Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/61

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Penggambaran bahasa dengan metafora seperti itu sudah mengisyaratkan gagasan bahwa bahasa itu sebagai sesuatu yang abstrak. Maksudnya adalah sistem bahasa hanya dapat dilihat secara umum. Bahasa memiliki kaidah umum yang dianggap baku oleh kelompok masyarakat pemakainya, tetapi ia masih bisa ditemukan dalam bentuk ujaran individu. Sajak ini menggunakan metafora yang bertingkat-tingkat. Pertama adalah si maut, kedua adalah kamar. Kamar mempresentasikan bahasa, sedangkan si maut adalah faktor yang tidak dapat dilepaskan dari bahasa, yaitu, seperti yang dideklarasikan oleh penyair mengenai bahasa yang tidak bisa lepas dari jargon, mitos, kekuasaan, stereotip, dan ketidaknetralan bahasa sebagai alat komunikasi.

Metafora tingkat lanjut dari si maut adalah benda-benda yang mengisi kamar, seperti televisi, lemari, radio. Kemudian, setelah metafora bahasa ditunjukkan dengan kamar, metafora kamar kemudian dimetaforakan dengan gereja di bait kedua. Kedua metafora tersebut memiliki konsep tentang ruang. Kamar dan gereja merupakan tiga dimensi ruang, yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Ruang, yang karena itu bisa ditempati dan ditempeli oleh si maut, yang juga adalah benda-benda yang dimetaforakan dengan diksi khas dari Malna, yaitu televisi, radio, dan lemari.

Tampak jelas bahwa dalam sajak ini terdapat konsep instalasi benda dalam ruang. Pada tingkat terakhir, metafora si maut adalah sebuah kesimpulan pada bait terakhir, yaitu api dari kaki-kaki bahasa. Kata api dengan tegas merepresentasikan indeks dari si maut. Antara si maut dan api memiliki sifat dan tabiat yang sama, yaitu menghancurkan, memusnahkan, dan mengakhiri segala sesuatu. Frasa kaki-kaki bahasa juga adalah metafora, yaitu segala yang tidak dapat dilepaskan dari bahasa, yang menurut penyair merupakan mitos, jargon, kekuasaan, dan stereorip tersebut. Kaki-kaki merupakan indeks yang mengisyaratkan fungsinya sebagai penggerak bahasa, yaitu dalam peristiwa komunikasi.

47