pemuda², jang menerima pimpinannja jang memberi semangat itu. Pengurus besar Taman Siswa memberikan kepadanja dispensasi peraturan tahun '32, jang mengatakan, bahwa hanja guru² jang kawin dapat ditundjuk sebagai pemimpin sekolah. Tidak lama kemudian sekolah itu sudah mentjapai seribu murid lagi.
Dalam bulan Djuli '47 tentara Belanda mendjalankan „aksi polisinja” jang pertama. Said dan beberapa orang guru² ditangkap lagi. Hampir kutjar-katjir sekolah itu kembali, tetapi meskipun ia harus lama tinggal dipendjara, sekolah diteruskan djuga. Waktu sekolah² Republik ditutup semuanja di Djakarta, berdujun-dujunlah murid² masuk ke Taman Siswa. Tetapi meneruskan sekolah itu tidaklah dapat disetudjui oleh pengurus besar di Djokja, jang berpendirian, bahwa di daerah² pendudukan pengadjaran harus dihentikan dan pada umumnja harus didjadikan sedemikian, hingga pemerintahan tidak mungkin. Said menolak dengan keras pendirian ini dan sebagai alasan penghabisan guru² di Djakarta memutuskan, bahwa djika pengurus besar tidak akan mengubah pendiriannja, sekolah itu akan bekerdja terus dengan nama lain. Dengan mesinterbang Inggeris Said pergi ke Djokja untuk merundingkannja dalam bulan Desember '47. Adalah terutama angkatan ketiga guru² jang muda Taman Siswa, (dan ia sendiri termasuk kesitu), jang mau tetap mempertahankan larangan itu. Guru² jang lebih tua seperti Dewantoro dan Mangunsarkoro menundjukkan pengertian jang banjak untuk alasan²nja, dan ketika setelah itu salah seorang pengurus dari Djokja membuat perdjalanan melalui daerah pendudukan Djawa Barat dan menjampaikan laporannja kepada pengurus besar, pendirian pimpinan mendjadi lunak, jang sebenarnja tidak mempunjai pandangan jang kurang tepat tentang keadaan didaerah pendudukan.
Said mendapat idjin memimpin konsulat Taman Siswa untuk daerah² pendudukan dan beberapa guru² jang lebih tua datang djuga kesekolah itu kembali, jang telah mempunjai lebih dari duaribu orang murid. Adalah tetap sulit untuk menampung murid² jang terus-menerus bertambah banjaknja itu, tetapi Said memperlihatkan keuletannja, ia menjuruh mereka membawa sendiri bangku dan medja untuk dipakai disekolah mereka sendiri. Sedang dimana-mana uang Nica masuk merembes, uang nafkah guru² masih tetap dibajar dengan uang ori, tetapi untuk meringankan kesulitan² mereka sedikit murid² membajar uang sekolahnja djuga dengan bahan makanan. Gedung di Djalan Garuda dengan masjarakatnja jang ramai dari murid² dan guru² dalam pergaulan karib, adalah seperti jang disebutkan Dolf Verspoor kepada kenalan²nja orang Inggeris: „The last republican fortress in Djakarta.”
Penderitaan belum berachir dan pada aksi militer kedua dalam bulan Desember '48 Said, jang baru keluar dari rumahsakit, setelah menderita penjakit radang paru², pada suatu malam gelap gulita diambil lagi oleh P. I. D. dan ditahan di Parapatan. Taman Siswa berdjalan terus dan dari luar pendjara murid² tidak lalai mengadakan perhubungan dengan Pak mereka jang ditjintai itu.
Setelah ia dibebaskan Said bekerdja „banting tulang” lagi untuk sekolah itu dengan kegembiraan jang tak patah²nja dan dengan empatribu orang murid dan delapan puluh guru², sekolah ini menghadapi dalam bulan Djuli '49 hari peringatan duapuluh tahun berdirinja tjabang Djakarta. Hari peringatan itu diramaikan dengan demonstrasi murid² dilapangan olah raga jang mereka buat sendiri, dan dengan pertundjukan perkumpulan musik klassik barat „Saraswati” jang erat berhubung-
61