Ada sebentar antaranya, sudah merokok bersirih, keluar anak gadis-gadis, beserta ipar dengan besan, membawa hidangan ke tengah rumah, bersusun sambal berbagai macam, teratur nasi di dulang besar, makan berjamba menurut adat, adat limbago orang tua, begitu juga minum kopi, wajik gelamai tidak ketinggalan, inti piyaram pisang besar, minum dengn kopi nan lima itu, ada berkias juga berpantun.
Mengenai pisang besar, kupas kulit tampak isi, kalau inti nan bulat golongkan, kalau pinyaram nan pipih, pipih boleh dilayangkan, kalau wajik dengan gelamai, sama dicuil dan digamak5, sedikit sama dicicip, banyak sama dimakan.
Selesai hidangan ketengah, menyembah juaro jo pitunggua6, sado mananai mancacahkan7, menyembah meminta makan, sembah menyembah dalam rumah, sama pandai keduanya, seorang bijak seorang jauhari8, suara rancak berpetunang, lintuh hati nan mendengarkan, karena panjang persembahan, larut malam baru turun, pulang ke rumah sendiri-sendiri.
Selanjutnya cerita beralih ke Sabarudin, ketika kecil dipanggil nama, sudah besar dipanggil gelarnya,gelar Sutan Sari Alam, gelar pusaka turun-temurun, sudah dua malam di rumah Kalasun, tidak melihat rupa wajahnya, tiap hari menangis saja, hilang akal Sutan Sari Alam, rupanya istri kena guna-guna, tidak suka kepada diriku, minyak habis makanan tidak enak.
Tengah malam sedang hening dan sepi, berkata Sutan Sari Alam, berbicara sambil berbisik. “Manalah Kalasun Adik Kandung, dua malam saya di sini, adik hanya menangis saja, tidak ada hati nan baik, rupanya adik tidak suka, benci melihat diri saya, orang bersuami istri, serumah tangga kawan hidup, sama suka menyukai, sama sayang menyayangi, mengenai diri ini, sekandung berlainan bau, sudah berbaur maka bertingkah, saya tidak suka nan begini.
5) digenggam
6) Tuan rumah
7) memberi hormat
8) pintar
19