Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/62

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Lampiran

2. Korban yang Mati dan Luka Bukanlah akibat yang Tidak Disengaja

 Soal apakah korban yang mati atau luka memang sudah semestinya mengalami akibat demikian? Adalah masalah etis filosofis, bukan formal-yuridis. Tentang akibat kerusuhan, di sini kita bukan sedang berurusan dengan orang-orang yang teluka memar, melainkan kematian dari setidaknya 1, 217 jiwa, 91 orang luka, 31 orang hilang, demikian luas kerusakan, kehilangan, ketakutan, dan lain-lain (lihat Dokumentasi No. 1 - Pola Kerusuhan di Jakarta dan Sekitarnya, Tabel 5 hlm. 9, per 8 Juni 1998). Hampir semua korban jiwa itu mati, luka terbakar, diperkosa dan teraniaya pada momen sesudah perusakan atau ketika berlangsung peristiwa kerusuhan.

 Bahwa kematian massal, luka bakar dan penganiayaan itu tidak bisa dilihat sebagai masalah yuridis-formal (dan karenanya tidak mungkin dilihat sebagai akibat sangsi hukum) jelas dari argumen berikut ini. Seturut pasal hukum manapun, tindakan pengambilan barang-barang orang lain, secara massal atau sendiri, tidak meniscayakan (necessitate) hukuman kematian massal, luka bakar dan penganiayaan.

 Sama mendesaknya untuk melihat gejala kerusuhan itu sebagai perusakan yang diarahkan kepada begitu banyak warga Cina. Di antara mereka yang jatuh sebagai korban, begitu banyak korban jiwa, material, perusakan, penganiayaan dan perkosaan yang diderita oleh warga Cina. Fakta bahwa begitu banyak warga Cina (bukan Jawa, Flores, atau India) yang menjadi sasaran kerusuhan, sama sekali tidak meniscayakan bahwa orang Cina memang sudah semestinya menderita perlakuan demikian. Tidak ada logika dan pasal hukum apapun yang mengharuskan warga Cina menanggung akibat biadab itu. Persis sebagaimana tak ada logika dan atau pasal hukum yang mengharuskan orang Jawa, India atau Flores, atau warga beragama Islam, Kristen atau Buddhis untuk menanggung perlakuan biadab seperti itu, seandainya perlakuan itu terjadi pada mereka. Bahwa de facto banyak warga Cina (dan bukan Jawa, India atau Flores) menderita kebiadaban itu bukanlah keniscayaan, melainkan diskriminasi brutal yang sering dipakai dalam permainan politik Orde Baru. Dan untuk kesekian kalinya, banyak warga Cina dipaksa lagi menjadi korban pertarungan politik elite di seputar peristiwa kerusuhan tempo hari.*)


* Akan segera disusun: Dokumentasi Awal No. 3 tentang korban warga Cina.

55