Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/62

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

3.5 Perempuan yang Dimitoskan

Sajak ini dalam edisi Arsitektur Hujan berjudul Sitti Berlari- lari. Namun isinya mengalami perubahan atau penambahan dan pengurangan diksi. Dari judulnya, sajak ini mengisyaratkan nama tokoh yang terkenal dalam novel Indonesia di zaman angkatan Balai Pustaka, yaitu Sitti Nurbaya, dalam novel yang berjudul sama (1922), karya Marah Rusli. Pembacaan dan penafsiran novel ini menghidupkan kembali mitos dan sebuah legenda yang digambarkan terjadi di Kota Padang, Sumatra Barat. Sitti telah menjadi sebuah perlambangan yang menandakan bahwa yang menyebabkan Sitti terperosok dalam subordinasi dominasi kaum laki-laki adalah mitos tentang subordinasi perempuan pada zaman itu. Di penghujung abad kedua puluh, belum adanya persamaan dan pengakuan yang diberikan kepada kaum perempuan, diterima sebagaimana adanya (taken for granted) dan hal itu kemudian menjadi sebuah mitos dalam masyarakat

Puisi Perempuan dalam Novel terdiri atas empat bait dan 14 frasa. Bait sajak itu berbentuk konvensional dan pemotongan frasa di ujung larik tidak memperhatikan harmoni bunyi kata. Pemotongan kalimat menjadi larik baru tidak begitu menjadi penentu pengucapan. Dan, dalam sajak tersebut tidak ditemukan bentuk pemakaian rima pada tiap ujung lariknya.


    PEREMPUAN DALAM NOVEL
    Sebuah biografi tak pernah minta ampun pada siapa pun. Di situ orang mendandani Sitti kembali, hanya untuk melihat kisah cinta menyembunyikan dirinya. Senyumnya tak pernah jauh dari seluruh novel, tempat orang berganti diri dengan kesedihan. Sitti menemui kekasihnya di situ, dari gagasan tak mengenal sepatu. Tak ada novel untuk cinta 30 menit, yang mengubah perempuan jadi selendang panjang.
    Sitti mengisap tradisi dan kolonialisme penuh sepatu di situ. Belajar memilih hari yang lain, dari sebuah novel yang tidak menyimpan racun. Tetapi aku telah

48