Halaman:Rimba-Rimba.pdf/167

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba

berbicara dengan hangatnya. Bercerita ketika masa peperangan dengan sekutu.

Ketika Perang Dunia II sudah memasuki masa-masa akhir. Di beberapa negara Asia Tenggara pasukan Jepang mengalami kekalahan.

Di Fitipina, Jepang menyerah telak. Di Vietnam Jepang sudah terdesak ke sisi-sisi paling pinggir negara itu. Di nusantara pasukan Jepang juga kian terdesak. Kaisar sudah memerintahkan dengan tegas untuk melawan sampai tetes darah penghabisan.

Pasukan Jepang di Kota Padang juga sama keadaannya. Hubungan ke Medan sebagai pusat pengendali wilayah Sumatera sudah terputus. Stasiun radio satu-satunya yang terletak di kawasan pondok di bom sekutu. Mereka bagai ayam yang kehilangan induk. Kekuatan mereka juga sudah pecah.

Kimoto sebagai pimpinan tertinggi Jepang untuk wilayah Sumatera Barat terpaksa mengambil tindakan sendiri. Dua buah truk, satu jeep dilarikan arah selatan Kota Padang.

Hanya itu pasukannya yang tersisa. Sementara pasukan payung sekutu sudah mendarat di tepi pantai Padang. Di dalam jeep ada Kimoto dan Tanaka beserta scorang sopir, kemudian dua orang tentara yang bersenjata lengkap. Sementara di dalam dua truk ada sekitar 20 perwira. Prajurit diperintahkan untuk menghadang sekutu sampai tetesan darah terakhir.

“Apa kau yakin dengan lokasi itu?" tanya Kimoto.

“Haiggg... yakin sekali,” balasnya.

Kimoto mengangguk-angguk. Ja sangat yakin apa yang dikatakan Tanaka. Ja percaya pada anak buahnya itu,151