Sekali lagi Deane menuruti petundjuk² Lynch tanpa bersuara. Tapi matanja mengitari keadaan dalam dinding itu. Ketjuali pada sikorban keadaan didalam kamar itu seolah_olah tidak terdjadi apa².
Sebatang tjerutu jang tinggal setengahnja menggeletak diatas tempat abu disamping sikorban. Dengan hati² Lynch memegang abu tjerutu itu.
„Masih panas”, bisiknja lagi. „Pembunuhan ini belum lama terdjadi".
Setelah itu Lynch berdjalan kearah djendela dan melihat keluar, dan dia pasti bahwa tak seorangpun jang bisa mengetahui apa jang terdjadi didalam bilik itu.
„Kau ada potlot?” tanjanja, sementara dia sendiri mengeluarkan sebatang potlot dari sakunja.
Deane memberikan potlotnja. Kemudian sambil menjilangkan kedua potlot itu sehingga merupakan gunting, dia kembali kekursi tempat Graham duduk. Disandaran punggung dimana kepala Deane terletak, terdapat setjertjah darah.
Kemudian dia membalik pada Deane.
„Deane peganglah ini! Pegang kedua potlot ini begini dan djangan sampai djatuh. Pada saatnja kita akan periksa”.
Deane memegang kedua potlot itu jang diantaranja didjepitkan sehelai bulu burung jang berlumur darah, Darimana Lynch mendapatkan barang tersebut, Deane tidak sempat melihatnja. Tapi mungkin dari bentjah² darah dilantai jang terus-terusan mengutjur dari luka Graham.
Dilihatnja Lynch berlutut dan mengangkat tangan Graham perlahan_lahan. Ibudjari dan telundjuknja ternjata berimpitan erat. Lynch merenggangkan kedua djari itu dan beberapa potongan kertas ketjil² berdjatuhan ditelapak tangan Lynch.
„Inilah kiranja jang djadi motif pembunuhan”, kata Lynch. Dan sipembunuh tentu sudah memiliki sebagian dari apa jang akan diberikan Graham padaku.
„Aku masih belum mengerti Bert”, kata Deane.
Lynch berdiri lagi, matanja mengitari keadaan dalam bilik itu. Kemudian dia berdjalan menudju salah satu lukisan besar jang tergantung dididing. Dia mengambil lukisan itu dan dengan hati² melepaskan karton lapisannja.
„Graham mengerti akan tugasnja”, sahut Lynch, seolah.
24