Ordonansi Pembentukan Kota

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Ordonansi Pembentukan Kota  (1948) 
(Stadsvormingsordonnantie)

S. 1948-168.

(Kep. Let. G.G. tgl. 23 Juli 1948 No. 13.)

ORDONANSI PEMBENTUKAN KOTA

(Stadsvormingsordonnantie)

S. 1948-168.

(Kep. Let. G.G. tgl. 23 Juli 1948 No. 13.)

BAB I. KETENTUAN-KETENTUAN PENGANTAR

Istilah

Pasal 1.

Dalam ordonansi ini dan dalam aturan-aturan yang ditetapkan berdasarkan ordonansi ini, yang dimaksudkan dengan: yang berkenaan dengan Pemerintah:

Secretaris van Staat: kini dapat disamakan dengan Menteri Pekerjaan Umum;

Haminte: kini dapat disamakan dengan Kotapraja yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Pokok Pemerintahan di daerah;

Dewan: Dewan Haminte (sekarang Dewan Perwakilan Rakyat Kotapraja).

Burgemeester en Wethouders: Walikota dan Dewan Harian.

Residen: Residen yang daerah jabatannya meliputi Kotapraja yang bersangkutan;

Waktu pemasukan: waktu penerimaan oleh pejabat yang bersangkutan.

yang berkenaan dengan pengertian umum :

Aturan-aturan pembentukan kota: peraturan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 4, 5, 6 dan 7;

Unsur rencana (planelement): tiap penunjukan dalam suatu rencana atau peraturan, di mana dinyatakan suatu peruntukan, suatu batas atau suatu perwujudan yang telah direncanakan dan yang terikat kepada suatu tempat tertentu;

Persil : suatu gabungan bidang-bidang tanah, yang menjadi milik perseorangan atau sekumpulan orang-orang yang berhak.

yang berkenaan dengan peruntukan dan batas-batas :

Areal kota: daerah yang telah atau akan diatur menjadi kota;

Lingkungan utama bangunan: daerah yang disediakan untuk bangunan-bangunan;

Lingkungan utama lapangan: daerah yang disediakan untuk kepentingan umum tanpa adanya bangunan, seperti: taman-taman, makam/kuburan, lapangan olah raga dan sebagainya;

Lingkungan utama lalu lintas: daerah yang disediakan untuk jalur lalu lintas dan sarana lalu lintas laizinya di darat;

Lingkungan utama air dan saluran-saluran: daerah yang disediakan untuk jalan air yang alamiah dan yang buatan atau daerah untuk menyimpan air, demikian pula untuk penempatan saluran-saluran dan tempat-tempat pembuangan sampah;

Lingkungan utama agraria dan alam: daerah yang tidak ditunjuk, baik untuk suatu tujuan yang dimaksud dalam pengertian salah satu

lingkungan-lingkungan utama lain, maupun yang nyata-nyata tidak ditunjuk sebagai daerah untuk tujuan yang ditentukan;

Lingkungan peruntukan (bestemmingskring): tiap daerah, bagian dari suatu lingkungan utama, untuk mana telah diberikan suatu peruntukan lebih lanjut yang tertentu;

Lingkungan bangunan: lingkungan yang telah ditunjuk untuk kepentingan suatu atau beberapa jenis atau macam bangunan-bangunan;

Lingkungan jalan: lingkungan yang ditunjuk untuk jalan umum;

Jalur saluran: lingkungan yang ditunjuk baik untuk kepentingan lingkungan bangunan maupun untuk penempatan saluran-saluran.

Garis sempadan (rooilijn) pekarangan: batas dari lingkungan utama bangunan;

Pekarangan: sebidang tanah yang disediakan untuk menjadi bagian dari suatu bangunan atau dari sekumpulan bangunan dengan peruntukan yang sama, termasuk juga tanah yang ditempati oleh bangunan-bangunan tersebut;

Pembagian (pemetakan) tanah: pembagian layout dari suatu lingkungan bangunan dalam pekarangan-pekarangan;

Garis sempadan (rooilijn) bangunan: batas dari bagian pekarangan yang disediakan untuk bangunan yang menjulang ke atas. yang berkenaan dengan pekerjaan dan pembuatan :

Kerja pemasangan : segala macam pekerjaan yang bukan pekerjaan bangunan;

Memasang: memasang yang baru, memperbaharui atau mengubah seluruhnya atau sebagian, memperluas, memperbaiki, memelihara dan merombak pemasangan yang biasa;

Pekerjaan bangunan:

a. gedung-gedung beserta pekerjaan laizinya di pekarangan;

b. penghubungan pekarangan dengan jalan dan saluran-saluran;

c. bagian-bagian dari pekerjaan pemasangan yang dalam peraturan bangunan ditentukan sebagai pekerjaan bangunan;

Membangun: mendirikan, memperbaharui atau mengubah seluruhnya atau sebagian, memperluas, memperbaiki, memelihara dan mengubah pekerjaan bangunan yang biasa;

Pekerjaan membangun atau memasang: perbuatan dengan maksud untuk membangun atau memasang;

Memperbaiki (herstellen): pekerjaan memasang, atau membangun untuk memperbaiki pekerjaan yang ada yang melebihi pemeliharaan biasa, akan tetapi sama sekali tidak mengubah keadaan yang ada menurut pembagian, besarnya, cara membangun dan memasang. Susunan dan cara penyelesaian pekerjaan, yang hanya menggunakan bahan-bahan yang sama atau sejenis dengan tidak membongkar seluruhnya; Memperbaharui atau mengubah: pekerjaan memasang dan membangun pada pekerjaan-pekerjaan yang ada, yang bukan pemeliharaan, perbaikan atau perombakan yang biasa;

Perluasan: perbuatan memasang dan membangun pada pekerjaan-pekerjaan yang ada, sehingga bidang tanahnya menjadi luas;

Pekerjaan bangunan umum: pekerjaan bangunan untuk kepentingan umum seperti kantor-kantor Pemerintah, bangunan-bangunan untuk kebaktian umum, sekolah-sekolah, gedung-gedung pertunjukan, pasar-pasar, tempat-tempat pemandian umum.

Peraturan Umum

Pasal 2. (1) Dianggap sebagai tidak tertulis, karena Haminte dengan tidak adanya Dewan Perwakilan Daerah Kotapraja kini sudah tidak ada. (2) Dianggap sebagai tidak tertulis, karena kemungkinan yang demikian kini sudah tidak ada, (3) Baik ordonansi ini, maupun peraturan-peraturan pembentukan kota, tidak berlaku bagi pekerjaan-bangunan-pertahanan Negara, termasuk daerah yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal (kini dapat disamakan dengan Menteri yang bersangkutan).

BAB II. ATURAN PEMBENTUKAN KOTA Bagian 1. Rencana Kota dan Aturan Pembentukan Kota Rencana Kota

Pasal 3. (1) Dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan pemerintahan, Dewan Haminte (kini dapat disamakan dengan walikota/Kepala Daerah Kotapraja bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kotapraja, dan selanjutnya akan ditulis Dewan Haminte) menentukan dengan keputusan suatu rencana kota, di mana untuk seluruh daerahnya secara garis besar dijelaskan tentang keadaan pembentukan kota yang ada, rencana-rencana khusus yang telah ditetapkan, peruntukan tanah yang telah direncanakan lebih lanjut dengan membedakan lima lingkungan untuk tujuannya beserta diferensiasi tujuan penggunaan lingkungan-lingkungan, semuanya dalam garis besar, akan tetapi sedemikian rupa sehingga unsur-unsur penting untuk pembentukan kota selanjutnya beserta perbaikan bagian-bagian yang ada, demikian batas areal juga kota yang telah direncanakan, nampak ada hubungannya satu sama lain. (2) Dewan Haminte berwenang untuk menentukan rencana bagian demi bagian, jika menurut pendapatnya hal itu dipandang sangat perlu dan tidak akan mengganggu pembentukan keseluruhannya yang baik. (3) Dengan tidak mengurangi kewajiban untuk mengubah rencana kota menurut kebutuhannya, Dewan Haminte akan meninjau kembali serta menetapkan kembali rencana itu tiap-tiap kali selambatnya-lambatnya sepuluh tahun sekali. Jangka waktu ini dapat diperpanjang oleh Dewan Haminte, sampai selama-lamanya lima belas tahun berdasarkan keputusan dengan disertai alasan-alasannya yang kuat.

Rencana Rinci

Pasal 4. (1) Dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah, Dewan Haminte menentukan dengan peraturan daerah rencana-rencana rinci untuk bagian-bagian daerahnya, di mana baik bangunan atau pemasangan yang ada, maupun penambahan atau perluasan bangunan-bangunan dan pemasangan memang diperlukan. (2) Rencana rinci ini yang dapat dibuat atas dasar rencana kota keseluruhan menentukan unsur-unsur rencana yang diperinci dan yang berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan yang pemasangan dan pekerjaan-pekerjaan bangunan yang ada, yang seluruhnya antara satu sama laizinya harus ada kaitannya, di antaranya lingkungan-lingkungan peruntukan, garis-garis sempadan dan batas areal kota. (3) Rencana rinci digunakan sebagai pengganti rencana kota untuk tempat tertentu dalam seluruh rencana kota. (4) Aturan-aturan seperti tersebut dalam ayat (1) dapat menyimpang dari peraturan bangunan. (5) Walikota dan Dewan Harian berwenang untuk membetulkan semua salah tulis dan salah gambar dalam rencana rinci, akan tetapi tidak boleh sampai merugikan pemegang izin pemasangan atau pembangunan, kecuali dengan persetujuan pemegang itu.

Lingkungan-lingkungan Tertutup Yang Akan Dibuka

Pasal 5. (1) Dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan pemerintah, Dewan Haminte dapat dengan peraturan membagi daerah lingkungan utama bangunan dalam lingkungan-lingkungan tertutup di mana pembangunannya telah direncanakannya dan menetapkan waktunya kapan akan dibukanya. (2) Dalam lingkungan-lingkungan tertutup itu tidak boleh diberikan izin bangunan baru, demikian juga untuk pembaharuan atau perubahan keseluruhannya dari bangunan-bangunan, perluasan dan penambahan loteng-loteng, baik untuk segala macam bangunan maupun untuk jenis atau macam bangunan tertentu atau semacam itu dengan situasi yang tertentu pula, kecuali ada pembatalan mengenai penutupan lingkungan tersebut oleh Dewan Haminte.

Unsur-unsur Rencana

Pasal 6. (1) Dalam keadaan terpaksa, Dewan Haminte diperbolehkan, dengan memperhatikan syarat-syarat seperti yang ditentukan dalam peraturan pemerintah, dengan peraturan tersendiri yang dibuatnya atas dasar rencana kota yang telah ditetapkan, dalam hal ini terperinci dan berhubungan dengan pekerjaan pemasangan dan pekerjaan bangunan yang ada, menentukan letak dari beberapa unsur rencana yang ia kehendaki adanya ikatan umum sepanjang hal itu belum terdapat dalam rencana rinci. (2) Dalam hal ini berlaku pula ayat (3), (4) dan (5) dari pasal 4.

Peraturan Bangunan

Pasal 7. (1) Dewan Haminte menetapkan suatu peraturan bangunan, yang sekurang-kurangnya memuat aturan-aturan yang harus dipenuhi pada pemasangan dan pembangunan, demikian pula syarat-syarat dari pekerjaan pemasangan dan pekerjaan bangunan yang ada pula peraturan mengenai pekarangan dan lapangan yang terletak dalam areal kota. (2) Peraturan bangunan menetapkan dengan teliti, apa yang dimaksudkan dengan pengertian pekerjaan pemasangan, pekerjaan bangunan rumah gedung, memperbaharui atau mengubah seluruhnya atau sebagian dari bangunan yang ada dan pemeliharaan biasa mengenai bangunan. (3) Peraturan ini memberikan aturan-aturan bagi daerah-daerah yang tidak mengenal rencana rinci atau unsur rencana tersendiri tentang letaknya bangunan-bangunan menurut jenis dan macamnya. (4) Peraturan itu sekurang-kurangnya memberi aturan-aturan: a. Perbedaan berbagai jenis atau macam pekerjaan bangunan dan bangunan serta hubungannya dengan peruntukannya; b. Pekerjaan pemasangan dan pekerjaan bangunan yang diizinkan dalam batas berbagai lingkungan-lingkungan peruntukan; c. Cara bagaimana izin memasang dan izin membangun itu harus diminta dan diberikan jangka waktu berlakunya.

Bagian 2. Pekerjaan-pekerjaan Dan Persil Yang Ada Pekerjaan-pekerjaan Yang Ada

Pasal 8. (1) Peraturan bangunan mengatur cara berlakunya berbagai unsur rencana mengenai perbuatan-perbuatan pemasangan dan pembangunan pada pekerjaan pekerjaan yang ada dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. pemeliharaan biasa dan perbaikan-perbaikan yang bersifat kecil tidak boleh dilarang karena bertentangan suatu dengan unsur rencana; b. pekerjaan pembaharuan atau perubahan sebagian dan perluasan pekerjaan pemasangan yang bersifat kecil, yang seluruhnya atau sebagian besar terletak dalam lingkungan yang telah diperuntukkan, yang sebetulnya untuk hal yang sedemikian tidak diperbolehkan, hanya dapat dilarang apabila dan sepanjang pekerjaan itu oleh letaknya itu nyata-nyata bertentangan dan setelah pekerjaan pemasangan dan pembangunan itu selesai, tetap akan bertentangan dengan ketertiban dalam pembuatan kota; c. pembaharuan atau perubahan sebagian atau perluasan sekedarnya suatu bangunan dari jenis atau macam tertentu, yang untuk seluruhnya atau sebagian terbesar terletak dalam lingkungan bangunan, di mana pendirian bangunan yang demikian sebenarnya tidak diperbolehkan, tidak boleh atas dasar itu dilarang, jika jenisnya atau macamnya bangunan tersebut selaras dengan jenis atau macamnya untuk mana lingkungan bangunan itu diperuntukkan; d. Pembaharuan atau perubahan dan perluasan dari: 1). batas pekarangan yang melampaui garis sempadan pekarangan; 2). setiap pekerjaan bangunan yang lain dan yang bukan bangunan rumah di atas pekarangan, yang melampaui garis sempadan dari pekarangan; 3). suatu bangunan rumah yang melampaui garis sempadan bangunan, hanya boleh dilarang mengenai bagian-bagian pekerjaan di muka garis itu. (2) Dewan Haminte diperkenankan membatalkan berlakunya pembatasan-pembatasan yang dikenakan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang ada seperti yang dimaksudkan dalam ayat (1) untuk seluruhnya atau sebagian, asal hal ini dilakukan: a. menurut peraturan umum yang termuat dalam peraturan bangunan; b. dalam hal-hal istimewa menurut ketentuan dalam peraturan yang ditetapkan berdasarkan pasal-pasal: 4, 5, atau 6. (3) Peraturan bangunan mengatur luas tugas yang dibebankan oleh Walikota dan Dewan Harian pada pembaharuan atau perubahan sebagian dari pekerjaan pekerjaan pemasangan atau bangunan yang ada, untuk mengadakan pembetulan pembetulan untuk menyelaraskan sisa-sisa bagian pekerjaan dan pekarangan dengan aturan mengenai pemasangan dan pembangunan baru. Peraturan bangunan sedikitnya memuat ketentuan-ketentuan yang memperhatikan adanya penyelarasan yang pantas antara sifat, luas, dan biaya pekerjaan, untuk mana dimintakan izin dan pembetulan-pembetulan yang diharuskan. (4) Aturan-aturan seperti yang dimaksudkan pada ayat-ayat (1) dan (3) tidak berlaku, apabila dan sepanjang pekerjaan pemasangan dan pembangunan itu diperintahkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Garis Sempadan Pekarangan

Pasal 9. Peraturan bangunan memuat wewenang untuk: a. melarang sebidang persil berada di muka garis sempadan pekarangan untuk mengadakan pembatasan yang menjulang ke atas dengan cara bagaimana pun, kecuali dengan pagar hidup; b. mengatur kewajiban untuk mengadakan pembatasan pada garis sempadan pekarangan.

Bagian 3. Penentuannya Prosedur Rencana Kota

Pasal 10. (1) Pada persiapan rencana kota, Walikota dan Dewan Harian mengadakan rapat perundingan dengan: a. jawatan-jawatan umum yang mempunyai kepentingan dengan penentuan penentuan tanah; b. (disesuaikan dengan keadaan sekarang, dianggap sebagai tidak tertulis); c. dalam hal-hal yang mungkin terjadi, dengan pemerintahan daerah tingkat satu dan/atau tingkat dua (hal ini telah disesuaikan dengan keadaan sekarang) yang berbatasan dengan tempat rencana kota itu dibuat; d. perusahaan-perusahaan pengangkutan dan perusahaan-perusahaan yang menghasilkan, membagi dan menyalurkan tenaga listrik, air atau gas, demikian juga dengan yang mengusahakan jaringan telepon, apabila perusahaan-perusahaan itu mempunyai kegiatan usaha dalam daerah kotapraja. (2) Setelah Walikota dan Dewan Harian menyatakan secara tertulis selesainya perundingan-perundingan tersebut, maka orang-orang yang semula dimintai nasihatnya diharuskan menyampaikan secara tertulis nasihatnya dalam jangka waktu satu bulan kepada Dewan Haminte. (3) Keputusan untuk menentukan rencana kota memerlukan pengesahan dari Gubemur Jenderal (kini dapat disamakan dengan Menteri Pekerjaan Umum, dan selanjutnya ditulis Menteri PU); untuk itu naskah rencana beserta peta dan nasihat seperti yang dimaksudkan pada ayat (2) disampaikan oleh Walikota dan Dewan Harian dengan perantaraan Residen, kepada Direktur (Gubernur/KDH). (4) Berkas tersebut disertai dengan nasihat-nasihatnya dalam waktu satu bulan setelah penerimaan, oleh Residen, diteruskan kepada Menteri PU. Menteri PU memberikan keputusannya dalam waktu dua bulan setelah penerimaan. Menteri PU boleh menunda keputusannya dua kali untuk selambat-lambatnya dua bulan. (5) Jika Menteri PU tidak memberikan keputusannya dalam jangka waktu seperti yang dimaksudkan pada ayat terdahulu, maka keputusan Dewan Haminte dianggap sah tanpa ada pengesahan. (6) Apabila pengesahan dari keputusan Dewan Haminte, Dewan Haminte ini dalam waktu satu tahun setelah keputusan penolakan membuat rencana kembali untuk dimohonkan pengesahannya dari Menteri PU dan ia akan memperhatikan keputusannya yang telah lain. (7) Keputusan dari Dewan Haminte yang telah mendapatkan pengesahan diumumkan secara resmi dalam Berita Daerah, kecuali peta-petanya yang bersangkutan, pengumuman mana sejak diberikan secara resmi dapat dilihat oleh setiap orang di kantor Haminte (Kotapraja). (8) Ayat-ayat tersebut di atas dari pasal ini berlaku pula bagi keputusan-keputusan untuk mengubah dan memperbaharui sebagian atau seluruh rencana kota.

Prosedur Rencana Rinci

Pasal 11. (1) Pada permulaan tanggal yang ditetapkan dengan surat keputusan, Dewan Haminte menaruh naskah rencana peraturan untuk menentukan rencana rinci di kantor Haminte (Kotapraja). Naskah peraturan beserta peta-peta rencana itu sejak mulai hari itu sampai penentuannya diletakkan di kantor untuk dilihat oleh umum. Sebelum dapat dilihat oleh umum, Walikota mengumumkan rencana itu dalam surat-surat kabar yang dapat dibaca oleh segala lapisan penduduk yang terbit dalam wilayahnya atau yang biasanya dibaca oleh orang banyak. Di samping itu Walikota harus juga mengusahakan pengumuman yang cukup bagi penduduk yang buta huruf. Pengumuman itu memperingatkan tentang adanya kesempatan, bahwa yang berkepentingan selama satu bulan sesudah mulainya pemberitahuan itu dapat meminta keterangan dan mengajukan keberatan-keberatannya di kantor Haminte (Kotapraja). yang dimaksudkan dengan yang berkepentingan termasuk juga desa-desa serta badan-badan lain yang sah, asal hal itu berada dalam wilayah kerjanya. (2) Dewan Haminte menetapkan peraturan itu dalam waktu dua bulan sesudah naskah itu mulai diletakkan di kantor dan memutuskan pula segala pernyataan keberatan yang diajukan pada waktunya. (3) Keputusan-keputusan Dewan Haminte atas keberatan-keberatan yang telah diajukan, seketika diberitahukan kepada orang-orang yang mengajukan keberatan dengan surat tercatat. (4) Yang berkeberatan dalam waktu satu bulan sesudah hari diterima surat tercatat tentang keputusan Dewan Haminte tersebut melalui pos, dapat mengajukan banding kepada Menteri PU dengan perantaraan Walikota dan Dewan Harian. (5) Peraturan untuk menentukan rencana rinci itu memerlukan pengesahan dari Menteri PU; ketentuan-ketentuan seperti yang dimaksudkan pada ayat (3) sampai dengan (6) pasal yang terdahulu berlaku juga dalam hal ini dengan pengertian, bahwa bersama sama rencana rinci beserta peta-petanya yang disampaikan kepada Menteri PU diberitahukan juga pernyataan keberatan yang telah diajukan dan sekaligus tentang keputusan atas keberatan itu. (6) Peraturan Dewan Haminte yang telah menjadi keputusan yang sah, diumumkan dalam surat kabar resmi, terkecuali peta-petanya yang bersangkutan, yang sejak hari pengumumannya berada di kantor Haminte (Kotapraja) untuk dapat dilihat oleh umum. (7) Dalam hal ini ayat-ayat tersebut dalam pasal ini berlaku bagi peraturan untuk mengubah rencana rinci.

Prosedur Unsur-unsur Rencana

Pasal 12. Untuk membuat peraturan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 6, demikian pula untuk peraturan pengubahan unsur-unsur rencana yang ada berlaku pula ketentuan-ketentuan dalam pasal 11.

Prosedur Peraturan Bangunan

Pasal 13. (1) Penetapan, pengubahan dan pencabutan peraturan pembangunan harus mendapat pengesahan dari Menteri PU. (2) Walikota dan Dewan Harian menyampaikan peraturan yang telah ditetapkan itu dengan perantaraan Residen kepada Direktur (Gubernur/KDH). Residen dalam jangka waktu satu bulan, setelah menerimanya, dengan disertai pendapatnya, meneruskannya kepada Menteri PU. (3) Menteri PU mengadakan keputusannya mengenai hal itu dalam jangka waktu dua bulan setelah penerimaannya dari Direktur (Gubernur/KDH). Keputusan olehnya hanya dapat ditunda paling banyak dua kali dalam waktu paling lama satu bulan. (4). Jika Menteri PU tidak mengambil keputusan dalam jangka waktu seperti yang dimaksudkan pada ayat terdahulu ini, maka peraturan itu menjadi sah tanpa pengesahan.

Bagian 4. Kewajiban Merelakan Jalan-jalan

Pasal 14. (1) Orang-orang yang berhak atas tanah-tanah yang dipergunakan untuk: a. jalan-jalan umum; b. jalan-jalan terbuka untuk lalu lintas umum; c. jalan-jalan yang di sepanjang sisinya terdapat pekarangan-pekarangan yang ada bangunannya atau untuk mana telah diberikan izin pembangunan atau pemasangan wajib menaruh tidak-keberatannya apabila oleh atau dengan izin Walikota dan Dewan Harian di dalam, pada atau di atas jalan-jalan tersebut dipasang, dipelihara, diperbaharui atau dirombak saluran-saluran beserta pekerjaan-pekerjaan yang bersangkutan dengan itu, demikian juga pemasangan papan-nama jalan, penerangan jalan dan tanda lalu lintas. (2) Mereka yang dibebani dengan pemeliharaan saluran-saluran, pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut, papan-nama jalan, penerangan jalan atau tanda-tanda lalu lintas jalan, setiap waktu berhak untuk memasuki jalan-jalan yang disebut dalam ayat (1) huruf c.

Jalur Saluran

Pasal 15. (1) Orang-orang yang berhak atas tanah, yang digunakan untuk jalur saluran, wajib menaruh tidak-keberatannya, bahwa oleh atau dengan izin Walikota dan Dewan Harian di dalam, pada atau di atas tanah itu dipasang, dipelihara, diperbaharui atau dirombak saluran-saluran serta pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan itu. (2) Jalur saluran tidak diperbolehkan terletak di dalam bagian pekarangan yang menurut bunyi peraturan pembentukan kota digunakan untuk bangunan-bangunan yang menjulang ke atas. (3) Saluran-saluran di bawah tanah beserta pekerjaan di bawah tanah yang berhubungan dengan itu, harus terletak dengan sisi atasnya sekurang-kurangnya 0,25 m di bawah tanah. Sisi bawah saluran di atas tanah harus terletak sekurang-kurangnya 4 m di atas permukaan tanah. Sumur-sumur dan tumpuan penyangga tidak boleh mengambil tempat (baik pada permukaan jalur saluran-saluran, di bawahnya maupun di atasnya) lebih dari 1/20-nya (seperdua puluhnya) dari luas jalur saluran dalam pekarangan yang sama. (4) Walikota dan Dewan Harian berwenang untuk menentukan batas tingginya permukaan tanah, dari mana tinggi yang tersebut pada ayat (3) akan diukur, kecuali batas tingginya itu sesuai dengan tinggi yang sebenarnya dari permukaan sekelilingnya. (5) Mereka yang dibebani tugas pemeliharaan saluran-saluran dan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan itu, setiap waktu berhak bekerja pada atau di dalam jalur saluran itu dan pergi ke tempat-tempat tersebut dengan melalui persil yang bersangkutan. (6) Pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kemudahan yang sebesar-besarnya bagi yang berhak atas pekarangan itu; pekarangan sedapat-dapatnya harus dikembalikan seperti dalam keadaan semula.

Saluran-saluran Dalam Pekarangan

Pasal 16. (1) Orang-orang yang berhak atas persil yang ada bangunan-bangunannya wajib menaruh tidak-keberatannya, bahwa bangunan-bangunan ini dihubungkan pada jaringan saluran yang sambung-menyambung bagi pembagian air, gas, listrik dan telepon beserta jalan-jalan air limbah, dengan cara yang biasanya digunakan atau berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan yang ada. (2) Untuk pasal ini berlaku pula pula pasal 15 ayat (5) dan (6).

Penggalian Dan Lain-lain

Pasal 17. (1) Jika untuk penentuan rencana atau unsur rencana atau persiapannya dianggap perlu untuk melalukan penggalian, pengukuran atau pemberian tanda tanda dalam atau di atas tanah atau pada pekerjaan seseorang, maka yang berhak wajib menaruh tidak-keberatannya atas hal itu, asal saja hal ini diberitahukan secara tertulis dalam waktu dua kali dua puluh empat jam oleh Walikota. (2) Dalam hal ini berlaku pula pasal 15 ayat (6). (3) Kerugian yang disebabkan oleh karenanya ditaksir oleh Walikota dan dibayarnya dari kas Kotapraja.

Bagian 5. Izin Izin Pemasangan

Pasal 18. (1) Peraturan bangunan mengatur larangan untuk melakukan tindakan-tindakan pemasangan yang lain dan tidak sesuai dengan izin pemasangan yang diberikan oleh Walikota dan Dewan Harian berdasarkan rencana pemasangan yang telah disahkan. (2) Peraturan bangunan menentukan perbuatan-perbuatan pemasangan yang: a. cukup dengan pemberitahuan saja; b. tak memerlukan baik izin maupun pemberitahuan. Yang belakangan ini hanya mengenai pekerjaan pemeliharaan. (3) Izin pemasangan hanya boleh ditolak dan harus ditolak: a. jika rencana pemasangan itu bertentangan dengan suatu peraturan pembentukan kota yang berlaku pada saat keputusan, kecuali yang telah ditentukan dalam ayat (4) huruf a; b. jika pemasangannya akan mengacaukan pembentukan kota secara teratur atau akan menyebabkan suatu pembangunan sebelum waktunya atau pelaksanaan tujuan lain yang akan menyebabkan suatu pengeluaran biaya yang luar biasa dari pemerintah; c. berdasarkan pasal 20 ayat (2). (4) Walikota dan Dewan Harian boleh pada pemberian izin mengikatkan ketentuan-ketentuan tentang: a. penyesuaian rencana pemasangan dengan aturan-aturan pembentukan kota yang bersangkutan; b. pemberi kebebasan terhadap hal ini menurut aturan-aturan pembentukan kota yang sudah ada, jika perlu dengan syarat-syarat; c. penambahan syarat-syarat lebih lanjut, baik menurut aturan-aturan pembentukan kota tertentu atau menurut pasal 23, maupun berdasarkan persetujuan yang diperoleh dengan pemohon; d. baik pemberian yang secara cuma-cuma kepada Haminte (Kotapraja) maupun penyerahan hak-hak atas pekerjaan-pekerjaan dan tanah-tanah yang termasuk dalam rencana pemasangan; e. Pembayaran sejumlah uang kepada Haminte (Kotapraja). (5) Syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan dalam ayat (4) huruf b dan c hanya boleh digunakan untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh peraturan pembentukan kota yang bersangkutan. (6) Penyerahan pekerjaan-pekerjaan dan tanah-tanah atau melepaskan hak hak yang dimaksudkan dalam ayat (4) huruf d hanya boleh diminta, jika dan sepanjang : a. izin itu mengenai pembentukan yang baru, pembaharuan atau perubahan seluruhnya atau sebagian maupun perluasan dari pekerjaan-pekerjaan pemasangan, dan b. pekerjaan-pekerjaan pemasangan ini berguna untuk perlengkapan perkotaan dari tanah-tanah yang akan dibangun. Jika nilai dari sesuatu lebih besar daripada yang dapat diberikan oleh yang berhak sebagai sumbangan pemasangan atau bea keuntungan, Haminte (Kotapraja) wajib membayar selisihnya. (7) Pembayaran, seperti dimaksud dalam ayat (4) huruf e, hanya boleh dipungut di samping penyerahan pekerjaan dan tanah atau hak, dan itu hanya untuk menutupi biaya-biaya Haminte (Kotapraja) yang menjadi dasar untuk pengenaan pemungutan sumbangan pemasangan. (8) Keputusan atas permohonan izin diberikan oleh Walikota dan Dewan Harian dengan surat dengan jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan bangunan sesudah permohonan selengkapnya diajukan di kantornya. Kalau permohonan izin itu ditolak, maka dalam surat keputusan itu disebutkan alasan-alasannya. (9) Pemohon boleh mengajukan banding kepada Dewan Haminte. (10) Naik banding tersebut dapat diadakan: a. karena belum adanya keputusan sesudah lampaunya jangka waktu yang tersebut dalam ayat (8); b. jika ada penolakan izin; c. jika bertentangan dengan ketentuan ketentuan dalam pemberian izin termasuk juga dalam hal tidak memberi pembebasan. (11) Hak untuk naik banding itu akan hilang, jika permintaan banding itu tidak diajukan di kantor Haminte (Kotapraja) dalam jangka waktu satu bulan sesudah penerimaan atau diajukan sesudah lewatnya jangka waktu penerimaan yang telah ditentukan. (12) Dewan Haminte tidak boleh mengambil keputusan atas permintaan banding itu sebelum memberi kesempatan kepada Walikota dan Dewan Harian dan kepada yang berkeberatan untuk mengutarakan pendapatnya. (13) Tiap keputusan diberitahukan kepada pemohon dengan surat tercatat.

Izin Bangunan

Pasal 19. (1) Peraturan bangunan mengatur larangan untuk mengerjakan bangunan yang tidak sesuai dengan suatu izin bangunan yang diberikan oleh Walikota dan Dewan Harian berdasarkan rencana pembangunan yang telah disahkan oleh mereka. (2) Pasal 18 ayat (2), (3), (4) huruf a, b, dan c, (5) dan (8) berlaku pula dalam hal ini. (3) Untuk izin bangunan boleh juga diadakan ketentuan mengenai penyerahan pada Haminte (Kotapraja) atau melepaskan hak-hak atas bagian persil yang terletak dimuka garis sempadan pekarangan, yang dimintakan izin itu. (4) Penyerahan atau pelepasan yang dimaksudkan dalam ayat (3) hanya boleh diajukan jika izin itu mengenai hal yang baru, memperbaharui atau mengubah seluruhnya atau sebagian atau perluasan bangunan-bangunan atau perluasan pagar pembatas pekarangan pada garis sempadan pekarangan. Dengan tidak mengurangi pelaksanaan pasal 41 dan 42, Haminte (Kotapraja) wajib untuk membayar kembali nilai tanah dan hak-hak yang diperhitungkan sesuai dengan pelaksanaan pasal 39 ayat (2). (5) Pemohon boleh mengajukan banding pada Dewan Haminte. Pasal 18 ayat-ayat (10), (11), (12) dan (13) berlaku pula untuk hal ini.

Monumen-monamen

Pasal 20. (1) Berkenaan dengan monumen-monumen dalam arti Ordonansi Monumen, juga berkenaan dengan monumen-monumen kebudayaan dan alam setempat yang bukan monumen-monumen dalam arti Ordonansi Monumen, tetapi menurut pasal ini oleh Dewan ditunjuk sebagai monumen-monumen kebudayaan dan monumen-monumen alam setempat, tak boleh dilakukan pekerjaan pemasangan atau pembangunan, demikian pula pekerjaan semacam itu yang perlu untuk pemeliharaan biasa tanpa izin pemasangan atau bangunan. (2) Berkenaan dengan monumen-monumen dalam arti yang dimaksudkan dalam Ordonansi Monumen, tidak diberikan izin pemasangan atau bangunan, kecuali jika ternyata bahwa pemasangan atau pembangunan itu dijalankan sesuai dengan undang-undang. (3) Jika Kepala Dinas Purbakala menentukan syarat-syarat yang berkenaan dengan perbuatan pemasangan atau pembangunan pada monumen, maka oleh Walikota dan Dewan Harian syarat-syarat itu diikatkan pada izin.

Perlengkapan Perkotaan Dari Tanah-tanah Untuk Bangunan-bangunan

Pasal 21. (1) Peraturan bangunan mengatur larangan untuk mengadakan bangunan baru, memperbaharui atau mengubah seluruhnya dan memperluas bangunan bangunan, demikian pula menambah loteng pada bangunan dalam pekarangannya yang tidak terletak di pinggir jalan-jalan yang memenuhi syarat-syarat ketentuan dalam peraturan pembentukan kota. (2) Syarat-syarat itu dibeda-bedakan menurut jenis atau macam bangunan. (3) Peraturan bangunan menentukan hal-hal atau dalam keadaan yang dapat dibebaskan dari larangan ini atau yang harus diberikan pembebasan pada izin bangunan. (4) Peraturan bangunan mengatur pemberian izin-izin bangunan yang menyimpang dari larangan ini, tetapi dengan syarat bahwa izin harus diberikan setelah syarat-syarat yang ditentukan dalam ayat (1) dipenuhi. (5) Peraturan bangunan menentukan syarat-syarat lebih lanjut tentang perlengkapan dari tanah-tanah untuk pembangunan kota yang harus dipenuhi agar di atasnya dapat diadakan bangunan harus diperbaharui atau diubah seluruh bangunannya ataupun diperluas, demikian pula penambahan loteng-lotengnya. Dalam hal ini berlaku pula ayat (2), (3) dan (4) dari pasal ini.

Menahan Keputusan-keputusan

Pasal 22. (1) Dewan Haminte dapat mengumumkan keputusan yang dimuat dalam harian resmi, mengenai rencana rinci atau unsur rencana bagi suatu daerah tertentu. (2) Sejak mulai diterbitkan pengumuman ini dalam harian tersebut, maka keputusan permohonan izin pemasangan atau izin bangunan berdasarkan ketentuan pengaturan itu dapat ditahan. (3) Keputusan itu akan batal satu tahun sesudah pengumuman itu. Pembatalan ini tidak dapat diperpanjang dan juga tak dapat diulangi lagi bagi tempat yang sama dalam waktu 3 tahun. (4) Penahanan keputusan ini oleh Walikota dan Dewan Harian harus diberitahukan kepada si pemohon. (5) Pemohon dapat meminta banding pada Dewan Haminte karena penahanan keputusan atas permintaannya adalah bertentangan dengan pasal ini. Hak untuk meminta banding akan hilang, jika banding itu dalam waktu satu bulan setelah penerimaan pemberitahuan tidak diajukan kepada kantor Haminte (Kotapraja). (6) Pasal ini tidak berlaku dan permohonan izin untuk pembetulan-pembetulan kecil pada pekerjaan-pekerjaan pemasangan dan pekerjaan-pekerjaan bangunan atau pemeliharaan jasa dari pekerjaan-pekerjaan pemasangan dan pekerjaan pekerjaan bangunan.

Izin Pemakaian

Pasal 23. (1) Peraturan bangunan mengatur larangan mempergunakan izin pemakaian lain daripada yang diberikan atas kuasa Walikota dan Dewan Harian yakni: a. untuk menggunakan pekerjaan yang harus dipasang atau dibangun; b. untuk menggunakan kembali pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunan sepanjang pemakaiannya telah dihentikan karena terhadap ini telah dilakukan pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunan; c. untuk menggunakan pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunan yang menyimpang dari peruntukan yang disebutkan dalam izin pemakaian; d. untuk menggunakan sebuab pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunan untuk suatu peruntukan lain yang terdapat dalam peraturan pembentukan kota dari yang sudah ada. (2) Dalam izin pemakaian diterangkan tentang peruntukan dari pekerjaaan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pembentukan kota, kecuali bahwa di dalam hal-hal a dan b ayat (1) tak boleh ditentukan peruntukan yang menyimpang dari suatu peruntukan yang disebut dalam izin pemasangan atau bangunan untuk pekerjaan itu. (3) Permintaan izin pemakaian hanya boleh dan harus ditolak: a. dalam hal-hal yang tersebut dalam a dan b dari ayat (1): 1) jika dipasang dan dibangun menyimpang dari izin pemasangan atau bangunan atau menyimpang dari aturan-aturan yang kemudian diberikan sesuai dengan aturan-aturan pembentukan kota; 2) jika dipasang atau dibangun tanpa adanya izin pemasangan atau bangunan yang diharuskan; 3) jika pemasangan atau pembangunan itu tidak selesai termasuk pembersihan dari segala alat-alat pembantu pekerjaan; b. dalam hal-hal tersebut dalam ayat (1) huruf c dan d, karena bertentangan dengan aturan-aturan pembentukan kota. (4) Peraturan pembangunan menetapkan pengecualian-pengecualian pada ketentuan dalam ayat (1), (2) dan (:3). (5) Peraturan bangunan mengatur permintaan-permintaan banding terhadap penolakan pemberian izin. (6) Dalam hal ini berlaku pula pasal 20.

Bagian 6. Pemberian Perintah Pemberian Perintah Pembetulan

Pasal 24. (1) Peraturan bangunan mengatur pemberian perintah secara tertulis oleh Walikota dan Dewan Harian untuk mengadakan pembetulan untuk memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pekerjaan pemasangan, pekerjaan bangunan, lapangan dan pekarangan yang ada. Tembusan perintah pembetulan ini akan disampaikan kepada mereka, selama tempat tinggalnya diketahui, yang namanya tercatat pada persil sebagai pemegang hipotek, pemegang credit verband atau pemegang perjanjian bagi hasil, demikian pula kepada orang-orang yang menempati persil itu. Orang-orang ini ialah orang-orang yang berkepentingan seperti yang dimaksudkan dalam ayat (3). (2) Ketentuan-ketentuan pasal 18 dan 19 seluruhnya berlaku bagi pekerjaan pekerjaan yang harus dilaksanakan berhubung dengan pemberian perintah pembetulan ini. (3) Orang-orang yang berkepentingan dapat meminta banding kepada Dewan Haminte. Banding ini menangguhkan berlakunya pemberian perintah. (4) Hak untuk meminta banding akan hilang, jika permintaan banding itu tidak diajukan dalam waktu satu bulan sesudah diterima pemberian perintah itu di kantor Haminte. Pasal 18 ayat (12) dan (13) berlaku pula untuk hal ini. (5) Peraturan bangunan mengatur wewenang dari Kotapraja untuk mengambil tindakan pembetulan dalam hal-hal yang sangat perlu dan mendesak. (6) Peraturan bangunan mengatur wewenang Walikota dan Dewan Harian untuk tidak menggunakan lagi suatu pekerjaan, lapangan atau pekarangan, bila atau selama, setelah ada keputusan Pengadilan mengenai hukuman dalam hal itu, perintah untuk mengadakan pembetulan tidak dilaksanakan lagi dalam jangka waktu yang ditentukan.

Perintah Untuk Tidak Menggunakan Lagi

Pasal 25. (1) Peraturan bangunan mengatur wewenang dari Dewan Haminte untuk memerintahkan tidak menggunakan lagi pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunan baik karena kemungkinan adanya bahaya untuk keamanan atau kesehatan para pemakai, maupun karena tidak mungkin untuk memenuhi syarat syarat yang harus dipenuhi oleh pekerjaan bangunan dan pekerjaan pemasangan yang sudah ada itu, walaupun dengan mengadakan pembetulan. (2) Tindakan untuk menggunakan dapat diperintahkan: a. seluruhnya atau untuk sebagian; b. segera atau dalam jangka waktu yang ditentukan; c. sementara atau untuk selamanya; d. untuk peruntukan tertentu atau untuk segala macam peruntukan. (3) Kalimat kedua dari ayat (1), ayat (2), (3) dan (4) dari pasal 24 berlaku demikian pula dalam hal ini. (4) Peraturan bangunan mengatur wewenang untuk memerintahkan perombakan dengan segera dari suatu pekerjaan jika dianggap sangat perlu.

Perintah Pembongkaran

Pasal 26. (1) Peraturan bangunan mengatur wewenang Dewan Haminte untuk memerintahkan pembongkaran pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunaan, yang karena tidak digunakan lagi juga akan dapat menimbulkan bahaya untuk keamanan atau untuk kesehatan orang-orang kecuali jika: a. dalam hal itu tidak dapat diperbaiki lagi dengan perintah untuk pembetulan, atau b. dengan perintah semacam itu setelah ada keputusan Pengadilan mengenai hukumannya dalam perkara yang bersangkutan tidak dilaksanakan lagi dalam jangka waktu yang ditentukan. (2) Peraturan bangunan mengatur wewenang dari Walikota dan Dewan Harian untuk memerintahkan pembongkaran: a. suatu pemasangan atau pembangunan tanpa adanya izin yang diperlukan atau bertentangan dengan izin yang diberikan (pasal 18 dan 19); b. pekerjaan yang tidak terselesaikan atau runtuhan-runtuhan bangunan yang sangat merugikan kesejahteraan umum. (3) Kalimat kedua dari ayat (1), ayat (2), (3) dan (4) dari pasal 24 berlaku juga dalam hal ini. (4) Peraturan bangunan mengatur wewenang Kotapraja untuk mengambil tindakan pembongkaran jika dianggap memang perlu dan keadaan mendesak sekali.

Tindakan-tindakan Paksaan Mengenai Rencana- rencana

Pasal 27. (1) Apabila Dewan Haminte lalai dalam menetapkan suatu keputusan atau peraturan guna penentuan atau perubahan suatu perencanaan, Menteri PU akan menyatakan sekali lagi jangka waktu tertentu, dalam mana Dewan Haminte sudah harus mengambil keputusannya. (2) Menteri PU akan mengambil keputusan, sesudah memberi kesempatan kepada Dewan Haminte untuk mengutarakan pendapatnya. Keputusan Menteri PU disertai alasan-alasannya. (3) Apabila Dewan Haminte tetap lalai atau menolaknya sebelum habisnya waktu yang sudah ditetapkan, maka Menteri PU menentukan sekali lagi suatu jangka waktu, dalam waktu mana Walikota dan Dewan Harian harus mengambil keputusannya. Pasal 10 ayat (3) sampai dengan ayat (5) dan ayat (7) dan pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (6) berlaku juga dalam hal ini. (4) Peraturan yang terjadi berdasarkan ayat (3) berlaku sebagai keputusan peraturan yang dibuat oleh Dewan Haminte. Formulir peraturan itu berbunyi sebagai berikut: "Walikota dan Dewan Harian………………………. "mengingat pasal 27 ayat (3) Ordonansi Pembentukan Kota", menentukan peraturan sebagai berikut: (Nama peraturan) (Isi peraturan) (Tanggal) Walikota…………………. (Tanda tangan) (5) Jika Walikota dan Dewan Harian tetap tidak mengambil keputusan atau menolaknya sebelum habisnya jangka waktu yang telah ditentukan, atau jika peraturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Haminte atau oleh Walikota dan Dewan Harian tidak mendapat pengesahan yang diminta, maka Menteri PU memerintahkan Walikota untuk seketika itu juga mengoper pekerjaan itu. Dalam hal ini Walikota beserta pegawai-pegawai bawahannya selanjutnya bertindak di bawah perintah Menteri PU. Ayat (3) dan (4) berlaku juga dalam hal ini. (6) Walikota dan Dewan Harian atau Walikota sendiri membebankan pengeluaran-pengeluaran yang terjadi akibat kewajiban-kewajiban menurut pasal ini, pada rencana anggaran belanja Haminte (Kotapraja) juga sepanjang pengeluaran pengeluaran itu tidak diperhitungkan dalam rencana anggaran tersebut.

Tindakan Yang Bersifat Paksaan Dalam Peraturan Bangunan

Pasal 28. (1) Sesudah memberikan kesempatan kepada Dewan Haminte untuk mengutarakan pendapatnya, Menteri PU dapat menentukan suatu jangka waktu, dalam waktu mana Dewan Haminte harus menetapkan peraturan bangunan atau suatu peninjauan kembali terhadap peraturan bangunan itu. Keputusan Menteri PU termaksud disertai alasan-alasannya. (2) Jika Dewan Haminte melalaikan atau menolak sebelum jangka waktu yang telah ditentukan habis, maka Menteri PU menentukan jangka waktu lagi, dalam waktu mana Walikota dan Dewan Harian menentukan keputusannya. Pasal 13 berlaku juga dalam hal ini. (3) Peraturan-peraturan yang terjadi berdasarkan ayat (2) berlaku sebagai yang dibuat oleh Dewan Haminte. Formulir peraturan ini berbunyi sebagai berikut: "Walikota dan Dewan Harian………………………" "mengingat, pasal 28 ayat (2) Ordonansi Pembentukan Kota", menentukan peraturan sebagai berikut: (Nama peraturan) (Isi Peraturan) (Tanggal) Walikota ……………….. (Tanda tangan) (4) Pasal 27 ayat (5), kalimat satu dan dua, demikian pula ayat (2) dan (3) dari pasal ini berlaku juga dalam hal ini.

Bagian 8. Pengawasan Bangunan

Pasal 29. Peraturan bangunan mengatur: a. pengawasan terhadap ditepatinya aturan-aturan pembentukan kota; b. wewenang orang-orang yang diserahi tugas pengawasan untuk mengambil tindakan-tindakan kepolisian agar peraturan-peraturan pembentukan kota ditaati; c. kewajiban orang-orang tertentu untuk memberikan bantuannya pada pelaksanaan pengawasan itu.

BAB III. PENGGANTIAN KERUGIAN Hak-hak Untuk Mendapat Ganti Rugi Hak Untuk Mendapat Ganti Rugi Karena Penetapan Unsur-unsur Rencana

Pasal 30. (1) Orang-orang yang berhak berwenang minta ganti rugi pada Haminte (Kotapraja) atas kerusakan yang telah dapat diduga sebelumnya yang langsung terjadi karena: a. penetapan lingkungan agraria atau alam dalam areal kota; b. penetapan lingkungan bangunan, tetapi hanya selama pembangunan-pembangunan itu dengan pekarangan-pekarangannya yang terletak dalam lingkungan itu menjadi berkurang harganya dan turunnya harga ini lebih dari 10 persen; c. penetapan kembali pembagian tanah, tetapi hanya mengenai persil-persil yang ada, juga jika dalam hal ini turunnya harga lebih dari 10 persen; d. penetapan garis sempadan bangunan, tetapi hanya jika bagian pekarangan yang tak dapat didirikan bangunan melampaui koefisien-koefisien yang ditentukan dalam peraturan bangunan. (2) Hak untuk mendapat ganti rugi terjadi dalam hal-hal seperti yang dimaksudkan pada ayat (1) huruf c dan d, sesudah unsur rencana dalam pembangunan baru, pembangunan atau perubahan sebagian atau seluruhnya ataupun perluasan telah dilaksanakan dan telah diberikan izin untuk menggunakannya. (3) Jika unsur-unsur rencana ditentukan untuk kepentingan badan-badan pemerintah lain, maka kerugian-kerugiannya itu harus dibayarkan kepada Haminte (Kotapraja).

Hak Untuk Minta Ganti Rugi Karena Pekerjaan Di Jalur Saluran

Pasal 31. Orang yang berhak berwenang untuk minta ganti rugi dari mereka untuk siapa suatu pekerjaan dilakukan. Kerugian-kerugian ini mengenai kerusakan kerusakan yang telah dapat diduga sebelumnya, yang langsung disebabkan oleh pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada waktu pemasangan, pemeliharaan atau pembongkaran saluran-saluran dan pekerjaan-pekerjaan lain yang berhubungan dengan pekerjaan itu, di dalam, pada, atau di atas tanah jalur saluran.

Hak Untuk Membeli Tanah-tanah yang Diperuntukkan Bagi Pekerjaan Bangunan Umum

Pasal 32. (1) Apabila Dewan Haminte telah memperuntukan tanah-tanah tertentu untuk pekerjaan bangunan umum, tetapi peruntukan ini belum dilaksanakan, sedangkan pada bagian terbesar sekeliling tanah-tanah itu telah didirikan bangunan-bangunan dan pekerjaan-pekerjaan pemasangan yang pada dasarnya telah selesai, maka orang yang berhak atas tanah itu berwenang untuk minta kepada Haminte (Kotapraja) untuk mencabut kembali peruntukan istimewa dari tanah itu atau membeli tanah itu masing-masing dengan hak-haknya yang ada pada tanah itu. (2) Haminte (Kotapraja) berwenang untuk memberikan sebidang tanah sebagai pengganti pembayaran uang. (3) Apabila antara orang yang berhak atas tanah itu dengan Haminte (Kotapraja) tidak tercapai persetujuan, maka orang yang berhak itu berwenang untuk mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Negeri, agar Haminte (Kotapraja): a. dalam hal yang dimaksud dalam ayat (1), membayar harga tanah itu; b. dalam hal yang dimaksud dalam ayat (2), membayar selisih harga tanah dengan harga pembayaran tanah yang ditawarkan sebagai pengganti pembayaran uang. Hak-hak atas tanah-tanah itu menjadi milik Haminte (Kotapraja) karena pembayaran, begitu pula pembayaran yang diserahkan sebagai titipan pada Pengadilan Negeri berlaku sebagai pembayaran uang demikian tetapi jika sekiranya penyerahan hak-hak harus terjadi dengan pembuatan akta-akta umum, maka penyerahan terjadi apabila dilakukan pembalikan nama oleh pegawai yang berwenang dalam hal itu, setelah ada penyerahan turunan keputusan hakim dan tanda pembayaran yang bersangkutan. (4) Atas keputusan hakim ini diberikan kesempatan untuk naik banding. (5) Pasal 30 ayat (3) berlaku dalam hal ini.

Hak Untuk Membeli Tanah-tanah Persil yang Tak Dapat Digunakan

Pasal 33. (1) Orang yang berhak atas tanah-tanah yang di atasnya ada atau tidak ada bangunannya, berwenang untuk mengajukan permintaan agar supaya tanah dan/atau hak-hak yang ada pada tanah itu dibeli oleh Haminte (Kotapraja), apabila karena penetapan unsur-unsur rencana itu, menurut pertimbangan yang patut, tanah tersebut tidak sesuai lagi bahkan tidak ada hubungannya lagi untuk digunakan bagi bangunan-bangunan yang sesuai dengan peruntukan sebagaimana dimaksudkan dalam aturan-aturan pembentukan kota. (2) Hak ini baru terjadi terhadap: a. tanah-tanah persil yang telah dibangun pada waktu bangunan-bangunan yang ada tidak dapat diperbaiki sedemikian rupa, sehingga memungkinkan untuk dapat digunakan lagi guna menjamin penghasilan yang normal; b. tanah-tanah persil yang pada waktu unsur-unsur rencana dilaksanakan tidak dibangun. (3) Ayat (2) sampai dengan ayat (5) dari pasal 32 berlaku juga dalam hal ini.

Batalnya Hak Pembayaran Ganti Rugi

Pasal 34. (1) Tuntutan pembayaran ganti rugi atau pembelian dan penebusan hak hak yang dimaksud dalam pasal 30, 32 dan 33 akan batal, jika telah diumumkan sebelum jatuhnya keputusan hakim, baik pada tingkat pertama maupun tingkat banding, suatu peraturan yang mengubah unsur-unsur rencana kota yang meniadakan ganti rugi itu. Dalam hal demikian hakim menjatuhkan hukuman pada Haminte (Kotapraja) untuk membayar biaya perkara. (2) Keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti berkenaan dengan itu yang ditujukan kepada Kotapraja tak dapat dilaksanakan dalam jangka waktu satu bulan. Jika sebelum lewat jangka waktu itu telah ada naskah peraturan untuk mengubah unsur rencana yang menghapuskan kerugian dan Hatninte (Kotapraja) telah membayar biaya perkaranya sendiri dan perkara lawannya serta jumlah uang yang ditetapkan oleh hakim sebagai pembayaran ganti rugi telah diserahkan kepada hakim untuk disimpan, maka masih tetap berlaku penundaan pelaksanaan keputusan hakim itu. (3) Keputusan hakim itu batal, segera sesudah peraturan yang ditetapkan itu diumumkan. (4) Keputusan hakim dapat dilaksanakan : a. segera sesudah peraturan yang diajukan untuk mengubah rencana rinci itu tidak diperoleh pengesahannya; b. jika jangka-jangka waktu yang dimaksud dalam pasal 11 sudah lewat; c. jika peraturan yang telah diajukan untuk mengubah unsur rencana tidak diumumkan dalam waktu satu tahun sesudah ditetapkan.

Pembayaran Kerugian Dalam Hal-hal Lain

Pasal 35. (1) yang ditetapkan dalam pasal-pasal 30 sampai dengan 33 tidak mengurangi wewenang dari Haminte (Kotapraja) untuk membayar kerugian dalam hal-hal yang menyimpang daripadanya atau dalam hal-hal lain. (2) Pengesahan aturan-aturan pembentukan kota dapat didasarkan atas persediaan keuangan yang ada untuk penetapan pembayaran kerugian dalam halhal yang khusus.

Hak-hak Pemegang Hipotek

Pasal 36. (1) Apabila orang-orang yang berhak berdasarkan ketetapan dalam pasal 30 mempunyai tagihan pembayaran kerugian kepada Haminte (Kotapraja), maka orang-orang yang namanya tercatat atas persil yang bersangkutan, dengan hak hipotek, hak credit verband atau hak atas perjanjian bagi hasil, berhak untuk memasukkan seluruh hak-haknya itu dalam penagihannya dengan mengingat urut-urutan haknya, tanpa menghiraukan dapat atau tidaknya ditagih dan berdasarkan hal itu, berhak minta didahulukan permintaan kerugian itu kecuali yang ditetapkan dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1139 sub 1. Haminte (Kotapraja) berkewajiban untuk menguasai penagihan pembayaran kerugian sebanyak penagihan yang ditutup oleh hipotek dan/atau perjanjian, agar supaya pemegang hak hipotek atau credit verband atau hak atas dasar perjanjian bagi hasil mendapat kesempatan untuk melaksanakan haknya dalam penagihannya, jika tak demikian Haminte (Kotapraja) harus menanggung akibatnya. (2) Yang ditetapkan dalam ayat tersebut di atas adalah pelaksanaan yang sama dengan uang pembelian, dalam hal jika Haminte (Kotapraja) berdasarkan ketetapan dalam pasal 32 dan 33 memutuskan untuk membeli sebagian atau seluruh persil itu atau membeli hak atas persil tersebut. Dalam hal ini Hipotek atau hak atas dasar perjanjian mengenai apa yang dibeli, akan batal demi hukum. Tentang pembatalan hipotek atau hak atas dasar perjanjian ini diadakan catatan mengenai hak yang bersangkutan atas biaya Haminte (Kotapraja). (3) Apabila hak kebendaan yang menyangkut hipotek, credit verband atau hak atas dasar perjanjian bagi hasil ditukar dengan hak berdasarkan pasal 32 ayat (2) atau pasal 33 ayat (3), maka segala hak-hak yang bersangkutan akan dihapuskan atas permintaan Haminte (Kotapraja), akan tetapi setelah atas permintaan pemegang hak hipotek atau credit verband atau hak atas dasar perjanjian bagi hasil itu yang semuanya dilakukan pencatatan perpindahan hak kebendaannya itu oleh Haminte (Kotapraja) sebagai penukarannya. Permintaan itu harus diajukan selambat-lambatnya 3 butan sesudah Haminte (Kotaproja) memberitahukan penukaran ini kepada pemegang hak-hak, jika tidak demikian hak-hak itu batal demi hukum. Sesudah pemberitahuan ini, maka hak kebendaan yang bersangkutan dengan hipotek atau hubungan yang berdasarkan perjanjian yang telah didapat oleh Haminte (Kotapraja) karena penukaran tidak dapat dilaksanakan lagi oleh para pemegang, dan tidak dapat digunakan lagi untuk melakukan tindakan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1178 alinea kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (4) Pemindahan balik nama (pencatatan) yang dimaksud dalam ayat di atas tidak dikenai bea meterai dan biaya-biaya yang lain harus dibayar oleb Haminte (Kotapraja). Pasal 30 ayat (3) berlaku pula dalam hal ini.

Penetapan Besarnya Kerugian Dan Harga Penetapan Besarnya Kerugian

Pasal 37. (1) Untuk menentukan kerugian dalam harga dari persil-persil yang dibangun atau tidak dibangun karena penetapan unsur-unsur rencana, hal itu dibandingkan dengan harga yang sebenarnya dari seluruhnya pada saat mendapat hak ganti rugi itu dan seterusnya berturut-turut dengan memperhitungkan atau tidak memperhitungkan pengaruh dari sebab kerusakan itu. (2) Yang dimaksud dengan harga yang sebenarnya ialah seperti yang dimaksudkan dalam pasal 37 dari Ordonansi Pencabutan Hak Milik.

Hubungan Antara Peruntukan Dengan Penetapan Harga

Pasal 38. (1) Dalam melaksanakan pasal 18 ayat (6), pasal 19 ayat (4), pasal 32 dan 33 dan untuk menetapkan pembayaran ganti rugi pada pencabutan hak milik, berlaku penetapan harga tanah atau hak atas tanah itu dengan memperhatikan aturan-aturan berikut ini. (2) Peruntukan yang disebut dalam aturan-aturan pembentukan kota untuk lingkungan lapangan terbuka, lingkungan lalu lintas, lingkungan air atau saluran saluran atau peruntukan untuk pekarangan guna pekerjaan bangunan umum, tidak akan diperhitungkan. (3) Tanah yang letaknya di luar batas areal kota dan tidak dalam lingkungan bangunan-bangunan, tidak akan dihargai sebagai tanah untuk mendirikan bangunan-bangunan. (4) Pada penetapan harga dari tanah sebagai lapangan bangunan-bangunan, diperhitungkan biaya-biaya yang terjadi akibat ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 18 ayat (6) dan (7) dan akibat pungutan-pungutan yang dapat diadakan berdasarkan pasal 41 dan 42.

Penetapan Harga Pada Pencabutan Hak Milik Dari Bagian Tanah Persil

Pasal 39. (1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 37 dan 38 Ordonansi Pencabutan Hak Milik, maka pada pencabutan hak milik atas bagian bagian tanah persil untuk penetapan kerugiannya, akan diperhitungkan harga yang sebenarnya dari sisa-sisa bagian yang masih ada, setelah dilakukan pencabutan hak milik itu. (2) Tetapi jika pencabutan hak milik terjadi untuk suatu pekerjaan, yang biayanya juga dapat dibebankan pada yang berhak atas bagian persil yang masih ada dengan pemungutan sumbangan pemasangan atau pemungutan denda, maka diperbandingkan harga sebenarnya untuk seluruhnya sebelum pencabutan hak milik dilakukan dengan harga sebenarnya dari sisa-sisa bagian yang masih ada sesudah pencabutan hak milik dan pelaksanaan pekerjaan yang menyebabkan pencabutan hak milik itu.

Penetapan Harga Pada Perbuatan Pemasangan Atau Pembangunan Pada Tanah yang Haknya Atas Tanah Itu Akan Dicabut

Pasal 40. (1) Jika pembebasan dari suatu peraturan pembentukan kota berkenaan dengan peruntukan tanah-tanah yang telah diberikan izin pemasangan atau bangunan, maka hal yang demikian itu akan senantiasa berlaku dengan menentukan syarat-syarat bahwa pada pencabutan hak milik yang berikutnya atau perwujudan peruntukannya, kelebihan harga dari apa yang telah dibangun atau dipasang atas dasar pembebasan itu tidak diperhitungkan kerugiannya. (2) Dalam hal pembetulan pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunan yang ada, maka Walikota dan Dewan Harian dapat memberitahukan kepada pemohon sebelum ada keputusan atas permohonan izin pemasangan atau bangunan, bahwa pekerjaan pemasangan atau pekerjaan bangunan itu akan segera dicabut hak miliknya. Jika demikian, maka pada pencabutan hak milik dalam waktu dua tahun tidak akan dibayar kerugian lebih dari harga sebelum pemberian izin.

BAB IV. BIAYA-BIAYA Sumbangan Pemasangan

Pasal 41. (1) Jika Dewan Haminte dalam hal-hal yang umum atau dalam hal-hal yang tertentu akan membebankan pengeluaran-pengeluaran yang menjadi tanggungan Haminte (Kotapraja) untuk perlengkapan pembentukan kota atau perlengkapan pekarangan-pekarangan yang diperbaiki kepada orang yang berkepentingan, maka Dewan Haminte berwenang untuk menetapkan pajak yang dinamakan "sumbangan pemasangan" menurut asas-asas yang berikut. (2) Pajak itu digunakan untuk mengganti biaya-biaya pemasangan atau untuk perbaikan pekerjaan-pekerjaan itu, dalam biaya itu juga termasuk biaya-biaya tambahan misalnya pengeluaran untuk pembelian tanah, pengukuran-pengukuran, pembuatan rencana-rencana dan hilangnya bunga. (3) Dasar-dasar pajak ini ditetapkan sedemikian rupa hingga: a. tidak dipungut pembayaran lebih dari biaya-biaya yang betul-betul telah dikeluarkan dalam hal-hal pemasangan dan pembetulan; b. tidak akan dipungut pembayaran lebih daripada biaya-biaya yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan dalam peraturan pembentukan kota yang dianggap normal berdasarkan ukuran-ukuran yang dapat digunakan dari peraturan pembentukan kota itu untuk macam bangunan-bangunan yang diperkenankan didirikan di atas tanah yang bersangkutan; c. pengenaan pajak atas tanah-tanah yang menurut cara pembentukan kota adalah sejenis dan ditetapkan menurut ukuran-ukuran yang sama. Peraturan pajak mengatur kemungkinan untuk pembayaran pajak dengan perhitungan harga tanah. (4) Pemungutan pajak dibagi-bagi dalam waktu yang layak dalam sekian tahun, tetapi sedapat mungkin tak lebih dari 30 tahun dan dihubungkan dengan perubahan-perubahan naik-turunnya harga sewa yang terjadi selama masa pemungutan pajak itu. (5) Tetapi boleh juga ditetapkan bahwa pajak seluruhnya segera dapat dipungut berkenaan dengan pekarangan yang telah diberikan izin bangunan untuk mendirikan bangunan baru atau pembaharuan atau perubahan seluruhnya dari bangunan. (6) Peraturan pajak dapat memuat ketentuan-ketentuan untuk mengadakan pemungutan sementara berdasarkan biaya yang direncanakan untuk pekerjaan pemasangan atau pembetulan. Jumlah uang yang telah dibayar akan diperhitungkan dengan pemungutan pajak yang tetap.

Pemungutan Pajak Keuntungan

Pasal 42. (1) Dewan Haminte berwenang untuk menetapkan pajak sebagai pajak keuntungan berdasarkan pengeluaran-pengeluaran yang menjadi tanggungan Haminte (Kotapraja) untuk pekerjaan-pekerjaan yang ditentukan menurut cara pembentukan kota yang bukan bangunan jika dan selama tanah-tanah yang terletak di dalam areal kota karenanya mendapat keuntungan yang melebihi keuntungan yang dapat dipungut dari sarana-sarana pembentukan kota yang biasa dan secara langsung. (2) Dasar-dasar ketentuan pajak ini ditentukan sedemikian rupa sehingga: a. tidak akan dipungut pembayaran lebih dari biaya-biaya sebenarnya (termasuk juga biaya-biaya tambahan) dan selama itu belum dijadikan dasar untuk pemungutan sumbangan pemasangan; b. akan ditunjuk daerahnya, di mana pajak itu akan ditarik; c. di daerah tersebut di atas, ditunjuk lingkungan-lingkungan yang karena perbedaan mencolok dalam penggunaan dari hasil keuntungan, sepatutnya dikenai pajak menurut ukuran yang berbeda-beda; d. di masing-masing lingkungan daerah tersebut di atas akan ditarik pajak yang didasarkan atas ukuran yang sama. (3) Pasal 41 ayat (4) berlaku pula dalam hal ini.

Perhitungan

Pasal 43. (1) Dalam pemungutan sumbangan pemasangan atau pemungutan pajak keuntungan akan diperhatikan penetapan harga khusus atas dasar ketentuan dalam pasal 19 ayat (4) dan pasal 39 ayat (2), juga apabila dilaksanakan dengan pembelian atas persetujuan kedua belah pihak dan atas dasar ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin pemasangan sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 18 ayat (4) huruf d dan e. (2) Jumlah uang yang diperhitungkan, ditambah dengan dan pengenaan-pengenaan pajak yang bersangkutan dikurangi dengan uang keuntungan yang didapat oleh Haminte (Kotapraja) atas dasar penentuan harga khusus dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin ini.

Berlakunya Ketentuan-ketentuan Biasa Tentang Pemungutan Pajak.

Pasal 44. Terhadap ketentuan-ketentuan pajak, seperti yang dimaksudkan dalam pasal 41 dan 42, berlaku semua aturan-aturan tentang pemungutan pajak yang ditetapkan oleh Haminte (Kotapraja) yang bersangkutan.

BAB V. KETENTUAN PERALIHAN DAN KETENTUAN PENUTUP Pemungutan Biaya Dengan Tindakan Paksa Polisi

Pasal 45. (1) Peraturan bangunan mengatur cara menetapkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan ordonansi ini dan aturan-aturan pembentukan kota, demikian pula ketentuan-ketentuan pemberian izin dan pemberian perintah-perintah yang dilakukan dengan tindakan paksa polisi dan pembentahuan kepada para pelanggarnya, demikian pula batas waktu tidak kurang dari 8 hari dalam waktu mana pembayaran jumlah uang harus disetorkan kepada Haminte (Kotapraja). (2) Penagihan uang yang tidak tepat pada waktunya disetorkan akan dilakukan dengan surat paksa yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi tertanggal 27 Agustus 1926 (S. 1926-372) beserta perubahan perubahan yang diadakan.

Pembatalan

Pasal 46. (1) Tiap keputusan yang diambil berdasarkan ordonansi ini atau peraturan berdasarkan ordonansi ini dapat dibatalkan oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini dapat disamakan dengan Presiden) dengan surat keputusan yang disertai dengan alasan-alasannya. (2) Penguasa yang bersangkutan mengadakan keputusan lagi dengan memperhatikan alasan-alasan dalam surat keputusan pembatalan itu.

Jangka Waktu

Pasal 47. Jika atas suatu putusan atau suatu penetapan, yang diambil menurut ordonansi atau peraturan-peraturan yang berdasarkan ordonansi ini, diajukan banding sesudah lewat jangka waktu yang ditetapkan, maka penguasa yang berhak menerima banding dapat menerima banding itu bila menurut pendapatnya permohonan itu tidak dapat dilakukan dalam waktu yang telah ditetapkan karena hal-hal yang dianggapnya benar.

Pertanggungjawaban

Pasal 48. (1) Walikota dan Dewan Harian bertanggung jawab atas pelaksanaan aturan-aturan pembentukan kota dan ordonansi ini kepada Dewan Haminte. (2) Walikota dan Dewan Harian harus memberikan keterangan-keterangan yang diminta oleh Dewan Haminte baik bersama-sama maupun sendiri.

Aturan-aturan Tentang Cara-cara

Pasal 49. (1) Peraturan bangunan menetapkan: a. sampai di mana diperkenankan memberi keterangan secara lisan di kantor Haminte (Kotapraja) sebagai pengganti dari mengajukan surat-surat; b. cara, bagaimana yang berkepentingan menyampaikan dan cara bagaimana mengajukan surat-surat dan mengisi formulir dan waktunya dalam memberikan keterangan-keterangan lisan. (2) Jika terhadap suatu putusan atau penetapan ada kemungkinan mengajukan banding kepada yang lebih tinggi, maka kepada yang berkepentingan lain diberitahukan dengan surat, kepada Pejabat mana, dalam waktu dan menurut syarat-syarat mana hal itu dapat dilakukan. (3) Segala putusan mengenai tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan kuasa dan mengenai keputusan terhadap keberatan-keberatan, pengaduan-pengaduan atau banding, harus selalu disertai dengan alasan-alasannya.

Laporan Tahunan

Pasal 50. (1) Tiap-tiap tahun Walikota dan Dewan Harian harus membuat laporan, kepada Menteri yang bersangkutan (Direktur) dan Dewan Haminte mengenai berlakunya ordonansi ini dan aturan-aturan pembentukan kota; Dewan Haminte dapat memberikan aturan-aturan mengenai caranya menyusun laporan-laporan itu. (2) Dari bagian-bagian laporan yang berkenaan dengan monumen-monumen dalam arti yang termuat dalam Ordonansi Monumen atau monumen kebudayaan setempat, harus dikirim salinan kepada Kepala Dinas Purbakala, yang berkenaan dengan monumen alam setempat dikirimkan kepada Inspektur Kepala/Kepala Jawatan Kehutanan.

Berlakunya Ordonansi Ini

Pasal 51. (1) Ordonansi ini berlaku bagi kota-kota dan tempat-tempat lain, yang menunjukkan secara nyata suatu perkembangan kota atau yang dapat diharapkan demikian sehingga dianggap perlu untuk menetapkan aturan-aturan pembentukan kota untuk daerahnya. (2) Gubernur Jenderal (Presiden) menunjuk kota-kota dan tempat-tempat lain yang memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam ayat (1). (3) Ordonansi ini berlaku pula bagi orang-orang yang tunduk pada kekuasaan Hakim yang mengadili berdasarkan ordonansi 18 Pebruari 1932 (S. 1932-80).

Pasal 52. (1) Jika Gubemur Jenderal (Presiden) menurut ketentuan dalam ayat (2) pasal terdahulu menunjuk kota-kota atau tempat-tempat lain, yang belum diatur sebagai Kotapraja atau untuk melaksanakan ordonansi ini, maka segala wewenang dan perbuatan yang diserahkan dan dibebankan kepada kota atau tempat lain dilakukan oleh Gubernur/KDH hingga pada waktu yang akan ditetapkan oleh Menteri yang bersangkutan. (2) Gubernur/KDH berwenang untuk memerintahkan kepada Pejabat yang ditunjuk olehnya untuk melakukan segala wewenang dan perbuatan yang diserahkan dan ditugaskan kepada Walikota/Kepala Daerah Kotapraja bersama dengan Dewan Haminte Perwakilan Daerah Kotapraja. (3) Pekerjaan, kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Pejabat yang ditunjuk olehnya hingga pada waktu menurut ketentuan pada ayat (1) dilakukan di Kantor tertentu di kota atau tempat yang bersangkutan. Penagihan dengan surat paksa yang dimaksudkan dalam pasal 45 ayat (2) hingga pada waktu tersebut tadi dilaksanakan oleh Gubernur/KDH berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam S. 1879-267 dengan perubahan dan tambahannya.

Ketentuan-ketentuan Peralihan

Pasal 53. Peraturan bangunan menetapkan ketentuan-ketentuan peralihan, yang dianggap perlu untuk menyesuaikan secara bertingkat-tingkat dari peraturan peraturan, putusan-putusan dan rencana yang ada, dengan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini.

Mulai Berlakunya Dan Nama

Pasal 54. (1) Ordonansi ini mulai berlaku pada waktu ditetapkannya untuk masing-masing daerah satu per satu. (2) Ordonansi ini disebut: Ordonansi Pembentukan Kota (Stadsvormingsordonnantie). Dibuat di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1948.