Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/38

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Dengan pilihan diksinya yang cenderung dadais, Aveling mengatakan bahwa Malna tetaplah seorang simbolis, tatapi menempuh estetika jalur lain "dengan memilih imaji kota, bukan lanskap pedesaan di malam hari, sungai, dan pohon." Kritikus tersebut juga menganggap bahwa nuansa puitik dan gaya Malna terbentuk dari temanya yang tidak jauh di seputar "pelukisan dunia modern dan kehidupan urban pada pertunjukan objek material dari lingkungan tersebut" (Aveling, 2003: 193).

Pada akhirnya, puisi dada ala Malna tidak selalu menyuarakan ketiadaan makna. Sebab, ada motif dan mitos lain yang ingin disampaikannya sebagai sebuah karya seni. Seperti telah dikemukakan, pertama, Malna dengan gamblang mengemukakan pandangannya mengenai medan bahasa yang diletakkan dalam metafor 'ruang dalam dan ruang luar rumah bahasa'. Kedua, ia memang menganut semacam ketidakpercayaan pada bahasa sebagai alat komunikasi. Hal itu sejalan dengan pandangan bahwa bahasa merupakan tempat atau lokus dijalankannya kekuasaan dan karena itu bahasa tidak netral. Ketiga, kata merupaka unit terkecil permainan semiotika dalam puisinya. Dengan itu pula ia menciptakan pembenaran bagi penjelajahan estetikanya (Malna 1999, 2002). Dan terakhir, sebagai permainan yang tidak pasti dalam bahasa puisinya, puisinya menjadi teks yang terbuka, yang terus hidup di benak pembaca dan dengan demikian akan menciptakan teks yang lain lagi.

24