Lynch mengangguk: „Inilah jang ingin kita ketahui sedjak tadi. Bagaimana keadaan diluar sekarang?"
„Matahari mulai terbenam. Dan tidak sampai sepuluh menit lagi kukira, tempat sekitar ini akan berangsur gelap".
„Kalau begitu kita harus tunggu sepuluh menit lagi".
„Lantas ?"
„Kita harus lebih tjepat daripada peluru Doughlin. Untuk djelasnja, pasanglah telingamu baik². Pintu gubuk ini membuka kearah bungalow, artinja kearah Doughlin jang sekarang sedang siapsedia dengan revolvernja. Pintu akan kubuka setengahnja, sehingga kita masih tjukup terlindung. Kau duluan. Paling baik kalau kau melompat djauh kedepan, kemudian setjepat kilat mendjatuhkan diri ditanah. Bagi Doughlin akan tjukup waktu untuk menembak, tapi.......... pasti gagal. Dan begitu kau djatuh, aku akan menjusulmu dengan tjukup tjepat dan aku djamin sepenuhnja bahwa tembakan berikutnja tak akan terdjadi.
„Bagaimana kalau tembakan pertama itu mengenaiku?" tanja Deane masih ragu.
„Tentu sadja aku akan berdukatjita. Tapi kau djawab sekarang Adakah pilihan lain selain dengan djalan ini?"
Deane menggelengkan kepalanja, jang didjawab Lynch dengan senjuman.
Sementara itu keadaan diluar berangsur-angsur gelap. Sinar lampu jang dinjalakan didalam kamartidur Doughlin djatuh tepat pada tempat dimana Deane harus melompat nanti. Dengan berdebar-debar Deane memperhatikan gerak-gerik Lynch jang tengah mentjaritjari posisi paling baik untuk menjerang Doughlin.
Begitu Lynch memberikan isjarat Deane mula bertindak sementara Lynch sendiri bersiap-siap dengan pisaunja. Intji demi intji Deane mendorong daun pintu perlahan-lahan sekali, dan achirnja........., setelah sedikit membungkuk melompatlah dia dan dengan tjepat sekali mendjatuhkan dirinja kedepan.
Bunji peluru mendesing hampir bersamaan dengan rebahnja tubuh Deane ketanah, kemudian disusul dengan pekik ke-
82