Halaman:Rimba-Rimba.pdf/72

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba

Mereka langsung saja mengambil jalan ke arah Tambang Aro. Tambang Aro adalah lokasi hutan yang perawan. Mereka kemudian terus menelusuri hutan dan lari dalam keheningan rimba-rimba belantara itu.

"Kita sebenarnya mau kemana?” kata Kamil.

“Entahlah. Ikut saja. Dia pasti tahu,” ujar Zakir.

“Kalau tidak tahu bagaimana?” kata yang lain.

“Jangan banyak tanya. Apa kamu mau kembali ke kampung? Lelaki yang seusia kita pasti akan jadi sasaran. Mau tidak mau kita akan dianggap pemberontak. Atau kalau kita tidak mau ikut, pasukan rimba yang akan menghabisi kita. Sekarang tidak ada cara tain. Kita lari ke hutan. Apapun kejadian nanti. kita lihat saja.”

Jalan yang mereka lalui sungguh berat. Mereka tidak ingat lagi mana jalan yang biasa dilewati orang.

Di depan terhampar hutan belantara dengan pohon yang besar. Suara burung hutan dan binatang yang menakutkan. Mereka menerobos tebatnya hutan. Kadang-kadang semak menghalangi jalan dan mereka mesti menyingkir ke tepi. Beberapa kali kaki mereka tertusuk duri.

“Dimana posisi kita?” tanya Johan,

“Kita pasti tersesat,” ujar Kamil,

“Saya tidak ingat lagi jalannya,” katanya.

Badan mereka sudah letih. Mereka ingin istirahat.

Johan mengajak teman-temannya duduk di sebuah batu besar di tepi sungai. Ia ingin merundingkan apa yang akan mereka lakukan sekarang.

“Kawan-kawan, kita sudah terlibat dalam pemberontakan ini. Mana senjata tadi?"

Kemudian Imron memberikan bungkusan tadi. Masing-masing masih dalam keadaan seakan tidak sadar tentang semua yang terjadi. Pergulatan waktu yang begitu

56