kepala kassier dengan mata melotot: „He, berapa jang saja bawa ini?”
„Limapuluh tudjuh ribu rupiah, tuan!” djawabnja dengan gemetar.
„Tjukup!” bentak saja: „Sementara kami keluar, djangan berteriak. Sebab, kantor ini, dan tuan² djuga, akan kami ledakkan! Ingat, didalam saku saja ada granat tangan jang lekas dan keras sekali meledaknja! Kalau ada jang memberi keterangan djelas pada polisi, nasib tuan seperti nasib Chen Jie! Mati!”
Begitulah saja dan Manuel sambil membawa tas dan menodongkan pistol itu mundur arah pintu. Polisi² jang mendjaga dibawah tak akan tahu, karena gang jang bertangga menudju kantor itu tertutup tembok kanan-kirinja.
Sekilas pandang inspektur teman kami jang mendjaga gedung melihatkan kami, tetapi memalingkan mukanja pura tidak tahu.
Diluar hudjan dengan lebat.
„Tjepat lari, dan membelok kekiri! Djalan jang sudah ditentukan, karena jang mengedjar nanti hanja inspektur kawan kita itu, Manuel! Pistolnja seperti pistol kita djuga!” perintah saja sambil berbisik agar tidak didengar polisi² lainnja jang mendjaga pintu kira² sebanjak tiga orang.
Baru sadja kami mengindjak trottoir depan, dipintu samping kanan, setjepat itu pula terdengar teriakan dari isi kantor bank itu.
Polisi² jang mendjaga gugup. Mentjari-tjari kemana lari kami. Hanja inspektur kawan kami itu jang tahu kemana lari kami dalam hudjan lebat itu.
Dia menembak, saja dan Manuel menembak. Tetapi tak ada sebuah peluru pun jang berlarian dalam tembak-menembak itu. Djendela katja jang terbuka dikantor dan tampak, saja tembak dengan pistol sungguh², hingga merupakan pertempuran sungguh². Sudah itu sambil berlari, granat tangan sebuah saja masukkan tong sampah, lima sekon kemudian bertaburan isi tong itu bersama tongnja dengan suara meng-
72