Halaman:Rimba-Rimba.pdf/156

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba

Namun lelaki itu terus menekannya. Kemudian tidak segan-segan mengeluarkan sepucuk pistol di balik bajunya.

“Pemerintah perlu dana untuk menumpas PRRI. Siapkan upeti jika tidak ingin dicap sebagai PRRI.”

Syafei terhenyak.

“Ini pemerasan namanya,” katanya.

Lelaki itu tidak berkata banyak. Bersama lima orang temannya ia bergerak keluar.

“Besok kami datang lagi.”

Syafei terenyuh. Ia tidak tahu mesti berbuat apa.

Istrinya, Rosma datang bergegas ketika rombongan itu sudah pergi. Ia cepat-cepat menuju pintu dan menguncinya dari dalam. Sebuah balok kayu dibelintangkan di tengah-tengah pintu itu. Hanya itu kunci yang sangat kuat.

Ia mengintip dari balik celah-celah dinding.

“Apa mereka sudah pergi?” terdengar suara Syafei pelan.

“Ya...” jawabnya.

“Sebenarnya ada apa?” katanya lagi.

“Mereka sudah tahu. Kampung ini sudah tidak aman bagi kita,” katanya.

Rosma terhenyak duduk di kursi itu. Itu adalah berita yang paling menakutkan yang tidak ingin ia dengar. Ia menggigil. Jantungnya berdebar dengan kencang. Ia takut sekali.

Sebagai walinagari dia memang dalam posisi yang sulit. Di satu pihak banyak rakyatnya yang menjadi pemberontak namun di pihak lain kedudukannya sebagai wakil pemerintah mesti berada di pihak pemerintah.

Dia pun sudah mendengar banyak tentang tindak tanduk OPR tersebut. Dia tahu kelompok tersebut sangat

140