Lompat ke isi

Halaman:Si Gadih Ranti.pdf/20

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Datauk Batuah, nan tertua si Gadih Ranti, nan kecil si Upiak Manih, orang Guci Pincuran Tujuah, dalam kampung Sungai Talang.”

Mendengar kata Juru Tulih, maklumlah ia dalam hati, dapat memikat gadis itu, rasa di bibir tepi cawan, ingatan pada si Gadih Ranti, rasa di ruang-ruang mata.

Setelah lama kuda berhenti, kuda pun berjalan lagi, berlari menuju ke balai, balai kerapatan ninik mamak, semua penghulu lima jorong.

Angku Kapalo sampai di balai, diayun langkah naik ke balai, tampaklah semua ninik mamak, Pangulu Andiko sembilan suku, duduk beredar dalam balai. Ketika Angku Kapalo datang, semua berdiri memberi salam, duduklah Angku Kapalo, duduk di atas lapik bulat, di atas kasur manggalo1, Angku Kapalo lalu berkata,

“Wahai semua Pangulu Kapalo, dengarkanlah baik-baik, simaklah dengan jelas, tiba perintah dari gedung, perintah keras Tuan Kumandua, tak boleh ada nan membantah, kata nan tak boleh dijawab.”

Juru Tulih membaca surat, semua balasting perlu diantarkan, begitu juga uang rodi, buah kopi perlu diantarkan, jangan dijual pada orang Cina, bawa ke gedung Angku Pakuih, siapa nan tak membayar, boleh dipurukkan ke dalam tangsi.

Adapun uang balasting, aturan disita perlu disita, aturan dirampas perlu dirampas, tak boleh ditunda lagi, bagi kemenakan nan tak membayar, akan dijemput oleh polisi, atau serdadu dari tangsi.”

Bagitulah perintah dari atas, kata tak boleh disanggah, gayung tak boleh disambut, selesai menyampaikan perintah, berjalan turun Angku Kapalo, diiringi orang nan banyak, naik langsung ke atas bendi, bendi dihalau berbalik pulang.

1) kasur tempat duduk Raja

9