Halaman:Puisi Afrizal Malna; Kajian Semiotika.pdf/28

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

terbentuk dari bahan yang sama, kosakata yang sama, dan gramatika yang sama. Itulah hal yang membedakannya. Dengan menari, puisi menjadi bahasa yang terus hidup.

2.3 Pandangan Malna terhadap "Kata"

Bagi Malna, hal yang menarik dalam proses kreatifnya adalah persoalannya dengan kata, yaitu kata sebagai unit tekstual yang terpenting dalam penulisan puisi. Tampaknya ia berangkat bukan dari bagaimana ia menciptakan imaji ganjil dalam puisi melalui kata, tetapi yang sebaliknya adalah bagaimana kata itu menciptakan imajinya bagi suasana yang dirangkaikan oleh kata itu sendiri

Seperti telah disebutkan, pandangan dunia (world view) seorang pengarang bagi penyair menjadi titik tolak terbentuknya apa yang penulis sebut dengan 'roh puitik' dari sang penyair. Pandangan dunia ini bisa juga disebut sebagai sebuah kredo atau kepercayaan yang dipegang oleh seseorang tentang sesuatu. Sebagaimana kita ketahui, beberapa penyair malah menyebutkan semacam kredo tadi, misalnya penyair Sutardji Carzoum Bachri yang mengeluarkan kredonya tentang bahasa puisi bahwa puisi yang diusungnya membebaskan kata dari beban makna. Akan tetapi, pada proses kreatifnya, Sutardji mengalami pergeseran dari kredo awalnya yang mustahil untuk membebaskan kata dari makna, menuju permainan kata-kata yang lebih bersifat lirikal dalam puisinya akhir-akhir ini.

Berlainan dengan Sutardji, tampaknya, pada Malna hal ini kurang mengalami pergeseran kredo. Jika Sutardji berangkat dari kata, Malna berangkat dari tataran bahasa kemudian ia menukik pada kata. Maksudnya adalah perbedaan antara Sutardji dan Malna terletak pada pemahaman dan kepedulian mereka pada makna sebuah 'kata'. Bagi Sutardji, kata dilesapkan ke dalam bentuk yang mistik serta permainan antarkata yang mengalami bentuk pengulangan imaji dan bunyi. Secara semiotis, puisi sernacam itu memainkan bentuk tipologi dan permainan bunyi. Akan tetapi, bagi Malna, kata tetaplah hadir dalam sebuah pengertian yang semestinya dihubungkan dengan kata lain hingga terbentuk sebuah konstruksi kalimat.

16