Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/30

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

kegiatan manusia sebagai citraan ekstrinsiknya. Dalam dunia dan pikiran manusia, hal itu merupakan proses benda menjadi penanda yang teranyam dalam pikiran manusia yang dibentuk oleh struktur bahasa.

Bagi Malna, yang membentuk bangunan puitik dalam puisinya adalah diksi dan citraan benda sebagai permainan semiotik yang cenderung bebas. Perhatikan puisi Malna berikut ini.

    Bicara lagi kambingku, pisauku, ladangku, komporku, rumahku, payungku gergajiku, empang ikanku, genting kacaku, emberku, geretan gasku. Bicara lagi cerminku, kampakku, meja makanku, alat-alat tulisku, gelas minumku, album foto keluargaku, ayam-ayamku, lumbung berasku, ani-aniku.
    Bicara lagi suara nenek moyangku, linggisku, kambingku, kitab-kitabku, piring makanku, pompa airku, paluku, paculku, gudangku, sangkar burungku, sepedaku, bunga-bungaku, talang airku, ranjang tidurku. Bicara lagi kerbauku, lampu senterku, para kerabat tetanggaku, guntingku, pahatku, lemariku, gerobakku, sandal jepitku, penyerut kayuku, ani-aniku. Bicara lagi kursi penggorenganku, tembakauku, tamuku, penumbuk padiku, selimutku, baju dinginku, panci masakku, topiku. Bicara lagi kucing-kucingku...pisauku (Malna,1999: 40).

Sulit untuk memastikan dan menangkap secara pasti apa dimaksudkan oleh sajak Malna tersebut. Personifikasi yang yang dilekatkan oleh Malna mengisyaratkan kecenderungan sebagian besar puisinya yang berbasiskan permainan citraan benda yang tidak umum kita temukan dalam khazanah perpuisian Indonesia. Baginya, puisi adalah sebuah gagasan yang mewakili ciri kehidupan yang menguasai masyarakat tempat gagasan itu hidup dan dalam hal ini tidak terkecuali terhadap penyairnya sendiri. Hal terbesar yang mendedahkan puisi-puisi Malna

18