Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/24

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

untuk menjerang dan membelenggu. Mereka djuga perdengarkan bentakan bengis.

Sengit Djie Ie menjaksikan semua itu. Sambil berdongko, ia papaki mereka. Ia gaet kaki mereka itu, sedang tangannja menjambar tombak jang ditikamkan kepadanja. Tidak ampun lagi, robohlah beberapa oppas jang madju didepan sedang tombaknja kena dirampas, tombak mana terus dipatahkan, dilemparkan kelantai !

Dua kepala polisi itu adalah Koei Soe dan Tio In Siang, keduanja tjutju-murti. dari Seng Tiat Hoet, pouwtauw kenamaan untuk wilajah Kanglam. Mereka djadi penasaran walaupun mereka tahu sekarang, orang tidak dapat dipandang enteng. Dihadapan orang banjak itu, mereka hendak djaga kehormatan mereka. Maka mereka lantas madju pula, kali ini dengan sendjatanja masing² In Siang dengan toja, Koei Soe dengan golok, satu didepan, satu dibelakang.

Djie Ie menangkis toja seraja teruskan mentjekalnja. Sambil menangkis, ia memutar tubuh untuk kelit golok. Lalu ia meneruskan menarik toja dengan keras, hingga In Siang terdjerumus, hampir sadja ia mendjadi korban golok rekannja.

Masih kedua musuh itu penasaran, mereka madju pula.

Djie Ie sebal untuk melajani mereka. Ia lompat kepada Thio Tian-soe, tangannja ia sambar tanpa pembesar polisi itu dapat berdaja, terus ia kerahkan tenaganja.

Tidak tempo lagi, pembesar itu men-djerit² seperti babi disembelih.

Sambil tjekal terus sipembesar, Djie Ie tuding kedua kepala polisi jang mengawasi dengan kesangsian, Dengan pemimpinnja terdjatuh ditangan lawan, mereka tidak berani lantjang bertindak.

„Kamu tentu tidak mau mengerti, begitu djuga aku !“ kata Djie Ie. „Sekarang djangan kamu pikir untuk lari, hendak aku kirim kamu pulang kerumah nenek mojangmu !“

„Djangan, djangan turun tangan !......“ berseru Thio Tiansoe dengan muka meringis saking kesakitan. Ia masih ditjekal keras². „Tuan, tuan, tolong lepaskan tanganmu ......“ ia minta kepada sianak muda. „Aku mohon djangan kau berpendapat sama tjupat sebagai kami. Bukankah kita masih dapat berdamai ? ......“

Djie Ie bersenjum tawar, tangannja dilondjorkan kedepan, hingga Thio Tiansoe, jang terlepas dari tjekalan, terhujung tubuhnja dan terus roboh terkerusuk. Ia kesakitan dan me-ringis². Sianak muda sendiri lompat kesebuah pohon dipintu kedua. Pohon itu ia

21