Halaman:Rimba-Rimba.pdf/45

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba

"Sekam....amankan sekam," hanya itu kata-kata terakhir yang keluar dari mulut sopir truk malang itu.

Itulah pertama kali Johan melihat orang mati di depannya. Mati yang tak bisa ditolong dengan cara apapun.

"Mereka mati. Mati..." teriaknya.

Asap mengepul dari bekas tembakan

Johan masih terlihat pucat. Tetapi sebagai santri yang sudah terbiasa dalam didikan keras ayahnya yang mantan pejuang 45, ia mesti terlihat tenang.

Tak lama ia melihat lelaki tua yang berbicaranya dengannya tadi muncul dari balik semak. "Alhamdulillah Kau selamat Nak," ujarnya.

Ia pun mendekat ke arah si tua itu. Mereka saling terharu.

"Sebenarnya pesawat itu mengincar isi truk ini?" ujarnya tiba-tiba. Johan terkejut.

"Saya Khaidir. Saya tentara PRRI."

Johan mengangguk pelan. Kemudian Khaidir memberinya sebatang rokok daun enau. Semula ia menolak karena memang tidak perokok. Namun situasi membuat dia mengambil sebatang. Sekali diisap dia pun langsung batuk-batuk.

"Lalu apa muatan truk itu. Mengapa pesawat itu ingin menghancurkannya?" tanya Johan.

Khaidir tidak segera menjawab.

"Kita tidak boleh berlama-lama. Sebentar lagi pesawat itu akan kembali," katanya.

"Lalu mereka yang mati bagaimana? Setidaknya kita mengubur dulu.`

"Tidak perlu. Mayat mereka nanti ada yang akan mengurus. Sekam mesti diselamatkan sebelum jatuh ke

31