Halaman:Rimba-Rimba.pdf/36

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba

Banyak yang ragu-ragu apakah akan pulang kampung atau tidak. Mereka ragu karena walau memutuskan untuk pulang sekalipun, suasana belum tentu akan aman. Kian hari keadaan kian mencekam.


Tepukan lembut Haji Sabri, di bahunya hampir tidak dirasakannya.

Entah sudah keberapa kali pembawa acara memanggil namanya untuk memberi sepatah kata sambutan, namun ia tidak mendengar.


"Han....giliranmu ke depan."

"Ooh.... Ya, ya...maaf Pak Haji."

Diiringi tepukan yang membuatnya malu, ia kemudian tampil ke depan. Sesaat sebelum ia mulai berpidato, sebuah suara mendentum terdengar. Mikrofonnya jatuh. Ia kian grogi. Orang-orang berteriak sengaja mengerjainya. Bahkan, Haji Sabri sampai berdiri untuk menenangkan.

Belum selesai suara ribut, suara ledakan yang dahsyat terdengar. Sesaat mereka berpandangan saling bertanya. Tegang dan mencekam. Kacau. Sebuah suara terdengar berteriak dari luar.

"Bom ... bom ... pesawat ... pesawat ... bom dijatuhkan pesawat."

Suara sirene terdengar berkali-kali. Dari pusat kota sirene itu mengejutkan semuanya.

Tidak ada yang tahu itu sirene pertanda apa, namun yang pasti tidak lama kemudian beberapa truk yang ditumpangi pejuang bersileweran. Mereka berteriak-teriak menyuruh masyarakat mengungsi.

Masyarakat yang mulai cemas segera mengungsi dengan membawa peralatan seadanya. Berlarian dengan panik.

22