Halaman:Tiongkok Baru.pdf/13

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Populia, mengabdi kepada kepentingan Sang Rakjat. Hidup dan mati bersama Rakjat, timbul atau tenggelam bersama2 dengan rakjat.

Dan hasil daripada perdjuangan, praktek dari Tjinta Bangsa dan Tjinta Tanah Air, bukti jang njata dari patriotisme jang me-njala2 itu, jang berpusat disekitar pribadi, djiwa raga dan rochnja Abdi Rakjat jang terbesar pernah saja lihat dan ber- temu, Ketua Mao Tse Tung, sudah terhampar dihadapan mata kita jaitu sewaktu menjaksikan pawai pada tg. 1 Oktober 1951 dilapangan besar Tien An Men di-ibu kota Peking. Barisan angkatan perang jang lengkap, darat, laut dan udara (jang belakangan ini bukan orangnja sadja tapi juga pesawat2 bermatjam djenis turut parade dibelakang tentara, diudara, persis muntjulnja dibelakang barisan djuru2 terbang dan parachutis), kaum tani dan buruh, pemuda dan peladjar, wanita dan pahlawan kerdja, militia dari berbagai propinsi, barisan kebudajaan jang mena'djubkan (manusia itu disini se-olah2 dilukis mendjadi gelombang bunga jang warna warni, lengkap dengan segala, musik, berdjalan sambil menari (tari dari segala matjam suku bangsa) dan menjanjil, diikuti lagi oleh rakjat umum dan berbagai organisasi dari kota Peking. Djumlahnja semua jang menjertai pawai itu tidak kurang dari 400 sampai 500 ribu orang. Demikian ta'djubnja kita melihat barisan itu, se-olah2 kena pesona, dan hampir tidak terasa bahwa kita telah berdiri sedjak pk. 10 pagi sampai pk. 3 sore dengan pergi minum-istirahat sebentar kebawah tribune, sehingga sampai pada waktu sendja masih mem-bajang2 segala apa jang dilihat pada siang harinja. Lebih2 lagi, karena waktu sendja itu, di- teruskan dengan permainan bunga api jang luar biasa indahnja. Entah dikendalikan oleh apa, kita tidak tahu, perasaan sedih entah girang, entah keduanja, tapi pada malamnja tangan dan djari, sudah bergerak memegang pena diatas kertas, dan hasilnja adalah sebuah sadjak seperti dibawah ini:

DJADI SAKSI:

Terhampar tubuh, benda berbagai rupa,
Mengalir laksana arus air bah jang turun;
Warna warni dihadapan mata membentang segala rupa,
Besar ketjil, indah, permai, lagi jang perkasa.

Tak kusangka, tak terhingga, banjaknja kekajaan,
Mendjelma, keluar dari perbendaharaan djiwa dan alam,
Selama ini hanja mendjadi sebutan disebelah Selatan,
Tapi, kini, kusaksikan njata, disuluhi surja pelita alam.

Wahai Pemimpin, benarkah engkau ada,
Penundjuk djalan, pelopor tjita2 menudju bahagia?
Disini, dihadapanmu, tersedia segala rupa.

Didjadikan perlengkapan dan alat perintis djalan,
Enjah, musnah, terhindarlah segala hambatan,
Dan bebas, bergerak, madjulah Pahlawan !