halnya bujang berdua, orang tidak biasa merantau, tercengang memandangi,asing orang berlain kita.
Karena lama di perjalanan, hampir sampai di Medan, sudah tampak ramai orang di jalan, rumah berjejer tidak putus, berhenti mobil di pasar Medan, orang turun semuanya, turun pula Malin Saidi dan Sutan Sari Alam, berjalan ke dalam pasar, orang sangat ramai sekali, bermacam-macam bangsa orang, ada orang Cina orang Belanda, beserta orang Keling.
Terlihat Sari Alam dengan Malin, tercengang-cengang melihat orang,bagai kerbau terkejut diaguang11, berjalan berdua menyandang bungkusan, karena untung takdir Allah, kelihatan si Lelo mamak si Malin, dipanggil keduanya oleh si Lelo.
“Baru datang kamu Malin, letakanlah bungkusan ke dalam, dalam kedai tilam, di sini tidur keduanya,” kata mamak si Malin.
Ada sebentar antaranya, terhidang nasi di kedai, nasi dimasak oleh istri si Lelo, dikeluarkan sambal dalam kerucut, goreng ayam dengan rendang itik, sambal dibawa Sari Alam, makanlah keempatnya.
Berkata Sutan Majolelo, “Bukan saya salah kilaf, bukan saya salah tanya, sutan anak Pak Haji Munaf?”
Menjawab Sutan Sari Alam, berkata sambil gelak tersenyum, “Rupanya mamak pandai melihat, iya saya anak beliau, dimana mamak tahu saya?”
Menjawab Sutan Majolelo, tentang Haji Munaf, sama berdagang di Padang, tidak ada orang seelok itu, lapang dada hati bersih.”
Berkata Sutan Sari Alam, “Apa sebab Mamak tahu, bahwasanya saya anak beliau?”
Dijawab oleh Sutan Majolelo, “Raut muka serupa benar, sedikit tidak berubah, disalin benar rupa orang tua, apa maksud datang kemari?”
11) agung
41