Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/44

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Repetisi itu merepresentasikan kondisi masa Asia sebagai tujuan utama dari negeri lain yang ditandai dengan ramainya, bersilang selingnya, kesimpang-siuran, keberagaman, keriuhan, yang menandai perkembangan peradaban dan kebudayaan di Asia. Pengulangan diksi ikonik dan sekaligus simbolik itu menandakan sebuah gagasan mengenai pluralisme yang telah sejak dahulu berkembang di Asia.

Membaca Asia adalah membaca sebuah mystique, sebuah daya penarik. Dalam dikotomi peradaban, Asia ditempeli dengan stereotip atau sebutan identitas sebagai Timur, dan karena itu pula ada Barat. Mistique adalah identitas kegelapan, alam yang tidak tampak rasional, alam daya magis dan sekaligus memancarkan sebuah pesona eksotisme, seperti aura yang dipancarkan dari alam yang tropikal.


3.2.1 Asia sebagai Yang Lain dalam Pandangan Penjelajah atau Penjajah

Bait pertama yang berbunyi matahari telah berlepasan dari dekor-dekornya merupakan kalimat sederhana berpola S-P-K yang berisi pernyataan. Dilanjutkan dengan klausa, Dan kami masih hadapi langit yang sama, tanah yang sama. Kalimat itu seolah-olah menampilkan dua perbedaan hal. Yang satu adalah seperti peristiwa yang berlangsung terus secara linear, atau maju ke depan seperti dialektika hegelian, yaitu berlepasan dari dekor-dekornya. Sementara itu, hal kedua adalah semacam kemandekan, atau paling tidak adalah hal yang statis dan jalan di tempat. Hal itu ditandai dengan penanda frasa yang sama. Maknanya adalah hal-hal yang lama, yaitu ditandai dengan tanda indeksikal, seperti langit, tanah. Artinya, dua tanda yang dipakai itu, jika digabungkan akan membentuk suatu kesatuan cakrawala alam pemikiran yang asiatik, sebuah ranah yang bernama Asia.

Frasa setelah dewa-dewa pergi jadi batu di situ, dan selanjutnya merupakan kalimat majemuk setara. Pengulangan kata setelah sebanyak dua kali itu mengisyaratkan suatu keterlepasan dalam perubahan yang terus berlangsung dan terus berlanjut. Frasa setelah dewa-dewa, setelah waktu, dan cerita

30