Halaman:Sistem Perulangan Bahasa Minangkabau.pdf/97

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

73


Ujaran atau kalimat (47) lahir dengan mengulang kata awak 'saya' Sampai tiga kali. Pembicara pada saat mengeluarkan ujaran atau kalimat itu dalam keadaan takut. Dia tidak berani menghadapi orang lain yang sedang menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan. Berbeda situasinya dengan kalimat (48) bukan mencerminkan pembicara berada dalam keadaan takut, tetapi dalam keadaan malu-malu. Si pembicara, wanita, melahirkan keinginannya untuk dapat kawin dengan seorang pujaannya. Namun, sesuai dengan sifat wanitanya, yang tidak kuasa melahirkan maksud dengan berterus-terang, terjadilah ucapan yang tertegun-tegun dengan mengulang kata yang berada di muka kata yang dianggapnya kurang pantas diucapkan olch seorang wanita. Apabila pengulangan yang dicontohkan di atas terjadi karena adanya gangguan dan sifatnya negatif, dalam situasi Jain dijumpai pula bentuk yang sama, tetapi bersifat positif. Pengulangan terjadi karena memenuhi kebutuhan gaya bahasa yang tujuannya untuk memperjelas atau mempertegas arti kata yang diulang itu.

Contoh-contoh berikut agaknya dapat memperjelas keterangan ini. Contoh:

49. Mambana den paalah tu... alah tu.
'Memohon saya papa sudahlah ... sudahlah'.

Di ateh meja ... di ateh meja nyo den.}}
'Di atas meja ... di atas meja kata saya'.

Perulangan frase alah tu pada contoh (49) mengandung maksud untuk menegaskan. Seorang istri yang tampaknya sudah tak betah lagi dengan kata suaminya yang keluar seperti “peluru” dalam suatu pertengkaran memohon dengan sungguh-sungguh agar sang suami menghentikan pembicarannya. Untuk itu, kata alah tu diucapkannya berulang-ulang.

 Frase di atch meja pada (50) mengalami perulangan juga dengan maksud untuk menyatakan apa yang dikira oleh pembicara memerlukan penjelasan. Dengan pengulangan frase itu, si pembicara mengharapkan bahwa si pendengarnya tidak akan menanyakan hal yang sama lagi.

 Walaupun frase yang berbentuk pengulangan (repetitif) ini sering dijumpai, tetapi frase yang berbentuk perulangan (reduplikatif) akan lebih banyak dibicarakan. Alasannya karena bentuk perulangan itu merupakan bentuk linguistik yang terjadi pada situasi yang normal, yaitu pada saat sipembicara terlepas dari gangguan fisik atau mental. Atas pertimbangan ini deskripsi tentang frase untuk selanjutnya hanya akan membatasi diri pada bentuk yang bersifat perulangan (reduplikatif) saja.