Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/57

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

maksudnja itu, tetap Siang Beng tidak berani lantjang mengutarakannja, dan In Hoei sebaliknja, berdiam sadja. Maka djuga, kedua pihak tjuma menjimpan perasaannja itu didalam hati masing².

Sekarang, dengan muntjulnja Tjeng Loen, Siang Tjeng ingatKouw Thaysoe itu. Begitulah ia sebut namanja Ban-lie Twie Hong.Tapi ia beritahukan tabiat orang jang luar biasa itu, maka ia memberi pikiran, untuk minta bantuan, perlu didapatkan dulu bantuan Tjoe Sioetjay.

Tjeng Loen suka minta bantuan In Hoei, tetapi untuk mohon perantaraan Tjoe Sioetjay, ia tidak setudju, sebab ialah ia tak sabar dan urusannja djuga tak dapat dilawan dengan berajal. Ia pikir „Aku tahu Pek-tjoei-po, kenapa aku tidak mau pergi sendiri kesana”, dan lantas ia bertindak. Selagi Siang Tjeng pergi kepada Tjoe Sioe-tjay, ia lompat atas kudanja dan seorang diri kabur keluar kota,menudju langsung ke Pek-tjoei-po. Disini tak sulit baginja untukmentjari rumah Kouw Thaysoe, jang setiap penduduk ketahui de- ngan baik.

Sebentar sadja Tjeng Loen telah tiba diperapatan dimana ada sebuah rumah besar, ialah rumah orang she Kouw itu, hanja ketika ia turun dari kudanja, didepan pintu pekarangan, pintu ditutup rapat. Disitu tidak ada pengawalnja. Ia mengetok pintu hingga beberapa kali, tidak djuga ada orang jang membuka pintu atau menjahut. Ia mendjadi heran, dan mulai mendjadi tak sabar. Disitu djuga tidak ada orang jang berlalu-lintas, hingga tidak ada jang dapat dimintai keterangannja. Tjuma tak djauh dari situ, disebuah sumur, ada seorang tua asjik mentjutji. Orang tua itu berada disitu sedjak ia datang. Mungkin pandangannja kurang baik, karena ia tidak pernah menoleh atau menjapa.

Karena terpaksa, Tjeng Loen menghampiri orang tua itu.

„Eh, orang tua, apakah ini rumah Kouw Thaysoe ?„ ia tanja, suaranja keras. Ia pun tekan bebokong orang dengan udjung tjam buknja.

Orang tua itu mengangguk dengan pelahan. Ia tidak menoleh, hanja ia mentjutji terus, mentjutji dua potong badju.

„Ada orang atau tidak didalam rumahnja ?„ Tjeng Loen tanja pula, suaranja tetap keras.

Orang tua itu kembali mengangguk, tetapi tetap tidak membuka mulut.

Piauwsoe itu mulai habis sabarnja. Ia mendekati satu tindak.

„Apakah kau pegawai keluarga Kouw ?” tanjanja.

54