Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/58

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Orang tua itu mengangguk pula. Kali ini ia putar tubuhnja pelahan, dan memandang sipiauwsoe dengan kedua matanja terbuka sedikit lebar.

Tjeng Loen melihat orang mengenakan pakaian tua, orangnja sendiri bertubuh ketjil dan kurus, kepalanja botak, romannja lojo. Ia pertjaja, orang ini adalah pegawai tua dari Kouw In Hoei. Ia lantas sodorkan tjambuknja sambil berkata dengan keras: „Aku datang dari Yam-shia, untuk tjari madjikanmu! Kau tambat dulu kudaku itu, lalu lekas kau antar aku kedalam !" Ia rogo sakunja dan bertentangan dengan hatinja, ia keluarkan ratusan uang tang- tjhie dibelesekkan kedalam tangan siorang tua, seraja menambahkan Kawan tua, lekasan sedikit! Ini untukmu minum teh !"

Orang tua itu tidak menampik. Ia masukkan uang itu kedalamsakunja. Ia bergerak dengan sangat lambat. Mulanja ia tuntun kuda, untuk ditambat, lalu ia angkat pakaiannja jang basah itu, begitupun paso airnja. Sesudah lewat sekian lamanja, baru ia adjak Tjeng Loen kebelakang rumah. Disini ia letakkan dulu pasonja, baru ia keluarkan sebuah anak kuntji jang besar dari sakunja, untuk membuka pintu belakang itu.

Kesabaran Tjeng Loen hilang. Baharu daun pintu terbuka, ia sudah mendahului bertindak masuk. Ia rupanja pikir, semasuknja kepekarangan dalam, sendirinja ia bisa pergi keruang depan. Tapi ia ketjele. Didepannja sekarang ada lagi tembok pekarangan, dengan dua buah pintu ketjil jang diberi warna merah. Kedua pintu itu djuga dikuntji. Jang mengetjilkan hati, pintu itu berdebu, tanda sudah lama tak pernah dibuka. Disebelah kanan tidak ada pintu lainnja, sedang disebelah kiri ada sebuah tembok lowong bagaikan mulut guha, jang tertutup mulai putih. Nampaknja tjuma itulah pintu masuk lainnja. Tanpa membuang tempo lagi, ia bertindak kesitu, untuk singkap gorden itu.

Hai, sahabat piauwsoe, tahan !" berseru siorang tua. „Apa maksudmu, ha? Siapakah tidak punja anak ketjil ? Kau telah sampai diruang dalam, kenapa kau lantjang masuk? Kenapa kau tidak main tanja2 dulu? Kau toh sudah berusia limapuluh tahun? Mustahil kau tidak tahu aturan ?"

Tjeng Loen menoleh, ia heran sekali, Kali ini, siorang tua mirip dengan manusia benar, buka seperti tadi, bagaikan orang tolol. Setelah mengawasi orang tua itu, ia awasi pula tembok lowong itu, melihat kesebelah dalamnja.

55