Halaman:UURI-22-1961.pdf/5

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca
  1. Kepada lulusan ujian Perguruan Tinggi diberikan gelar perguruan tinggi menurut tingkat kebulatan pelajarannya.
  2. Gelar ilmiah doktor diberikan kepada lulusan ujian perguruan tinggi setelah menempuh promosi dengan membuat karya ilmiah yang diterima baik oleh suatu universitas.
  3. Gelar dokter honoris causa dapat diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah mempunyai jasa yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia oleh suatu universitas.
  4. Sebutan, pemakaian, penyeragaman dan perlindungan gelar-gelar yang termaksud dalam Pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan ancaman pidana terhadap pelanggarannya.


BAB IV
KELENGKAPAN PERGURUAN TINGGI.

Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 11.
  1. Pengajar pada Perguruan Tinggi terdiri atas pengajar biasa dan pengajar luar biasa.
  2. Pengajar biasa adalah pegawai tetap pada Perguruan Tinggi, sedang pengajar luar biasa adalah mereka yang tidak mempunyai kedudukan tersebut tadi.
  3. Pengajar biasa digolongkan dalam kedudukan guru Besar, Lektor Kepala, Lektor, Lektor Muda, sedang pengajar luar biasa berkedudukan sebagai Guru Besar luar biasa atau pengajar luar biasa.
  4. Pada Universitas dan institut dapat diangkat Guru Besar Penelitian.
  5. Syarat-syarat untuk menjadi pengajar pada Perguruan Tinggi ialah keahlian, berjiwa Pancasila dan Manifesto Politik Republik Indonesia, cakap dan berbudi tinggi dan untuk menjadi Guru Besar selain syarat-syarat tersebut harus dipenuhi pula syarat karya ilmiah atau spesialisasi, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  6. Pengajar biasa dan luar biasa yang mempunyai kedudukan Guru Besar, berhak atas sebutan jabatan universitar Profesor.
  7. Pemakaian sebutan profesor diatur dengan Peraturan Pemerintah, dengan ancaman pidana terhadap pelanggarannya.
Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 12.
  1. Universitas/Institut dipimpin oleh Presiden Universitas/Institut yang dalam segala segi kedudukannya, baik yang bersifat penyelenggaraan pendidikan maupun tata-usaha, didampingi oleh Senat Universitas/Institut atas dasar musyawarah.
  2. Sekolah Tinggi dipimpin oleh Ketua Sekolah Tinggi yang didampingi oleh Senat Sekolah Tinggi.