olah mendjawab pertanjaan Deane itu. „Pada kami ada sematjam_peraturan tidak tertulis untuk tidak meletakkan telur dalam satu barang”.
Sementara itu karton tersebut sudah terlepas. Dan diantara karton dengan dasar lukisan itulah terletak kira² selosin helai kertas jang matjamnja sama dengan potongan² kertas ditangan majat Graham. Kertas² ketjil itu ternjata merupakan bagian dari kertas bloknote jang biasa disobek.
„Beginilah kita selalu berbuat”’, udjar Lynch lagi, „Kita letakkan dokumen² penting selamanja dibelakang lukisan paling besar jang sebagaimana kau tahu selalu dipasang didalam tiap² kamar hotel. Sederhana sekali memang”.
Kertas itu djumlahnja kira²ada duabelas lembar, jang kesemuanja ditulis dengan rapat sekali. Dan sesudah memasukkan kertas² itu disakunja dan membetulkan kartonnja, Lynch menggantungkan lukisan itu kembali ditempatnja semula.
„Rob, sebenarnja kita harus mengadakan pemeriksaan jang seksama. Tapi kedudukan kita sekarang terlalu berbahaja lagi pula kita tak punja tjukup tempo”.
Setelah itu dia kembali mendekati kursi tempat majat George Graham dan sekali lagi memeriksa letak pisau pembawa maut itu dengan teliti.
Njatanja Graham duduk dikursi itu dengan membelakangi pintu balkon. Dan kalau melihat potongan² kertas ditangannja, tentu dia asjik mempeladjari tjatatan²nja. Sipembunuh masuk dalam bilik itu dengan melalui pintu balkon itu, lantas dengan kuat² menghundjamkan pisaunja dari belakang menembus bahu kiri. Agaknja dia tidak pernah berusaha mentjabut pisau itu dari tubuh sikorban. Dan pegangan pisau itu jang berbentuk huruf S, dibikin dari kaju keras dan hampir menjerupai golok buatan India.
„Gila, sedikitpun tidak ada bekas² djari kelihatan”, gerutu Lynch. Tapi saat itu pula dia membalik pada Deane sampil tersenjum.
„Rob, masih ingatkah kau mengapa aku mentjuri permata² njonja Browne tadi?”
„Ja"
„Karena aku sengadja ingin menimbulkan reputasi djelek sehingga dengan mudah akan bisa berhubungan dan bertjam-
25