Halaman:Siti Kalasun.pdf/76

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

 Mendengar kata demikian, terbit marah si Kalasun, dianggapnya ia nan meminta cerai.

 “Manalah Mamak Labai Kali, Angku Kali dalam kampuang, halnya suami saya, nan bernama Sari Alam, sungguhpun ia hilang saja, namun suami tetap suami, junjungan dunia akhirat,mengenai uang tidak berharap, biar tidak turun nafkah, saya beri maaf dan rilahkan, adat biasa suami istri, seperti aur dengan tebing, hidup ini sandar-menyandar, runtuh aur runtuh pula tebing.

 Adapun nasib saya, sudah Tuhan nan mentakdirkan, buruk baiknya saya suka, tandanya saya suruhan Allah, serahkan saja untung kepada nan Satu, hanya satu nan saya katakan, saya datang dijemput, tidaklah saya datang sendiri, datang mengadu kepada mak Labai.

 Apa sebab Mak Labai seperti itu, mengait-ngait galah ke kaki, antara kami suami-istri, hadis mana nan Mak Labai pakai, kitab nan mana mak Labai turuti, entah hadis buatan mulut.

 Bukan mudah jadi kali, kalau tidak pandai jadi kali, tukar sabiah jadi dadu, bentangkan sorban ke tikar dadu..!” betapa marahnya Siti Kalasun.

 Kononlah Angku Kali, mendengar perkataan nandemikian, menggigil badan kebengisan, mendengar kata perempuan, terpercik keringat dikeningnya, malu kepada orang banyak.

Kapal berlayar ke Suranti
Nahkoda bernama Syah Alam
Membongkar sauh di lautan;
Kaba beralih lagi
Kepada Sutan Sari Alam
Dalam negeri Kota Medan.