Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/55

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Djin Tjoen tidak bilang sesuatu apapun, ia tidak mentjegah. Iapun tutup mulutnja terhadap In Soeya, maka sewaktu sisekertaris dapat tahu piauwsoe itu telah pergi, Tjeng Loen sudah pergi djauh. Dalam mendongkolnja, ia desak piauwsoe muda ini lekas kembali ke Souwtjioe.

To Tiehoe kaget, menjesal dan mendongkol. Ia segera tahan Boe Djin Tjoen dan kirim orang pergi kekantor Ban Seng Piauw Kiok, guna desak wakilnja Tjeng Loen, untuk lekas tjari piauw jang hilang itu. Orang pun dikirim ke Siongkang, guna tangkap anak-isteri Tjeng Loen jang berdjumlah lima orang.

Di Ban Seng Piauw Kiok, orang mendjadi kaget dan heran. Disana masih ada beberapa murid serta piauwsoe undangan, jang diadjak bekerdja sama. Tentu sadja mereka mendjadi bingung dan repot, untuk memikirkan daja pertolongan.

Tjeng Loen sendiri jang pergi mentjari bantuan bukannja tidak menemukan kesulitan. Ia telah tiba di Yam-shia, untuk mentjari sahabatnja jang mendjadi pemilik Tin Wan Piauw Kiok. Piauwsoe itu adalah Kim-pa-tjoe Siang Beng si Mantjantutul Belang. Pada kira sembilan tahun jang lampau, pernah mereka berdua melindungi piauw. Mereka menghadapi bahaja tapi piauw achirnja dapat dirampas pulang, karena itu, perhubungan mereka mendjadi erat dan keduanja angkat saudara. Dalam hal ilmu-silat, Siang Beng kalah, tetapi dia pandai bergaul dan banjak kenalannja, dia dapat diharap untuk minta bantuan sahabat²nja itu.

Sajang, Tjeng Loen datang menubruk tempat kosong. Baru pada bulan jang lewat, Siang Beng telah berangkat ke Kwangwa bersama sahabatnja dan mungkin empat atau limapuluh hari lagi baru akan pulang kembali. Tjeng Loen djadi masgul hingga ia banting kaki, sehingga beberapa piauwsoe dari Tin Wan Piauw Kiok merasa tak enak hati.

Satu malam, Tjeng Loen nginap di Tin Wan Piauw Kiok, besoknja ia mau berangkat ke Hangtjioe. Disana ada satu soeheng, atau kakak seperguruan dari ajahnja, jaitu Tiat-tah Tjhio Tjong Sian si Menara Besi, jang ia harap bisa diminta bantuannja. Ketika ia memohon diri, ia ditjegah oleh Siang Tjeng, adik Siang Beng. Sebagai wakil tuan rumah, Siang Tjeng mengundang Tjeng Loen bersantap dan pesiar. Karena malu hati, Tjeng Loen melajani hingga setengah harian, tetapi ia masih ditahan djuga.

„Urusanku sangat penting”, Tjeng Loen bilang. Karena terpaksa, ia tuturkan hal terampasnja piauwnja.

52