi oleh Dr. Beel, kemudian oleh Mr. van Gieben djuga atas nama Pemerintah Hindia Belanda kepada kami.

Tetapi saudara, tudjuan ini tidak tertjapai, oleh karena apa? Tentera kita sampai sekarang masih utuh, walaupun Pemerintah Belanda sudah beberapa kali mengutuh, walaupun Pemerintah Belanda sudah beberapa kali mengumumkan, bahwa Tentera Republik Indonesia sudah luluh, dan puluhan ribu (katanja) sudah mendaftarkan diri kepada tentera Belanda.

Pada tanggal 18 Oktober 1949, tiba pula di Kutaradja rombongan dari Pemerintah Pusat jang terdiri dari Menteri Keuangan Mr. Lukınan Hakim, Menteri Kemakmuran I. Kasimo dan Menteri Sosial & Perburuhan Kusnan.

Dalam pada itu, keadaan dalam negeri di Atjeh kembali mengalami suasana kekeruhan, terutama sekali disekitar gerakan jang dilakukan oleh Said Ali dan kawan-kawannja.

Berhubung dengan ini, dengan keputusan Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia, No. 14/Keh/Wkpm, atas nama Presiden Republik Indonesia, setelah menimbang, bahwa :

  1. dalam pergolakan masjarakat didaerah Atjeh, sebagai akibat dari perdjuangan Kemerdekaan bangsa Indonesia pada masa jang lampau, telah terdjadi beberapa peristiwa jang bersifat kriminil;
  2. bukan sedikit djumlah mereka jang tersangka tersangkut dalam peristiwa- peristiwa jang dimaksud, telah diperiksa dan ditahan;
  3. supaja disekitar Tanah Air kita telah berobah kearah kedjernihan dan tanggal 27 Desember 1949 telah ditetapkan sebagai tanggal penjerahan kedaulatan oleh Belanda kepada bangsa Indonesia;
  4. ini berarti langkah besar kearah penjempurnaan kebahagiaan bagi bangsa Indonesia, oleh karena mana dirasa perlu melahirkan dengan sesuatu perbuatan jang njata perasaan sjukur terhadap Allah Subhanahuwata'ala atas kurniaNja ini pada bangsa Indonesia;
  5. salah satu tjara untuk melahirkan perasaan sjukur jang meliputi sanubari seluruh bangsa Indonesia, adalah pemberian abolitie
(pembebasan daripada tuntutan) kepada mereka jang baik setjara langsung, maupun tidak langsung tersangkut dalam sesuatu perbuatan mengenai peristiwa-peristiwa dalam daerah Atjeh, baik jang terkenal dengan peristiwa Tjumbok dan peristiwa peristiwa disekitarnja, baik peristiwa lain jang timbul kemudian selaku akibat dari peristiwa-peristiwa tersebut, atau selaku akibat dari pergolakan revolusi nasional, maupun jang terkenal dengan peristiwa Said Ali al Shagaf ;
f. dianggap perlu untuk mendjamin ketenteraman dan ketertiban umum abolitie (pembebasan dari pada tuntutan) jang dimaksud pada sub e terhadap mereka jang namanja tersebut dalam daftar jang terlampir pada keputusan ini hanja akan diberikan dengan djandji, bahwa mereka buat sementara waktu akan meninggalkan daerah Atjeh, dengan ketentuan, bahwa mereka akan ditahan dan dituntut kembali apabila djandji itu dilanggar.

 Dan setelah mendengar Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Utara, Gubernur Militer Atjeh, Langkat dan Tanah Karo, Kepala Kedjaksaan dan Kepala Kepolisian Daerah Atjeh, menetapkan peraturan sebagai berikut :

Pasal 1 .

Abolitie (pembebasan dari tuntutan ) diberikan kepada mereka jang baik langsung, maupun tidak langsung tersangkut dalam' sesuatu perbuatan mengenai peristiwa-peristiwa dalam Daerah Atjeh, baik jang terkenal dengan peristiwa Tjumbok dan peristiwa disekitarnja, baik peristiwa-peristiwa lain jang timbul kemudiannja selaku akibat dari peristiwa-peristiwa tersebut atau selaku akibat pergolakan revolusi nasional, maupun jang terkenal dengan peristiwa Said Ali al Shagaf, bilamana mereka oleh karena itu tidak atau telah mendjalani hukuman ataupun mengalami sesuatu tindakan jang bersifat- penghukuman .

Pasal 2

Segala tuntutan (rechtsvervolging ) terhadap mereka jang dimaksud pada pasal 1 dihentikan dan djika dalam tuntutan supaja dihentikan dengan segera.

Pasal 3.

Pembebasan mereka jang masih berada dalam tahanan dan tidak harus tetap dalam tahanan oleh karena alasan lain, diperintahkan.

Pasal 4.

Untuk mendjamin ketenteraman dan ketertiban umum, abolitie (pembebasan dari tuntutan) jang di-maksud dalam pasal 1 terhadap mereka jang namanja tersebut dalam daftar jang terlampir pada keputusan ini diberikan dengan djandji , bahwa mereka buat sementara waktu akan meninggalkan daerah Atjeh dengan ketentuan, bahwa mereka akan ditahan dan dituntut kembali, apabila djandji itu dilanggar.

276
Pasal 5.

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949.

Mereka jang menurut ketetapan tersebut diatas dikeluarkan dari Atjeh ialah: 1. Said Ali Alshagaf, 2. Waki Harun, 3. Teungku Hadji Muchsin, 4. Nja' Sabi, 5. Tengku Muhammad Asjek, 6. Muhammad Meraxa dan 7. Teuku Sjamaun Lathief.

TAPANULI.

Setelah dikeluarkan perintah hentikan tembak-menembak pada tanggal 3 Agustus 1949, disusul dengan selesainja Konperensi Medja Bundar pada tanggal p Nopember 1249, maka di Sibolga dan di Medan dibentuk Local Joint Committee (Panitia Bersama Setempat) sebagai badan penjelenggara dari Central Joint Board di Djakarta.

Panitia Bersama Setempat di Medan dan di Sibolga menjelenggarakan ketentuan-ketentuan mengenai gentjatan sendjata, kemudian mengatur penarikan tentera Belanda dari daerah Republik.

Demikian pada tanggal 25 Nopember 1949 tentera Belanda ditarik dari Gunung Tua. Pada tanggal 30 Nopember 1949 Sipirok dikosongkan oleh tentera Belanda; menjusul Padang Sidempuan pada tanggal 4 Desember 1949. Tanggal 7 Desember 1949 Sibolga dipulihkan dan kemudian menjusul Tarutung dan Sidikalang pada tanggal 10 Desember1949. Pada tanggal 13 Desember 1949 tentera Belanda jang penghabisan meninggalkan Balige.

Seluruh Tapanuli sudah pulih mendjadi daerah Republik.

Segala sesuatu berdjalan menurut rentjana, tjuma sebahagian dari golongan Indonesia jang telah bekerdjasama dengan Belanda mengungsi dari Tapanuli ke Sumatera Timur. Satu pengungsian dari segolongan bangsa Indonesia jang sifatnja bukan menjingkir dari antjaman musuh, akan tetapi lebih banjak oleh karena dihalau oleh hati dan kebatinannja masing-masing.

Dalam hubungan ini, Residen Binanga Siregar menjatakan sebagai berikut: „Segala-galanja berdjalan baik dan aman dan njata pula bahwa duga-dugaan atau provokasi pihak Belanda diwaktu jang sudah-sudah, tidak dibenarkan kedjadian--kedjadian. Sampai saat berangkatnja pihak Belanda dari Tapanuli, ternjata bahwa pihak Belanda sedjak semula tidak mengenal djiwa rakjat Tapanuli jang sebenarnja dan terlampau pertjaja pada orang-orang jang sedjak permakluman kemerdekaan Indonesia, sebenarnja tidak mejakini adanja kemerdekaan itu”.

KEDAULATAN.

Pada tanggal 27 Desember 1949, di Amsterdam berlangsung upatjara penjerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

Upatjara penjerahan kedaulatan Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat berlangsung di Djokjakarta.  Upatjara penjerahan pemerintahan "Hindia Belanda" kepada Republik Indonesia Serikat berlangsung di Istana Gambir Djakarta.
 Pada waktu itu, di Istana Gambir Djakarta diadakan upatjara penurunan bendera Belanda dan pengibaran Sang Merah Putih. Sesudah upatjara ini, Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Lovink, terus terbang ke Nederland.
 Mr. Assaat, Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat, dilantik di Presidenan Djokjakarta selaku pemangku Djabatan Presiden Republik Indonesia.
 Upatjara peristiwa kedaulatan diperingati disemua tempat di Sumatera Utara.
 Kolonel A. E. Kawilarang menerima timbang terima keamanan dalam suatu upatjara di Medan dari Djenderal Major P. Scholten.
 Sedjak dari itu, maka Kolonel A. E. Kawilarang bertugas sebagai Gubernur Militer Sumatera Utara.


Disamping memikirkan soal-soal politik jang pelik dan sulit, waktu jang senggang dipergunakan djuga sebagai hari libur oleh Wakil Presiden Hatta serta rombongannja sewaktu berkundjung kedaerah Atjeh.


Pada gambar nampak Wakil Presiden Hatta dan Gubernur Militer Tgk. Mohd. Daoed Beureueh, bersama beberapa orang terkemuka serta rakjat biasa sedang "menarik pukat" mendjaring ikan di suatu tepi pantai dekat Lho'Nga, Kutaradja.
Mr. Ali Sastroamidjojo, Mr. S. M. Amin, Mohd. Natsir, A. R. Baswedan dan T.M. Daoedsjah (baris belakang) sesaat waktu di Kutaradja.


Kepala Pemerintahan Pertadbiran Militer di Tanah-Karo berserta stafnja bergambar bersama-sama dimasa gerilja.

Digedung Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi Sumatera Utara di Kutaradja, Wakil Presiden Mohd. Hatta berserta rombongan mengadakan pula pertemuan chusus dengan para Wakil partai-partai, organisasi-organisasi dan golongan dari segenap lapisan rakjat. Selesai pertemuan lalu dibuat gambar kenang-kenangan bersama-sama.

Duduk dari kiri kekanan: Sjarif Kasim Sultan Siak, Mr. A.G. Pringgodigdo, Mr. Ali Sastroamidjojo, Dr. Sukiman, Tgk. Mohd. Daoed Beureueh, Wakil Presiden Mohd. Hatta, Mr. S.M. Amin, Mohd. Natsir, A.R. Basweden, Tuanku Mahmud, T. M. Daudsjah dan Zainal Baharudin.
Alangkah sedapnja merasai hasil djerih pajah Usaha sendiri Wakil Presiden Hatta ditemani oleh Gubernur militer Daoed Beureueh sedang menikmati ikan hasil tangkapannja sendiri di hari libur jang meriah itu.
Gubernur Sumatera Utara Mr. S. M. Amin di istana tempat kediaman tamu agung, sedang mengutjapkan kata sambutan atas nama segenap rakjat terhadap perkundjungannja Wakil Presiden Mohd. Hatta berserta rombongannja ke ibu kota Propinsi Sumatera Utara, di Kutaradja.


Wakil Presiden Mohd. Hatta mendjelaskan pula maksud perkundjungannja ke Kutaradja itu serta memberikan beberapa keterangan penting tentang situasi politik negara dan suasana perdjuangan dihadapan para pembesar dan pemimpinpemimpin rakjat di Atjeh.
Bukan sadja dengan pembesar-pembesar negara, dengan golongan alim-ulama pun wakil Presiden Mohd. Hatta sewaktu di Atjeh mengadakan pula pembitjaraan dari hati kehati.

Pada gambar, wakil Presiden sedang bertjakap-tjakap dengan Tgk. Abd. Wahab, Kepala Kantor Urusan Agama Sumatera Utara di Kutaradja dan Tgk. H. Mohd. Saleh, (bertopi putih) seorang ulama jang terkemuka.

Mobil jang ditumpangi Wakil Presiden Mohd. Hatta sewaktu beliau berkundjung ke Atjeh memakai tanda Rep. 2, kelihatan sedang meninggalkan pekarangan istana kediaman tamu agung di Kutaradja.
Sesudah diadakan gentjatan sendjata, tentera KNIL berangsur-angsur meninggalkan Sidikalang.



Gedung bersedjarah di Prapat. Tempat Presiden Soekarno dan H. Agus Salim ditawan oleh Belanda dalam agressi kedua (Desember 1948).

Majoor Slamat Ginting ketika menerima timbang-terima djembatan Lae Pondom di Sidik Alang.

Meskipun ditengah-tengah hutan belantra-raja, Lasjkar Rakjat kita dizaman gerilja, sempat djuga bergembira menari-nari sambil menjanjikan lagu-perdjuangan. Disatu tempat dekat Sibol-

TEUNGKU MOHD. DAOED BEUREU-EH, Gubernur Militer Atjeh, Langkat dan Tanah Karo bersama beberapa pembesar daerah lainnja sedang bersiap-siap menjambut kedatangan Wakil Presiden Mohd. HATTA dilapangan udara Blang Bintang, lk. 15 KM dari Kutaradja.

Ketika Wakil Presiden Mohd. Hatta beserta beberapa pemimpin pemerintah Republik Indonesia jang ditahan oleh Belanda di Pulau Bangka berangkat ke Kutaradja (Ibu Kota propinsi Sumatera Utara) pada th. 1949 maksud hendak mengadakan kontak dengan Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Kepala Pemerintah Darurat Rep. Indonesia di Sumatera. Dilapangan terbang Blang Bintang beliau disambut oleh Tengku Mohd. Daoed Beureu-eh, Gubernur Militer Atjeh, Langkat dan Tanah Karo. Pada gambar, dari kiri kekanan: Tgk. Mohd. Daoed Beureu-eh, Dr. Sukiman Wirjosandjojo, Mr. Ali Sastroamidjojo dan Wakil Presiden Mohd. Hatta.

Wakil Presiden Mohd. Hatta dengan diiringi oleh Gubernur Militer Tgk. Mohd. Daoed Beureu-eh dan Gubernur Sumatera Utara Mr. S.M. Amin sedang memeriksa barisan kehormatan dilapangan Blang Bintang, Kutaradja.


Wakil Presiden Mohd. Hatta, Gubernur Militer Tgk. Mohd. Daoed Beureu-eh dan Residen t/b Tuanku Mahmud ketika sedang melalui suatu barisan pengawal di Kutaradja.