Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/63

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca
Seri Dokumen Kunci

 Kalau kematian massal, luka bakar, perkosaan dan penganiayaan itu bukanlah keniscayaan (necessity) yuridis-formal, bagaimana kita mesti melihat tragedi kematian massal, luka bakar, perkosaan dan penganiayaan itu?

 Satu kemungkinan cara pandang ialah melihat tragedi itu sebagai sebuah ‘kecelakaan’. Cara pandang ini sangat dekat dengan perspektif ‘kebetulan’ sebagai faktor di belakang peristiwa kerusuhan dan akibat yang ditimbulkannya. Sebagai penjelas, cara pandang ini sangat lemah, punya probabilitas yang sangat kecil untuk menjelaskan sebab dan akibat dari peristiwa kerusuhan itu (Cf. ‘Dokumentasi Awal No. 1, a, b, c, d, hlm. 4):

  1. Kalau sebab dan akibat kerusuhan adalah sebuah ‘kecelakaan’, bagaimana gejala itu bisa dijelaskan oleh fakta keluasan lingkup kejadian di wilayah seluas Jakarta dan sekitarnya?
  2. Kalau sebab dan akibat kerusuhan adalah ‘kecelakaan’, bagaimana gejala itu bisa dijelaskan oleh berbagai kesamaan waktu (simulacrum) dari peristiwa, langkah awal dan akibat yang ditimbulkannya di wilayah seluas Jakarta dan sekitarnya?
  3. Kalau sebab dan akibat kerusuhan adalah ‘kecelakaan’, bagaimana gejala itu bisa dijelaskan oleh berbagai kesamaan modus operandi peristiwa? (pengajak/pemimpin perusakan bukanlah warga setempat; cara kedatangan mereka dengan kendaraan khusus; para pengajak/pemimpin tidak ikut menjarah; gejala kematian massal akibat pembakaran).

 Untuk mereka yang hendak mempertahankan kesimpulan bahwa peristiwa kerusuhan itu disebabkan oleh faktor ‘kebetulan’, silahkan menjawab dulu tiga pertanyaan besar di atas. Kalau tidak bisa menjawab tiga pertanyaan kunci itu, setiap kesimpulan yang mengasalkan peristiwa itu pada faktor ‘kebetulan’ sama sekali tidak punya dasar apapun. Alternatifnya, sebab dan akibat peristiwa kerusuhan itu merupakan hasil operasi yang berpola, sistematis dan teroganisir. Dan kalau tidak mampu menjawab tiga pertanyaan besar di atas, sebaiknya jangan terburu-buru menyimpulkan cara pandang alternatif itu sebagai ‘kesimpulan emosional’.

56